Dua tahun lebih saya menikah. Ya, belum tiga tahun. Saya merasakan betapa besarnya tanggung jawab seorang istri. Itu baru jadi istri. Karena saya belum jadi ibu.
Mungkin terlalu remeh temeh bagi yang sudah bertahun-tahun menikah. Bisa juga sangat membosankan bagi mereka yang sebelum menikah punya segudang aktivitas beragam. Tapi boleh jadi sangat melelahkan bagi para “puteri” yang terbiasa dilayani pembantu ketika masih serumah dengan orang tua.
Di luar kacamata syar’i menikah bagi saya semacam tantangan. Namun lebih utama sebagai pembelajaran. Tantangan bagaimana bisa membuat mood suami selalu bagus ketika di rumah. Tantangan bagaimana keluarga suami harus jatuh cinta ke saya. Tantangan untuk bisa jadi wanita multi-tasking meski belum punya anak.
Di satu sisi menikah juga membuat kita belajar banyak hal.
Belajar sifat-sifat dan watak suami. Belajar bersabar. Belajar berkompromi dengan keadaan ketika idealitas kita jauh dari kenyataan. Belajar mengatur keuangan. Belajar mengatur waktu untuk bisa mewujudkan obsesi pribadi kita di sela-sela kegiatan mengurus rumah. Ya, itu hanya secuil. Sebab masih banyak lagi yang akan kita pelajari pasca-menikah.
Saya yakin mereka para istri terkadang dilanda rasa capek. Tak terkecuali saya. Kegiatan mengurus rumah, melayani suami, belajar di sekolah, menyelesaikan PR, muraja’ah pelajaran (itu nikmat belum punya anak, begitu kata teman Pakistan saya), muraja’ah hapalan qur’an untuk setoran di sekolah. Benar-benar cukup menyita waktu. Bagaimana kalau punya anak banyak ya? Bayangkanlah sendiri bagaimana rasanya.
Nah, saya punya cara ampuh untuk mengatasi penat yang menyerang, sementara pekerjaan masih banyak yang harus diselesaikan. Di antara anda mungkin banyak yang sudah sering mempraktekannya.
Ketika lelah biasanya saya akan istirahat sebentar. Kemudian saya paksa jiwa saya untuk memberi nasihat.
“Wajarlah La kalo capek. Dunia kan tempat bercapek-capek. Kalau mau istirahat enak ya di surga sana. Tapi jangan mimpi bisa enak-enakan di surga sebelum ngrasain capek seperti ini.”
Subhanallah, energi saya terasa mulai menyala kembali.
“Emang kamu pikir caramu bisa masuk surga seperti apa? Ya, kayak ginilah. Ngurus rumah, bikin suami senang, patuh sama suamimu, sholat, puasa, dll.”
Oops, oke oke. Akhirnya, saya pun bersemangat lagi melanjutkan pekerjaan. Cara ini bisa juga meredam keinginan kita untuk banyak berkeluh kesah. Satu hal yang patut diingat, lakukanlah semuanya dengan meraih kecintaan Allah dan surga-Nya. Semua keletihan insya Allah terobati.
Bukankah dunia tempat untuk menanam dan akhirat tempat untuk menuai?
Bukankah dunia tempat persinggahan sedangkan akhirat negeri yang abadi?
Di mana lagi tempat para istri menanam pahala untuk akhiratnya kalau bukan di rumahnya?
Jadi, jangan pernah bosan membangun surga di rumah kita.
Selesai ditulis dengan penuh rasa cinta.
http://ummiummi.com
http://ummiummi.com
0 komentar:
Posting Komentar