“Jika semua yang dikonsumsi adalah barang halal tentu rasa malu tidak akan menguap dan jiwa pun terus mengalami pencerahan."
Dari kisah Nabi Adam dan Hawa, ketika keduanya terbujuk oleh rayuan Iblis sampai akhirnya terpedaya dengan memakan buah pohon larangan itu, tampak jelas korelasi antara yang dikonsumsi dengan perkembangan moralitas.Akibat melanggar larangan Allah itulah aurat keduanya menjadi terbuka. Atas kenyataan itu keduanya diterpa rasa malu yang bukan alang kepalang. Selanjutnya, karena rasa malu, mereka berdua terpaksa harus menutupi auratnya dengan daun-daun.
Secara teoritis memang tidak dapat disangkal bahwa makanan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap pertumbuhan jasmani dan ruhani manusia. Bahkan terhadap orisinalitas sifat-sifat dasarnya. Misalnya, rasa malu yang menjadi salah satu sifat dasar manusia. Oleh karena itu, orang normal, dalam hal mengonsumsi sesuatu, tidak sekedar kenyang melainkan juga memperhitungkan efek jasadiah dan nafsiah berkenaan dengan makanan yang dikonsumsinya.
Dalam konteks pemaknaan terhadap peristiwa yang menimpa Nabi Adam dan isterinya Hawa tersebut, Sayid Quthub, dalam tafsirnya Fi Zhilali al-Qur`an, menjelaskan bahwa secara tabii manusia akan merasa malu jika auratnya tersingkap. Sedangkan aurat menurut beliau ada dua jenis, yaitu aurat jasadiah dan aurat nafsiah.
Seseorang yang masih memiliki kemurnian fithrahnya selalu berusaha keras menutupi kedua jenis aurat itu. Menurut Sayid Quthub, berpakaian adalah cara orang menutupi aurat jasadiahnya sedangkan untuk menutupi aurat nafsiahnya antara lain dengan cara bertaqwa dan mememelihara rasa malu baik kepada Allah swt ataupun kepada manusia.
Dengan demikian, secara simbolik, peristiwa yang dialami Adam dan Hawa tersebut sekaligus menginformasikan bahwa kefithrahan dan sifat-sifat naluriah manusia bisa tergerus oleh berbagai prilaku kemaksiatan, lebih-lebih kemaksiatan yang berkenaan dengan makanan yang kita konsumsi. Dalam konteks agama, bahkan tidak dapat diragukan adanya pengaruh makanan terhadap kemajuan dan kemunduran spiritualitas manusia.
Rasulullah Saw mengaitkan antara terkabulnya doa dengan makanan halal. “Wahai seluruh manusia. Sesungguhnya Allah Mahabaik. Dia tidak menerima (sesuatu) kecuali yang baik. Dia memerintahkan kaum mukmin sebagaimana memerintahkan para Rasul dengan firman-Nya, "Wahai Rasul, makanlah rezeki yang baik yang telah Kami anugerahkan kepadamu". (Kata perawi) Rasul kemudian menjelaskan seorang pejalan kaki, kumal, dan kotor, menengadahkan kedua tangannya ke langit berdoa, "Wahai Tuhan, Wahai Tuhan, (tetapi) makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, makan dari barang haram, maka bagaimana mungkin ia dikabulkan?" (HR. Muslim)
Abu Ridha
Kamis, 04 November 2010
Label:Renungan
0 komentar:
Posting Komentar