Peristiwa Banjir Nuh tersebut disebarluaskan ke hampir semua ma-nusia melalui lisan para nabi yang menyampaikan agama yang hak, tetapi akhirnya menjadi legenda oleh berbagai kaum, dan kisah itu mengalami berbagai penambahan dan pengurangan dalam periwayatannya.
Allah telah menyampaikan kisah tentang Banjir Nuh kepada manu-sia melalui para rasul dan kitab-kitab yang Dia turunkan kepada berbagai masyarakat agar hal itu menjadi peringatan atau permisalan. Namun, tiap masa kitab-kitab tersebut telah dirubah dari aslinya, dan penggambaran Banjir Nuh juga telah ditambahi unsur-unsur mitologis. Hanya Al Quran satu-satunya sumber yang secara mendasar sesuai dengan temuan-temu-an dan observasi empiris. Hal ini tidak lain karena Allah telah menjaga Al Quran dari perubahan, meski sebuah perubahan kecil sekalipun, maupun pengurangan. Sesuai isyarat Al Quran “Kami telah dengan tanpa keragu-an menurunkan risalah, dan Kami dengan pasti akan menjaganya (dari pengurangan)” (QS. Al-Hijr, 15: 9), Al Quran berada di bawah pengawas-an khusus Allah.
Pada bagian akhir bab ini, kita akan melihat, bagaimana peristiwa Banjir Nuh digambarkan meski telah sangat berubah dalam berbagai ke-budayaan, serta dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.

Banjir Nabi Nuh dalam Perjanjian Lama

Kitab yang sebenarnya diwahyukan kepada Nabi Musa adalah Tau-rat. Nyaris tidak ada dari wahyu ini tersisa, dan kitab Injil “Pentateuch” (lima buku pertama dari kitab Perjanjian Lama), seiring perjalanan waktu, telah kehilangan hubungannya dengan wahyu yang asli. Bahkan kemudi-an sebagian besar isinya telah diubah oleh para rabbi Yahudi. Begitu pula, wahyu-wahyu yang dibawa nabi-nabi lain yang diutus kepada Bani Israil setelah Nabi Musa, mendapat perlakuan serupa dan sangat banyak per-ubahan. Kondisi inilah yang membuat kita menyebutnya sebagai “Penta-teuch yang Diubah” karena telah kehilangan hubungan dengan wahyu aslinya, dan menganggapnya sebagai karya manusia yang berupaya men-catat sejarah suku bangsanya, bukan sebagai sebuah kitab suci. Tidaklah mengherankan jika keadaan Pentateuch yang Diubah itu dan berbagai kontradiksi yang dikandungnya sangat tampak pada pemaparannya ten-tang kisah Nabi Nuh, meskipun mempunyai kesamaan dengan Al Quran dalam beberapa bagian.
Menurut Perjanjian Lama, Tuhan berfirman kepada Nuh bahwa semua orang, kecuali mereka yang beriman, akan dihancurkan karena bumi telah penuh dengan berbagai kejahatan. Untuk menghadapi ini, Tuhan memerintahkan Musa membuat bahtera dan mengajarkan dengan rinci bagaimana mengerjakannya. Tuhan juga menyuruhnya membawa keluarganya, tiga orang anaknya, istri-istri mereka, sepasang dari setiap makhluk hidup, dan persediaan bahan pangan.
Tujuh hari kemudian, ketika tiba waktunya Banjir, semua sumber air dalam tanah memancar, pintu-pintu langit terbuka, dan sebuah banjir be-sar menenggelamkan segala sesuatu. Hal ini berlangsung selama empat puluh hari dan empat puluh malam. Bahtera Nuh melayari air yang menutupi semua pegunungan dan dataran tinggi. Mereka yang bersama Nuh selamat, sedang sisanya terseret air bah dan mati tenggelam. Hujan berhenti setelah terjadi banjir, yang berlangsung selama empat puluh hari empat puluh malam, dan air mulai surut 150 hari kemudian.
Kemudian, pada hari ketujuh belas pada bulan ketujuh, kapal ter-sebut terdampar di pegunungan Ararat (Agri). Nuh mengirim seekor merpati untuk melihat apakah air telah benar-benar surut, dan ketika akhirnya merpati tersebut tidak kembali lagi, Nuh menyadari bahwa air telah surut seluruhnya. Tuhan memerintahkan mereka meninggalkan kapal dan menyebar ke seluruh penjuru bumi.
Salah satu kontradiksi pada kisah dalam Perjanjian Lama adalah: Se-telah uraian ini, dalam versi “Yahudi”, disebutkan bahwa Tuhan meme-rintahkan Nuh untuk membawa tujuh jantan dan betina dari setiap jenis hewan-hewan tersebut, yang disebut-Nya “bersih” dan hanya sepasang dari setiap jenis hewan-hewan tersebut yang disebut-Nya “tidak bersih”.
 Ini jelas bertentangan dengan teks di atas. Di samping itu, dalam Per-janjian Lama jangka waktu terjadinya banjir juga berbeda. Menurut versi Yahudi juga, peristiwa naiknya air terjadi selama empat puluh hari, se-dangkan berdasarkan orang-orang awam, dikatakan terjadi selama 150 hari.
Sebagian dari Perjanjian Lama yang menceritakan tentang banjir Nuh adalah sebagai berikut:

Berfirmanlah Allah kepada Nuh, “Aku telah memutuskan untuk mengakhiri hidup sebagian makhluk, sebab bumi telah penuh dengan kekerasan oleh mereka; jadi Aku akan memusnahkan mereka bersa-ma-sama dengan bumi. Buatlah bagimu perahu dari kayu gofir; ....
Sebab sesungguhnya, Aku akan mendatangkan air bah meliputi bumi untuk memusnahkan segala yang hidup dan bernyawa di kolong la-ngit; segala yang ada di bumi akan mati binasa. Tetapi dengan eng-kau Aku akan mengadakan perjanjian-Ku, dan engkau akan masuk ke dalam bahtera itu: engkau bersama-sama dengan anakmu, dan istrimu, dan istri-istri anak-anakmu. Dan dari segala yang hidup, dari segala makhluk, dari semuanya haruslah engkau bawa satu pasang dalam bahtera itu, ....
…Lalu Nuh melakukan semuanya itu; tepat seperti yang diperintah-kan Allah kepadanya.” (Kejadian, 6: 13-22)

Dalam bulan ketujuh, pada hari yang ketujuh belas bulan itu, ter-kandaslah bahtera pada pegunungan Ararat. (Kejadian, 8:4)

Dari segala binatang yang tidak haram haruslah kauambil tujuh pa-sang, jantan dan betinanya, tetapi dari binatang yang haram satu pasang, jantan dan betinanya; juga dari burung-burung di udara tujuh pasang, jantan dan betina, supaya terpelihara hidup keturun-annya di seluruh bumi. (Kejadian, 7: 2-3)

Maka Kuadakan perjanjian-Ku dengan kamu, bahwa sejak ini tidak ada yang hidup yang akan dilenyapkan oleh air bah lagi, dan tidak ada lagi air bah untuk memusnahkan bumi.” (Kejadian, 9: 11)

Menurut Perjanjian Lama, sesuai dengan pernyataan bahwa “semua makhluk di dunia akan mati” dalam sebuah banjir yang menggenangi seluruh permukaan bumi, maka seluruh manusia dihukum, dan yang selamat hanya mereka yang menaiki bahtera bersama Nuh.

Banjir Nuh dalam Perjanjian Baru

Perjanjian Baru yang kita dapati saat ini juga bukan sebuah kitab suci dalam arti kata yang sebenarnya. Perjanjian Baru yang terdiri dari perka-taan dan perbuatan dari Isa (Jesus), dimulai dengan empat “Injil” yang ditulis satu abad setelah keberadaan Isa, oleh orang-orang yang belum pernah melihat atau bertemu dengannya; yaitu Matius, Markus, Lukas, dan Johanes. Terdapat berbagai kontradiksi yang sangat gamblang di-
antara keempat gospel ini. Khususnya, Injil Johanes sangat berbeda dengan tiga injil yang lain (Injil Sinoptik), yang hingga beberapa derajat, tapi tidak sepenuhnya, saling mendukung sesamanya. Buku-buku lain dari Perjanjian Baru terdiri dari surat-surat yang ditulis oleh para murid dan Saul dari Tarsus (kemudian disebut Santo Paulus) yang menye-butkan perbuatan para murid setelah kematian Isa.
Jadi, Perjanjian Baru yang terdapat saat ini bukanlah naskah suci, namun lebih merupakan buku semi-sejarah.
Dalam Perjanjian Baru, Banjir Nuh disebutkan secara singkat sebagai berikut; Nuh diutus sebagai utusan kepada sebuah masyarakat yang tidak patuh dan menyimpang, namun kaumnya tidak mau mengikutinya dan meneruskan kesesatan mereka. Oleh karena itu, Allah menimpakan banjir kepada mereka yang menolak beriman dan menyelamatkan Nuh dan para pengikutnya dengan menempatkan mereka ke dalam bahtera. Beberapa bab dari Perjanjian Baru yang berkaitan dengan hal ini adalah sebagai berikut:

Sebab sebagaimana halnya pada zaman Nuh, demikian pula halnya kelak pada kedatangan Anak manusia. Sebab sebagaimana mereka pada zaman sebelum air bah itu makan dan minum, kawin dan mengawinkan, sampai kepada hari Nuh masuk ke dalam bahtera, dan mereka tidak tahu akan sesuatu, sebelum air bah itu datang dan melenyapkan mereka semua, demikian pula halnya kelak pada kedatangan Anak manusia.” (Matius, 24: 37-39)

“Dan jikalau Allah tidak menyayangkan dunia purba, tetapi harus menyelamatkan Nuh, pemberita kebenaran itu, dengan tujuh orang lain, ketika Ia mendatangkan air bah atas dunia orang-orang fasik.” (Petrus Kedua, 2: 5)

“Dan sama seperti terjadi pada zaman Nuh, demikian pulalah kelak halnya Anak manusia pada hari kedatangan-Nya: mereka makan dan minum, mereka kawin dan dikawinkan, sampai kepada hari Nuh masuk ke dalam bahtera, lalu datanglah air bah dan mem-binasakan mereka semua.” (Lukas, 17: 26-27)

“…mereka yang dahulu pada waktu Nuh tidak taat kepada Allah, ketika Allah tetap menanti dengan sabar waktu Nuh sedang memper-siapkan bahteranya, di mana hanya sedikit, yaitu delapan orang, yang diselamatkan oleh air bah itu.” (Petrus Pertama, 3: 20)

“Mereka sengaja tidak mau tahu, bahwa oleh firman Allah langit te-lah ada sejak dahulu, dan juga bumi yang berasal dari air dan oleh air, dan bahwa oleh air itu, bumi yang dahulu telah binasa, di-musnahkan oleh air bah.” (Petrus Kedua, 3:5-6)

Penyebutan Peristiwa Banjir dalam Kebudayaan Lain

Kebudayaan Sumeria: Dewa yang bernama Enlil memberi tahu orang-orang bahwa dewa-dewa yang lain ingin menghancurkan umat manusia, namun ia berkenan untuk meyelamatkan mereka. Pahlawan dalam kisah ini adalah Ziusudra, raja yang taat dari negeri Sippur. Dewa Enlil memberi tahu Ziusudra apa yang harus dilakukan agar selamat dari Banjir. Teks yang menceritakan pembuatan kapal tersebut hilang, namun fakta bahwa bagian ini pernah ada terungkap dalam bagian-bagian yang menyebutkan bagaimana Ziusudra diselamatkan. Begitupun berdasar-kan versi Babilonia tentang banjir, dapat disimpulkan bahwa dalam versi Sumeria yang lengkap tentulah terdapat rincian yang lebih menyeluruh tentang penyebab kejadian tersebut dan bagaimana perahu dibuat.
Kebudayaan Babilonia: Ut-Napishtim adalah padanan bangsa Babi-lonia terhadap Ziusudra, pahlawan Sumeria dalam peristiwa banjir. To-koh penting yang lain adalah Gilgamesh. Menurut legenda, Gilga-mesh memutuskan untuk mencari dan menemukan para leluhurnya untuk mendapatkan rahasia kehidupan abadi. Ia diperingatkan akan berbagai bahaya dan kesulitan dalam perjalanan itu. Ia diberi tahu bahwa ia harus melakukan perjalanan melewati “pegunungan Mashu dan perairan ma-ut”; dan perjalanan seperti itu hanya pernah diselesaikan oleh dewa ma-tahari Shamash. Namun Gilgamesh menghadapi semua bahaya perjalan-an dan akhirnya berhasil mencapai Ut-Napishtim.
Naskah ini terpotong pada bagian yang menceritakan pertemuan antara Gilgamesh dan Ut-Napishtim; dan selanjutnya ketika teks dapat terbaca, Ut-Napishtim menceritakan kepada Gilgamesh bahwa “para dewa menyimpan rahasia kematian dan kehidupan bagi diri mereka sendiri” (mereka tidak akan memberikannya kepada manusia). Atas jawaban ini, Gilgamesh bertanya bagaimana Ut-Napishtim dapat mem-peroleh keabadian; dan Ut-Napishtim menceritakan kepadanya kisah banjir sebagai jawaban atas pertanyaan ini. Banjir tersebut juga dicerita-kan dalam kisah “dua belas meja “ yang terkenal dalam epik tentang Gilgamesh.
Ut-Napishtim memulai dengan mengatakan bahwa kisah yang akan diceritakan kepada Gilgamesh merupakan “sesuatu yang rahasia, sebuah rahasia dari dewa-dewa”. Ia bercerita bahwa ia berasal dari kota Shurup-pak, kota tertua di antara kota-kota di daratan Akkad. Berdasarkan cerita-nya, dewa “Ea” telah memanggilnya melalui dinding kayu gubuknya dan menyatakan bahwa para dewa telah memutuskan untuk menghancurkan semua benih kehidupan dengan sebuah banjir; namun penyebab kepu-tusan mereka tidak diterangkan dalam cerita banjir Babilonia sebagai-mana halnya dalam kisah banjir Sumeria. Ut-Napishtim menceritakan bahwa Ea telah menyuruhnya membuat sebuah perahu dan ia harus membawa serta “benih-benih dari semua makhluk hidup”dengan perahu itu. Ea memberitahunya ukuran dan bentuk kapal itu; berdasarkan hal ini, lebar, panjang, dan tinggi kapal menjadi sama. Badai besar menjung-kirbalikkan segala sesuatu selama enam hari dan enam malam. Pada hari ketujuh, badai reda. Ut-Napishtim melihat bahwa di luar kapal, “semua telah berubah menjadi lumpur yang lengket”. Kapal tersebut terdampar di gunung Nisir.
Menurut catatan Sumeria-Babilonia, Xisuthros atau Khasisatra dise-lamatkan dari banjir oleh sebuah kapal yang panjangnya 925 meter, ber-sama keluarganya, teman-temannya, dan berbagai jenis burung dan bina-tang. Disebutkan bahwa “air meluap hingga ke langit, lautan menu-tupi pantai, dan sungai meluap dari tepiannya”. Dan kapal itu pun akhirnya terdampar di gunung Corydaean.
Menurut catatan Asiria-Babilonia, Ubar Tutu atau Khasisatra disela-matkan bersama keluarga, pembantu, ternaknya, dan binatang-binatang liar dalam sebuah kapal yang panjangnya 600 kubit, tinggi dan lebarnya 60 kubit. Banjir tersebut berlangsung selama 6 hari dan 6 malam. Ketika kapal tersebut mencapai gunung Nizar, merpati yang dilepaskan kem-bali, sedangkan burung gagak tidak kembali.
Berdasarkan beberapa catatan Sumeria, Asiria dan Babylonia, Ut-Napishtim beserta keluarganya selamat dari banjir yang terjadi selama 6 hari dan 6 malam. Dikatakan “Pada hari ketujuh Ut-napishtim melihat keluar. Semuanya sangat sepi. Manusia sekali lagi menjadi lumpur.” Ketika kapal terdampar di gunung Nizar, Ut-napishtim mengirim ma-sing-masing seekor burung merpati, burung gagak dan burung pipit. Burung gagak tinggal memakan bangkai, sedangkan dua burung yang lain tidak kembali.
Kebudayaan India: Dalam epik Shatapatha Brahmana dan Maha-bharata dari India, seseorang bernama Manu diselamatkan dari banjir bersama Rishiz. Menurut legenda, seekor ikan yang ditangkap oleh Manu dan dilepaskannya, tiba-tiba berubah menjadi besar dan menyuruhnya untuk membuat sebuah perahu dan mengikatkan ke tanduknya. Ikan ini dianggap penjelmaan dari dewa Wishnu. Ikan tersebut menarik kapal mengarungi ombak yang besar dan membawanya ke utara, ke gunung Hismavat.
Kebudayaan Wales: Menurut legenda Wales (dari Wales, wilayah Celtic di Inggris), Dwynwen dan Dwyfach selamat dari bencana besar dengan sebuah kapal. Ketika bah yang amat mengerikan yang terjadi akibat meluapnya Llynllion yang dinamai Danau Gelombang surut, mereka berdua memulai kembali kehidupan di daratan Inggris.
Kebudayaan Skandinavia: Legenda Nordic Edda mengisahkan tentang Bergalmir dan istrinya yang selamat dari banjir dengan sebuah kapal besar.
Kebudayaan Lithuania: Dalam legenda Lithuania, diceritakan bah-wa beberapa pasang manusia dan binatang diselamatkan dengan berlin-dung di puncak sebuah gunung yang tinggi. Ketika angin dan banjir yang berlangsung selama dua belas hari dan dua belas malam tersebut mulai mencapai ketinggian gunung yang hampir menenggelamkan mereka yang ada di sana, Sang Pencipta melemparkan sebuah kulit kacang raksasa kepada mereka. Mereka yang ada di gunung tersebut selamat dari bencana dengan berlayar bersama kulit kacang raksasa ini.
Kebudayaan Cina: Sumber-sumber bangsa Cina mengisahkan ten-tang seseorang yang bernama Yao bersama tujuh orang lain, atau Fa Li bersama istri dan anak-anaknya, selamat dari bencana banjir dan gempa bumi dalam sebuah perahu layar. Dikatakan bahwa “seluruh dunia han-cur. Air menyembur dan menenggelamkan semua tempat”. Akhirnya, air pun surut.
Banjir Nuh dalam Mitologi Yunani: Dewa Zeus memutuskan untuk memusnahkan manusia yang menjadi semakin sesat, dengan sebuah banjir. Hanya Deucalion dan istrinya Pyrrha yang selamat dari banjir, karena ayah Deucalion sebelumnya telah menyarankan anaknya untuk membuat sebuah kapal. Pasangan ini mendarat di gunung Parnassis sem-bilan hari setelah menaiki kapal.
Semua legenda ini mengindikasikan sebuah realitas sejarah yang konkret. Dalam sejarah, setiap masyarakat menerima risalah, setiap insan menerima wahyu suci, sehingga banyak kaum yang mengetahui peristi-wa Banjir Nuh. Sayangnya, begitu manusia berpaling dari esensi wahyu suci, catatan tentang peristiwa banjir besar pun mengalami banyak per-ubahan dan berubah menjadi legenda dan mitos.
Satu-satunya sumber bagi kita untuk menemukan kisah sejati tentang Nuh dan kaum yang menolaknya adalah Al Quran, yang merupakan sumber tunggal wahyu suci yang tidak mengalami perubahan.
Al Quran memberi kita keterangan yang benar, tidak hanya tentang banjir Nuh, namun juga tentang pelbagai kaum dan peristiwa sejarah lainnya. Pada bab-bab berikut kita akan meninjau kembali kisah-kisah sejati ini.



 

0 komentar:

Agenda Harian

Semoga kita senantiasa terpacu untuk mengukir prestasi amal yang akan memperberat timbangan kebaikan di yaumil akhir, berikut rangkaian yang bisa dilakukan

1. Agenda pada sepertiga malam akhir

a. Menunaikan shalat tahajjud dengan memanjangkan waktu pada saat ruku’ dan sujud di dalamnya,

b. Menunaikan shalat witir

c. Duduk untuk berdoa dan memohon ampun kepada Allah hingga azan subuh

Rasulullah saw bersabda:

يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ فَيَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ

“Sesungguhnya Allah SWT selalu turun pada setiap malam menuju langit dunia saat 1/3 malam terakhir, dan Dia berkata: “Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku maka akan Aku kabulkan, dan barangsiapa yang meminta kepada-Ku maka akan Aku berikan, dan barangsiapa yang memohon ampun kepada-Ku maka akan Aku ampuni”. (HR. Bukhari Muslim)


2. Agenda Setelah Terbit Fajar

a. Menjawab seruan azan untuk shalat subuh

” الَّلهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا الَّذِي وَعَدْتَهُ “

“Ya Allah, Tuhan pemilik seruan yang sempurna ini, shalat yang telah dikumandangkan, berikanlah kepada Nabi Muhammad wasilah dan karunia, dan bangkitkanlah dia pada tempat yang terpuji seperti yang telah Engkau janjikan. (Ditashih oleh Al-Albani)

b. Menunaikan shalat sunnah fajar di rumah dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا

“Dua rakaat sunnah fajar lebih baik dari dunia dan segala isinya”. (Muslim)

وَ قَدْ قَرَأَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فِي رَكْعَتَي الْفَجْرِ قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُوْنَ وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدَ

“Nabi saw pada dua rakaat sunnah fajar membaca surat “Qul ya ayyuhal kafirun” dan “Qul huwallahu ahad”.

c. Menunaikan shalat subuh berjamaah di masjid –khususnya- bagi laki-laki.

Rasulullah saw bersabda:

وَلَوْ يَعْلَمُوْنَ مَا فِي الْعَتْمَةِ وَالصُّبْحِ لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا

“Sekiranya manusia tahu apa yang ada dalam kegelapan dan subuh maka mereka akan mendatanginya walau dalam keadaan tergopoh-gopoh” (Muttafaqun alaih)

بَشِّرِ الْمَشَّائِيْنَ فِي الظّلَمِ إِلَى الْمَسَاجِدِ بِالنُّوْرِ التَّامِّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Berikanlah kabar gembira kepada para pejalan di kegelapan menuju masjid dengan cahaya yang sempurna pada hari kiamat”. (Tirmidzi dan ibnu Majah)

d. Menyibukkan diri dengan doa, dzikir atau tilawah Al-Quran hingga waktu iqamat shalat

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ لاَ يُرَدُّ بَيْنَ الأَذَانِ وَالإِقَامَةِ

“Doa antara adzan dan iqamat tidak akan ditolak” (Ahmad dan Tirmidzi dan Abu Daud)

e. Duduk di masjid bagi laki-laki /mushalla bagi wanita untuk berdzikir dan membaca dzikir waktu pagi

Dalam hadits nabi disebutkan:

كَانَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” إَذَا صَلَّى الْفَجْرَ تَرَبَّعَ فِي مَجْلِسِهِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ الْحَسَنَاءُ

” Nabi saw jika selesai shalat fajar duduk di tempat duduknya hingga terbit matahari yang ke kuning-kuningan”. (Muslim)

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran.

Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya waktu fajar itu disaksikan (malaikat). (Al-Isra : 78) Dan memiliki komitmen sesuai kemampuannya untuk selalu:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah lebih banyak dari itu semua, maka akan menuai kebaikan berlimpah insya Allah.

3. Menunaikan shalat Dhuha walau hanya dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنْ الضُّحَى

“Setiap ruas tulang tubuh manusia wajib dikeluarkan sedekahnya, setiap hari ketika matahari terbit. Mendamaikan antara dua orang yang berselisih adalah sedekah, menolong orang dengan membantunya menaiki kendaraan atau mengangkat kan barang ke atas kendaraannya adalah sedekah, kata-kata yang baik adalah sedekah, tiap-tiap langkahmu untuk mengerjakan shalat adalah sedekah, dan membersihkan rintangan dari jalan adalah sedekah”. (Bukhari dan Muslim)

4. Berangkat kerja atau belajar dengan berharap karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمِلِ يَدِهِ، وَكَانَ دَاوُدُ لا يَأْكُلُ إِلا مِنْ عَمِلِ يَدِهِ

“Tidaklah seseorang memakan makanan, lebih baik dari yang didapat oleh tangannya sendiri, dan bahwa nabi Daud makan dari hasil tangannya sendiri”. (Bukhari)

Dalam hadits lainnya nabi juga bersabda:

مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang berjalan dalam rangka mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga”. (Muslim)

d. Menyibukkan diri dengan dzikir sepanjang hari

Allah berfirman :

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“Ketahuilah dengan berdzikir kepada Allah maka hati akan menjadi tenang” (Ra’ad : 28)

Rasulullah saw bersabda:

أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللهَ أَنْ تَمُوْتَ ولسانُك رَطْبٌ من ذِكْرِ الله

“Sebaik-baik perbuatan kepada Allah adalah saat engkau mati sementara lidahmu basah dari berdzikir kepada Allah” (Thabrani dan Ibnu Hibban) .

5. Agenda saat shalat Zhuhur

a. Menjawab azan untuk shalat Zhuhur, lalu menunaikan shalat Zhuhur berjamaah di Masjid khususnya bagi laki-laki

b. Menunaikan sunnah rawatib sebelum Zhuhur 4 rakaat dan 2 rakaat setelah Zhuhur

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ صَلَّى اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِي يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِيَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang shalat 12 rakaat pada siang dan malam hari maka Allah akan membangunkan baginya dengannya rumah di surga”. (Muslim).

6. Agenda saat dan setelah shalat Ashar

a. Menjawab azan untuk shalat Ashar, kemudian dilanjutkan dengan menunaikan shalat Ashar secara berjamaah di masjid

b. Mendengarkan nasihat di masjid (jika ada)

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ لا يُرِيدُ إِلا أَنْ يَتَعَلَّمَ خَيْرًا أَوْ يَعْلَمَهُ، كَانَ لَهُ كَأَجْرِ حَاجٍّ تَامًّا حِجَّتُهُ

“Barangsiapa yang pergi ke masjid tidak menginginkan yang lain kecuali belajar kebaikan atau mengajarkannya, maka baginya ganjaran haji secara sempurna”. (Thabrani – hasan shahih)

c. Istirahat sejenak dengan niat yang karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

وَإِنَّ لِبَدَنِكَ عَلَيْكَ حَقٌّ

“Sesungguhnya bagi setiap tubuh atasmu ada haknya”.

Agenda prioritas:

Membaca Al-Quran dan berkomitmen semampunya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan, maka akan menuai kebaikan yang berlimpah insya Allah.

7. Agenda sebelum Maghrib

a. Memperhatikan urusan rumah tangga – melakukan mudzakarah – Menghafal Al-Quran

b. Mendengarkan ceramah, nasihat, khutbah, untaian hikmah atau dakwah melalui media

c. Menyibukkan diri dengan doa

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ

“Doa adalah ibadah”

8. Agenda setelah terbenam matahari

a. Menjawab azan untuk shalat Maghrib

b. Menunaikan shalat Maghrib secara berjamaah di masjid (khususnya bagi laki-laki)

c. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Maghrib – 2 rakaat

d. Membaca dzikir sore

e. Mempersiapkan diri untuk shalat Isya lalu melangkahkan kaki menuju masjid

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ لِيَقْضِيَ فَرِيضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللَّهِ كَانَتْ خَطْوَتَاهُ إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ خَطِيئَةً وَالْأُخْرَى تَرْفَعُ دَرَجَةً

“Barangsiapa yang bersuci/berwudhu kemudian berjalan menuju salah satu dari rumah-rumah Allah untuk menunaikan salah satu kewajiban dari kewajiban Allah, maka langkah-langkahnya akan menggugurkan kesalahan dan yang lainnya mengangkat derajatnya”. (Muslim)

9. Agenda pada waktu shalat Isya

a. Menjawab azan untuk shalat Isya kemudian menunaikan shalat Isya secara jamaah di masjid

b. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Isya – 2 rakaat

c. Duduk bersama keluarga/melakukan silaturahim

d. Mendengarkan ceramah, nasihat dan untaian hikmah di Masjid

e. Dakwah melalui media atau lainnya

f. Melakukan mudzakarah

g. Menghafal Al-Quran

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran dengan berkomitmen sesuai dengan kemampuannya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan bacaan maka telah menuai kebaikan berlimpah insya Allah.


Apa yang kita jelaskan di sini merupakan contoh, sehingga tidak harus sama persis dengan yang kami sampaikan, kondisional tergantung masing-masing individu. Semoga ikhtiar ini bisa memandu kita untuk optimalisasi ibadah insya Allah. Allahu a’lam

Jazaakillah

Sedikit revisi dari : http://www.al-ikhwan.net/agenda-harian-ramadhan-menuju-bahagia-di-bulan-ramadhan-2989/

Isi Blog

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.