Oleh: Muhammad Nuh

Kirim Print
dakwatuna.com – Mengajak kepada kebaikan kadang tak ubahnya seperti nasib penjaja minyak wangi. Orang lebih melihat aroma si penjaja dari sekadar tawaran dan bujukannya. Bagaimana mungkin minyak wangi laku terbeli, jika bau tubuh si penjaja sudah menyatakan tidak.

Bahagianya jika diri dianggap oleh orang lain. Segala ucapan tidak dinilai sebelah mata. Dan ajakan menjadi ramuan mujarab yang diperhatikan banyak orang. Sayangnya, keinginan itu kadang sulit jadi kenyataan. Tidak jarang, bagusnya ucapan dan ajakan seseorang menjadi kurang didengar lantaran tidak sejalan dengan perbuatan.

Islam merupakan agama ucapan dan perbuatan. Kebaikan yang dilakukan seorang muslim mengalir seperti air. Diawali dari niat, terucap dalam lisan, dan terbukti dalam perbuatan.

Masalahnya, bagaimana mungkin seorang muslim bisa sebatas bicara. Tapi tak mampu membuktikan dalam perbuatan. Lebih repot lagi ketika ucapan atau ajakan kepada kebaikan Islam tertuju pada orang lain. Bisa berbentuk nasihat, teguran, arahan, dan mungkin pengajaran. Hampir bisa dibilang pasti, objek bicara akan melihat, mengukur, dan selanjutnya menilai siapa yang bicara.

Kalau penilaian positif, objek akan menerima arahan, ajakan, atau nasihat dengan lapang dada. Ia mulai bercermin kepada si pembicara. “Ah, selama ini saya memang salah. Saya khilaf!” begitulah kira-kira respon yang mungkin muncul.

Tapi tidak begitu kalau penilaiannya negatif. Kemungkinan besar, objek bicara sibuk menimbang: antara bobot arahan yang diterima dengan mutu si pembicara. Tanpa sadar, si pendengar mungkin akan memberikan reaksi tersembunyi: kok bagusan ucapannya daripada perbuatannya!

Memang, akhlak Islam mengajarkan siapa pun untuk melihat isi ucapan. Bukan siapa yang berucap. Dari situ, nilai-nilai kebaikan akan selalu menyebar dari mulut siapa pun. Termasuk dari orang bodoh atau anak kecil.

Cuma masalahnya, ketika ucapan mengatasnamakan kebaikan Islam kemudian berinteraksi pada persoalan nyata, ucapan menjadi tidak bisa berdiri sendiri. Perlu ada bukti. Sangat wajar kalau kemudian pendengar mengukur dengan seksama. Dan itu didorong keingintahuan yang lebih dalam tentang apa yang diajarkan. Seperti apakah keindahan isi ucapan itu dalam perbuatan. Bagaimanakah keseharian si pembicara. Itukah cerminan asli mutu subjek bicara. Oh, ternyata begitu. Dan seterusnya.

Keingintahuan yang lebih jauh itu ternyata punya pengaruh positif. Pendengar menjadi semakin paham. Dan pemahaman itu mulai mengalir dalam bukti nyata perbuatan. Saat itulah, ia butuh keteladanan.

Allah swt. melarang Bani Israel cuma bisa omong doang. Bisanya cuma nyuruh orang lain melakukan kebaikan. Tapi, diri sendiri melakukan keburukan. “Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca Alkitab (Taurat)? Maka tidakkah kamu berpikir?” (Al-Baqarah: 44)

Ibnu Abbas meriwayatkan sebab turunnya ayat ini berkenaan dengan kelakuan seorang Yahudi di Madinah. Si Yahudi mengatakan kepada mantu dan kerabatnya yang telah masuk Islam, “Tetaplah kamu pada agama yang kamu anut (Islam) dan apa-apa yang diperintahkan oleh Muhammad, karena perintahnya benar.” Yahudi ini menyuruh orang lain berbuat baik, tapi dirinya sendiri tidak. Ayat ini sekaligus sebagai peringatan dan pelajaran buat umat Islam agar tidak seperti si Yahudi Madinah itu.

Pertanyaannya, kenapa bisa muncul sifat seperti itu. Bagaimana mungkin seseorang cuma bisa bicara tentang kebaikan, tapi tidak bisa membuktikan dalam perbuatan.

Pertama, si pembicara kurang memahami apa yang diucapkan. Ia cuma menyampaikan apa yang pernah ia dengar. Persis seperti anak kecil yang menghafal kata-kata ibunya: anak baik tidak boleh cengeng. Tiapkali bertemu teman, si anak mengulang-ulang kalimat itu. Tapi kenyataannya, dia sendiri masih biasa cengeng.

Kemungkinan kedua, kurangnya keikhlasan si pembicara. Ia mengajak orang lain kepada kebaikan bukan karena ingin mencari ridha Allah. Tapi, mungkin karena ada kepentingan pribadi. Misalnya, ingin dianggap sebagai orang pintar, supaya bisa terkenal baik, mengharap imbalan materi, bisa dicintai orang, dan lain-lain. Ucapannya mirip seperti bahasa iklan. Selalu baik. Pokoknya, bagaimana supaya orang mau membeli. Ucapannya tak lebih dari hiasan bibir. Terkesan indah, tapi tanpa bukti.

Sebab ketiga, adanya penyakit hati yang merembes lewat lidah. Boleh jadi, orang ini biasa membual. Ia sudah terbiasa mengolah kata-kata seindah mungkin agar orang lain tidak mengenal kebusukan si pembicara. Persis seperti topeng badut yang selalu tersenyum lucu, padahal si pemakainya sedang cemberut.

Buat yang ketiga ini, penyimpangannya begitu besar menurut Islam. Model orang seperti ini digolongkan Islam sebagai munafik. Abu Hurairah r.a. berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Ada tiga tanda orang munafik; apabila berbicara ia berbohong, apabila berjanji ia mengingkari dan apabila dipercaya ia berkhianat.” (HR. Muslim)

Mungkin, ada sebab lain kenapa perbuatan tidak sejalan dengan ucapan. Yang jelas, orang yang sukses membuktikan ucapannya dalam bukti perbuatan punya kesan yang jauh lebih dalam. Begitulah teladan umat, Rasulullah saw. Ketika Rasulullah menyuruh untuk menyayangi anak yatim, beliau saw. terlebih dahulu mengasuh anak yatim di rumahnya sendiri. Ketika beliau saw. mengatakan tentang kebenaran Islam. Tak seorang pun kafir Quraisy yang membantah. Karena terbukti, Muhammad saw. tidak pernah dusta.

Indahnya hidup ketika ucapan benar-benar dianggap dan dipatuhi orang lain. Persis seperti pedagang minyak wangi yang tak perlu repot-repot berteriak, “Minyak wangi bagus, nih!” Cukup dengan memperlihatkan mutu aroma pada produk dan tentu saja diri, orang langsung tertarik.


Sumber : http://www.dakwatuna.com/2008/mengajak-dengan-bukti/



Share

0 komentar:

Agenda Harian

Semoga kita senantiasa terpacu untuk mengukir prestasi amal yang akan memperberat timbangan kebaikan di yaumil akhir, berikut rangkaian yang bisa dilakukan

1. Agenda pada sepertiga malam akhir

a. Menunaikan shalat tahajjud dengan memanjangkan waktu pada saat ruku’ dan sujud di dalamnya,

b. Menunaikan shalat witir

c. Duduk untuk berdoa dan memohon ampun kepada Allah hingga azan subuh

Rasulullah saw bersabda:

يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ فَيَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ

“Sesungguhnya Allah SWT selalu turun pada setiap malam menuju langit dunia saat 1/3 malam terakhir, dan Dia berkata: “Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku maka akan Aku kabulkan, dan barangsiapa yang meminta kepada-Ku maka akan Aku berikan, dan barangsiapa yang memohon ampun kepada-Ku maka akan Aku ampuni”. (HR. Bukhari Muslim)


2. Agenda Setelah Terbit Fajar

a. Menjawab seruan azan untuk shalat subuh

” الَّلهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا الَّذِي وَعَدْتَهُ “

“Ya Allah, Tuhan pemilik seruan yang sempurna ini, shalat yang telah dikumandangkan, berikanlah kepada Nabi Muhammad wasilah dan karunia, dan bangkitkanlah dia pada tempat yang terpuji seperti yang telah Engkau janjikan. (Ditashih oleh Al-Albani)

b. Menunaikan shalat sunnah fajar di rumah dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا

“Dua rakaat sunnah fajar lebih baik dari dunia dan segala isinya”. (Muslim)

وَ قَدْ قَرَأَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فِي رَكْعَتَي الْفَجْرِ قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُوْنَ وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدَ

“Nabi saw pada dua rakaat sunnah fajar membaca surat “Qul ya ayyuhal kafirun” dan “Qul huwallahu ahad”.

c. Menunaikan shalat subuh berjamaah di masjid –khususnya- bagi laki-laki.

Rasulullah saw bersabda:

وَلَوْ يَعْلَمُوْنَ مَا فِي الْعَتْمَةِ وَالصُّبْحِ لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا

“Sekiranya manusia tahu apa yang ada dalam kegelapan dan subuh maka mereka akan mendatanginya walau dalam keadaan tergopoh-gopoh” (Muttafaqun alaih)

بَشِّرِ الْمَشَّائِيْنَ فِي الظّلَمِ إِلَى الْمَسَاجِدِ بِالنُّوْرِ التَّامِّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Berikanlah kabar gembira kepada para pejalan di kegelapan menuju masjid dengan cahaya yang sempurna pada hari kiamat”. (Tirmidzi dan ibnu Majah)

d. Menyibukkan diri dengan doa, dzikir atau tilawah Al-Quran hingga waktu iqamat shalat

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ لاَ يُرَدُّ بَيْنَ الأَذَانِ وَالإِقَامَةِ

“Doa antara adzan dan iqamat tidak akan ditolak” (Ahmad dan Tirmidzi dan Abu Daud)

e. Duduk di masjid bagi laki-laki /mushalla bagi wanita untuk berdzikir dan membaca dzikir waktu pagi

Dalam hadits nabi disebutkan:

كَانَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” إَذَا صَلَّى الْفَجْرَ تَرَبَّعَ فِي مَجْلِسِهِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ الْحَسَنَاءُ

” Nabi saw jika selesai shalat fajar duduk di tempat duduknya hingga terbit matahari yang ke kuning-kuningan”. (Muslim)

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran.

Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya waktu fajar itu disaksikan (malaikat). (Al-Isra : 78) Dan memiliki komitmen sesuai kemampuannya untuk selalu:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah lebih banyak dari itu semua, maka akan menuai kebaikan berlimpah insya Allah.

3. Menunaikan shalat Dhuha walau hanya dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنْ الضُّحَى

“Setiap ruas tulang tubuh manusia wajib dikeluarkan sedekahnya, setiap hari ketika matahari terbit. Mendamaikan antara dua orang yang berselisih adalah sedekah, menolong orang dengan membantunya menaiki kendaraan atau mengangkat kan barang ke atas kendaraannya adalah sedekah, kata-kata yang baik adalah sedekah, tiap-tiap langkahmu untuk mengerjakan shalat adalah sedekah, dan membersihkan rintangan dari jalan adalah sedekah”. (Bukhari dan Muslim)

4. Berangkat kerja atau belajar dengan berharap karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمِلِ يَدِهِ، وَكَانَ دَاوُدُ لا يَأْكُلُ إِلا مِنْ عَمِلِ يَدِهِ

“Tidaklah seseorang memakan makanan, lebih baik dari yang didapat oleh tangannya sendiri, dan bahwa nabi Daud makan dari hasil tangannya sendiri”. (Bukhari)

Dalam hadits lainnya nabi juga bersabda:

مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang berjalan dalam rangka mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga”. (Muslim)

d. Menyibukkan diri dengan dzikir sepanjang hari

Allah berfirman :

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“Ketahuilah dengan berdzikir kepada Allah maka hati akan menjadi tenang” (Ra’ad : 28)

Rasulullah saw bersabda:

أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللهَ أَنْ تَمُوْتَ ولسانُك رَطْبٌ من ذِكْرِ الله

“Sebaik-baik perbuatan kepada Allah adalah saat engkau mati sementara lidahmu basah dari berdzikir kepada Allah” (Thabrani dan Ibnu Hibban) .

5. Agenda saat shalat Zhuhur

a. Menjawab azan untuk shalat Zhuhur, lalu menunaikan shalat Zhuhur berjamaah di Masjid khususnya bagi laki-laki

b. Menunaikan sunnah rawatib sebelum Zhuhur 4 rakaat dan 2 rakaat setelah Zhuhur

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ صَلَّى اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِي يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِيَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang shalat 12 rakaat pada siang dan malam hari maka Allah akan membangunkan baginya dengannya rumah di surga”. (Muslim).

6. Agenda saat dan setelah shalat Ashar

a. Menjawab azan untuk shalat Ashar, kemudian dilanjutkan dengan menunaikan shalat Ashar secara berjamaah di masjid

b. Mendengarkan nasihat di masjid (jika ada)

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ لا يُرِيدُ إِلا أَنْ يَتَعَلَّمَ خَيْرًا أَوْ يَعْلَمَهُ، كَانَ لَهُ كَأَجْرِ حَاجٍّ تَامًّا حِجَّتُهُ

“Barangsiapa yang pergi ke masjid tidak menginginkan yang lain kecuali belajar kebaikan atau mengajarkannya, maka baginya ganjaran haji secara sempurna”. (Thabrani – hasan shahih)

c. Istirahat sejenak dengan niat yang karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

وَإِنَّ لِبَدَنِكَ عَلَيْكَ حَقٌّ

“Sesungguhnya bagi setiap tubuh atasmu ada haknya”.

Agenda prioritas:

Membaca Al-Quran dan berkomitmen semampunya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan, maka akan menuai kebaikan yang berlimpah insya Allah.

7. Agenda sebelum Maghrib

a. Memperhatikan urusan rumah tangga – melakukan mudzakarah – Menghafal Al-Quran

b. Mendengarkan ceramah, nasihat, khutbah, untaian hikmah atau dakwah melalui media

c. Menyibukkan diri dengan doa

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ

“Doa adalah ibadah”

8. Agenda setelah terbenam matahari

a. Menjawab azan untuk shalat Maghrib

b. Menunaikan shalat Maghrib secara berjamaah di masjid (khususnya bagi laki-laki)

c. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Maghrib – 2 rakaat

d. Membaca dzikir sore

e. Mempersiapkan diri untuk shalat Isya lalu melangkahkan kaki menuju masjid

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ لِيَقْضِيَ فَرِيضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللَّهِ كَانَتْ خَطْوَتَاهُ إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ خَطِيئَةً وَالْأُخْرَى تَرْفَعُ دَرَجَةً

“Barangsiapa yang bersuci/berwudhu kemudian berjalan menuju salah satu dari rumah-rumah Allah untuk menunaikan salah satu kewajiban dari kewajiban Allah, maka langkah-langkahnya akan menggugurkan kesalahan dan yang lainnya mengangkat derajatnya”. (Muslim)

9. Agenda pada waktu shalat Isya

a. Menjawab azan untuk shalat Isya kemudian menunaikan shalat Isya secara jamaah di masjid

b. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Isya – 2 rakaat

c. Duduk bersama keluarga/melakukan silaturahim

d. Mendengarkan ceramah, nasihat dan untaian hikmah di Masjid

e. Dakwah melalui media atau lainnya

f. Melakukan mudzakarah

g. Menghafal Al-Quran

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran dengan berkomitmen sesuai dengan kemampuannya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan bacaan maka telah menuai kebaikan berlimpah insya Allah.


Apa yang kita jelaskan di sini merupakan contoh, sehingga tidak harus sama persis dengan yang kami sampaikan, kondisional tergantung masing-masing individu. Semoga ikhtiar ini bisa memandu kita untuk optimalisasi ibadah insya Allah. Allahu a’lam

Jazaakillah

Sedikit revisi dari : http://www.al-ikhwan.net/agenda-harian-ramadhan-menuju-bahagia-di-bulan-ramadhan-2989/

Isi Blog

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.