Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya.
Al-Qur'an  telah mengabarkan tentang kaum yang tersesat dan sebab mereka memilih  kesesatan yang karenanya Allah menutup pintu hidayah dari mereka. Allah  berfirman,
 "Barang  siapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat  kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap  tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang  melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan  baginya azab yang besar. Yang demikian itu disebabkan karena  sesungguhnya mereka mencintai kehidupan di dunia lebih dari akhirat, dan  bahwasanya Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang kafir. Mereka  itulah orang-orang yang hati, pendengaran dan penglihatannya telah  dikunci mati oleh Allah dan mereka itulah orang-orang yang lalai.  Pastilah bahwa mereka di akhirat nanti adalah orang-orang yang merugi." (QS. Al-Nahl: 106-109)
 Mereka,  dalam ayat di atas, yang dihukumi benar-benar murtad dari Islam karena  berharap lebih kepada kemewahan dunia dan tidak rindu kepada akhirat.  Maka saat mereka lebih memilih kekufuran atas iman, Allah mengharamkan  hidayah dari mereka. Sehingga Allah tidak menunjuki mereka dan  menyematkan kekufuran atas mereka. Allah menutup mati hati, pendengaran  dan penglihatan mereka sehingga tak memasukkan kebaikan sedikitpun  kedalamnya. Akibatnya, Allah mengharamkan rahmat-Nya yang sangat luas,  jika datang petunjuk kepada mereka, segeralah ditolaknya. Karena itu,  diakhirat, mereka benar-benar merugi; dijauhkan dari surga dan  dimasukkan ke dalam neraka.
Ibnu Katsir rahimahullah dalam  tafsirnya berkata: "Allah Ta'ala mengabarkan tentang orang yang kafir  kepadanya setelah beriman dan mengetahui kebenaran serta melapangkan  dadanya kepada kekafiran dan merasa tentram kepadanya: Allah murka  terhadap mereka karena telah mengetahui iman lalu menyimpang darinya.  Kemudian (Allah mengabarkan) bahwa bagi mereka adzab yang pedih di  akhirat, dikarenakan mereka lebih mencintai dunia daripada akhirat.  Mereka lebih memilih murtad karena dunia sehingga Allah tidak memberi  petunjuk pada hati mereka dan tidak meneguhkan mereka di atas agama yang  benar. Allah mengunci mati hati mereka sehingga mereka tidak bisa  memahami apapun yang bermanfaat bagi mereka. Begitu juga Allah mengunci  pendengaran dan penglihatan mereka sehingga tidak bisa mengambil manfaat  darinya. Dan semua itu tak berguna sedikitpun bagi mereka. Mereka lalai  dari tujuan diciptakannya mereka."
 Al-Qur'an  juga menceritakan seorang alim dari Bani Israil, bernama Bal'am  (menurut Abdullah bin Mas'ud) yang meninggalkan kebenaran karena  kecintaannya kepada dunia. Allah telah memberikan kepadanya  ayat-ayat-Nya, lalu ditinggalkannya. Allah Ta'ala berfirman:
 وَاتْلُ  عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِي آَتَيْنَاهُ آَيَاتِنَا فَانْسَلَخَ مِنْهَا  فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ فَكَانَ مِنَ الْغَاوِينَ وَلَوْ شِئْنَا  لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الْأَرْضِ وَاتَّبَعَ  هَوَاهُ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ  أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ ذَلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا  بِآَيَاتِنَا فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
 "Dan  bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya  ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab), kemudian dia  melepaskan diri daripada ayat-ayat itu lalu dia diikuti oleh setan  (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. Dan  kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat) nya  dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan  hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu  menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia  mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang  yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka)  kisah-kisah itu agar mereka berpikir." (QS. Al-A'raf: 175-176)
Sebab  kesesatan Bal'am adalah karena dia cenderung kepada dunia dan menurutkan  hawa nafsunya yang rendah. Maksudnya, ia lebih cenderung kepada  perhiasan dan gemerlapnya kehidupan dunia, tenggelam dalam kelezatan dan  kenikmatannya, sehingga ia tertipu olehnya sebagaimana tertipunya  orang-orang yang bodoh. Sehingga Al-Qur'an menyerupakannya dengan anjing  dalam kesesatannya. Dia tetap berada di atas kesesatannya dan tidak mau  mengambil petunjuk, baik dia diseru kepada iman atau tidak, sehingga  Bal'am menjadi seperti anjing yang tetap menjulurkan lidahnya, baik dia  dihalau atau dibiarkan. Demikianlah keadaan Bal'am, ada atau tidaknya  nasehat dan dakwah kepada iman, sama saja baginya.  
Karena  itu, Al-Qur'an sering mengingatkan agar berhati-hati dan waspada  terhadap dunia. Karena telah banyak yang tertipu olehnya. Allah Ta'ala  berfirman,
 فَلَا تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَلَا يَغُرَّنَّكُمْ بِاللَّهِ الْغَرُورُ
 "Sesungguhnya  janji Allah adalah benar, maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia  memperdayakan kamu, dan jangan (pula) penipu (setan) memperdayakan kamu  dalam (menaati) Allah. (QS. Luqman: 33)
 يَا  أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ فَلَا تَغُرَّنَّكُمُ  الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَلَا يَغُرَّنَّكُمْ بِاللَّهِ الْغَرُورُ
 "Hai  manusia, sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka sekali-kali  janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah  syetan yang pandai menipu, memperdayakan kamu tentang Allah." (QS. Faathir: 5)
Bahwa  kebangkitan dan hisab serta pembalasan amal benar-benar ada dan akan  terjadi. Jika demikian, hendaknya mereka menyiapkan bekal untuk ke sana  dengan memanfaatkan waktu dan kesempatan yang dimilikinya untuk beramal  shalih. Jangan sampai kenikmatan dunia, kesenangan dan semangat  mencarinya memalingkan dari tujuan utama diciptakannya, yakni untuk  menghambakan diri kepada Allah dengan melaksanakan ibadah kepada-Nya  semata.
 Menghamba Kepada Dunia Dengan Ibadah
Bagi  orang yang menghambakan diri kepada dunia, maka tidak ada dalam benaknya  kecuali untuk mendapatkannya. Sehingga apapun yang dilakukannya dan  dikerjakannya tidak lain hanya untuk mendapatkan dunia, bahkan sampai  dalam urusan ibadah yang menjadi kewajibannya. Akhirat tidak terbersit  di benaknya dalam menjalankan tugas-tugas agama tersebut.  
Diterangkan  dalam Fathul Majid Syarh Kitab al-Tauhid, karya Syaikh Abdurrahman bin  Hasan Aalu Syaikh, dalam bab, "Termasuk Syirik seseorang menginginkan  dunia dengan amalnya" tentang macam-macam orang yang orientasi hidupnya  hanya dunia sebagaimana yang disebutkan dalam QS. Huud: 15-16: di  antaranya, amal shalih yang biasa dikerjakan oleh orang banyak demi  mencari wajah Allah; berupa shadaqah, shalat, silaturahim, berbuat baik  kepada manusia, tidak berbuat zalim, dan perbuatan-perbuatan lainnya  yang dilakukan manusia atau yang mereka tinggalkan secara ikhlas karena  Allah, namun ia tidak menginginkan pahalanya di akhirat, tetapi yang dia  inginkan hanya agar Allah menjaga harta dan mengembangkannya, atau  menjaga keluarga dan anak-anaknya, atau melanggengkan nikmat yang ada  padanya; dia tidak berkeinginan masuk surga atau dijauhkan dari nereka,  orang seperti ini diberi balasan amal perbuatannya di dunia dan di  akhriat dia tidak memiliki jatah bagian apapun. Jenis manusia inilah  yang dikatakan Ibnu Abbas Radhiyallahu 'Anhuma.
 Imam Qatadah rahimahullah  berkata: "Barangsiapa niat dan tendensi serta ambisinya adalah dunia,  maka Allah akan membalas kebaikan-kebaikannya di dunia, lalu yang  bersangkutan kembali ke akhirat dengan tidak memiliki kebaikan yang  patut untuk dibalas. Adapun  orang mukmin, kebaikannya dibalas di dunia  dan akhirat." (Disebutkan Ibnu Jarir dengan sanadnya. Dinukil dari  Fathul Majid, hal. 452)
Penghambaan yang Sebenarnya Adalah Penghambaan Hati
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam menyebutkan orang semacam di atas sebagai hamba harta. Di dalam Shahih al-Bukhari, dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
 تَعِسَ  عَبْدُ الدِّينَارِ وَعَبْدُ الدِّرْهَمِ وَعَبْدُ الْخَمِيصَةِ إِنْ  أُعْطِيَ رَضِيَ وَإِنْ لَمْ يُعْطَ سَخِطَ تَعِسَ وَانْتَكَسَ وَإِذَا  شِيكَ فَلَا انْتَقَشَ
"Celakalah  hamba dinar, hamba dirham, hamba khamishah (pakaian indah dari sutera);  jika diberi ridha dan jika tidak diberi marah. Celaka dan tersungkurlah  ia, ketika tertusuk duri semoga dia tidak bisa mencabutnya."
 Syaikhul Islam rahimahullah berkata: "Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam menamakannya  sebagai hamba dinar, dirham, khamilah dan khamishah. Beliau  mendoakannya dalam bentuk khabar (berita), yakni sabda beliau:
 تَعِسَ وَانْتَكَسَ وَإِذَا شِيكَ فَلَا انْتَقَشَ             
 "Celaka dan tersungkurlah ia, ketika tertusuk duri semoga dia tidak bisa mencabutnya." Sebagaimana firman Allah Ta'ala:
وَمِنْهُمْ مَنْ يَلْمِزُكَ فِي الصَّدَقَاتِ فَإِنْ أُعْطُوا مِنْهَا رَضُوا وَإِنْ لَمْ يُعْطَوْا مِنْهَا إِذَا هُمْ يَسْخَطُونَ
 "Dan  di antara mereka ada orang yang mencelamu tentang (pembagian) zakat;  jika mereka diberi sebahagian daripadanya, mereka bersenang hati, dan  jika mereka tidak diberi sebahagian daripadanya, dengan serta merta  mereka menjadi marah." (QS. Al-Taubah: 58)
Jadi,  ridha mereka karena selain Allah dan marah mereka juga karena selain  Allah. Demikianlah keadaan orang yang bergantung kepada dunia, dengan  kedudukan, tampilan atau hawa nafsu lainnya yang serupa; jika ia  mendapatkannya maka ia ridha, jika gagal maka ia marah. Orang semacam  ini adalah hamba (penyembah) dan budak dari apa yang diinginkannya.  Karena penghambaan dan penyembahan pada dasarnya adalah perbudakan dan  penghambaan hati. Mana kali hati sudah membudak dan menyembah kepadanya,  maka saat itu ia menjadi hambanya."
 Orang  semacam ini, mungkin masih beribadah dan meminta kepada Allah. Namun  jika Allah memberikan dan mengabulkan permintaannya dia ridha, jika  tidak maka ia marah atau bahkan berhenti dari ibadah dan berdoa. Allah  menyebutkan orang semacam ini sebagai orang yang beribadah kepada Allah  di atas keraguan.
 وَمِنَ  النَّاسِ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ عَلَى حَرْفٍ فَإِنْ أَصَابَهُ خَيْرٌ  اطْمَأَنَّ بِهِ وَإِنْ أَصَابَتْهُ فِتْنَةٌ انْقَلَبَ عَلَى وَجْهِهِ  خَسِرَ الدُّنْيَا وَالْآَخِرَةَ ذَلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِينُ
 "Dan  di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi  (di atas keragu-raguan); maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia  dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah  ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan di akhirat.  Yang demikian itu  adalah kerugian yang nyata." (QS. Al-Hajj: 11)
Padahal  seharusnya, orang beriman itu menyembah Allah dengan penuh keyakinan dan  benar. Keridhaan dan murkanya mengikuti keridhaan dan kemurkaan Allah.  Dia ridha dengan apa yang Allah ridha kepadanya, marah kepada apa yang  Allah marah kepadanya, mencintai apa dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya,  membenci apa yang dibendi oleh keduanya, berwala' dan membela wali-wali  Allah serta membenci dan memerangi musuh-musuh-Nya.
Orang beriman ridha dengan ketetapan dan takdir Allah baik yang dirasa menyenangkan olehnya atau yang dirasa berat, dan terus beribadah kepada Allah dalam kondisi lapang atau sempit, karena Allah ridha kepada hamba-Nya yang istiqamah dalam beribadah kepada Allah dan bersabar dalam menyembah-Nya. . .
Orang  beriman ridha dengan ketetapan dan takdir Allah baik yang dirasa  menyenangkan olehnya atau yang dirasa berat, dan terus beribadah kepada  Allah dalam kondisi lapang atau sempit, karena Allah ridha kepada  hamba-Nya yang istiqamah dalam beribadah kepada Allah dan bersabar dalam  menyembah-Nya. "Sesungguhnya Allah bersama-sama orang yang sabar." (QS. Al-Baqarah: 153 dan terdapat juga pada surat yang lain) Wallahu Ta'ala a'lam. 
0 komentar:
Posting Komentar