Boleh Jadi Kamu Membenci Sesuatu Padahal Ia Amat Baik Bagimu

Dahulu, sebelum ada vaksinasi, cacar adalah salah satu penyakit yang tersebar di mana-mana, dan atas kehendak Allah Yang Maha Hidup dan Maha Mengurus segala sesuatu, sering kali (penyakit cacar itu) mengakibatkan kematian di kalangan masyarakat.
Syahdan, di antara mereka ada yang terjangkit bencana ini; seorang lelaki berumur 6 tahun dari sebuah dusun di utara kota Buraidah di wilayah Al-Qashim. Peristiwa ini terjadi di abad 14 H. Akibatnya, ia mengalami kebutaan total dan berwajah bopeng.
Anak ini tinggal di tengah saudara-saudaranya yang bekerja sebagai petani di sawah. Dia sering berlari-lari di belakang mereka, hendak mengejar mereka saat berjalan bersama. Akan tetapi, tentu saja hal ini sering kali menyebabkannya tersandung dan terjerembab di mana-mana, lalu terluka. Namun, ia segera bangkit mengejar arah datangnya suara mereka, lalu ia menabrak pohon di mana-mana, sementara saudara-saudaranya hanya menertawainya ketika ia jatuh, bahkan (mereka) mengejeknya, “Buta …! Buta …!”
Mereka tidak peduli dan tidak menanyakan apabila dia tidak ada dan (mereka) bersikap acuh kalau dia ada di tengah mereka. Bahkan, di kala orang tuanya tidak ada dirumah, sering kali ia menjadi bulan-bulanan saudara-saudaranya, yaitu ketika dia disuruh berjalan lalu terantuk dan terjatuh, maka ia menjadi bahan tertawaan. Meskipun demikian, dia termasuk anak yang lincah dan gerakannya ringan. Kemauannya keras dan mempunyai ketabahan, dan Allah telah mengaruniakan kepadanya kecerdasan dan kemauan yang keras. Dia selalu berupaya melakukan apa saja yang dia mau. Dia ingin mengerjakan lebih banyak daripada yang dilakukan orang normal.
Ayahnya adalah orang yang miskin. Dia memandang anaknya yang buta ini hanya menjadi beban saja, karena dia tidak mendapatkan manfaat dan keuntungan darinya sebagaimana saudara-saudaranya yang lain.
Suatu hari, salah seorang temannya datang ke rumah. Sudah beberapa tahun mereka tidak jumpa. Dia lalu mengadukan kepada temannya tersebut perihal anaknya yang buta bahwa anak itu tidak berguna, bahkan mereka sekeluarga selalu sibuk mengurus dan melayaninya, sehingga menghambat sebagian pekerjaan mereka. Tamu tersebut menyarankan agar anak itu dikirim ke Riyadh agar mendapat jaminan makanan dari jamuan yang selalu diadakan oleh Ibnu Sa’ud (Setelah keamanan dalam negeri di seluruh Jazirah Arab terkendali di tangan Raja Abdul ‘Aziz rahimahullah, dia mengadakan jamuan khusus untuk memberi makan kaum fakir miskin dan orang orang terlantar. Pada masa itu, jamuan tersebut sangat terkenal), sehingga (ia) akan selalu bertemu dengan orang orang yang mengasihinya setiap saat.
Ide tersebut diterima dengan baik oleh ayahnya. Ketika ada seorang tukang unta tampak sedang membuat kayu ke atas punggung untanya yang biasanya menjual barang dagangan di Riyadh, ayahnya menghampiri tukang unta dan berkata, “Aku hendak menitipkan anakku ini padamu. Bawalah dia pergi ke Riyadh dan saya beri kamu dua riyal, dengan syarat: kamu taruh dia di masjid, dan kamu tunjukkan di mana letak jamuan makan dan sumur masjid agar dia bisa minum dan berwudhu, dan serahkan dia kepada orang yang mau berbuat kebajikan kepadanya.”
Berikut ini penuturan kisah sang anak setelah (ia) dewasa,
Aku dipanggil ayahku -rahimahullah-. Pada waktu iu, umurku baru mendekati 13 tahun. Beliau berkata, “Anakku, di Riyadh itu ada halaqah-halaqah ilmu, ada jamuan makan yang akan memberimu makan malam setiap hari, dan lain sebagainya. Kamu akan betah disana, insya Allah. Kamu akan ayah titipkan pada orang ini. Dia akan memberitahu kamu apa saja yang kamu inginkan ….”
Tentu saja, aku menangis keras-keras dan mengatakan, “Benarkah orang sepertiku tidak memerlukan lagi keluarga? Bagaimana mungkin aku berpisah dengan ibuku, saudara-saudara, dan orang orang yang aku sayangi? Bagaimana aku akan mengurus diriku di negeri yang sama sekali asing bagiku, sedangkan di tengah keluargaku saja aku mengalami kesulitan? Aku tidak mau!”
Aku dibentak oleh ayahku. Beliau berkata kasar kepadaku. Selanjutanya, beliau memberiku pakaian-pakaianku seraya berkata, “Tawakal kepada Allah dan pergilah …. Kalau tidak, kamu akan aku begini dan begini ….”
Suara tangisku makin keras, sementara saudara-saudaraku hanya diam saja di sekelilingku. Selanjutnya, aku dibimbing oleh si tukang unta sambil menjanjikan kepadaku hal-hal yang baik baik dan meyakinkan aku bahwa aku akan hidup enak di sana.
Aku pun berjalan sambil tetap menangis. Tukang unta itu menyuruh aku berpegangan pada ujung kayu di bagian kelakang unta. Dia berjalan di depan unta, sedangkan aku di belakangnya, sementara suara tangisku masih tetap meninggi. Aku menyesali perpisahanku dengan keluargaku.
Setelah lewat sembilan hari perjalanan, tibalah kami di tengah kota Riyadh. Tukang unta itu benar benar menaruh aku di masjid dan menunjukkan aku letak sumur dan jamuan makan. Akan tetapi aku masih tetap tidak menyukai semuanya dan masih merasa sedih. Aku menangis dari waktu ke waktu. Dalam hati, aku berkata, “Bagaimana mungkin aku hidup di suatu negeri yang aku tidak mengetahui apa pun dan tidak mengenal siapa pun? Aku berangan-angan, andaikan aku bisa melihat, pastilah aku sudah berlari entah kemana … ke padang pasir barangkali. Akan tetapi, atas rahmat Allah, ada beberapa orang yang menaruh perhatian kepadaku di masjid itu. Mereka menaruh belas kasihan kepadaku, lalu mereka membawaku kepada Syekh Abdurrahman Al-Qasim rahmahullah dan mereka katakan, “Ini orang asing, hidup sebatang kara.”
Syekh menghampiri aku, lalu menanyai siapa namaku dan nama julukanku, dan dari negeri mana. Kemudian, beliau menyuruh aku duduk di dekatnya, sementara aku menyeka air mataku. Beliau berkata, “Anakku, bagaimana ceritamu?” Kemudian, aku pun menceritakan kisahku kepada beliau.
“Kamu akan baik baik saja, insya Allah. Semoga Allah memberimu manfaat dan membuat kamu bermanfaat. Kamu adalah anak kami dan kami adalah keluargamu. Kamu akan melihat nanti hal-hal yang menggembirakanmu di sisi kami. Kamu akan kami gabungkan dengan para pelajar yang sedang menuntut ilmu dan akan kami beri tempat tinggal dan makanan. Di sana ada saudara-saudara di jalan Allah yang akan selalu memperhatikan dirimu.”
Aku menjawab, “Semoga Allah memberi Tuan balasan yang terbaik, tetapi aku tidak menghendaki semua itu. Aku ingin Tuan berbaik hati kepadaku, kembalikan aku kepada keluargaku bersama salah satu kafilah yang menuju Al-Qashim.”
Syekh berkata, “Anakku, coba dulu kamu tinggal bersama kami, barangkali kamu akan merasa nyaman. Kalau tidak, kami akan mengirim kamu kembali kepada keluargamu, insya Allah.”
Selanjutnya, Syekh memanggil seseorang lalu berkata, “Gabungkan anak ini dengan Fulan dan Fulan, dan katakan kepada mereka, perlakukan dia dengan baik.”
Orang itu membimbing dan membawaku menemui dua orang teman yang baik hati. Keduanya menyambut kedatanganku dengan baik dan aku pun duduk di sisi mereka berdua, lalu aku ceritakan kepada mereka berdua keadaanku dan mengatakan bahwa aku tidak betah tinggal di situ karena harus berpisah dari keluargaku. Tak ada yang dilakukan kedua temanku itu selain mengatakan kepadaku perkataan yang menghiburku. Keduanya menjanjikan kepadaku yang baik-baik dan bahwa kami akan sama sama mencari ilmu, sehingga aku sedikit merasa tenteram dan senang kepada mereka. Keduanya selalu bersikap baik padaku. Semoga Allah memberi mereka dariku balasan yang terbaik. Akan tetapi, aku sendiri belum juga terlepas dari kesedihan dan keenggananku tinggal di sana. Aku masih tetap menangis dari waktu ke waktu atas perpisahanku dengan keluargaku.
Kedua temanku itu tinggal di sebuah kamar dekat masjid. Aku tinggal bersama mereka. Keseharianku selalu bersama mereka. Pagi-pagi benar, kami pergi shalat subuh, lalu duduk di masjid mengikuti pengajian Alquran sampai menjelang siang. Syekh menyuruh kami menghapal Alquran. Sesudah itu, kami kembali ke kamar, istirahat beberapa saat, makan ala kadarnya, kemudian kembali lagi ke pengajian hingga tiba waktu zuhur. Barulah setelah itu, kami istirahat, yakni tidur siang (qailulah), dan sesudah shalat Ashar kami kembali lagi mengikuti pengajian.
Demikian yang kami lakukan setiap hari hingga akhirnya mulailah aku merasa betah sedikit demi sedikit, makin membaik dari hari ke hari, bahkan akhirnya Allah melapangkan dadaku untuk menghapal Al Quran, terutama setelah Syekh–rahimahullah–memberi dorongan dan perhatian khusus kepadaku. Aku pun melihat diriku mengalami kemajuan dan menghapal hari demi hari. Sementara itu, Syekh selalu mempertajam minat para santrinya. Pernah suatu kali, beliau berkata, “Kenapa kalian tidak meniru si Hamud itu? Lihatlah bagaimana kesungguhan dan ketekunannya, padahal ia orang buta!”
Dengan kata-kata itu, aku semakin bersemangat, karena timbul persaingan antara aku dan teman temanku dalam kebaikan. Oleh karena itu, kurang dari satu setengah bulan, Allah ta’ala telah mengaruniai aku ketenteraman dan ketenangan hati, sehingga dapatlah aku menikmati hidup baru ini.
Syahdan, setelah tujuh bulan lamanya aku tinggal di sana, aku katakan dalam diriku,“Subhanallah, betapa banyak kebaikan yang terdapat dalam hal-hal yang tidak disukai hawa nafsu, sementara diri kita melalaikannya! Kenapa aku harus sedih dan menangisi kehidupan yang serba kekurangan di tengah keluargaku, yang ada hanya kebodohan, kemiskinan, kepayahan ketidakpedulian, dan penghinaan, sedangkan aku merasa menjadi beban mereka?”
Demikianlah kehidupan yang aku jalani di Riyadh setiap harinya, sehingga kurang dari sepuluh bulan aku sudah dapat menghafal Alquran sepenuhnya, alhamdulillah. Kemudian, aku ajukan hapalanku itu kehadapan Syekh sebanyak dua kali. Selanjutnya, Syekh mengajak aku pergi menemui para guru besar, yaitu Syekh Muhammad bin Ibrahim dan Syekh Abdul Latif bin Ibrahim. Aku diperkenalkan kepada mereka. Kemudian, guruku itu berkata, “Kamu akan ikut bergabung dalam halaqah-halaqah ilmu. Adapun murajaah Alquran, dilakukan sehabis shalat subuh, kamu akan dipandu oleh Fulan. Sesudah magrib, kamu akan dipandu oleh Fulan.”
Sejak saat itu, mulailah aku menghadiri halaqah-halaqah dari para guru besar itu, yang bisa menimba ilmu dengan kesungguhan hati. Materi pelajaran yang diberikan meliputi Akidah, Tafsir, Fikih, Ushul Fikih, Hadits, Ulumul Hadits, dan Fara’idh. Seluruh materi diberikan secara teratur, masing-masing untuk materi tertentu.
Sementara itu, aku sendiri, hari demi hari semakin merasa betah, semakin senang, dan tenteram hidup di lingkungan itu. Aku benar benar merasa bahaia mendapat kesempatan mencari ilmu. Sementara itu, agaknya orang tuaku di kampung selalu bertanya kepada orang-orang yang bepergian ke Riyadh, dan tanpa sepengetahuanku beliau mendapat berita-berita tentang perkembanganku.
Demikianlah, alhamdulillah, aku berkesempatan untuk terus mencari ilmu dan menikmati taman-taman ilmu. Setelah tiga tahun, aku meminta izin kepada guru-guruku untuk menjenguk keluargaku di kampung. Kemudian, mereka menyuruh orang untuk mengurus perjalananku bersama seorang tukang unta. Dengan memuji Allah, aku pun berangkat hingga sampailah aku kepada keluargaku. Tentu saja, mereka sangat gembira dan kegirangan menyambut kedatanganku, terutama Ibuku–rahimahallah–. Mereka menanyakan kepadaku tentang keadaanku dan aku katakan, “Aku kira, tidak ada seorang pun di muka bumi ini yang lebih bahagia selain aku ….”
Ya, kini mereka melihatku dengan senang dan santun. Demikian pula, aku melihat mereka menghargai dan menghormati aku, bahkan menyuruhku mengimami shalat mereka. Aku menceritakan kepada mereka pengalaman-pengalaman yang telah aku alami selama ini. Mereka senang mendengarnya dan memuji kepada Allah.
Setelah beberapa hari berada di lingkungan keluargaku, aku pun meminta izin untuk pergi meninggalkan mereka kembali. Mereka bersikeras memintaku untuk tetap tinggal, tapi aku segera mencium kepada ayah-bundaku. Aku meminta pengertian dan izin kepada keduanya, dan alhamdulillah mereka mengizinkan. Akhirnya aku kembali ke Riyadh meneruskan pelajaranku. Aku makin bersemangat mencari ilmu.
Adapun dari teman-temannya yang seangkatan, ada di antaranya yang menceritakan, “Dia sangat rajin dan bersemangat dalam mencari ilmu, sehingga dikagumi guru-gurunya dan teman-teman seangkatannya. Sangat banyak ilmu yang dia peroleh. Adapun hal yang sangat ia sukai adalah apabila ada seseorang yang duduk bersamanya dengan membacakan kepadanya sebuah kitab yang belum pernah ia dengar, atau ada orang yang berdiskusi dengannya mengenai berbagai masalah ilmu. Dia memiliki daya hapal yang sangat mengagumkan dan daya tangkap yang luar biasa.
Tatkala umunya mencapai 18 tahun, dia diperintahkan oleh guru didiknya dihadapan santri santri kecil dan agar menyuruh mereka menghapalkan beberapa matan kitab.
Ketika Fakultas Syariah Riyadh dibuka, beberapa orang gurunya menyarankan dia mengikuti kuliah. Dia mengikutinya, dan dengan demikian dia, termasuk angakatan pertama yang dihasilkan oleh fakultas tersebut pada tahun 1377 H. Kemudian, dia ditunjuk menjadi tenaga pengajar di Fakultas Syariah di kota itu.
Pada akhir hayatnya, dia pindah mengajar di fakultas yang sama di Al-Qashim, dan lewat tangannya muncullah sekian banyak mahasiswa yang kelak menjadi hakim, orator, guru, direktur, dan sebagainya.
Pada tiap musim haji, dia tergabung dalam rombongan pada mufti dan da’i, di samping kesibukannya sebagai pebisnis tanah dan rumah, sehingga dia bisa memberi nafkah kepada keluarganya dan saudara saudaranya, dan dapat pula membantu kerabat-kerabatnya yang lain.
Adapun saudara saudaranya yang dulu sering mengejeknya semasa kecil, kini mereka mendapatkan kebaikan yang melimpah darinya, karena sebagian mereka, ada yang kebetulan tidak pandai mencari uang.
Betapa banyak karunia dan nikmat yang terkandung pada hal-hal yang tidak disukai dari diri kita. Akan tetapi, firman Allah yang Maha Agung tentu lebih tepat,
عَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ (٢١٦)
“Boleh jadi, kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah yang paling mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah:216)
***
artikel muslimah.or.id
Disalin dari buku berjudul “Obat Penawar Hati yang Sedih“, karya Sulaiman bin Muhammad bin Abdullah Al-’Utsaimin. Penerbit: Darus Sunnah.

    0 komentar:

    Agenda Harian

    Semoga kita senantiasa terpacu untuk mengukir prestasi amal yang akan memperberat timbangan kebaikan di yaumil akhir, berikut rangkaian yang bisa dilakukan

    1. Agenda pada sepertiga malam akhir

    a. Menunaikan shalat tahajjud dengan memanjangkan waktu pada saat ruku’ dan sujud di dalamnya,

    b. Menunaikan shalat witir

    c. Duduk untuk berdoa dan memohon ampun kepada Allah hingga azan subuh

    Rasulullah saw bersabda:

    يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ فَيَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ

    “Sesungguhnya Allah SWT selalu turun pada setiap malam menuju langit dunia saat 1/3 malam terakhir, dan Dia berkata: “Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku maka akan Aku kabulkan, dan barangsiapa yang meminta kepada-Ku maka akan Aku berikan, dan barangsiapa yang memohon ampun kepada-Ku maka akan Aku ampuni”. (HR. Bukhari Muslim)


    2. Agenda Setelah Terbit Fajar

    a. Menjawab seruan azan untuk shalat subuh

    ” الَّلهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا الَّذِي وَعَدْتَهُ “

    “Ya Allah, Tuhan pemilik seruan yang sempurna ini, shalat yang telah dikumandangkan, berikanlah kepada Nabi Muhammad wasilah dan karunia, dan bangkitkanlah dia pada tempat yang terpuji seperti yang telah Engkau janjikan. (Ditashih oleh Al-Albani)

    b. Menunaikan shalat sunnah fajar di rumah dua rakaat

    Rasulullah saw bersabda:

    رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا

    “Dua rakaat sunnah fajar lebih baik dari dunia dan segala isinya”. (Muslim)

    وَ قَدْ قَرَأَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فِي رَكْعَتَي الْفَجْرِ قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُوْنَ وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدَ

    “Nabi saw pada dua rakaat sunnah fajar membaca surat “Qul ya ayyuhal kafirun” dan “Qul huwallahu ahad”.

    c. Menunaikan shalat subuh berjamaah di masjid –khususnya- bagi laki-laki.

    Rasulullah saw bersabda:

    وَلَوْ يَعْلَمُوْنَ مَا فِي الْعَتْمَةِ وَالصُّبْحِ لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا

    “Sekiranya manusia tahu apa yang ada dalam kegelapan dan subuh maka mereka akan mendatanginya walau dalam keadaan tergopoh-gopoh” (Muttafaqun alaih)

    بَشِّرِ الْمَشَّائِيْنَ فِي الظّلَمِ إِلَى الْمَسَاجِدِ بِالنُّوْرِ التَّامِّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

    “Berikanlah kabar gembira kepada para pejalan di kegelapan menuju masjid dengan cahaya yang sempurna pada hari kiamat”. (Tirmidzi dan ibnu Majah)

    d. Menyibukkan diri dengan doa, dzikir atau tilawah Al-Quran hingga waktu iqamat shalat

    Rasulullah saw bersabda:

    الدُّعَاءُ لاَ يُرَدُّ بَيْنَ الأَذَانِ وَالإِقَامَةِ

    “Doa antara adzan dan iqamat tidak akan ditolak” (Ahmad dan Tirmidzi dan Abu Daud)

    e. Duduk di masjid bagi laki-laki /mushalla bagi wanita untuk berdzikir dan membaca dzikir waktu pagi

    Dalam hadits nabi disebutkan:

    كَانَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” إَذَا صَلَّى الْفَجْرَ تَرَبَّعَ فِي مَجْلِسِهِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ الْحَسَنَاءُ

    ” Nabi saw jika selesai shalat fajar duduk di tempat duduknya hingga terbit matahari yang ke kuning-kuningan”. (Muslim)

    Agenda prioritas

    Membaca Al-Quran.

    Allah SWT berfirman:

    “Sesungguhnya waktu fajar itu disaksikan (malaikat). (Al-Isra : 78) Dan memiliki komitmen sesuai kemampuannya untuk selalu:

    - Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

    - Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

    - Bagi yang mampu menambah lebih banyak dari itu semua, maka akan menuai kebaikan berlimpah insya Allah.

    3. Menunaikan shalat Dhuha walau hanya dua rakaat

    Rasulullah saw bersabda:

    يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنْ الضُّحَى

    “Setiap ruas tulang tubuh manusia wajib dikeluarkan sedekahnya, setiap hari ketika matahari terbit. Mendamaikan antara dua orang yang berselisih adalah sedekah, menolong orang dengan membantunya menaiki kendaraan atau mengangkat kan barang ke atas kendaraannya adalah sedekah, kata-kata yang baik adalah sedekah, tiap-tiap langkahmu untuk mengerjakan shalat adalah sedekah, dan membersihkan rintangan dari jalan adalah sedekah”. (Bukhari dan Muslim)

    4. Berangkat kerja atau belajar dengan berharap karena Allah

    Rasulullah saw bersabda:

    مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمِلِ يَدِهِ، وَكَانَ دَاوُدُ لا يَأْكُلُ إِلا مِنْ عَمِلِ يَدِهِ

    “Tidaklah seseorang memakan makanan, lebih baik dari yang didapat oleh tangannya sendiri, dan bahwa nabi Daud makan dari hasil tangannya sendiri”. (Bukhari)

    Dalam hadits lainnya nabi juga bersabda:

    مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

    “Barangsiapa yang berjalan dalam rangka mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga”. (Muslim)

    d. Menyibukkan diri dengan dzikir sepanjang hari

    Allah berfirman :

    أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

    “Ketahuilah dengan berdzikir kepada Allah maka hati akan menjadi tenang” (Ra’ad : 28)

    Rasulullah saw bersabda:

    أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللهَ أَنْ تَمُوْتَ ولسانُك رَطْبٌ من ذِكْرِ الله

    “Sebaik-baik perbuatan kepada Allah adalah saat engkau mati sementara lidahmu basah dari berdzikir kepada Allah” (Thabrani dan Ibnu Hibban) .

    5. Agenda saat shalat Zhuhur

    a. Menjawab azan untuk shalat Zhuhur, lalu menunaikan shalat Zhuhur berjamaah di Masjid khususnya bagi laki-laki

    b. Menunaikan sunnah rawatib sebelum Zhuhur 4 rakaat dan 2 rakaat setelah Zhuhur

    Rasulullah saw bersabda:

    مَنْ صَلَّى اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِي يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِيَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ

    “Barangsiapa yang shalat 12 rakaat pada siang dan malam hari maka Allah akan membangunkan baginya dengannya rumah di surga”. (Muslim).

    6. Agenda saat dan setelah shalat Ashar

    a. Menjawab azan untuk shalat Ashar, kemudian dilanjutkan dengan menunaikan shalat Ashar secara berjamaah di masjid

    b. Mendengarkan nasihat di masjid (jika ada)

    Rasulullah saw bersabda:

    مَنْ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ لا يُرِيدُ إِلا أَنْ يَتَعَلَّمَ خَيْرًا أَوْ يَعْلَمَهُ، كَانَ لَهُ كَأَجْرِ حَاجٍّ تَامًّا حِجَّتُهُ

    “Barangsiapa yang pergi ke masjid tidak menginginkan yang lain kecuali belajar kebaikan atau mengajarkannya, maka baginya ganjaran haji secara sempurna”. (Thabrani – hasan shahih)

    c. Istirahat sejenak dengan niat yang karena Allah

    Rasulullah saw bersabda:

    وَإِنَّ لِبَدَنِكَ عَلَيْكَ حَقٌّ

    “Sesungguhnya bagi setiap tubuh atasmu ada haknya”.

    Agenda prioritas:

    Membaca Al-Quran dan berkomitmen semampunya untuk:

    - Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

    - Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

    - Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan, maka akan menuai kebaikan yang berlimpah insya Allah.

    7. Agenda sebelum Maghrib

    a. Memperhatikan urusan rumah tangga – melakukan mudzakarah – Menghafal Al-Quran

    b. Mendengarkan ceramah, nasihat, khutbah, untaian hikmah atau dakwah melalui media

    c. Menyibukkan diri dengan doa

    Rasulullah saw bersabda:

    الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ

    “Doa adalah ibadah”

    8. Agenda setelah terbenam matahari

    a. Menjawab azan untuk shalat Maghrib

    b. Menunaikan shalat Maghrib secara berjamaah di masjid (khususnya bagi laki-laki)

    c. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Maghrib – 2 rakaat

    d. Membaca dzikir sore

    e. Mempersiapkan diri untuk shalat Isya lalu melangkahkan kaki menuju masjid

    Rasulullah saw bersabda:

    مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ لِيَقْضِيَ فَرِيضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللَّهِ كَانَتْ خَطْوَتَاهُ إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ خَطِيئَةً وَالْأُخْرَى تَرْفَعُ دَرَجَةً

    “Barangsiapa yang bersuci/berwudhu kemudian berjalan menuju salah satu dari rumah-rumah Allah untuk menunaikan salah satu kewajiban dari kewajiban Allah, maka langkah-langkahnya akan menggugurkan kesalahan dan yang lainnya mengangkat derajatnya”. (Muslim)

    9. Agenda pada waktu shalat Isya

    a. Menjawab azan untuk shalat Isya kemudian menunaikan shalat Isya secara jamaah di masjid

    b. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Isya – 2 rakaat

    c. Duduk bersama keluarga/melakukan silaturahim

    d. Mendengarkan ceramah, nasihat dan untaian hikmah di Masjid

    e. Dakwah melalui media atau lainnya

    f. Melakukan mudzakarah

    g. Menghafal Al-Quran

    Agenda prioritas

    Membaca Al-Quran dengan berkomitmen sesuai dengan kemampuannya untuk:

    - Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

    - Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

    - Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan bacaan maka telah menuai kebaikan berlimpah insya Allah.


    Apa yang kita jelaskan di sini merupakan contoh, sehingga tidak harus sama persis dengan yang kami sampaikan, kondisional tergantung masing-masing individu. Semoga ikhtiar ini bisa memandu kita untuk optimalisasi ibadah insya Allah. Allahu a’lam

    Jazaakillah

    Sedikit revisi dari : http://www.al-ikhwan.net/agenda-harian-ramadhan-menuju-bahagia-di-bulan-ramadhan-2989/

    Isi Blog

    Popular Posts

    Diberdayakan oleh Blogger.