Allah SWT berfirman melalui sabda Rasulullah Saw.,:

وَلَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ عِنْدَ اللَّهِ أَطْيَبُ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ



“Sungguh, khulûf (bau busuknya mulut) orang yang shaum, lebih harum dari wanginya minyak kesturi di sisi Allah.” (HR. Bukhari)



Setelah Allah SWT menggambarkan pahala tak terbatas dan fungsi perisai dari ibadah shaum, kemudian Allah memberikan sifat-sifat Al-Shâim (orang yang sering berpuasa). Apakah makna mendalam di balik ungkapan sejati ini?



Khulûf (bau busuk mulut) dalam redaksi hadits di atas berarti perubahan bau mulut seseorang karena shaum. Dalam Fath Al-Bâri, persoalan ‘Khulûf yang shaum itu lebih wangi dari minyak kesturi’, terbagi kepada beberapa pendapat. Pertama, ada yang berpendapat bahwa maksudnya Allah SWT menghilangkan wanginya mulut orang shaum untuk digantikan dengan sesuatu yang lebih baik. Kedua, ada juga yang berpendapat bahwa maksudnya Allah SWT menugaskan kepada malaikat untuk lebih mengharumkan khulûf orang yang shaum lebih dari wanginya minyak kesturi. Ketiga, sebagian lagi berpendapat, bahwa wangi dan tidak wangi menurut Allah SWT adalah dua hal yang berbeda jika dibandingkan dengan apa yang manusia ketahui. Keempat, sebagian lainnya memegang pendapat bahwa khulûf yang shaum akan dibalas dengan wangi yang melebihi minyak kesturi di akhirat. Kelima, Al-Dâwuddi berpendapat bahwa khulûf yang shaum lebih besar pahalanya daripada memakai wewangian di mesjid atau majelis ilmu. Pendapat terakhir ini dikuatkan oleh Imam Nawawi.



Akan tetapi, seluruh pendapat berujung pada kesimpulan yang sama bahwa perbandingan khulûf dengan minyak kesturi adalah gambaran keridhaan dan penerimaan amal shaum di sisi Allah SWT, baik di dunia maupun akhirat. (Lihat penjelasan lebih dalamnya di Fath Al-BârÎ, 6/129).



‘Menengok’ Isyarat Hadits



Melihat tinjauan di atas, kita dapat melihat bahwa khulûf (halitosis) atau bau busuk mulut orang shaum adalah salah satu bentuk ta’dîb (pendidikan) yang harus dijalani orang yang shaum. Tentu saja dalam rangka menghasilkan hidup yang lebih berkualitas dan memanusiakan manusia. Jika dilihat, ternyata banyak isyarat yang dapat dikaji dalam dunia makanan dan minuman, yang semuanya ditahan selama proses shaum.



Dalam Surat Al-Maidah (hidangan)—yang tentu saja memiliki konotasi makanan serta minuman—terdapat ayat tentang tata cara wudhu, yaitu pada ayat ke 6. Pertanyaannya adalah apa hubungan makanan dengan wudhu? Imam Rasyid Ridha dalam Tafsir Al-Manar menjelaskan bahwa kaitan wudhu dengan makanan terletak pada najâsah (najis) dan hadats (pembatal wudhu) yang keduanya dihasilkan dari makanan dan minuman. Air kencing, tinja, dan mâdzhi (najis) berasal dari makanan yang kita makan. Begitu pula buang air kecil, buang air besar, mengeluarkan air mani, haidl, serta nifas yang semuanya berasal dari makanan.



Pada ujung ayat ke-6 Surat Al-Maidah ini, Allah SWT berfirman,

مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ



Tidaklah Allah (dengan syariat wudhu dan mandi junub ini) hendak membuatmu merasa berat, akan tetapi Allah berkehendak untuk membuatmu suci, menyempurnakan nikmatnya kepada kalian, dan agar kalian bersyukur (QS. Al-Maidah, [5]:6).



Tujuan syariat wudhu dalam ayat ini disebutkan tiga macam: 1) membuat suci (li yuthahhirakum), 2) menyempurnakan nikmat (liyutimma ni’matahu), dan 3) agar kita bersyukur (la’allakum tasykurûn).



Pertama, taklîf al-ibadah (tanggung jawab ibadah) yang tergambar dalam bersuci adalah syarat mutlak sahnya seseorang melakukan sholat. Kedua, ahdâf al-mâdiyyah (tujuan fisik/medis)-nya terletak pada kesempurnaan nikmat. Ketiga, ahdâf al-haqîqiyyah (tujuan inti)-nya terletak pada syukur nikmat.



Untuk yang pertama, biarlah para ahli fiqih ibadah membahas tuntas kajian tentang fikih bersuci.



Sedangkan ahdâf al-mâdiyyah (tujuan medis/fisik) dari mengeluarkan kotoran merupakan kesempurnaan nikmat yang telah Allah berikan dalam tubuh manusia. Beberapa bulan yang lalu, saya diberi ilmu oleh seorang dokter spesialis anak di Kabupaten Garut, dr. Manan Affandi, Sp.A. Beliau menjelaskan tentang keajaiban ginjal. Menurutnya, dalam satu ginjal kita, terdapat ‘kabel’ (hilus) tipis sejauh (bukan sepanjang lagi) Garut-Surabaya. Setiap air yang kita minum wajib melewati ‘kabel’ tersebut sebelum kita mengeluarkannya lewat testis dalam bentuk air seni. ‘Kabel’ inilah yang bertugas menetralisir kotoran untuk segera dibuang dan memastikan konsentrasi ion mineral diserap tubuh, menyeimbangkan PH, serta komposisi air dalam darah. Gangguan ginjal berarti mengganggu ion mineral diserap tubuh, suhu badan terganggu, dan yang lebih parah adalah darah menjadi mengental hingga menyulitkan kerja jantung. Itu hanya persoalan air, lalu bagaimana dengan makan padat yang masuk ke lambung? Lebih menakjubkan lagi. Saking takjubnya, tidak cukup kita mengucap al-hamdulillâh, tapi harus diikuti dengan sikap bersyukur.



Sikap syukur dalam ayat di atas adalah bagian dari ahdâf al-haqîqîyyah (tujuan inti). Rasa, ucap, pikiran, dan kerja mesti bersyukur pada Rububiyyah Allah yang telah mengatur seluruh sistem tubuh kita secara sempurna secara gratis dan tak berbayar! Syukur yang dimaksud adalah dengan melaksanakan ke-thâ’at-an dan khidmat (pengabdian) dengan sebaik-baiknya pengabdian.



Begitu pula syariat shaum. Di dalamnya mengandung tiga tujuan yang sama, taklîf al-‘ubûdî, ahdâf al-mâdiyyah, berikut ahdâf al-haqîqîyyah. Lagi-lagi, biarlah para ahli fikih al-‘ibadah yang membahas tuntas taklîf al-‘ubûdiyah-nya. Sebab penulis hanya akan memperdalam isyarat hissiyyah dan maknawiyyah-nya.



Ahdâf Al-Mâdiyyah



Salah satu sistem penghancur makanan dalam lambung kita adalah zat asam lambung. Asam lambung akan merespon makanan yang mengendap di lambung sesuai dengan pola dan kebiasaan makan. Jika kita biasa makan pukul 07.00 secara konsisten selama satu bulan, maka asam lambung akan merespon makanan itu pukul 07.00 juga. Inkonsistensi pola dan jadwal makan, mengakibatkan respon asam lambung tidak karuan. Akibatnya, ia akan keluar di saat endapan makanan belum sampai ke lambung. Atau sebaliknya, yaitu ketika makanan sudah mengendap di lambung, asam lambung belum nongol juga.



Walhasil, jika pola makan lebih diperparah dengan asupan makanan yang tidak seimbang, akan mengakibatkan gejala penyakit refluks gastroesofageal (GERD) atau kelainan yang menyebabkan cairan lambung mengalami refluks (mengalir balik) ke kerongkongan dan menimbulkan gejala khas berupa rasa terbakar di dada, kadang-kadang disertai rasa nyeri serta gejala lain seperti rasa asam dan pahit di lidah, nyeri ulu hati, perut kembung, sering bersendawa, serta kesulitan menelan. Setidaknya begitu menurut informasi yang dapat dibaca di internet.



Dalam kacamata medis barat, bau mulut atau halitosis adalah penyakit. Namun dalam dunia medis timur (herbal), halitosis tidak sepenuhnya penyakit. Dalam herbal, bau mulut akibat perpindahan pola makan dari tidak teratur kepada teratur, akan mengakibatkan refleksi tindak balas tubuh yang bersifat positif. Barulah disebut penyakit jika yang terjadi adalah proses sebaliknya, yaitu baut mulut akibat perpindahan pola makan dari teratur ke pola makan serampangan.



Refleksi tindak balas positif pola makan teratur dari yang sebelumnya tidak teratur adalah mengendapnya makanan tanpa direspon langsung oleh asam lambung. Dengan demikian, endapan makanan akan sedikit membusuk sebelum asam lambung ‘mengunyah’ dan menghancurkan makanan. Proses itu terjadi sebanding dengan berapa lama pola makan yang tidak teratur selama ini. Jika pola tidak teratur kita sudah menahun, maka bau mulut (halitosis) akan berlangsung lama.



Oleh sebab itu, dari tinjauan medis, Sahûr dan Ifthâr, menghasilkan efek positif—meski nampaknya yang terasa adalah bau mulut. Halitosis atau khulûf yang diakibatkan oleh shaum terjadi akibat pola makan teratur pada waktu sahûr dan ifthâr (buka shaum). Selama bulan Ramadhan, lambung kita dilatih untuk ‘berkomunikasi’ secara lebih baik dengan asam lambung. Maka satu bulan adalah waktu yang cukup untuk proses sinkronisasi asam dengan endapan makan dalam lambung kita. Apalagi ditambah dengan shaum syawwal dan senin kamis, shaum daud, serta shaum sunnah lainnya di luar bulan Ramadhan.



Ahdâf Al-Haqîqîyah



Bagi seseorang yang sudah terbiasa shahûr dan ifthâr—bukan hanya pada bulan Ramadhan—maka halitosis (khulûf) akan berlangsung cepat. Bahkan untuk beberapa orang dengan derajat shâ-im (banyak shaumnya daripada tidak shaum), halitosis hampir tidak terjadi.



Lalu bagi yang terbiasa, apakah hilangnya halitosis (khulûf) berarti hilangnya wangi minyak kesturi? Di sinilah letaknya al-jawâmi’ al-kalîm hadis Rasulullah. Jika bau mulut orang shaum mampu melampaui harumnya minyak kesturi, apatah lagi wangi mulut akibat shaum? Wangi mulut yang bukan akibat mouth spray, wangi mulut yang terbit dari pola makan teratur serta sumber makanan yang halal sewangi mulutnya Rasulullah Saw!



Itulah sebabnya, jika orang yang sedang shaum adalah orang terpandang di mata Allah, maka orang yang sehari-harinya banyak shaum ketimbang tidak shaumnya (al-Shâim; menggunakan Isim Al-fâ’il) kedudukan mereka lebih dari dari sekedar terpandang di mata Allah. Mereka adalah tamu Surga Al-Rayyân, sebuah surga yang pintunya hanya disediakan untuk mereka!



Dari sinilah, syukur yang dimaksud dalam rangkaian penutup Surat Al-Baqarah ayat 185 yang nafasnya hampir sama dengan syariat wudhu dalam surat Al-Maidah (Hidangan) di atas,



يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ



Allah menghendaki kemudahan kepadamu (dalam syariat shaum ini), dan sama sekali tidak menghendaki kesulitan, dan agar kalian menyempurnakan bilangan (shaum) dan mengagungkan Allah atas petunjuk yang telah Allah berikan kepada kalian, dan agar kalian semuar bersyukur (QS. Al-Baqarah, [2]:185).



Sampai di sini jelaslah, bahwa apa yang dipandang baik oleh Allah SWT sejatinya lebih berharga dari bumi, langit dan seisinya! Bau busuk mulut orang shaum adalah lebih baik di dunia maupun akhirat. Sebab mereka sedang berproses untuk mengagungkan Allah (takbîr). Hingga terlahir menjadi manusia-manusia al-muhtadî (orang yang mendapat petunjuk), sebab hanya kepada orang-orang yang jiwanya bersih dari hal-hal haram (halâlan) serta mengendapkan makanan halal dengan cara yang baik (thayyiban), petunjuk itu akan datang menghampiri.



Oleh sebab itu, benarlah bahwa perbandingan khulûf dengan minyak kesturi adalah gambaran keridhaan Allah di dunia dan akhirat. Dalam ungkapan singkat, Al-Qâdhi ‘Iyâdh mengatakan, “Bagi setiap ketaatan, ada akibat baik (tsamrah) di dunia dan ada pahala (tsawâb) berlimpah di akhirat.”



Dengan mendalami makna ini, jelaslah bahwa syariat yang Allah taklîf-kan kepada manusia—termasuk menahan lapar, haus, syahwat dalam ibadah shaum—seluruhnya adalah untuk mempermudah manusia menjadi manusia yang manusawi. Wallahu’alam



Al-Faqîr ‘Ilâ ‘Aunillâh

0 komentar:

Agenda Harian

Semoga kita senantiasa terpacu untuk mengukir prestasi amal yang akan memperberat timbangan kebaikan di yaumil akhir, berikut rangkaian yang bisa dilakukan

1. Agenda pada sepertiga malam akhir

a. Menunaikan shalat tahajjud dengan memanjangkan waktu pada saat ruku’ dan sujud di dalamnya,

b. Menunaikan shalat witir

c. Duduk untuk berdoa dan memohon ampun kepada Allah hingga azan subuh

Rasulullah saw bersabda:

يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ فَيَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ

“Sesungguhnya Allah SWT selalu turun pada setiap malam menuju langit dunia saat 1/3 malam terakhir, dan Dia berkata: “Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku maka akan Aku kabulkan, dan barangsiapa yang meminta kepada-Ku maka akan Aku berikan, dan barangsiapa yang memohon ampun kepada-Ku maka akan Aku ampuni”. (HR. Bukhari Muslim)


2. Agenda Setelah Terbit Fajar

a. Menjawab seruan azan untuk shalat subuh

” الَّلهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا الَّذِي وَعَدْتَهُ “

“Ya Allah, Tuhan pemilik seruan yang sempurna ini, shalat yang telah dikumandangkan, berikanlah kepada Nabi Muhammad wasilah dan karunia, dan bangkitkanlah dia pada tempat yang terpuji seperti yang telah Engkau janjikan. (Ditashih oleh Al-Albani)

b. Menunaikan shalat sunnah fajar di rumah dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا

“Dua rakaat sunnah fajar lebih baik dari dunia dan segala isinya”. (Muslim)

وَ قَدْ قَرَأَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فِي رَكْعَتَي الْفَجْرِ قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُوْنَ وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدَ

“Nabi saw pada dua rakaat sunnah fajar membaca surat “Qul ya ayyuhal kafirun” dan “Qul huwallahu ahad”.

c. Menunaikan shalat subuh berjamaah di masjid –khususnya- bagi laki-laki.

Rasulullah saw bersabda:

وَلَوْ يَعْلَمُوْنَ مَا فِي الْعَتْمَةِ وَالصُّبْحِ لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا

“Sekiranya manusia tahu apa yang ada dalam kegelapan dan subuh maka mereka akan mendatanginya walau dalam keadaan tergopoh-gopoh” (Muttafaqun alaih)

بَشِّرِ الْمَشَّائِيْنَ فِي الظّلَمِ إِلَى الْمَسَاجِدِ بِالنُّوْرِ التَّامِّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Berikanlah kabar gembira kepada para pejalan di kegelapan menuju masjid dengan cahaya yang sempurna pada hari kiamat”. (Tirmidzi dan ibnu Majah)

d. Menyibukkan diri dengan doa, dzikir atau tilawah Al-Quran hingga waktu iqamat shalat

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ لاَ يُرَدُّ بَيْنَ الأَذَانِ وَالإِقَامَةِ

“Doa antara adzan dan iqamat tidak akan ditolak” (Ahmad dan Tirmidzi dan Abu Daud)

e. Duduk di masjid bagi laki-laki /mushalla bagi wanita untuk berdzikir dan membaca dzikir waktu pagi

Dalam hadits nabi disebutkan:

كَانَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” إَذَا صَلَّى الْفَجْرَ تَرَبَّعَ فِي مَجْلِسِهِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ الْحَسَنَاءُ

” Nabi saw jika selesai shalat fajar duduk di tempat duduknya hingga terbit matahari yang ke kuning-kuningan”. (Muslim)

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran.

Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya waktu fajar itu disaksikan (malaikat). (Al-Isra : 78) Dan memiliki komitmen sesuai kemampuannya untuk selalu:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah lebih banyak dari itu semua, maka akan menuai kebaikan berlimpah insya Allah.

3. Menunaikan shalat Dhuha walau hanya dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنْ الضُّحَى

“Setiap ruas tulang tubuh manusia wajib dikeluarkan sedekahnya, setiap hari ketika matahari terbit. Mendamaikan antara dua orang yang berselisih adalah sedekah, menolong orang dengan membantunya menaiki kendaraan atau mengangkat kan barang ke atas kendaraannya adalah sedekah, kata-kata yang baik adalah sedekah, tiap-tiap langkahmu untuk mengerjakan shalat adalah sedekah, dan membersihkan rintangan dari jalan adalah sedekah”. (Bukhari dan Muslim)

4. Berangkat kerja atau belajar dengan berharap karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمِلِ يَدِهِ، وَكَانَ دَاوُدُ لا يَأْكُلُ إِلا مِنْ عَمِلِ يَدِهِ

“Tidaklah seseorang memakan makanan, lebih baik dari yang didapat oleh tangannya sendiri, dan bahwa nabi Daud makan dari hasil tangannya sendiri”. (Bukhari)

Dalam hadits lainnya nabi juga bersabda:

مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang berjalan dalam rangka mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga”. (Muslim)

d. Menyibukkan diri dengan dzikir sepanjang hari

Allah berfirman :

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“Ketahuilah dengan berdzikir kepada Allah maka hati akan menjadi tenang” (Ra’ad : 28)

Rasulullah saw bersabda:

أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللهَ أَنْ تَمُوْتَ ولسانُك رَطْبٌ من ذِكْرِ الله

“Sebaik-baik perbuatan kepada Allah adalah saat engkau mati sementara lidahmu basah dari berdzikir kepada Allah” (Thabrani dan Ibnu Hibban) .

5. Agenda saat shalat Zhuhur

a. Menjawab azan untuk shalat Zhuhur, lalu menunaikan shalat Zhuhur berjamaah di Masjid khususnya bagi laki-laki

b. Menunaikan sunnah rawatib sebelum Zhuhur 4 rakaat dan 2 rakaat setelah Zhuhur

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ صَلَّى اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِي يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِيَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang shalat 12 rakaat pada siang dan malam hari maka Allah akan membangunkan baginya dengannya rumah di surga”. (Muslim).

6. Agenda saat dan setelah shalat Ashar

a. Menjawab azan untuk shalat Ashar, kemudian dilanjutkan dengan menunaikan shalat Ashar secara berjamaah di masjid

b. Mendengarkan nasihat di masjid (jika ada)

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ لا يُرِيدُ إِلا أَنْ يَتَعَلَّمَ خَيْرًا أَوْ يَعْلَمَهُ، كَانَ لَهُ كَأَجْرِ حَاجٍّ تَامًّا حِجَّتُهُ

“Barangsiapa yang pergi ke masjid tidak menginginkan yang lain kecuali belajar kebaikan atau mengajarkannya, maka baginya ganjaran haji secara sempurna”. (Thabrani – hasan shahih)

c. Istirahat sejenak dengan niat yang karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

وَإِنَّ لِبَدَنِكَ عَلَيْكَ حَقٌّ

“Sesungguhnya bagi setiap tubuh atasmu ada haknya”.

Agenda prioritas:

Membaca Al-Quran dan berkomitmen semampunya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan, maka akan menuai kebaikan yang berlimpah insya Allah.

7. Agenda sebelum Maghrib

a. Memperhatikan urusan rumah tangga – melakukan mudzakarah – Menghafal Al-Quran

b. Mendengarkan ceramah, nasihat, khutbah, untaian hikmah atau dakwah melalui media

c. Menyibukkan diri dengan doa

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ

“Doa adalah ibadah”

8. Agenda setelah terbenam matahari

a. Menjawab azan untuk shalat Maghrib

b. Menunaikan shalat Maghrib secara berjamaah di masjid (khususnya bagi laki-laki)

c. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Maghrib – 2 rakaat

d. Membaca dzikir sore

e. Mempersiapkan diri untuk shalat Isya lalu melangkahkan kaki menuju masjid

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ لِيَقْضِيَ فَرِيضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللَّهِ كَانَتْ خَطْوَتَاهُ إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ خَطِيئَةً وَالْأُخْرَى تَرْفَعُ دَرَجَةً

“Barangsiapa yang bersuci/berwudhu kemudian berjalan menuju salah satu dari rumah-rumah Allah untuk menunaikan salah satu kewajiban dari kewajiban Allah, maka langkah-langkahnya akan menggugurkan kesalahan dan yang lainnya mengangkat derajatnya”. (Muslim)

9. Agenda pada waktu shalat Isya

a. Menjawab azan untuk shalat Isya kemudian menunaikan shalat Isya secara jamaah di masjid

b. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Isya – 2 rakaat

c. Duduk bersama keluarga/melakukan silaturahim

d. Mendengarkan ceramah, nasihat dan untaian hikmah di Masjid

e. Dakwah melalui media atau lainnya

f. Melakukan mudzakarah

g. Menghafal Al-Quran

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran dengan berkomitmen sesuai dengan kemampuannya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan bacaan maka telah menuai kebaikan berlimpah insya Allah.


Apa yang kita jelaskan di sini merupakan contoh, sehingga tidak harus sama persis dengan yang kami sampaikan, kondisional tergantung masing-masing individu. Semoga ikhtiar ini bisa memandu kita untuk optimalisasi ibadah insya Allah. Allahu a’lam

Jazaakillah

Sedikit revisi dari : http://www.al-ikhwan.net/agenda-harian-ramadhan-menuju-bahagia-di-bulan-ramadhan-2989/

Isi Blog

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.