Kaidah Kausalitas: Tinjauan Etimologi dan Fakta

Di dalam kamus Ash-Shahâh disebutkan bahwa as-sabab mengandung makna sebagai segala sesuatu yang dapat mengantarkan pada sesuatu yang lain.  Orang-orang Arab Aqhah (yang masih murni bahasanya) menggunakan istilah as-sabab dengan pengertian tersebut.  Dalam bait syairnya, Juhair bertutur demikian:

Siapa yang takut pada sebab kematian, ia akan menemuinya juga
Meski dia menemukan jalan ke langit melalui tangga

Pengertian di atas sama dengan apa yang tercantum di dalam al-Quran, yakni segala sesuatu yang dapat mengantarkan pada sesuatu yang lain.  Allah SWT berfirman:

Atau apakah bagi mereka kerajaan langit dan bumi dan yang ada di antara keduanya?  (Jika ada), hendaklah mereka menaiki tangga-tangga (ke langit).  (QS Shad [38]: 10)

Imam Zamakhsyari menafsirkan ayat tersebut dengan mengatakan, “Hendaklah mereka menaiki tangga-tangga dan jalan-jalan yang dapat mengantarkan mereka ke Arsy.”
Allah SWT juga berfirman di dalam al-Quran:

Fir’aun berkata, “Hammân, buatkanlah bagiku sebuah bangunan yang tinggi supaya aku sampai ke pintu-pintu, (yaitu) pintu-pintu langit, sehingga aku dapat melihat Tuhan Mûsâ.  Sesungguhnya aku menganggap dia sebagai seorang pendusta.”  Demikian, di hadapan Fir’aun, keburukan perbuatannya dipandang baik, dan dia dihalangi dari jalan (yang benar).  Tipudaya Fir’aun itu tidak lain hanyalah membawa kerugian.  (QS al-Mu’min [40]: 36-37)

Imam Zamakhsyari juga menafsirkan kata asbâb as-samâwât dengan kalimat, “jalan-jalan dan pintu-pintu menuju langit.”

Dengan demikian, hal-hal yang menjadi perantara untuk sampai pada sesuatu disebut sebab, seperti zina, misalnya, (menjadi sebab murka Allah, karena zina bisa mengantarkan terhadap murka Allah), dan contoh lainnya.

Begtu juga dalam istilah ahli ushul fikih, kata sabab (sebab) mempunyai arti yang sama.  Mereka telah mendefinisikan sebabsebagai sifat nyata yang ditunjukkan oleh dalil sam’î (naqlî) bahwa sifat tersebut merupakan pemberitahuan adanya hukum, bukan pemberitahuan disyariatkannya hukum.

Mereka juga mengatakan bahwa sebabadalah sesuatu yang pasti mendatangkan akibat.  Tidak adanya sebab, pasti tidak akan mendatangkan akibat.  Keberadaan akad syar’î, misalnya, menjadi sebab kebolehan untuk mengambil manfaat atau sebab adanya peralihan kepemilikan; nishâb menjadi sebab bagi kewajiban membayar zakat; dan sebagainya.  Jadi, sebab adalah segala sesuatu yang mengantarkan pada sesuatu yang lain.  Makna tersebut telah digunakan oleh orang-orang Arab, al-Quran, para ulama, dan para fuqahâ.

Berdasarkan hal ini, tali, jalan, datangnya ajal, dan hitungan ‘iddah (wanita), semuanya merupakan sebab, karena bisa mengantarkan pada sesuatu yang lain.  Apabila kita menggunakan kata sebabdalam suatu ungkapan --misalnya: sebab-sebab pewarisan; sebab-sebab kepemilikan; upaya mengaitkan sebab dengan akibat; atau sebab-sebab turunnya ayat-- maka yang dimaksud adalah segala sesuatu yang bisa mengantarkan pada sesuatu yang lain.  Tidak ada pengertian lain selain pengertian tersebut.

Dengan demikian, perantara yang dapat mengantarkan sesuatu pada sesuatu yang lain disebut sebab, sedangkan sesuatu yang lain tersebut disebut akibat.

As-Sababiyyah (Kaidah Kausalitas) adalah upaya untuk mengaitkan sebab dengan akibatnya.  As-Sababiyyahmerupakan landasan dalam menjalankan berbagai aktivitas (qâ’idah ‘amaliyyah) dan meraih berbagai tujuan.  Dengan memenuhi tuntutan kaidah ini, suatu aktivitas dapat terlaksana, bagaimanapun keadaannya; baik mudah ataupun sulit.  Dengan memenuhi tuntutan kaidah ini pula, tujuan suatu aktivitas akan dapat diraih, bagaimanapun keadannya; baik dekat ataupun jauh.

Dalam konteks as-sababiyyah(kaidah kausalitas) ini, ada beberapa contoh yang dapat dikemukakan.  Upaya seorang petani untuk menebarkan benih di musim tanam, menaburkan pupuk, dan membajak tanah; upaya seorang panglima pasukan untuk meneliti berbagai informasi tentang musuh melalui badan intelijen atau untuk menambah jumlah pasukan dan perbekalan; upaya orang sakit untuk mengambil obat yang sesuai dengan penyakitnya dan mengikuti petunjuk dokter; upaya seorang pedagang untuk membuka toko serta mengiklankan barang dagangannya melalui pamflet atau sarana lainnya; upaya seorang musafir untuk menaiki kendaraan yang sesuai dengan tujuannya; upaya seorang pelajar untuk mempelajari, memahami, dan menguasai mata pelajaran yang telah ditetapkan; upaya seorang aktivis partai politik untuk melakukan interaksi dengan --sekaligus melakukan perekrutan terhadap-- orang yang bisa memberikan perlindungan (ahlun nusrah), cendikiawan, atau politikus; upaya seorang aktivis partai politik untuk menyebarkan selebaran (al-mansyûrât) atau untuk terjun dalam aktivitas di daerahnya; serta upaya aktivis partai politik untuk mencermati berbagai fenomena politik yang ada di dunia sekaligus memahami dan memecahkan masalahnya dalam rangka mengatur urusan umat atau berusaha mengatur urusan tersebut; semua itu termasuk upaya untuk menjalani berbagai sebab atau upaya untuk mengaitkan sebab dengan akibatnya.

Sementara itu, ketika kita berupaya melakukan aktivitas untuk mengembalikan kejayaan Islam melalui tharîqah(metode) khutbah Jumat; berupaya menyingkirkan para penguasa zalim melalui pendirian organisasi sosial-kemasyarakatan (jam’iyât khairiyât); berupaya mewujudkan kebangkitan umat dengan cara meniru dan mengikuti peradaban Barat serta memeluk pemikiran dan ideologinya; atau mengharapkan kembalinya kejayaan Islam tanpa mendirikan partai politik, semua itu termasuk sikap berserah diri secara total pada keadaan (fatalistis).  Fatalisme bertentangan dengan prinsip atau kaidah kausalitas (as-sababiyyah) karena tidak berupaya untuk mengaitkan sebab dengan akibat.

As-Sababiyyah adalah upaya untuk mengaitkan sebab-sebab fisik dengan akibat-akibatnya yang juga bersifat fisik dalam rangka mencapai target dan tujuan tertentu.  Upaya tersebut dilakukan dengan cara mengetahui seluruh sebab yang mampu mengantarkan pada tercapainya tujuan serta mengaitkannya dengan seluruh akibatnya secara benar.  Hanya dengan cara semacam ini, kita dapat mengatakan bahwa, kita telah menjalani sebab-sebab atau mengambil kaidah kausalitas (qâi’dah as-sababiyyah) sebagai landasan untuk melakukan berbagai aktivitas dan mencapai berbagai tujuan.  Alasannya, terwujudnya aktivitas dan tujuan tersebut pada akhirnya, secara pasti, bergantung pada sejumlah tolok-ukur fisik (maqâyis mâdiyyah) yang kita miliki; tentu saja selama tidak ada pengaruh gaib yang bersumber dari lingkaran qadhâ.

Dengan paparan di atas berarti, fatalisme atau sikap pasrah secara total (at-tawâkuliyyah) menunjukkan tidak adanya upaya untuk mengaitkan sebab dengan akibat.  Sebaliknya, fatalisme menunjukkan pada adanya sikap merasa puas dengan hanya menjalani sebagian sebab dan lebih banyak menyandarkan diri pada perkara gaib yang tidak mungkin diketahui.  Padahal, pada saat yang sama, masih banyak sebab-sebab lain yang dapat diupayakan atau masih perlu adanya upaya mengaitkan sebab dengan akibat secara benar.

Dengan demikian, fatalisme akan tampak dalam dua perkara.  Pertama, tidak adanya upaya untuk menjalani seluruh sebab yang bisa mengantarkan pada tujuan.  Kedua, adanya upaya meremehkan keterkaitan antara sebab dengan akibat atau adanya sikap menyandarkan diri pada perkara gaib.  []

0 komentar:

Agenda Harian

Semoga kita senantiasa terpacu untuk mengukir prestasi amal yang akan memperberat timbangan kebaikan di yaumil akhir, berikut rangkaian yang bisa dilakukan

1. Agenda pada sepertiga malam akhir

a. Menunaikan shalat tahajjud dengan memanjangkan waktu pada saat ruku’ dan sujud di dalamnya,

b. Menunaikan shalat witir

c. Duduk untuk berdoa dan memohon ampun kepada Allah hingga azan subuh

Rasulullah saw bersabda:

يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ فَيَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ

“Sesungguhnya Allah SWT selalu turun pada setiap malam menuju langit dunia saat 1/3 malam terakhir, dan Dia berkata: “Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku maka akan Aku kabulkan, dan barangsiapa yang meminta kepada-Ku maka akan Aku berikan, dan barangsiapa yang memohon ampun kepada-Ku maka akan Aku ampuni”. (HR. Bukhari Muslim)


2. Agenda Setelah Terbit Fajar

a. Menjawab seruan azan untuk shalat subuh

” الَّلهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا الَّذِي وَعَدْتَهُ “

“Ya Allah, Tuhan pemilik seruan yang sempurna ini, shalat yang telah dikumandangkan, berikanlah kepada Nabi Muhammad wasilah dan karunia, dan bangkitkanlah dia pada tempat yang terpuji seperti yang telah Engkau janjikan. (Ditashih oleh Al-Albani)

b. Menunaikan shalat sunnah fajar di rumah dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا

“Dua rakaat sunnah fajar lebih baik dari dunia dan segala isinya”. (Muslim)

وَ قَدْ قَرَأَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فِي رَكْعَتَي الْفَجْرِ قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُوْنَ وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدَ

“Nabi saw pada dua rakaat sunnah fajar membaca surat “Qul ya ayyuhal kafirun” dan “Qul huwallahu ahad”.

c. Menunaikan shalat subuh berjamaah di masjid –khususnya- bagi laki-laki.

Rasulullah saw bersabda:

وَلَوْ يَعْلَمُوْنَ مَا فِي الْعَتْمَةِ وَالصُّبْحِ لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا

“Sekiranya manusia tahu apa yang ada dalam kegelapan dan subuh maka mereka akan mendatanginya walau dalam keadaan tergopoh-gopoh” (Muttafaqun alaih)

بَشِّرِ الْمَشَّائِيْنَ فِي الظّلَمِ إِلَى الْمَسَاجِدِ بِالنُّوْرِ التَّامِّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Berikanlah kabar gembira kepada para pejalan di kegelapan menuju masjid dengan cahaya yang sempurna pada hari kiamat”. (Tirmidzi dan ibnu Majah)

d. Menyibukkan diri dengan doa, dzikir atau tilawah Al-Quran hingga waktu iqamat shalat

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ لاَ يُرَدُّ بَيْنَ الأَذَانِ وَالإِقَامَةِ

“Doa antara adzan dan iqamat tidak akan ditolak” (Ahmad dan Tirmidzi dan Abu Daud)

e. Duduk di masjid bagi laki-laki /mushalla bagi wanita untuk berdzikir dan membaca dzikir waktu pagi

Dalam hadits nabi disebutkan:

كَانَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” إَذَا صَلَّى الْفَجْرَ تَرَبَّعَ فِي مَجْلِسِهِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ الْحَسَنَاءُ

” Nabi saw jika selesai shalat fajar duduk di tempat duduknya hingga terbit matahari yang ke kuning-kuningan”. (Muslim)

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran.

Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya waktu fajar itu disaksikan (malaikat). (Al-Isra : 78) Dan memiliki komitmen sesuai kemampuannya untuk selalu:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah lebih banyak dari itu semua, maka akan menuai kebaikan berlimpah insya Allah.

3. Menunaikan shalat Dhuha walau hanya dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنْ الضُّحَى

“Setiap ruas tulang tubuh manusia wajib dikeluarkan sedekahnya, setiap hari ketika matahari terbit. Mendamaikan antara dua orang yang berselisih adalah sedekah, menolong orang dengan membantunya menaiki kendaraan atau mengangkat kan barang ke atas kendaraannya adalah sedekah, kata-kata yang baik adalah sedekah, tiap-tiap langkahmu untuk mengerjakan shalat adalah sedekah, dan membersihkan rintangan dari jalan adalah sedekah”. (Bukhari dan Muslim)

4. Berangkat kerja atau belajar dengan berharap karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمِلِ يَدِهِ، وَكَانَ دَاوُدُ لا يَأْكُلُ إِلا مِنْ عَمِلِ يَدِهِ

“Tidaklah seseorang memakan makanan, lebih baik dari yang didapat oleh tangannya sendiri, dan bahwa nabi Daud makan dari hasil tangannya sendiri”. (Bukhari)

Dalam hadits lainnya nabi juga bersabda:

مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang berjalan dalam rangka mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga”. (Muslim)

d. Menyibukkan diri dengan dzikir sepanjang hari

Allah berfirman :

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“Ketahuilah dengan berdzikir kepada Allah maka hati akan menjadi tenang” (Ra’ad : 28)

Rasulullah saw bersabda:

أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللهَ أَنْ تَمُوْتَ ولسانُك رَطْبٌ من ذِكْرِ الله

“Sebaik-baik perbuatan kepada Allah adalah saat engkau mati sementara lidahmu basah dari berdzikir kepada Allah” (Thabrani dan Ibnu Hibban) .

5. Agenda saat shalat Zhuhur

a. Menjawab azan untuk shalat Zhuhur, lalu menunaikan shalat Zhuhur berjamaah di Masjid khususnya bagi laki-laki

b. Menunaikan sunnah rawatib sebelum Zhuhur 4 rakaat dan 2 rakaat setelah Zhuhur

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ صَلَّى اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِي يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِيَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang shalat 12 rakaat pada siang dan malam hari maka Allah akan membangunkan baginya dengannya rumah di surga”. (Muslim).

6. Agenda saat dan setelah shalat Ashar

a. Menjawab azan untuk shalat Ashar, kemudian dilanjutkan dengan menunaikan shalat Ashar secara berjamaah di masjid

b. Mendengarkan nasihat di masjid (jika ada)

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ لا يُرِيدُ إِلا أَنْ يَتَعَلَّمَ خَيْرًا أَوْ يَعْلَمَهُ، كَانَ لَهُ كَأَجْرِ حَاجٍّ تَامًّا حِجَّتُهُ

“Barangsiapa yang pergi ke masjid tidak menginginkan yang lain kecuali belajar kebaikan atau mengajarkannya, maka baginya ganjaran haji secara sempurna”. (Thabrani – hasan shahih)

c. Istirahat sejenak dengan niat yang karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

وَإِنَّ لِبَدَنِكَ عَلَيْكَ حَقٌّ

“Sesungguhnya bagi setiap tubuh atasmu ada haknya”.

Agenda prioritas:

Membaca Al-Quran dan berkomitmen semampunya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan, maka akan menuai kebaikan yang berlimpah insya Allah.

7. Agenda sebelum Maghrib

a. Memperhatikan urusan rumah tangga – melakukan mudzakarah – Menghafal Al-Quran

b. Mendengarkan ceramah, nasihat, khutbah, untaian hikmah atau dakwah melalui media

c. Menyibukkan diri dengan doa

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ

“Doa adalah ibadah”

8. Agenda setelah terbenam matahari

a. Menjawab azan untuk shalat Maghrib

b. Menunaikan shalat Maghrib secara berjamaah di masjid (khususnya bagi laki-laki)

c. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Maghrib – 2 rakaat

d. Membaca dzikir sore

e. Mempersiapkan diri untuk shalat Isya lalu melangkahkan kaki menuju masjid

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ لِيَقْضِيَ فَرِيضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللَّهِ كَانَتْ خَطْوَتَاهُ إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ خَطِيئَةً وَالْأُخْرَى تَرْفَعُ دَرَجَةً

“Barangsiapa yang bersuci/berwudhu kemudian berjalan menuju salah satu dari rumah-rumah Allah untuk menunaikan salah satu kewajiban dari kewajiban Allah, maka langkah-langkahnya akan menggugurkan kesalahan dan yang lainnya mengangkat derajatnya”. (Muslim)

9. Agenda pada waktu shalat Isya

a. Menjawab azan untuk shalat Isya kemudian menunaikan shalat Isya secara jamaah di masjid

b. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Isya – 2 rakaat

c. Duduk bersama keluarga/melakukan silaturahim

d. Mendengarkan ceramah, nasihat dan untaian hikmah di Masjid

e. Dakwah melalui media atau lainnya

f. Melakukan mudzakarah

g. Menghafal Al-Quran

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran dengan berkomitmen sesuai dengan kemampuannya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan bacaan maka telah menuai kebaikan berlimpah insya Allah.


Apa yang kita jelaskan di sini merupakan contoh, sehingga tidak harus sama persis dengan yang kami sampaikan, kondisional tergantung masing-masing individu. Semoga ikhtiar ini bisa memandu kita untuk optimalisasi ibadah insya Allah. Allahu a’lam

Jazaakillah

Sedikit revisi dari : http://www.al-ikhwan.net/agenda-harian-ramadhan-menuju-bahagia-di-bulan-ramadhan-2989/

Isi Blog

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.