REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Perjuangan membutuhkan pengorbanan. Itu disadari betul oleh Syamsul Arifin Nababan sebelum mendirikan Pesantren Pembinaan Muafal Annaba.
"Yang namanya terjun di dunia dakwah, segala sesuatunya tentu tidak akan mulus-mulus. Semua Nabi mengalami hal yang sama," ujarnya kepada Republika.co.id, akhir pekan lalu.
Kondisi itu tak lantas menyurutkan langkahnya. Nababan meyakini keberuntungan yang dijanjikan Allah bagi siapa saja yang sungguh-sungguh dalam berjuang dan berkorban.
Ketika anda memutuskan masuk dunia dakwah anda akan mengalami cobaan yang berat. Saya sebagai orang yang berlatar belakang mualaf, menjadi dai, tentu lebih berat lagi tantangannya,” ujarnya.
Nababan menjelaskan para mualaf seperti dirinya yang segera terpanggil untuk berdakwah akan menghadapi dua tantangan yakni tantangan internal dan eksternal. Tantangan ekstrenal, kata dia, ada semacam kecurigaan dari pemuka agama yang sebelumnya dianut bahwa umatnya yang dahulu akan menjadi ancaman.
“Bagi mualaf yang berdakwah, yang saya rsakan bobot tantangan sangat tinggi karena tahu seluk beluk agama sebelumnya sehingga kadang dipandang ancaman dari agama sebelumnya,” kata dia.
Secara internal, setiap mualaf yang berdakwah akan menghadapi prasangka negatif. Prasangka itu menurut Nababan muncul dengan mengacu pada kisah Snouck Hurgronje, islamologi asal Belanda yang menghancurkan umat Islam lantaran berpura-pura memeluk Islam.
Jadi, kata Nababan, ada semacam trauma yang akhirnya menyebabkan prasangka buruk kepada mualaf yang hendak berdakwah. “Secara internal, cobaan yang kita hadapi adalah satu atau dua Muslim yang mencurigai saya menyusup dalam umat Islam untuk merusak Islam,” ungkap dia.
Selama berdakwah, Nababan pun tak luput dari merasakan vonis prasangka itu. Namun, tuduhan itu bukannya membuat dia kendur dalam berdakwah melainkan menjadi pelecut guna memperlihatkan kematangan komitmennya dalam berdakwah.
"Prasangka itu justru membuat saya begitu bersemangat untuk memperlihatkan komitmen dalam agama Islam. Ia mengaku tak terlalu khawatir dengan tantangan eksternal yang ia hadapi. "Yang penting, kita jangan sampai menyinggung agama lain, kita harus bijaksana," ujarnya Seperti dalam Alquran, ajakalah manusia ke dalam Islam dengan cara yang bijaksana."
Redaktur: Ajeng Ritzki Pitakasari
Reporter: Agung Sasongko
0 komentar:
Posting Komentar