Ilustrasi kota Yogyakarta |
Survei Mahasiswi Jogjakarta
Di salah satu forum diskusi, ada yang menyatakan pernah mendapat angka bahwa dari 6000-an mahasiswi yang disurvei, hanya 50 orang saja yang masih perawan. Saya jadi penasaran dengan keberadaan survei tersebut, maka saya coba mencari data tentang survei tersebut. Angka yang disajikan di penelitian tersebut cukup bombastis, jadi saya cenderung ragu dengan angka tersebut. Oleh karena itu saya tertarik untuk mengecek kebenarannya. Berikut ini hasil pencarian di Google:
Judul: Inilah Survey Keperawanan di Yogyakarta (tahun 2002)
Sumber: http://id.shvoong.com/medicine-and-health/1961667-inilah-survey-keperawanan-di-yogyakarta/
Sungguh mencengangkan mengetahui kehidupan seks mahasiswi di kota pelajar Yogyakarta. Suatu penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Studi Cinta dan Kemanusiaan serta Pusat Pelatihan Bisnis dan Humaniora (LSCK PUSBIH) menunjukkan hampir 97,05% mahasiswi di Yogyakarta sudah hilang keperawanannya saat kuliah.
Penelitian yang dilakukan ini untuk mengetahui sejauh mana kerusakan dan dekadensi yang telah terjadi di tengah-tengah generasi muda kita, khususnya pada jenjang usia dan interval antara 17-23 tahun. Ditambah lagi dengan maraknya aksi seks bebas yang ilakukan di kos-kosan mahasiswa putri di yogyakarta, tingkat aborsi dikalangan remaja yang meningkat di kota ini serta peningkatan prostitusi yang dilakukan oleh mahasiswi kota gudeg ini menambah daftar untuk perlunya diadakan penelitian mengenai masalah keperawanan ini.
Sasaran penelitian adalah seluruh mahasiswi yang tersebar di berbagai perguruan tinggi di Yogyakarta. Hal ini dikarenakan untuk mendapatkan tingkat kejujuran yang tinggi dari para respondennya dengan melibatkan remaja perkuliahan.
Secara keseluruhan dilibatkan 2000 mahasiswa yang berasal dari 16 institusi perguruan tinggi yang tersebar di seluruh Yogyakarta. Akan tetapi hanya 1.660 atau sekitar 83% yang bersedia memberikan tanggapan tentang penelitian yang dilakukan ini.
Berbagai temuan yang kadang terlihat lucu tapi terasa amat pedih, dicantumkan untuk menjadi pelajaran bagi kita bersama. Hampir semua responden menyatakan pernah melakukan hubungan seks di luar nikah, baik yang bersifat self servis ataupu n sifatnya berpartner.Diadapatkan data angka aborsi yang dilakukan apabila hamil dengan cara menelan obat flu dan obat ragi dengan jumlah yang besar. Semua tindakan seks mereka akui dengan dasar suka sama suka atau dengan kata lain tidak ada pemaksaan atau tindakan kriminal lainnya. Rata-rata sudah pernah melakukan tindakan seks hingga tingkat penting, oral seks dan anal seks. 25% bahkan telah melakukannya dengan lebih dari satu partner. Hanya 3 orang saja yang mengaku belum melakukan hubungan seks sama sekali. 46 orang belum pernah melakukan kegiatan seks berpartner. Jadi jumlah yang belum pernah melakukan seks berpartner jika dipersentasikan sebesar 2,95%. Selebihnya 97,05% pernah melakukan kegiatan seks berpartner. Sungguh mengerikan kebobrokan yang telah telah terjadi pada remaja di kota pelajar ini.
Semoga hal ini cukup menjadi pelajaran bagi kita untuk tidak mendekatinya bahkan untuk melakukannya. Jangan dekati seks bebas, sudah jelaskan bagi yang muslim. Dekat aja gak boleh, apalagi melakukannya. No free seks, no drugs, no pornography, no pornoaction. Keep your heart. Saling menasihatilah mengenai kebenaran. OK guys, kita wujudkan generasi yang sehat bersama.
Judul: 97,05% Mahasiswi di Yogyakarta Hilang Kegadisannya
Sumber: http://groups.yahoo.com/group/cfbe/message/2810
Yogyakarta, Sungguh mencengangkan dan mengerikan mengetahui kehidupan seks
mahasiswi di kota pelajar Yogyakarta. Suatu penelitian yang dilakukan oleh
Lembaga Studi Cinta dan Kemanusiaan serta Pusat Pelatihan Bisnis dan Humaniora
(LSCK PUSBIH) menunjukkan hampir 97,05 persen mahasiswi di Yogyakarta sudah
hilang keperawanannya saat kuliah.
Yang lebih mengenaskan, semua responden mengaku melakukan hubungan seks tanpa
ada paksaan. Semua dilakukan atas dasar suka sama suka dan adanya kebutuhan.
Selain itu, ada sebagian responden mengaku melakukan hubungan seks dengan lebih
dari satu pasangan dan tidak bersifat komersil.
Hal itu dikemukakan Direktur Eksekutif LSCK PUSBIH, Iip Wijayanto, kepada
wartawan di gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY), Jl. Malioboro, Yogyakarta, Kamis (1/8/2002).
Menurut Iip, penelitian itu dilakukan selama 3 tahun mulai Juli 1999 hingga Juli
2002, dengan melibatkan sekitar 1.660 responden yang berasal dari 16 perguruan
tinggi baik negeri maupun swasta di Yogya. Dari 1.660 responden itu, 97,05
persen mengaku sudah hilang keperawanannya saat kuliah.
Hanya ada tiga responden atau 0,18 persen saja yang mengaku sama sekali belum
pernah melakukan kegiatan seks, termasuk masturbasi. "Ketiga responden itu juga
mengaku sama sekali belum pernah mengakses tontonan maupun bacaan berbau seks,"
ungkapnya.
Menurut Iip, berdasarkan hasil tersebut, total responden yang belum pernah
melakukan kegiatan seks berpasangan hanya 2,95 persen atau 2,77 persen ditambah
0,18 persen. Sementara sebanyak 97,05 persen telah melakukan kegiatan seks
berpasangan. Sebanyak 73 persen menggunakan metode coitus interuptus. Selebihnya
menggunakan alat kontrasepsi yang dijual bebas di pasaran.
Selain itu, hanya ditemukan 46 mahasiswi atau 2,77 persen responden saja yang
belum pernah melakukan seks berpasangan di bawah level petting seks. "Alasan
mereka tidak melakukan seks berpartner, selain takut kepada orang tuanya, mereka
juga masih berpikir untuk menjadi contoh adik-adiknya," kata Iip.
Apabila dilihat tempat mereka melakukannya, lanjut Iip, sebanyak 63 persen
melakukan kegiatan seks di tempat kost pria pasangannya. Sebanyak 14 persen
dilakukan di tempat kost putri atau rumah kontrakannya. Selanjutnya 21 persen di
hotel kelas melati yang tersebar di kota Yogya dan 2 persen lagi di tempat
wisata yang terbuka.
Yang lebih mencengangkan lagi, tempat yang digunakan untuk melakukan seks hampir
sebagian besar berada di wilayah Jalan Kaliurang dan Jalan Gejayan yang
merupakan kawasan kos-kosan terbesar bagi mahasiswa yang kuliah di PTN dan PTS
terbesar di Yogya.
Iip menambahkan, sebanyak 98 persen responden juga mengaku pernah melakukan
aborsi. Sebanyak 23 responden di antaranya mengaku telah melakukan aborsi lebih
dari satu kali. Sementara 12 responden lagi mengaku lebih dari dua kali. Mereka
mengaku melakukan aborsi dengan cara mengkonsumsi obat flu dan ragi dalam jumlah
besar.
Agar tidak ketahuan pemilik kos ataupun petugas ronda kampung, responden mengaku
mengakali dengan cara memasukkan pasangannya sejak pukul 07.00 WIB dan baru
keluar atau pulang pada pukul 21.00 malam.(bgs, ani)
Judul: SURVEI KEPERAWANAN
Sumber: http://pakode.wordpress.com/2011/02/02/survei-keperawanan/
Bagaimana mengetahui lingkunan anda yang sehat, atau bahkan keluarga terdekat anda tidak terkontaminasi dengan efek negatif dari pornografi serta hal-hal yang menjurus ke arah aktivitas seksualitas yang menyimpang?, dari penelusuran awal, aktivitas yang ditemukan dalam penelitian di Jogjakarta cenderung memiliki kesamaan dengan lingkungan di sekitar kita.
Mari pelajari, amati, dan tangkal efek negatif dari perilaku menyimpang ini, jangan sampai terjadi (lagi) pada diri, keluarga, dan orang-orang terdekat kita.
——————–
SURVEI KEPERAWANAN di YOGYAKARTA
Label: Berita, Hasil Penelitian dan Survey
SURVEI KEPERAWANAN di YOGYAKARTA
Sungguh mencengangkan mengetahui kehidupan seks mahasiswi di kota pelajar Yogyakarta. Suatu penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Studi Cinta dan Kemanusiaan serta Pusat Pelatihan Bisnis dan Humaniora (LSCK PUSBIH) menunjukkan hampir 97,05 persen mahasiswi di Yogyakarta sudah hilang keperawanannya saat kuliah.
Penelitian ini dipaparkan dalam jumpa pers Kamis (1/8/2002).
Berikut naskah komplet hasil penelitian yang disebarkan pada wartawan:
Bismillahirrahmanirrahim
97 Persen Mahasiswi Di Yogyakarta, Sudah Kehilangan “Virginitas (Keperawanan)”
Lembaga Studi Cinta dan Kemanusiaan serta Pusat Pelatihan Bisnis
dan Humaniora
I. TUJUAN PENELITIAN
A. Konteks Penelitian
Penelitian ini dilakukan utnuk mengetahui sejauh mana kerusakan dan dekadensi moral yang sudah terjadi di tengah-tengah generasi muda kita, khususnya pada jenjang usia (data interval) antara 17
tahun – 23 tahun atau sering diistilahkan sebagai usia rata-rata mahasiswa kita dalam menuntut ilmu di jenjang perguruan tinggi.
Mengapa ini sangat perlu dilakukan? Kami memiliki beberapa alasan:
Penetrasi pornografi yang meningkat pesat melalui jaringan
penyewaan VCD porno (model semi-triple), buku dan majalah porno lokal maupun impor dan masih banyak lagi.
Maraknya aksi seks di kost-kostan yang hampir merata di seluruh wilayah pemukiman mahasiswa yang ada di Jogjakarta.
Meningkatnya tingkat aborsi, khususnya di region Jawa Tengah dalam kurun waktu tiga tahun terakhir ini yang dilakukan oleh kelompok usia sasaran penelitian.
Meningkatnya kegiatan prostitusi yang dilakukan oleh mahasiswi-mahasiswi, dalam berbagai tingkatan status dari penjaja seks sosial, penjaja seks suka sama suka hingga yang murni komersial.
Meningkatnya tingkat peredaran narkoba sebagai fasilitas pendukung untuk dapat menikmati seks lebih maksimal.
Meningkatnya kegiatan kumpul kebo, terlembaga atau pun tidak.
Atas dasar alasan-alasan inilah kami terpanggil untuk melakukan penelitian ini, agar dapat ditemukan berbagai treatment, formulasi serta langkah-langkah antisipatif untuk merespon perubahan yang sangat cepat ini.
B. Fokus Penelitian
Adapun kami memfokuskan penelitian ini kepada komunitas mahasiswi yang tersebar di seluruh institusi perguruan tinggi di Jogjakarta. Pemilihan kelompok sasaran perjenis kelamin ini adalah karena pada umumnya secara psikologis mereka dapat lebih jujur dalam memberikan data yang kami butuhkan. Selain itu kegiatan seks penuh (intercourse sex) harus dilakukan berpartner sehingga dari sana secara langsung dapat diketahui seberapa banyak pelaku kegiatan seks di luar nikah itu dari kelompok sasaran lawan jenisnya yang bisa jadi dalam deret hitung atau bahkan deret kali.
Sedangkan untuk wilayah, kami memilih Jogjakarta karena secara geografis sebaran lokasi perguruan tinggi tidak terlalu menyulitkan untuk dapat dicapai dalam waktu cepat selain kendala finansial yang memang dialami oleh banyak peneliti, khususnya para peneliti sosial.
II.STUDI PENDAHULUAN
Untuk mendukung akurasi dan tingkat keilmiahan penelitian kami ini, kami membuat kerangka kerja dalam penelitian kami ini yang meliputi:
Metode yang digunakan
Jenis metode yang digunakan adalah Metode Penelitian Deskriptif
Survei, meliputi :
Pendekatan menurut teknik sampling.
Pendekatan menurut timbulnya variable.
Pendekatan menurut pola-pola atau sifat non-eksperimen.
Pendekatan menurut model pengembangan atau model pertumbuhan.
Sumber data
Kami membuat beberapa kuisioner tertutup dan lebih spesifik
melalui wawancara, sehingga sumber data kami dapat disebut
sebagai: responden (orang yang menjawab pertanyaan peneliti,
lisan atau pun tulisan)
Teknik analisis data
Untuk menghindari terjadinya garbage in garbage out (data yang
kita olah tidak jelas, akan menghasilkan sesuatu yagn tidak
jelas) maka kami menggunakan teknik analisis yang digunakan oleh
Denzin dan Lincoln, 1994:429 yang meliputi: koleksi data;
display data; reduksi data dan kesimpulan
penggambaran/vertifikasi.
Jadwal dan waktu pelaksanaan
Penelitian, analisis dan evaluasi akhir kami lakukan mulai dari
tanggal 16 Juli 1999 hingga tanggal 16 Juli 2002 atau sekitar 3
(tiga) tahun. Mengapa terlalu lama, karena kami menetapkan
standar yang tinggi untuk setiap data yang kami kumpulkan serta
jumlah responden yang cukup mewakili. Selain itu, untuk setiap
responden dibutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk dapat
mengeluarkan statement jujur.
III. RUMUSAN MASALAH
A. Deskripsi Informasi
Pada paruh tahun 1999, kami membaca di salah satu surat kabar bahwa hampir 50% mahasiswa di Yogyakarta pernah melakukan kegiatan sexintercourse. Statemen ini tentunya ibarat gunung es karena ternyata kalau kita lihat terus ke belakang, ternyata angka peningkatannya bukan lagi deret hitung tapi deret kali.
Dan data-data ini signifikan.
Lebih jauh karena fungsi Yogyakarta sendiri sebagai kota pendidikan sehingga ketika muncul temuan seperti ini maka banyak sekali hal-hal yang harus kita kaji ulang. Sebagai contoh dengan kegiatan visit-tourism, di satu sisi itu adalah devisa namun pernahkah kita memperhitungkan penetrasi budaya yang ditularkan dari wisatawan manca tadi kepada penduduk lokal yang ternyata jika kita mau mengkajinya lebih jernih bahwa kerugian kita akibat erosi moral ini ke depannya akan jauh lebih mahal ketimbang jumlah orientasi materi yang dapat kita raih. Dan semuanya adalah ongkos sosial yang sangat mahal untuk ditebus oleh anak cucu kita.
A. Deskripsi Penemuan
Terlalu banyak temuan yang sangat memilukan, yang kami temukan selama kegiatan penelitian ini berlangsung. Secara keseluruhan kami melibatkan 2.000 responden yang berasal dari 16 institusi perguruan tinggi yang tersebar di seluruh Yogyakarta. Dari angka tersebut, kami berhasil mendapatkan responden yang bersedia untuk menjadi pemasok data sejumlah 1.660 orang responden atau sekitar 83% dari target awal.
Kemudian kami menetapkan angka 1.660 responden inilah sebagai keseluruhan data yang akan dianalisis. Berbagai temuan yang terkadang terlihat lucu tapi terasa sangat pedih itu, dan setidaknya perlu kami masukkan dalam tulisan report ini sebagai bahan perenungan kita bersama diantaranya :
Hampir semua responden pernah melakukan kegiatan seks, baik itu yang sifatnya self service maupun berpartner. Kegiatan aborsi berbahaya dan berisiko tinggi yang dilakukan hampir oleh seluruh mereka yang mendapat kehamilah di luar nikah. Salah satu contoh dengan menelan obat flu dan ragi dalam jumlah besar.
Tidak ditemukan tindakan pemaksaan dalam kegiatan seks tadi, atau semuanya dilakukan atas dasar suka sama suka. Rata-rata sudah pernah melakukan tindakan seks hingga tingkat petting, oral seks dan anal seks. 25% dari total responden (415) bahkan sudah melakukannya dengan lebih dari satu partner.
C. Analisis Data
Total Responden: 1660 orang
Data nominal (discrete)
Teknis : Cluster Random
Analisis :
Hanya ditemukan 3 orang saja responden yang mengaku sama sekali belum pernah melakukan kegiatan seks, termasuk juga kegiatan seks self service (masturbasi). Jadi hanya terdapat angka 0,18% responden yang sama sekali belum pernah melakukan kegiatan seks tadi. Ke-3 responden tadi juga mengaku sama sekali belum pernah mengakses tontonan maupun bacaan erotis.
Hanya ditemukan 46 orang yang belum pernah melakukan kegiatan seks berpartner di bawah level petting sex. Jadi sekitar 2,77% saja. Total dengan responden sebelumnya, jumlah responden yang belum pernah melakukan kegiatan seks berpartner : 2,77% + 0,18% = 2,95% saja. Jadi 97,05% mahasiswi di Yogyakarta pernah melakukan kegiatan sexintercourse pranikah atau 97,05% mahasiswi di Yogyakarta sudah kehilangan kegadisannya dalam proses studinya.
100% dari 97,05% data responden itu mengakui kehilangan keperawanannya (virginitas) dalam periodisasi waktu kuliahnya. 73% menggunakan metode coitus interupt sedangkan selebihnya menggunakan alat kontrasepsi yang dijual bebas. 63% responden melakukan kegiatan seks di kos-kosan partner seks prianya. 14% responden mengaku melakukan kegiatan seks di kos-kosan atau kontrakan yang disewanya. 21% mengaku melakukan kegiatan seks di hotel kelas melati. 2% responden melakukan kegiatan seks di tempat-tempat wisata yang terbuka.
Dari 1660 responden, 23 orang diantaranya mengaku telah melakukan kegiatan kumpul kebo atau tinggal serumah tanpa ikatan pernikahan selama lebih dari 2 tahun (1,386%). 5 orang (0,3%) diantaranya mengaku mendapatkan izin dari orangtua si responden.
2 orang diantaranya (0,12%) bahkan tinggal seatap dengan orangtua dari salah satu pihak, dan kegiatan seksnya diketahui oleh orangtua tanpa treatment pernikahan.
1.417 responden (85,36%) mengakui tidak punya aktivitas lain selain kuliah.
98 responden (5,90%) mengaku pernah melakukan aborsi. 23 responden (1,38%) dari 98 responden itu mengaku pernah melakukan aborsi lebih dari satu kali.
12 responden (0,72%) dari 98 responden itu mengaku pernah melakukan aborsi lebih dari dua kali.
D. Hipotesis
- 99,82% mahasiswi di Yogyakarta sudah mengenal seks dan pernah melakukan kegiatan yang mengarah ke sana.
- 97,05% mahasiswi di Yogyakarta sudah kehilangan virginitas melalui kegiatan intercourse-seks.
D.Hipotesis:
Dengan kemajuan teknologi informasi yang luar biasa dan tatanan dunia global, seks telah menjadi kebutuhan pokok pada usia yang sangat dini. Keterangan : Usia dini di sini bukanlah kematangan organ seks, tapi kematangan psikis untuk menghadapi risiko dan konsekuensi akibat kegiatan seks tadi. Sistem pendidikan kita telah gagal mencerdaskan moral anak bangsa.
IV. KESIMPULAN, SARAN DAN REKOMENDASI
Kesimpulan:
- 97,05% mahasiswi di Yogyakarta sudah tidak perawan. Virginitas/ keperawanan bukanlah sesuatu yang sangat penting lagi pada saat ini.
- Paradigma budaya kita sudah bergeser jauh.
- Rambu-rambu agama sudah ditinggalkan.
- Bangsa kita sedang mengalami proses erosi moral yang luar biasa menakutkan. Dengan kualitas generasi muda ang bobrok seperti ini, dapat dibayangkan betapa mengerikannya masa depan kita 20 tahun ke depan.
- Harus sesegera mungkin dibuat Perda tentang pengelolaan pemukiman komersial.
- Standar paradigmatik usia menikah harus mulai diturunkan untuk mengantisipasi kegiatan seks di luar nikah.
- Peraturan yang melarang seorang pelajar menikah harus direvisi. Peraturan, persyaratan dan biaya pernikahan yang ditetapkan oleh pemerintah harus diturunkan.
- Departemen Agama harus mengkaji untuk menginstitusikan lembaga nikah siri.
Referensi:
0 komentar:
Posting Komentar