kubur_waliSudah begitu ma’ruf wisata spiritual ke kubur wali digalakkan di negeri kita. Bahkan ingin lebih dilestarikan demi meningkatkan devisa daerah. Memang ziarah kubur adalah suatu hal yang disyari’atkan. Namun ada suatu masalah di balik itu. Terjadinya pengkultusan terhadap kubur wali. Seperti yang pernah kita dengar pada kuburan seorang “Gus …” yang tanah kuburnya sampai jadi rebutan para peziarah, ditambah lagi dengan ritual tanpa dasar yang dilakukan. Dan satu hal yang akan disinggung di sini mengenai safar ke suatu tempat dalam rangka ibadah.
Ziarah Kubur yang Syar’i
Ziarah kubur yang dituntunkan adalah yang mengingatkan kepada kematian. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
زُورُوا الْقُبُورَ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُكُمُ الآخِرَةَ
Lakukanlah ziarah kubur karena hal itu lebih mengingatkan kalian pada akhirat (kematian).” (HR. Muslim no. 976)
Kemudian dituntunkan lagi ketika ziarah kubur untuk mendoakan penghuni kubur dengan memperhatikan adab berdo’a yaitu menghadap kiblat dan bukan menghadap ke kuburan. Do’a ketika ziarah kubur sesuai ajaran Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam,
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُسْلِمِيْنَ (وَيَرْحَمُ اللهُ الْمُسْتَقْدِمِيْنَ مِنَّا وَالْمُسْتَأْخِرِيْنَ) وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لاَحِقُوْنَ، أَسْأَلُ اللهَ لَنَا وَلَكُمُ الْعَافِيَةَ
[Assalamu ‘alaikum ahlad diyaar minal mu’minin wal muslimin –wa yarhamullahul mustaqdimiin minna wal musta’khiriin- wa innaa insya Allah bikum laahiquun. As-alullaha lanaa wa lakumul ‘aafiyah] “Semoga keselamatan tercurah kepada kalian, wahai penghuni kubur, dari (golongan) orang-orang beriman dan orang-orang Islam, (semoga Allah merahmati orang-orang yang mendahului kami dan orang-orang yang datang belakangan). Kami insya Allah akan bergabung bersama kalian, saya meminta keselamatan untuk kami dan kalian.” (HR. Muslim no. 975)
Safar Mengunjungi Kuburan Wali
Kuburan para wali songo sangat tersohor sekali di negeri kita, sampai di Jawa Timur ada 5 kuburan mereka. Orang dari daerah yang jauh pun berjuang keras datang ke sana demi ziarah kubur.
Jika kita perhatikan dalam ajaran Islam, sebenarnya ziarah kubur seperti ini terlarang. Dalil larangannya ditunjukkan dalam hadits berikut ini.
Dalam hadits muttafaqun ‘alaih, dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلاَّ إِلَى ثَلاَثَةِ مَسَاجِدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ، وَمَسْجِدِ الرَّسُولِ - صلى الله عليه وسلم - وَمَسْجِدِ الأَقْصَى
Tidaklah pelana itu diikat –yaitu tidak boleh bersengaja melakukan perjalanan (dalam rangka ibadah ke suatu tempat)- kecuali ke tiga masjid: masjidil haram, masjid Rasul –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan masjidil aqsho” (HR. Bukhari 1189 dan Muslim no. 1397).
Hadits di atas mencakup larangan untuk safar dalam rangka ibadah ke suatu tempat semata-mata karena tempat itu. Jadi, setiap safar yang dilakukan dalam rangka ibadah di suatu tempat tertentu adalah terlarang, kecuali ke tiga masjid tadi, yaitu masjidil harom, masjid nabawi dan masjidil aqsho. Adapun jika bersafarnya karena silaturahim, berdagang, mencari ilmu, rekreasi dan kegiatan mubah lainnya, maka tidak ada masalah. Semisal kita menuntut ilmu ke suatu masjid di daerah Jogja dari Jawa Timur, maka ini tidaklah masalah. Karena maksud safar yang dilakukan adalah bukan mengunjungi masjid, namun yang dimaksud adalah menuntut ilmu.
Dalil lain yang mendukung maksud hadits di atas adalah safar dalam rangka ibadah ke suatu tempat tertentu yaitu semata-mata karena tempat itu, yaitu hadits berikut ini:
عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْحَارِثِ بْنِ هِشَامٍ أَنَّهُ قَالَ لَقِيَ أَبُو بَصْرَةَ الْغِفَارِيُّ أَبَا هُرَيْرَةَ وَهُوَ جَاءٍ مِنْ الطُّورِ فَقَالَ مِنْ أَيْنَ أَقْبَلْتَ قَالَ مِنْ الطُّورِ صَلَّيْتُ فِيهِ قَالَ أَمَا لَوْ أَدْرَكْتُكَ قَبْلَ أَنْ تَرْحَلَ إِلَيْهِ مَا رَحَلْتَ إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِي هَذَا وَالْمَسْجِدِ الْأَقْصَى
Dari Abdurrahman ibnul Harits bin Hisyam, katanya: Abu Basrah Al Ghifari suatu ketika berjumpa dengan Abu Hurairah yang baru tiba dari bukit Thur, lantas ia berkata:
"Dari mana engkau?"
"Dari bukit Thur … aku shalat di sana", jawab Abu Hurairah.
"Andai aku sempat menyusulmu sebelum engkau berangkat ke sana, engkau tidak akan berangkat. Aku mendengar Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Tidaklah pelana itu diikat –yaitu tidak boleh bersengaja melakukan perjalanan (dalam rangka ibadah ke suatu tempat)- kecuali ke tiga masjid: masjidil haram, masjid Rasul –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan masjidil aqsho”, kata Abu Basrah. (HR. Ahmad 6:7. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).
Kita semua tahu bahwa bukit Thur adalah bukit bersejarah tempat Nabi Musa diajak bicara oleh Allah pertama kalinya, dan diangkat menjadi Rasul. Allah Ta’ala pernah mengangkat bukit tersebut ke atas Bani Israel ketika Dia mengambil sumpah setia dari mereka. Di sebelah kanan bukit Thur, Allah mengumpulkan Musa beserta Bani Israel setelah Fir'aun dan bala tentaranya binasa. Di bukit itu, Musa memohon untuk bisa melihat Allah namun kemudian jatuh pingsan, dan di sanalah jua Allah menurunkan Taurat kepadanya.
Jelas, bukit ini merupakan bukit yang diberkahi oleh Allah. Dalam menjelaskan hadits di atas, Al Imam Ibnu Abdil Barr berkata: "Ucapan Abu Hurairah: 'Aku pergi ke bukit Thur'; jelas sekali dalam hadits ini bahwa di tidak pergi ke sana kecuali demi mencari berkah dan shalat di sana".
Imam Abul Walid Al Baaji ketika menjelaskan dialog antara Abu Basrah dan Abu Hurairah mengatakan: "Ucapan Abu Hurairah:'Aku datang dari Bukit Thur' mengandung dua kemungkinan; mungkin dia ke sana untuk suatu keperluan, atau dia ke sana dalam rangka ibadah dan taqarrub. Sedang ucapan Abu Basrah: 'Andai saja aku sempat menyusulmu sebelum kau berangkat, maka kau takkan berangkat'merupakan dalil bahwa Abu Basrah memahami bahwa tujuan Abu Hurairah ke sana ialah dalam rangka ibadah; dan diamnya Abu Hurairah ketika perbuatannya diingkari, merupakan dalil bahwa apa yang dipahami Abu Basrah tadi benar. (Lihat: Al Muntaqa Syarh Al Muwaththa)
Sanggahan pada Ulama yang Membolehkan
Ibnu Taimiyah menyanggah sebagian ulama yang menyatakan sah-sah saja bersafar untuk ziarah ke kuburan orang sholeh. Beliau rahimahullah berkata,
“Mengenai hadits ‘tidaklah diikat pelana -maksudnya, bersafar- selain pada tiga masjid’, di dalamnya berisi larangan bersafar ke selain tiga masjid (masjidil haram, masjid nabawi dan masjidil aqsho). Jika ke masjid selain tiga masjid tersebut saja dilarang, maka ke tempat lainnya lebih jelas terlarangnya. Karena beribadah di masjid tentu lebih utama dari tempat selain masjid atau selain rumah. Ini tidak diragukan lagi karena disebutkan dalam hadits,
أَحَبُّ الْبِقَاعِ إلَى اللَّهِ الْمَسَاجِدُ
Sebaik-baik tempat di sisi Allah adalah masjid.” Ditambah, kita dapat memahami bahwa sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam ‘tidak boleh bersafar selain pada tiga masjid’ mengandung larangan bersafar (dalam rangka ibadah) menuju tempat tertentu semata-mata niatnya pada tempat tersebut. Beda halnya jika bersafar dalam rangka berdagang, menuntut ilmu atau selain itu. Bersafar untuk keperluan-keperluan tadi, begitu pula dalam rangka mengunjungi saudara muslim lain karena Allah, yang dituju adalah muslim tersebut, maka itu sah-sah saja.
Sebagian ulama belakangan menyatakan sah-sah saja bersafar untuk berziarah ke kuburan orang sholeh (masyahid). Alasannya adalah karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mendatangi masjid Quba’ setiap Sabtu dengan berkendaraan atau berjalan, sebagaimana disebutkan dalam shahihain. Namun alasan seperti ini tidaklah tepat. Karena Quba’ bukanlah masyhad (kuburan orang sholeh), tetapi masjid. Bahkan terlarang bersafar hanya semata-mata untuk mengunjungi Quba’ berdasarkan kesepakatan para ulama. Karena safar semacam ini bukanlah safar yang disyari’atkan. Bahkan seandainya ada yang bersafar semata-mata untuk ke masjid Quba’, itu tidak boleh. Namun seandainya ia bersafar ke masjid Nabawi, lalu ia menuju ke Quba’, itu dianjurkan. Sebagaimana dibolehkan pula jika kita bersafar untuk maksud menuju masjid Nabawi, lalu sekaligus ziarah ke kuburan Baqi’ dan kuburan syuhada Uhud. (Majmu’ Al Fatawa, 27: 21-22)
Di tempat lain, Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan, “Jika seseorang mendatangi masjid Nabawi, maka ia dianjurkan memberi salam kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga pada dua sahabat beliau –Abu Bakr dan ‘Umar-, sebagaimana yang dilakukan para sahabat. Namun jika ia bermaksud bersafar dengan niatan untuk semata-mata ziarah ke kubur Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam, bukan maksud bersafar untuk mengunjungi masjid Nabawi, maka hal ini diperselisihkan oleh para ulama. Para imam dan kebanyakan ulama menilai niatan untuk mengunjungi semata-mata pada kubur Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah disyari’atkan, tidak pula diperintahkan.” (Majmu’ Al Fatawa, 27: 26-27).
Jika dengan niatan ke kubur Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saja tidak dibenarkan, apalagi ke kuburan wali songo atau seorang ‘Gus …’ yang tidak semulia Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ditambah jika ada ritual ‘ngalap berkah’, tawassul dengan wali atau menganggap berdo’a lebih afdhol di kubur mereka, perbuatan ini tidak lepas dari syirik dan amalan tanpa tuntunan, alias bid’ah.
Renungkanlah!
Wallahu a’lam. Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.

Baca ulasan pendukung lainnya di rumaysho.com: Ziarah Kubur yang Jauh dari Tuntunan Islam.

Referensi:
  1. Faedah dari Durus Syaikh Dr. Sa’ad bin Nashir Asy Syitsriy Kamis 17 Rabi’ul Awwal 1433 H di Jami’ Syaikh Nashir Asy Syitsri, Riyadh, KSA, dalam kitab Manhajus Salikin – Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, bahasan Puasa – I’tikaf.
  2. Faedah dari tulisan Ustadz Sufyan Baswedan, MA dalam karya beliau “Ini Dalilnya!” (Bantahan terhadap buku “Mana Dalilnya!”)
  3. Majmu’ Al Fatawa, Abul ‘Abbas Ahmad bin ‘Abdul Halim bin Taimiyah Al Haroni, terbitan Darul Wafa’, cetakan ketiga, 1426 H.

@ Maktab Jaliyat Bathah, Riyadh, KSA, 18 Rabi’ul Awwal 1433 H

0 komentar:

Agenda Harian

Semoga kita senantiasa terpacu untuk mengukir prestasi amal yang akan memperberat timbangan kebaikan di yaumil akhir, berikut rangkaian yang bisa dilakukan

1. Agenda pada sepertiga malam akhir

a. Menunaikan shalat tahajjud dengan memanjangkan waktu pada saat ruku’ dan sujud di dalamnya,

b. Menunaikan shalat witir

c. Duduk untuk berdoa dan memohon ampun kepada Allah hingga azan subuh

Rasulullah saw bersabda:

يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ فَيَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ

“Sesungguhnya Allah SWT selalu turun pada setiap malam menuju langit dunia saat 1/3 malam terakhir, dan Dia berkata: “Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku maka akan Aku kabulkan, dan barangsiapa yang meminta kepada-Ku maka akan Aku berikan, dan barangsiapa yang memohon ampun kepada-Ku maka akan Aku ampuni”. (HR. Bukhari Muslim)


2. Agenda Setelah Terbit Fajar

a. Menjawab seruan azan untuk shalat subuh

” الَّلهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا الَّذِي وَعَدْتَهُ “

“Ya Allah, Tuhan pemilik seruan yang sempurna ini, shalat yang telah dikumandangkan, berikanlah kepada Nabi Muhammad wasilah dan karunia, dan bangkitkanlah dia pada tempat yang terpuji seperti yang telah Engkau janjikan. (Ditashih oleh Al-Albani)

b. Menunaikan shalat sunnah fajar di rumah dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا

“Dua rakaat sunnah fajar lebih baik dari dunia dan segala isinya”. (Muslim)

وَ قَدْ قَرَأَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فِي رَكْعَتَي الْفَجْرِ قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُوْنَ وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدَ

“Nabi saw pada dua rakaat sunnah fajar membaca surat “Qul ya ayyuhal kafirun” dan “Qul huwallahu ahad”.

c. Menunaikan shalat subuh berjamaah di masjid –khususnya- bagi laki-laki.

Rasulullah saw bersabda:

وَلَوْ يَعْلَمُوْنَ مَا فِي الْعَتْمَةِ وَالصُّبْحِ لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا

“Sekiranya manusia tahu apa yang ada dalam kegelapan dan subuh maka mereka akan mendatanginya walau dalam keadaan tergopoh-gopoh” (Muttafaqun alaih)

بَشِّرِ الْمَشَّائِيْنَ فِي الظّلَمِ إِلَى الْمَسَاجِدِ بِالنُّوْرِ التَّامِّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Berikanlah kabar gembira kepada para pejalan di kegelapan menuju masjid dengan cahaya yang sempurna pada hari kiamat”. (Tirmidzi dan ibnu Majah)

d. Menyibukkan diri dengan doa, dzikir atau tilawah Al-Quran hingga waktu iqamat shalat

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ لاَ يُرَدُّ بَيْنَ الأَذَانِ وَالإِقَامَةِ

“Doa antara adzan dan iqamat tidak akan ditolak” (Ahmad dan Tirmidzi dan Abu Daud)

e. Duduk di masjid bagi laki-laki /mushalla bagi wanita untuk berdzikir dan membaca dzikir waktu pagi

Dalam hadits nabi disebutkan:

كَانَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” إَذَا صَلَّى الْفَجْرَ تَرَبَّعَ فِي مَجْلِسِهِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ الْحَسَنَاءُ

” Nabi saw jika selesai shalat fajar duduk di tempat duduknya hingga terbit matahari yang ke kuning-kuningan”. (Muslim)

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran.

Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya waktu fajar itu disaksikan (malaikat). (Al-Isra : 78) Dan memiliki komitmen sesuai kemampuannya untuk selalu:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah lebih banyak dari itu semua, maka akan menuai kebaikan berlimpah insya Allah.

3. Menunaikan shalat Dhuha walau hanya dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنْ الضُّحَى

“Setiap ruas tulang tubuh manusia wajib dikeluarkan sedekahnya, setiap hari ketika matahari terbit. Mendamaikan antara dua orang yang berselisih adalah sedekah, menolong orang dengan membantunya menaiki kendaraan atau mengangkat kan barang ke atas kendaraannya adalah sedekah, kata-kata yang baik adalah sedekah, tiap-tiap langkahmu untuk mengerjakan shalat adalah sedekah, dan membersihkan rintangan dari jalan adalah sedekah”. (Bukhari dan Muslim)

4. Berangkat kerja atau belajar dengan berharap karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمِلِ يَدِهِ، وَكَانَ دَاوُدُ لا يَأْكُلُ إِلا مِنْ عَمِلِ يَدِهِ

“Tidaklah seseorang memakan makanan, lebih baik dari yang didapat oleh tangannya sendiri, dan bahwa nabi Daud makan dari hasil tangannya sendiri”. (Bukhari)

Dalam hadits lainnya nabi juga bersabda:

مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang berjalan dalam rangka mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga”. (Muslim)

d. Menyibukkan diri dengan dzikir sepanjang hari

Allah berfirman :

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“Ketahuilah dengan berdzikir kepada Allah maka hati akan menjadi tenang” (Ra’ad : 28)

Rasulullah saw bersabda:

أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللهَ أَنْ تَمُوْتَ ولسانُك رَطْبٌ من ذِكْرِ الله

“Sebaik-baik perbuatan kepada Allah adalah saat engkau mati sementara lidahmu basah dari berdzikir kepada Allah” (Thabrani dan Ibnu Hibban) .

5. Agenda saat shalat Zhuhur

a. Menjawab azan untuk shalat Zhuhur, lalu menunaikan shalat Zhuhur berjamaah di Masjid khususnya bagi laki-laki

b. Menunaikan sunnah rawatib sebelum Zhuhur 4 rakaat dan 2 rakaat setelah Zhuhur

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ صَلَّى اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِي يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِيَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang shalat 12 rakaat pada siang dan malam hari maka Allah akan membangunkan baginya dengannya rumah di surga”. (Muslim).

6. Agenda saat dan setelah shalat Ashar

a. Menjawab azan untuk shalat Ashar, kemudian dilanjutkan dengan menunaikan shalat Ashar secara berjamaah di masjid

b. Mendengarkan nasihat di masjid (jika ada)

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ لا يُرِيدُ إِلا أَنْ يَتَعَلَّمَ خَيْرًا أَوْ يَعْلَمَهُ، كَانَ لَهُ كَأَجْرِ حَاجٍّ تَامًّا حِجَّتُهُ

“Barangsiapa yang pergi ke masjid tidak menginginkan yang lain kecuali belajar kebaikan atau mengajarkannya, maka baginya ganjaran haji secara sempurna”. (Thabrani – hasan shahih)

c. Istirahat sejenak dengan niat yang karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

وَإِنَّ لِبَدَنِكَ عَلَيْكَ حَقٌّ

“Sesungguhnya bagi setiap tubuh atasmu ada haknya”.

Agenda prioritas:

Membaca Al-Quran dan berkomitmen semampunya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan, maka akan menuai kebaikan yang berlimpah insya Allah.

7. Agenda sebelum Maghrib

a. Memperhatikan urusan rumah tangga – melakukan mudzakarah – Menghafal Al-Quran

b. Mendengarkan ceramah, nasihat, khutbah, untaian hikmah atau dakwah melalui media

c. Menyibukkan diri dengan doa

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ

“Doa adalah ibadah”

8. Agenda setelah terbenam matahari

a. Menjawab azan untuk shalat Maghrib

b. Menunaikan shalat Maghrib secara berjamaah di masjid (khususnya bagi laki-laki)

c. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Maghrib – 2 rakaat

d. Membaca dzikir sore

e. Mempersiapkan diri untuk shalat Isya lalu melangkahkan kaki menuju masjid

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ لِيَقْضِيَ فَرِيضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللَّهِ كَانَتْ خَطْوَتَاهُ إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ خَطِيئَةً وَالْأُخْرَى تَرْفَعُ دَرَجَةً

“Barangsiapa yang bersuci/berwudhu kemudian berjalan menuju salah satu dari rumah-rumah Allah untuk menunaikan salah satu kewajiban dari kewajiban Allah, maka langkah-langkahnya akan menggugurkan kesalahan dan yang lainnya mengangkat derajatnya”. (Muslim)

9. Agenda pada waktu shalat Isya

a. Menjawab azan untuk shalat Isya kemudian menunaikan shalat Isya secara jamaah di masjid

b. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Isya – 2 rakaat

c. Duduk bersama keluarga/melakukan silaturahim

d. Mendengarkan ceramah, nasihat dan untaian hikmah di Masjid

e. Dakwah melalui media atau lainnya

f. Melakukan mudzakarah

g. Menghafal Al-Quran

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran dengan berkomitmen sesuai dengan kemampuannya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan bacaan maka telah menuai kebaikan berlimpah insya Allah.


Apa yang kita jelaskan di sini merupakan contoh, sehingga tidak harus sama persis dengan yang kami sampaikan, kondisional tergantung masing-masing individu. Semoga ikhtiar ini bisa memandu kita untuk optimalisasi ibadah insya Allah. Allahu a’lam

Jazaakillah

Sedikit revisi dari : http://www.al-ikhwan.net/agenda-harian-ramadhan-menuju-bahagia-di-bulan-ramadhan-2989/

Isi Blog

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.