Ketika ta'aruf, nama kita mungkin menjadi salah satu kandidat dalam
daftar calon istri yang telah dibuat suami kita. Dan akhirnya, setelah melalui banyak fase dari mulai berfikir, mempertimbangkan, istikharah, hingga kemudian mantap memutuskan. Kitalah kandidat terpilih. Mengalahkan rival-rival akhawat lain yang mungkin telah masuk dalam proses seleksi calon istri yang telah digelar. Sungguh sebuah keputusan yang besar!
Memilih sosok wanita dengan standar kriteria yang telah termaktub dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah bukanlah hal mudah. Wanita yang shalihah, yang taat pada suami, yang menjaga diri dan harta suaminya, memelihara kehormatan dan harga dirinya, berakhlak mulia dan murabbiyah yang baik bagi anak¬anaknya, beserta sederet kriteria lainnya. "Pilihlahlah tempat-tempat yang baik untuk menyemaikan nuthfah kalian" (HR. Daruquthni), demikian kata Rasulullah
Finally, pilihan jatuh atas diri kita. Suami memilih kita bukannya tanpa alasan. Pastinya, kita telah memenuhi standar idealnya sebagai seorang istri, yang akan mendampingi perjalanan hidupnya, mengarungi lautan ujian dan bahtera rumah tangga. Memilih kita sebagai tempat melabuhkan dirinya, mencurahkan perasaan dan hasratnya, menaburkan benih dan menyemainya. Karena itu, selamat kita telah terpilih!
Wanita pun Menentukan
Sebagai pihak wanita, kita memiliki otoritas. Untuk menentukan persetujuan atas calon suami yang datang. Menerima atau menolak. Semua opsi ini ada di tangan kita. Ketika kita memutuskan untuk mengatakan YA, juga bukan suatu hal yang mudah. Karena maknanya, kita siap untuk menyerahkan diri kita seutuhnya. Siap dengan segala kewajiban dan tanggung jawab yang nantinya harus kita tunaikan. Plus, siap untuk menerima ke-qawwam¬an suami dan memenuhi haknya beserta segala wewenangnya. Keputusan kita untuk menerima pinangannya, berbuah amanah yang wajib kita penuhi. Amanah sebagai seorang istri, yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah
Menjadi istri shalihah yang ideal bagi suami pasti menjadi harapan tiap wanita. Apalagi menjadi istri yang taat dan shalihah itu sendiri merupakan tuntutan sekaligus tuntunan agama. Pada tataran konsep, memang mudah dipelajari dan dijabarkan tentang A to Z-nya profil istri shalihah yang penuh pesona. Namun, pada wilayah aplikasi jelas tak semudah yang dibayangkan.
Pada beberapa situasi dan kondisi, kita akan dihadapkan pada hal-hal yang menguji kesabaran dan ketahanan diri untuk benar-benar menjadi sosok istri shalihah di hadapan Allah dan bagi suami. Sekali lagi, menjadi istri yang shalihah¬pada praktiknya tidaklah semudah membalikan telapak tangan. Mungkin itulah sebabnya balasan dan pahala bagi istri shalihah luar biasa besarnya.
Suami, sebagai sosok yang menjadi " ujian" bagi istri, merupakan faktor penentu dalam kualifikasi nilai yang aka!) didapat seorang istri. Sebagaimana disebutkan dalam hadits, pernah datang kepada Rasulullah SAW seorang wanita untuk ,suatu keperluan. Setelah keperluannya terpenuhi, Rasulullah bertanya, "Apakah Engkau mempunyai suami?" Diapun menjawab, "Ya!" Beliau bertanya lagi, "Bagaimana Engkau memperlakukan dirinya?" Wanita inipun menjawab, "Aku selalu memenuhi semua haknya kecuali hal-hal yang aku tidak mampu melakukannya." Selanjutnya Rasulullah bersabda, "Ingatlah, bagaimana Kamu memperlakukannya, maka hal itulah yang akan menentukan dirimu ke surga atau neraka." (HR. Ahmad).
Karena itulah, istri seharusnya berupaya maksimal dan berusaha optimal dalam melaksanakan tanggung jawab Ilan kewajibannya sebagai istri, serta memenuhi hak suami dengan segenap kemampuannya. Hal ini disebabkan begitu besarnya hak suami atas diri istri. "Tidaklah diperbolehkan seseorang bersujud kepada orang lain. Seandainya bersujud kepada orang lain diperbolehkan, niscaya aku akan perintahkan wanita untuk bersujud kepada suaminya, karena besarnya hak suami atas dirinya" (HR. Ahmad dan An¬Nasa'i). Sungguh sebuah amanah yang herat tentunya.
Karena itulah, ketika kita menyandang status sebagai istri, amanah itu masih melekat erat di pundak kita. Amanah yang masih harus kita tunaikan. Saat ini, dan selamanya! Selama Allah menghendaki kita mendampingi suami kita.
Amanah yang kita emban memang bermacam-macam. Dan salah satu amanah ang paling besar dalam kehidupan anita, adalah amanah sebagai seorang ISTRI. Suami telah memilih kita. Dan kita telah mengiyakannya. Maka kita harus memnuhi kewajiban kita terhadap suami dan menunaikan hak-haknya atas diri kita. Sekilas memang terdengar mudah. Namun jika mengaplikasikannya dalam kehidupan, ternyata butuh perjuangan. Sehingga, sudahkah amanah ini terlaksana dengan sebaik-baiknya?
Butuh Bantuan Suami
Sayangnya, banyak suami yang tak mau tahu tentang beratnya tanggung jawab istri dalam memikul amanah tersebut. Banyak pula suami-suami yang tak ambit pusing tentang bagaimana sebenarnya perasaan dan curahan hati sang istri terhadapnya. Padahal, suamilah sosok yang menjadi obyek utama dalam amanah seorang istri. Tentu saja amanah tersebut akan terasa lebih ringan dan mudah bagi istri, jika suami bisa secara kooperatif membantu istri merealisasikan amanah itu. Apalagi, jika suami mau berempati terhadap tugas dan tanggung jawab istri. Cukuplah Rasulullah menjadi teladan bagi para suami.
Oleh karena itu, suami setidaknya mencoba untuk mengerti dan memahami hal-hal yang menjadi curahan hati dan perasaan istri terhadap dirinya. Jika laki¬laki dominan logikanya, maka wanita dominan perasaannya. Dengan demikian, suami hendaknya mengerti bagaimana perasaan istri atas sikap dan kata-katanya. Sikap yang kasar dan kata-kata yang tidak mengenakkan, akan dapat menusuk hati dan perasaan istri. Jika suami menuntut istri supaya berkata lembut dan mesra kepadanya, maka istri secara tabiat juga berharap suami dapat menggunakan "bahasa perasaan" ketika menghadapi istri. Bagaikan tulang rusuk yang bengkok, istri akan "patah" jika suami keras dan kasar padanya.
0 komentar:
Posting Komentar