pertentangan-alquran-dan hadis
Pertanyaan:
Betulkah ada ayat Alquran yang bertentangan dengan hadis sahih, dan kemudian hadis tersebut harus dibuang? Contohnya, hadis tentang menghajikan orang lain, mayat disiksa karena ditangisi, dan lain-lain. (Lihat buku-buku A. Hassan: Soal-Jawab dan Bulughul Maram)

Jawaban:
Tidak ada ayat Alquran yang bertentangan dengan hadis sahih karena Alquran adalah sesuatu yang pasti benar, dan hadis sahih adalah sesuatu yang pasti benar, sedangkan segala sesuatu yang pasti benar itu tidak akan bertentangan satu sama lain. Sumber keduanya sama, yaitu Allah subhanahu wa ta’ala, keduanya sama-sama wahyu Allah subhanahu wa Ta’ala, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam hanyalah menyampaikan wahyu dari Allah subhanahu wa ta’ala. Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَ لاَ إِ نٌي أٌوتيتُ الْكِتَا بَ وَ مِثْلَهُ مَعَهُ
Ingatlah, sesungguhnya aku diberi Alkitab (Alquran) dan (diberi) yang semisalnya (yaitu As-Sunnah) bersamanya.” (H.R. Abu Daud, no. 4604; Tirmidzi; Ahmad; Al-Hakim; riwayat dari Al-Miqdam bin Ma’di Karib. Dinilai sahih oleh Syekh Al-Albani)
Dengan demikian, tidak boleh menolak sebagian nash (ayat atau hadis sahih) dengan alasan bertentangan dengan nash yang lain, karena hal ini berarti mendustakan sebagian kebenaran. Meski ada ayat-ayat atau hadis-hadis yang dianggap bertentangan oleh sebagian orang, namun hal itu hanyalah persangkaan. Para ulama sudah mendudukan nash-nashtersebut pada tempatnya, sehingga tidak lagi bertentangan.
Adapun hadis tentang menghajikan orang lain yang dicontohkan Penanya, maka perlu diketahui, hadis ini diriwayatkan oleh banyak ahli hadis, antara lain:
عنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ امْرَ أَةً مِنْ جُهَيْنَةَ خَا ءَتْ إِلَى النَّبِيِّ فَقَالَتْ إِنَّ أُ مِّي نَذَرَبْ أَنْ تَحُجَّ فَلَمْ بَححُجَّ حَتَّى مَاتَتْ أَ فَأَ حُجُّ عَنْهَا قَالَ نَعَمْ حُجِّي عَنْهَا أَرَ لَيْتِ لَوْ كَانَ عَلَى أُمِّكِ دَ يْنٌ أَ كُنْتِ قَا ضِيَةً اقْضُوا الله فَا لله أحَقُّ بِالْوَفَاءِ
Dari Ibnu Abbas, bahwa seorang wanita dari Juhainah mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu dia berkata, “Sesungguhnya, ibuku bernazar akan berhaji, tetapi dia belum berhaji sampai dia meninggal. Apakah aku (dapat) menghajikannya?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya, berhajilah untuknya. Bagaimana pendapatmu, jika ibumu menanggung utang, apakah engkau (dapat) membayar? Bayarlah (utang) kepada Allah, karena Allah lebih berhak terhadap pemenuhan (utang).” (H.R. Bukhari, no. 1852)
Hadis ini sahih, dan para ulama bersepakat menerima isinya, bahwa seorang yang berutang haji boleh dihajikan oleh orang lain yang telah melakukan ibadah haji.
Syekhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, “Seorang wanita boleh menghajikan wanita lain, (hal ini) berdasarkan kesepakatan para ulama.” (Lihat Majmu’ Fatawa, 26:13)
Syekhul Islam juga mengatakan, “Tentang menghajikan orang yang sudah mati atau orang yang tidak kuat badannya, dengan harta yang diambil dari orang yang dihajikan itu sebagai biaya selama haji, maka ini boleh, dengan kesepakatan para ulama. Adapun menghajikan orang yang mengambil upah, (hal ini) masih menjadi perselisihan pendapat di antara para ahli fikih.” (Lihat Majmu’ Fatawa, 26:13)
Adapun perkataan Ustadz A. Hassan di dalam terjemahan kitab Bulughul Maram, 1:367, hadis no. 733, keterangan no. 2, yaitu, “Seseorang yang menghajikan seorang itu berlawanan dengan ayat 33 dari An-Najm dan lainnya, yang artinya, ‘Seseorang tidak dapat memperoleh sesuatu melainkan perbuatan yang ia kerjakan,’” maka kami jawab,
1. Sepanjang pengetahuan kami, tidak ada ulama yang menolak hadis ini dengan alasan bertentangan dengan surat An-Najm ayat 33 dan lainnya. Bahkan, para ulama bersepakat menerima hadis di atas, sebagaimana telah kami nukilkan perkataan Syekhul Islam. Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithi berkata, “Para ulama telah bersepakat bahwa orang yang telah mati mendapatkan manfaat dengan shalat (jenazah) atasnya, doa untuknya, haji baginya, dan semacamnya, dari segala sesuatu yang manfaatnya telah pasti didapatkan oleh seseorang dengan sebab amal orang lain.” (Tafsir Adhwaul Bayan, An-Najm:39)
Jika ini merupakan ijma’, maka menyelisihi ijma’ merupakan kesalahan.
2. Tentang firman Allah subhanahu wa ta’ala,
وَأَن لَّيْسَ لِلْإِنسَانِ إِلَّا مَا سَعَى
Dan sesungguhnya, seorang manusia hanya mendapatkan hasil yang telah diusahakannya.” (Q.S. An Najm:39)
Ayat ini tidak bertentangan dengan hadis sahih tentang menghajikan orang lain.Sebagian ulama berpendapat bahwa ayat ini bersifat umum, sedangkan hadis mengkhususkannya.
Di antara ulama yang berpendapat demikian ialah Imam Asy-Syaukani. Beliau menjelaskan makna ayat ke-53, surat An-Najm, dengan menyatakan, “Dan makna ayat tersebut, ‘Dia (manusia) hanya mendapatkan balasan usahanya, dan amal seseorang tidak bermanfaat kepada orang lain,’ maka keumuman ini dikhususkan dengan firman Allah ta’ala, ‘Kami hubungkan mereka dengan anak cucu mereka.’ (Q.S. Ath-Thur:21), serta dengan ayat semisal itu tentang syafaat para nabi dan para malaikat untuk hamba-hamba (Allah), dan disyariatkannya doa orang-orang yang hidup untuk orang-orang yang telah mati, dan semacamnya. Tidak benarlah orang yang mengatakan, ‘Sesungguhnya ayat itu dihapuskan dengan semisal perkara-perkara ini,’ karena sesungguhnya yang khusus tidaklah menghapuskan yang umum, tetapi mengkhususkannya. Oleh karena itu, segala sesuatu yang dalilnya telah tegak bahwa manusia mendapatkan manfaat dengannya, sedangkan itu bukan usahanya, hal itu menjadi pengkhusus keumuman ayat ini.” (Tafsir Fathul Qadir, surat An Najm, ayat 39)
Sebagian ulama lainnya menjelaskan bahwa yang ditiadakan oleh ayat itu hanyalah kepemilikan.
Imam Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithi berkata, “Ayat itu hanyalah menunjukkan peniadaan kepemilikan manusia terhadap sesuatu yang tidak diusahakannya. Ayat ini tidak menunjukkan peniadaan bahwa manusia tidak mendapatkan manfaat dengan usaha orang lain.” (Tafsir Adhwaul Bayan, surat An-Najm, ayat 39). Wallahu a’lam.
Adapun hadis tentang mayit yang disiksa karena ditangisi, maka sangat banyak riwayat yang menyebutkan hal ini. Di antaranya:
عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ أَبِيهِ رَضِيَ الله عَنْهُمَا عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيِّ قَالَ الْمَيِّتُ يُعَذَّ بُ فِي قَبْرِ هِ بِمَانِيحَ عَلَيْهِ
Dari Ibnu Umar dari bapaknya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam; beliau bersabda, “Mayit akan disiksa di dalam kuburnya dengan sebab dilakukannya niyahah (tangisan dengan jeritan dan perkataan yang menunjukkan tidak menerima keadaan) terhadapnya.” (H.R. Bukhari, no. 1292)
Makna hadis ini memang seolah-olah bertentangan dengan firman Allah subhanahu wa ta’ala,
وَ لَا تَز رُوَا زرَ ةٌوزْ رَ أُ خْرَى
Dan seseorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.” (Q.S. Al-An’am:164).
Kendati demikian, para ulama telah memberikan jawaban yang banyak.
Syekh Muhamamd Nashiruddin Al-Albani berkata, “Dalam menjawab hal ini, ulama telah berbeda pendapat, (yaitu) sebanyak delapan pendapat. Yang paling dekat kepada kebenaran ada dua pendapat. Pertama: Pendapat mayoritas ulama, bahwa hadis ini tertuju kepada orang yang berwasiat agar niyahah (ratapan) dilakukan terhadapnya, atau orang yang tidak berwasiat untuk meninggalkannya, padahal dia mengetahui bahwa orang-orang biasa melakukannya. Oleh karena itulah, Abdullah bin mubarak berkata, ‘Jika dia (si mayit) telah melarangnya ketika hidupnya, lalu mereka melakukan sesuatu dari itu (niyahah) setelah wafatnya, tidak ada sesuatu (siksaan) atasnya (mayit).’”
Kemudian, Syekh menyebutkan pendapat kedua yang menguatkan jawaban mayoritas ulama di atas. (Lihat Ahkamul Janaiz, hlm. 41, karya Syekh Al-Albani, Penerbit: Maktabah Al Ma’arif)
Berdasarkan penjelasan ini, siksa yang dialami oleh si mayit tadi disebabkan oleh perbuatannya sendiri. Dengan demikian, tidak ada pertentangan dengan ayat Alquran. Alhamdulillah.
Sumber:  Majalah As-Sunnah, edisi 3, tahun IX, 1426 H/2005 M. Disertai penyuntingan bahasa oleh redaksi www.KonsultasiSyariah.com.
Artikel www.KonsultasiSyariah.com

0 komentar:

Agenda Harian

Semoga kita senantiasa terpacu untuk mengukir prestasi amal yang akan memperberat timbangan kebaikan di yaumil akhir, berikut rangkaian yang bisa dilakukan

1. Agenda pada sepertiga malam akhir

a. Menunaikan shalat tahajjud dengan memanjangkan waktu pada saat ruku’ dan sujud di dalamnya,

b. Menunaikan shalat witir

c. Duduk untuk berdoa dan memohon ampun kepada Allah hingga azan subuh

Rasulullah saw bersabda:

يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ فَيَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ

“Sesungguhnya Allah SWT selalu turun pada setiap malam menuju langit dunia saat 1/3 malam terakhir, dan Dia berkata: “Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku maka akan Aku kabulkan, dan barangsiapa yang meminta kepada-Ku maka akan Aku berikan, dan barangsiapa yang memohon ampun kepada-Ku maka akan Aku ampuni”. (HR. Bukhari Muslim)


2. Agenda Setelah Terbit Fajar

a. Menjawab seruan azan untuk shalat subuh

” الَّلهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا الَّذِي وَعَدْتَهُ “

“Ya Allah, Tuhan pemilik seruan yang sempurna ini, shalat yang telah dikumandangkan, berikanlah kepada Nabi Muhammad wasilah dan karunia, dan bangkitkanlah dia pada tempat yang terpuji seperti yang telah Engkau janjikan. (Ditashih oleh Al-Albani)

b. Menunaikan shalat sunnah fajar di rumah dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا

“Dua rakaat sunnah fajar lebih baik dari dunia dan segala isinya”. (Muslim)

وَ قَدْ قَرَأَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فِي رَكْعَتَي الْفَجْرِ قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُوْنَ وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدَ

“Nabi saw pada dua rakaat sunnah fajar membaca surat “Qul ya ayyuhal kafirun” dan “Qul huwallahu ahad”.

c. Menunaikan shalat subuh berjamaah di masjid –khususnya- bagi laki-laki.

Rasulullah saw bersabda:

وَلَوْ يَعْلَمُوْنَ مَا فِي الْعَتْمَةِ وَالصُّبْحِ لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا

“Sekiranya manusia tahu apa yang ada dalam kegelapan dan subuh maka mereka akan mendatanginya walau dalam keadaan tergopoh-gopoh” (Muttafaqun alaih)

بَشِّرِ الْمَشَّائِيْنَ فِي الظّلَمِ إِلَى الْمَسَاجِدِ بِالنُّوْرِ التَّامِّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Berikanlah kabar gembira kepada para pejalan di kegelapan menuju masjid dengan cahaya yang sempurna pada hari kiamat”. (Tirmidzi dan ibnu Majah)

d. Menyibukkan diri dengan doa, dzikir atau tilawah Al-Quran hingga waktu iqamat shalat

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ لاَ يُرَدُّ بَيْنَ الأَذَانِ وَالإِقَامَةِ

“Doa antara adzan dan iqamat tidak akan ditolak” (Ahmad dan Tirmidzi dan Abu Daud)

e. Duduk di masjid bagi laki-laki /mushalla bagi wanita untuk berdzikir dan membaca dzikir waktu pagi

Dalam hadits nabi disebutkan:

كَانَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” إَذَا صَلَّى الْفَجْرَ تَرَبَّعَ فِي مَجْلِسِهِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ الْحَسَنَاءُ

” Nabi saw jika selesai shalat fajar duduk di tempat duduknya hingga terbit matahari yang ke kuning-kuningan”. (Muslim)

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran.

Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya waktu fajar itu disaksikan (malaikat). (Al-Isra : 78) Dan memiliki komitmen sesuai kemampuannya untuk selalu:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah lebih banyak dari itu semua, maka akan menuai kebaikan berlimpah insya Allah.

3. Menunaikan shalat Dhuha walau hanya dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنْ الضُّحَى

“Setiap ruas tulang tubuh manusia wajib dikeluarkan sedekahnya, setiap hari ketika matahari terbit. Mendamaikan antara dua orang yang berselisih adalah sedekah, menolong orang dengan membantunya menaiki kendaraan atau mengangkat kan barang ke atas kendaraannya adalah sedekah, kata-kata yang baik adalah sedekah, tiap-tiap langkahmu untuk mengerjakan shalat adalah sedekah, dan membersihkan rintangan dari jalan adalah sedekah”. (Bukhari dan Muslim)

4. Berangkat kerja atau belajar dengan berharap karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمِلِ يَدِهِ، وَكَانَ دَاوُدُ لا يَأْكُلُ إِلا مِنْ عَمِلِ يَدِهِ

“Tidaklah seseorang memakan makanan, lebih baik dari yang didapat oleh tangannya sendiri, dan bahwa nabi Daud makan dari hasil tangannya sendiri”. (Bukhari)

Dalam hadits lainnya nabi juga bersabda:

مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang berjalan dalam rangka mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga”. (Muslim)

d. Menyibukkan diri dengan dzikir sepanjang hari

Allah berfirman :

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“Ketahuilah dengan berdzikir kepada Allah maka hati akan menjadi tenang” (Ra’ad : 28)

Rasulullah saw bersabda:

أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللهَ أَنْ تَمُوْتَ ولسانُك رَطْبٌ من ذِكْرِ الله

“Sebaik-baik perbuatan kepada Allah adalah saat engkau mati sementara lidahmu basah dari berdzikir kepada Allah” (Thabrani dan Ibnu Hibban) .

5. Agenda saat shalat Zhuhur

a. Menjawab azan untuk shalat Zhuhur, lalu menunaikan shalat Zhuhur berjamaah di Masjid khususnya bagi laki-laki

b. Menunaikan sunnah rawatib sebelum Zhuhur 4 rakaat dan 2 rakaat setelah Zhuhur

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ صَلَّى اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِي يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِيَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang shalat 12 rakaat pada siang dan malam hari maka Allah akan membangunkan baginya dengannya rumah di surga”. (Muslim).

6. Agenda saat dan setelah shalat Ashar

a. Menjawab azan untuk shalat Ashar, kemudian dilanjutkan dengan menunaikan shalat Ashar secara berjamaah di masjid

b. Mendengarkan nasihat di masjid (jika ada)

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ لا يُرِيدُ إِلا أَنْ يَتَعَلَّمَ خَيْرًا أَوْ يَعْلَمَهُ، كَانَ لَهُ كَأَجْرِ حَاجٍّ تَامًّا حِجَّتُهُ

“Barangsiapa yang pergi ke masjid tidak menginginkan yang lain kecuali belajar kebaikan atau mengajarkannya, maka baginya ganjaran haji secara sempurna”. (Thabrani – hasan shahih)

c. Istirahat sejenak dengan niat yang karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

وَإِنَّ لِبَدَنِكَ عَلَيْكَ حَقٌّ

“Sesungguhnya bagi setiap tubuh atasmu ada haknya”.

Agenda prioritas:

Membaca Al-Quran dan berkomitmen semampunya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan, maka akan menuai kebaikan yang berlimpah insya Allah.

7. Agenda sebelum Maghrib

a. Memperhatikan urusan rumah tangga – melakukan mudzakarah – Menghafal Al-Quran

b. Mendengarkan ceramah, nasihat, khutbah, untaian hikmah atau dakwah melalui media

c. Menyibukkan diri dengan doa

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ

“Doa adalah ibadah”

8. Agenda setelah terbenam matahari

a. Menjawab azan untuk shalat Maghrib

b. Menunaikan shalat Maghrib secara berjamaah di masjid (khususnya bagi laki-laki)

c. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Maghrib – 2 rakaat

d. Membaca dzikir sore

e. Mempersiapkan diri untuk shalat Isya lalu melangkahkan kaki menuju masjid

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ لِيَقْضِيَ فَرِيضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللَّهِ كَانَتْ خَطْوَتَاهُ إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ خَطِيئَةً وَالْأُخْرَى تَرْفَعُ دَرَجَةً

“Barangsiapa yang bersuci/berwudhu kemudian berjalan menuju salah satu dari rumah-rumah Allah untuk menunaikan salah satu kewajiban dari kewajiban Allah, maka langkah-langkahnya akan menggugurkan kesalahan dan yang lainnya mengangkat derajatnya”. (Muslim)

9. Agenda pada waktu shalat Isya

a. Menjawab azan untuk shalat Isya kemudian menunaikan shalat Isya secara jamaah di masjid

b. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Isya – 2 rakaat

c. Duduk bersama keluarga/melakukan silaturahim

d. Mendengarkan ceramah, nasihat dan untaian hikmah di Masjid

e. Dakwah melalui media atau lainnya

f. Melakukan mudzakarah

g. Menghafal Al-Quran

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran dengan berkomitmen sesuai dengan kemampuannya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan bacaan maka telah menuai kebaikan berlimpah insya Allah.


Apa yang kita jelaskan di sini merupakan contoh, sehingga tidak harus sama persis dengan yang kami sampaikan, kondisional tergantung masing-masing individu. Semoga ikhtiar ini bisa memandu kita untuk optimalisasi ibadah insya Allah. Allahu a’lam

Jazaakillah

Sedikit revisi dari : http://www.al-ikhwan.net/agenda-harian-ramadhan-menuju-bahagia-di-bulan-ramadhan-2989/

Isi Blog

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.