PERTANYAAN
Siapakah yang merupakan mahram kita?
JAWABAN
Mahram adalah orang yang haram untuk dinikahi karena adanya hubungan nasab, susuan, atau perkawinan. Lihat Ahkâm An-Nazhar Ilâ Al-Muharramât hal. 32 .
Adapun ketentuan tentang siapa saja yang termasuk dan yang bukan termasuk mahram telah dijelaskan dalam Al-Qur `ân surah An-Nis â` ayat 23:
“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara perempuan sepersusuan, ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya, (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak-anak kandungmu (menantu), dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecua li yang telah terjadi pada masa lampau. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
D alam ayat ini disebutkan beberapa orang mahram , yaitu:
Pertama , أُمَّهَاتُكُمْ (ibu-ibu kalian). Ibu dalam bahasa arab artinya setiap yang nasab lahirmu kembali kepadanya. Def inisi in i mencakup:
  • Ibu yang melahirkanmu.
  • Nenekmu dari ayah maupun ibumu.
  • Nenek ayahmu dari ayah maupun ibunya.
  • Nenek ibumu dari ayah maupun ibunya.
  • Nenek buyut ayahmu dari ayah maupun ibunya.
  • Nenek buyut ibumu dari ayah maupun ibunya.
  • dan seterusnya ke atas.  
Kedua , وَبَنَاتُكُمْ (anak-anak perempuan kalian). Anak perempuan dalam bahasa arab artinya setiap perempuan yang nisbah kelahirannya kembali kepadamu. Def inisi in i mencakup:
  • Anak perempuanmu.
  • Anak perempuan dari anak mu (cucu perempuan).
  • Anak perempuan dari cucu mu ( cicit perempuan).
  • dan seterusnya ke bawah.  
Ketiga , وَأَخَوَاتُكُمْ (saudara-saudara perempuan kalian). Saudara perempuan ini meliputi:
  • Saudara perempuan seayah dan seibu.
  • Saudara perempuan seayah saja.
  • dan saudara perempuan seibu saja.  
Keempat , وَعَمَّاتُكُمْ (saudara-saudara perempuan ayah kalian). Yang termasuk dalam kategori saudara perempuan ayah adalah:
  • Saudara perempuan ayah dari satu ayah dan ibu.
  • Saudara perempuan ayah dari satu ayah saja.
  • Saudara perempuan ayah dari satu ibu saja.
  • Masuk juga di dalamnya saudara-saudara perempuan kakek dari ayah maupun ibumu.
  • dan seterusnya ke atas.
Kelima , وَخَالاَتُكُمْ (saudara-saudara perempuan ibu kalian). Yang termasuk dalam saudara perempuan ibu sama seperti yang termasuk dalam saudara perempuan ayah , yaitu:
  • Saudara perempuan ibu dari satu ayah dan ibu.
  • Saudara perempuan ibu dari satu ayah saja.
  • Saudara perempuan ibu dari satu ibu saja.
  • Saudara-saudara perempuan nenek dari ayah maupun ibumu.
  • dan seterusnya ke atas.
Keenam , وَبَنَاتُ الْأَخِ (anak-anak perempuan dari saudara laki-laki). Anak perempuan dari saudara laki-laki mencakup:
  • Anak perempuan dari saudara laki-laki satu ayah dan satu ibu.
  • Anak perempuan dari saudara laki-laki satu ayah saja.
  • Anak perempuan dari saudara laki-laki satu ibu saja.
  • Anak-anak perempuan dari anak perempuannya saudara laki-laki.
  • Cucu perempuan dari anak perempuannya saudara laki-laki.
  • dan seterusnya ke bawah.
Ketujuh , وَبَنَاتُ الْأُخْتِ (anak-anak perempuan dari saudara perempuan). Ini sama dengan anak perempuan saudara laki-laki, yaitu meliputi:
  • Anak perempuan dari saudara perempuan satu ayah dan ibu.
  • Anak perempuan dari saudara perempuan satu ayah saja.
  • Anak perempuan dari saudara perempuan satu ibu saja.
  • Anak-anak perempuan dari anak perempuannya saudara perempuan.
  • Cucu perempuan dari anak perempuannya saudara perempuan.
  • dan seterusnya ke bawah.
Catatan penting
Tujuh poin yang tersebut di atas adalah mahram karena nasab , sehingga kita bisa mengetahui bahwa ada empat orang yang bukan termasuk mahram walaupun ada hubungan nasab . Mereka itu adalah:
  • Anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ayah (sepupu).
  • Anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibu (sepupu).
  • Anak-anak perempuan dari saudara perempuan ayah (sepupu).
  • Anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibu (sepupu).
Mereka ini bukanlah mahram dan boleh dinikahi.
Kedelapan , وَأُمَّهَاتُكُمُ اللاَّتِيْ أَرْضَعْنَكُمْ (ibu-ibu yang menyusui kalian). Yang termasuk ibu susuan adalah:
  • Ibu susuan itu sendiri.
  • Ibunya ibu susuan.
  • Neneknya ibu susuan.
  • dan seterusnya keatas.
Catatan Penting
Kita melihat , bahwa dalam ayat ini , ibu susuan dinyatakan sebagai mahram, sementara menurut ulama , pemilik susu adalah suaminya , karena sang suamilah yang menjadi sebab istrinya melahirkan sehingga mempunyai air susu. Maka disebutkannya ibu susuan sebagai mahram dalam ayat ini adalah merupakan peringatan , bahwa sang suami adalah sebagai ayah bagi anak yang menyusu kepada istrinya. Dengan demikian , anak-anak dari ayah dan ibu susuannya , baik yang laki-laki maupun yang perempuan , dianggap sebagai saudaranya (sesusuan) . Demikian pula halnya dengan saudara-saudara dari ayah dan ibu susuannya , baik yang laki-laki maupun yang perempuan , dianggap sebagai paman dan bibinya. Karena itulah , Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallammenetapkan , dalam hadits beliau yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhâry dan Imam Muslim dari hadits ‘Âisyah dan Ibnu ‘Abbâs -radhiyallâhu ‘anhumâ- , sebagai berikut .
إِنَّهُ يُحْرَمُ مِنَ الرَّضَاعَةِ مَا يُحْرَمُ مِنَ النَّسَبِ
“Sesungguhnya , menjadi mahram lah dari susuan , segala apa yang menjadi mahram dari nasab.”
Kesembilan , وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ (dan saudara-saudara perempuan kalian dari susuan). Yang termasuk dalam kategori saudara perempuan sesusuan adalah:
  • Perempuan yang kamu disusui oleh ibunya (ibu kandung maupun ibu tiri).
  • Atau perempuan itu menyusu kepada ibumu.
  • Atau kamu dan perempuan itu sama-sama menyusu pada seorang perempuan yang bukan ibu kalian berdua.
  • Atau perempuan yang menyusu kepada istri yang lain dari suami ibu susuanmu.
Kesepuluh , وَأُمَّهَاتُ نِسَآئِكُمْ (dan ibu istri-istri kalian) . Ibu istri mencakup , ibu dalam nasab dan seterusnya keatas , serta ibu susuan dan seterusnya keatas . Mereka ini menjadi mahram jika terjadi akad nikah antara kalian dengan anak perempuan mereka, walaupun belum bercampur.
Tidak ada perbedaan antara ibu dari nasab dan ibu susuan dalam kedudukan mereka sebagai mahram. Demikian pendapat jumhur ulama seperti Ibnu Mas’ûd, Ibnu ‘Umar, Jâbir dan Imrân bin Husain , juga pendapat kebanyakan para tabiin dan pendapat Imam Malik, Imam Syâfi’i, Imam Ahmad dan Ashhâb Ar-r a’y i , yang mana mereka berdalilkan dengan ayat yang telah tersebut di atas. Oleh karena itu , kita tidak bisa menerima perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah yang menyatakan bolehnya seorang lelaki menikah dengan ibu susuan istrinya dan saudara sesusuan istrinya. Wallâhu A’lam.
Kesebelas ,
وَرَبَآئِبِكُمُ اللاَّتِيْ فِيْ حُجُوْرِكُمْ مِنْ نِسَآئِكُمُ اللاَّتِيْ دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُوْنُوْا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ (anak-anak istrimu ( Ar-Rabâ`ib) yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya) . Ayat ini menunjukkan bahwa Ar-Rabâ`ib adalah mahram. Menurut bahasa arab ,Ar-Rabâ`ib ini mencakup:
  • Anak-anak perempuan istrimu.
  • Anak-anak perempuan dari anak-anak istrimu ( cucu perempuannya istri).
  • Cucu perempuan dari anak-anak istrimu.
  • dan seterusnya ke bawah.
Tapi Ar-Rabâ`ib dalam ayat ini menjadi mahram dengan syarat apabila ibunya telah digauli . Adapun kalau ibunya diceraikan atau meninggal sebelum digauli oleh suaminya , maka Ar-Rabâ‘ib ini bukan mahram dari suami ibunya , bahkan suami ibunya itu bisa menikah dengannya. Ini merupakan pendapat jumhur ulama seperti Imam Malik, Ats-Tsaury, Al-Auzâ’y, Ahmad, Ishâq, Abu Tsaur dan lain-lainnya. Hal ini berdasarkan zh ahir ayat di atas,
“Dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya.”
Adapun yang tersebut dalam ayat pada kata dalam pemeliharaanmu (dari kata Ar-Rabâ`ib yang dalam pemeliharaanmu) bukanlah sebagai syarat agarAr-Rabâ`ibdianggap sebagai mahram , karena semua Ar-Rabâ`ib , baik yang di dala m maupun yang di luar pemeliharaan , adalah mahram menurut pendapat jumhur ulama. Jadi katadalam pemeliharaanmu hanya menunjukkan bahwa kebanyakan Ar-Rabâ`ib itu berada dalam pemeliharaan , atau hanya menunjukkan kedekatanAr-Rabâ`ib tersebut dengan ayahnya. Dengan demikian , nampaklah hikmah mengapaAr-Raba`ib ini menjadi mahram. Wall âhu A’lam.
Keduabelas , وَحَلاَئِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِيْنَ مِنْ أَصْلاَبِكُمْ (istri-istri anak-anak kandungmu [menantu]).
Ini meliputi:
  • Istri dari anak kalian.
  • Istri dari cucu kalian.
  • Istri dari anaknya cucu.
  • dan seterusnya kebawah , baik dari nasab maupun sesusuan.
Mereka semua menjadi mahram setelah akad nikah , dan tidak ada perbedaan pendapat di kalanga n ulama dalam hal ini.
Lihat pembahasan di atas dalam Al-Mughny 9/513-518, Al-Ifshâh 8/106-110, Al-Inshâf8/113-116, Majmu’ Al-Fatâwâ 32/62-67, Al-Jâmi’ Lil Ikhtiyârât Al-Fiqhiyyah 2/589-592,Zâdul Ma’âd 5/119-124, Taudhî hul Al-Ahkâm 4/394-395, Tafsir Al-Qurthuby 5/105-119, dan Taisîr Al-Karîm Ar-Rahmân .
Catatan
Demikian lah penjelasan tentang mahr am dalam surah An-Nisâ`. T etapi perlu diingat, pembicaraan dalam ayat ini , walaupun ditujukan langsung kepada laki-laki dan menjelaskan rincian tentang siapa yang merupakan mahr am bagi mereka, tidaklah menunjukkan bahwa dalam ayat ini tidak dijelaskan tentang siapa mahram bagi perempuan , karena Mafhûm Mukhâlafah (pemahaman kebalikan) dari ayat ini menjelaskan hal tersebut.
Misalnya disebutkan dalam ayat, “Diharamkan atas kalian ibu-ibu kalian,” maka mafhûm mukhâlafah-nya adalah , “Wahai para ibu, diharamkan atas kalian menikah dengan anak-anak kalian.”
Permisalan lain, disebutkan dalam ayat , “Dan anak-anak perempuan kalian” , makamafhûm mukhâlafah-nya adalah, “Wahai anak-anak perempuan , diharamkan atas kalian menikah dengan ayah-ayah kalian ,” dan demikian seterusnya.
Sebagai pelengkap pembahasan ini, kami sebutkan ayat dalam surah An-Nûr ayat 31 ,
“Janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau pu tra-pu tra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki mereka yang tidak mempunyai keinginan (kepada wanita), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat.”
Demikianlah, mudah-mudahan jawaban ini bermanfaat. Wa âkhiru da’wâna `anilhamdu lillâhi Rabbil ‘Âlamîn.
Ustadz Abu Muhammad Dzulqarnain


0 komentar:

Agenda Harian

Semoga kita senantiasa terpacu untuk mengukir prestasi amal yang akan memperberat timbangan kebaikan di yaumil akhir, berikut rangkaian yang bisa dilakukan

1. Agenda pada sepertiga malam akhir

a. Menunaikan shalat tahajjud dengan memanjangkan waktu pada saat ruku’ dan sujud di dalamnya,

b. Menunaikan shalat witir

c. Duduk untuk berdoa dan memohon ampun kepada Allah hingga azan subuh

Rasulullah saw bersabda:

يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ فَيَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ

“Sesungguhnya Allah SWT selalu turun pada setiap malam menuju langit dunia saat 1/3 malam terakhir, dan Dia berkata: “Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku maka akan Aku kabulkan, dan barangsiapa yang meminta kepada-Ku maka akan Aku berikan, dan barangsiapa yang memohon ampun kepada-Ku maka akan Aku ampuni”. (HR. Bukhari Muslim)


2. Agenda Setelah Terbit Fajar

a. Menjawab seruan azan untuk shalat subuh

” الَّلهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا الَّذِي وَعَدْتَهُ “

“Ya Allah, Tuhan pemilik seruan yang sempurna ini, shalat yang telah dikumandangkan, berikanlah kepada Nabi Muhammad wasilah dan karunia, dan bangkitkanlah dia pada tempat yang terpuji seperti yang telah Engkau janjikan. (Ditashih oleh Al-Albani)

b. Menunaikan shalat sunnah fajar di rumah dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا

“Dua rakaat sunnah fajar lebih baik dari dunia dan segala isinya”. (Muslim)

وَ قَدْ قَرَأَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فِي رَكْعَتَي الْفَجْرِ قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُوْنَ وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدَ

“Nabi saw pada dua rakaat sunnah fajar membaca surat “Qul ya ayyuhal kafirun” dan “Qul huwallahu ahad”.

c. Menunaikan shalat subuh berjamaah di masjid –khususnya- bagi laki-laki.

Rasulullah saw bersabda:

وَلَوْ يَعْلَمُوْنَ مَا فِي الْعَتْمَةِ وَالصُّبْحِ لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا

“Sekiranya manusia tahu apa yang ada dalam kegelapan dan subuh maka mereka akan mendatanginya walau dalam keadaan tergopoh-gopoh” (Muttafaqun alaih)

بَشِّرِ الْمَشَّائِيْنَ فِي الظّلَمِ إِلَى الْمَسَاجِدِ بِالنُّوْرِ التَّامِّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Berikanlah kabar gembira kepada para pejalan di kegelapan menuju masjid dengan cahaya yang sempurna pada hari kiamat”. (Tirmidzi dan ibnu Majah)

d. Menyibukkan diri dengan doa, dzikir atau tilawah Al-Quran hingga waktu iqamat shalat

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ لاَ يُرَدُّ بَيْنَ الأَذَانِ وَالإِقَامَةِ

“Doa antara adzan dan iqamat tidak akan ditolak” (Ahmad dan Tirmidzi dan Abu Daud)

e. Duduk di masjid bagi laki-laki /mushalla bagi wanita untuk berdzikir dan membaca dzikir waktu pagi

Dalam hadits nabi disebutkan:

كَانَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” إَذَا صَلَّى الْفَجْرَ تَرَبَّعَ فِي مَجْلِسِهِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ الْحَسَنَاءُ

” Nabi saw jika selesai shalat fajar duduk di tempat duduknya hingga terbit matahari yang ke kuning-kuningan”. (Muslim)

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran.

Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya waktu fajar itu disaksikan (malaikat). (Al-Isra : 78) Dan memiliki komitmen sesuai kemampuannya untuk selalu:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah lebih banyak dari itu semua, maka akan menuai kebaikan berlimpah insya Allah.

3. Menunaikan shalat Dhuha walau hanya dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنْ الضُّحَى

“Setiap ruas tulang tubuh manusia wajib dikeluarkan sedekahnya, setiap hari ketika matahari terbit. Mendamaikan antara dua orang yang berselisih adalah sedekah, menolong orang dengan membantunya menaiki kendaraan atau mengangkat kan barang ke atas kendaraannya adalah sedekah, kata-kata yang baik adalah sedekah, tiap-tiap langkahmu untuk mengerjakan shalat adalah sedekah, dan membersihkan rintangan dari jalan adalah sedekah”. (Bukhari dan Muslim)

4. Berangkat kerja atau belajar dengan berharap karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمِلِ يَدِهِ، وَكَانَ دَاوُدُ لا يَأْكُلُ إِلا مِنْ عَمِلِ يَدِهِ

“Tidaklah seseorang memakan makanan, lebih baik dari yang didapat oleh tangannya sendiri, dan bahwa nabi Daud makan dari hasil tangannya sendiri”. (Bukhari)

Dalam hadits lainnya nabi juga bersabda:

مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang berjalan dalam rangka mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga”. (Muslim)

d. Menyibukkan diri dengan dzikir sepanjang hari

Allah berfirman :

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“Ketahuilah dengan berdzikir kepada Allah maka hati akan menjadi tenang” (Ra’ad : 28)

Rasulullah saw bersabda:

أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللهَ أَنْ تَمُوْتَ ولسانُك رَطْبٌ من ذِكْرِ الله

“Sebaik-baik perbuatan kepada Allah adalah saat engkau mati sementara lidahmu basah dari berdzikir kepada Allah” (Thabrani dan Ibnu Hibban) .

5. Agenda saat shalat Zhuhur

a. Menjawab azan untuk shalat Zhuhur, lalu menunaikan shalat Zhuhur berjamaah di Masjid khususnya bagi laki-laki

b. Menunaikan sunnah rawatib sebelum Zhuhur 4 rakaat dan 2 rakaat setelah Zhuhur

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ صَلَّى اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِي يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِيَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang shalat 12 rakaat pada siang dan malam hari maka Allah akan membangunkan baginya dengannya rumah di surga”. (Muslim).

6. Agenda saat dan setelah shalat Ashar

a. Menjawab azan untuk shalat Ashar, kemudian dilanjutkan dengan menunaikan shalat Ashar secara berjamaah di masjid

b. Mendengarkan nasihat di masjid (jika ada)

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ لا يُرِيدُ إِلا أَنْ يَتَعَلَّمَ خَيْرًا أَوْ يَعْلَمَهُ، كَانَ لَهُ كَأَجْرِ حَاجٍّ تَامًّا حِجَّتُهُ

“Barangsiapa yang pergi ke masjid tidak menginginkan yang lain kecuali belajar kebaikan atau mengajarkannya, maka baginya ganjaran haji secara sempurna”. (Thabrani – hasan shahih)

c. Istirahat sejenak dengan niat yang karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

وَإِنَّ لِبَدَنِكَ عَلَيْكَ حَقٌّ

“Sesungguhnya bagi setiap tubuh atasmu ada haknya”.

Agenda prioritas:

Membaca Al-Quran dan berkomitmen semampunya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan, maka akan menuai kebaikan yang berlimpah insya Allah.

7. Agenda sebelum Maghrib

a. Memperhatikan urusan rumah tangga – melakukan mudzakarah – Menghafal Al-Quran

b. Mendengarkan ceramah, nasihat, khutbah, untaian hikmah atau dakwah melalui media

c. Menyibukkan diri dengan doa

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ

“Doa adalah ibadah”

8. Agenda setelah terbenam matahari

a. Menjawab azan untuk shalat Maghrib

b. Menunaikan shalat Maghrib secara berjamaah di masjid (khususnya bagi laki-laki)

c. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Maghrib – 2 rakaat

d. Membaca dzikir sore

e. Mempersiapkan diri untuk shalat Isya lalu melangkahkan kaki menuju masjid

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ لِيَقْضِيَ فَرِيضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللَّهِ كَانَتْ خَطْوَتَاهُ إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ خَطِيئَةً وَالْأُخْرَى تَرْفَعُ دَرَجَةً

“Barangsiapa yang bersuci/berwudhu kemudian berjalan menuju salah satu dari rumah-rumah Allah untuk menunaikan salah satu kewajiban dari kewajiban Allah, maka langkah-langkahnya akan menggugurkan kesalahan dan yang lainnya mengangkat derajatnya”. (Muslim)

9. Agenda pada waktu shalat Isya

a. Menjawab azan untuk shalat Isya kemudian menunaikan shalat Isya secara jamaah di masjid

b. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Isya – 2 rakaat

c. Duduk bersama keluarga/melakukan silaturahim

d. Mendengarkan ceramah, nasihat dan untaian hikmah di Masjid

e. Dakwah melalui media atau lainnya

f. Melakukan mudzakarah

g. Menghafal Al-Quran

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran dengan berkomitmen sesuai dengan kemampuannya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan bacaan maka telah menuai kebaikan berlimpah insya Allah.


Apa yang kita jelaskan di sini merupakan contoh, sehingga tidak harus sama persis dengan yang kami sampaikan, kondisional tergantung masing-masing individu. Semoga ikhtiar ini bisa memandu kita untuk optimalisasi ibadah insya Allah. Allahu a’lam

Jazaakillah

Sedikit revisi dari : http://www.al-ikhwan.net/agenda-harian-ramadhan-menuju-bahagia-di-bulan-ramadhan-2989/

Isi Blog

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.