Oleh: Hafidz Abdurrahman

Fenomena mencuatnya kembali isu NII (Negara Islam Indonesia) dengan segala kontroversinya, ikut mencuatkan kembali opini tentang bentuk Negara Islam. Menyimak namanya, NII atau Negara Islam Indonesia, maka opini yang terbangun darinya adalah sebuat negara Islam lokal. Selain berbagai penyesatan yang menyertainya, dipeliharanya isu NII ini juga bisa menjadi stigma tersendiri bagi umat Islam yang memperjuangkan tegaknya negara Rasulullah SAW itu. Tulisan ini sendiri bukan untuk mengurai semua isu yang berkembang seputar NII, tetapi hanya mengurai gagasan negara Islam yang sebenarnya justru bertentangan dengan ajaran Islam.

Ini wajar saja, karena Kartosuwiryo yang dinobatkan sebagai imam saat itu, bukanlah seorang pemikir dan mujtahid. Bahkan, sebagaimana yang tampak pada Qanun Asasi yang dideklarasikan oleh NII Kartosuwiryo, jelas dinyatakan bahwa negara Islam Indonesia berbentuk Republik (Jumhuriyyah) (Bab I, pasal 1, ayat 2). Selain itu, syariat Islam juga hanya diberlakukan kepada kaum Muslim (Bab I, pasal 1, ayat 3). Di dalam qanun yang sama juga dinyatakan, bahwa pemerintahan dijalankan oleh Imam dan Dewan Imamah (Bab I, pasal 3, ayat 2 dan Bab IV, pasal 10 juga pasal 11, ayat 2). Semakin lengkap kesalahannya, ketika qanunnation state NII. yang sama menegaskan, bahwa Imam adalah orang Indonesia asli (Bab IV, pasal 12, ayat 1). IIni mempertegas konsep nation state NII.

Dari hasil analisa terhadap Qanun Asasi NII Kartosuwiryo ini tampak bahwa negara Islam yang dideklarasikan itu tidak jelas bentuknya. Mengacu kepada bentuk negara, berdasarkan teori tata negara, bentuk negara ada tiga, yaitu kesatuan, federasi atau persemakmuran. Namun, tidak jelas, negara yang dimaksud berbentuk apa? Sedangkan Islam telah menetapkan, bahwa bentuk Negara Islam (Khilafah) adalah negara kesatuan, bukan federasi atau persemakmuran. Meskipun wilayahnya terdiri dari berbagai wilayah yang membentang hingga 2/3 belahan dunia. Karena Khilafah merupakan satu-satunya negara kaum Muslim, dengan seorang kepala negara, meski didiami oleh suku dan bangsa yang berbeda-beda.

Penegasan ini dinyatakan oleh Nabi, “Jika ada dua khalifah telah dibai’at, maka bunuhlah yang terakhir di antara keduanya.” (HR. Muslim dari Abu Sa’id al-Khudri). Sabda Nabi ini dijadikan dasar oleh para ulama untuk menetapkan bentuk negara, bahwa negara Khilafah bukanlah federasi atau persemakmuran, tetapi negara kesatuan. Dalam komentarnya, Imam an-Nawawi menegaskan, “Hadits ini berisi larangan pendiriannya (imamah/khilafah) untuk dua orang.” (Lihat, an-Nawawi, Syarh Shahih Muslim, Juz XII/191). Hadits yang sama juga dijadikan dasar oleh al-‘Allamah Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani dan al-‘Allamah Syaikh Abd al-Qadim Zallum, bahwa negara Khilafah adalah negara kesatuan (Lihat, an-Nabhani, Muqaddimatu ad-Dustur, hal. 89).

Konsep negara kesatuan ini meniscayakan hanya ada satu negara bagi kaum Muslim di seluruh dunia. Karena itu, Negara Khilafah ini didefinisikan oleh al-‘Allamah Syaikh an-Nabhani dan ‘Abd al-Qadim Zallum dengan, “Kepemimpinan umum bagi kaum Muslim di seluruh dunia untuk menegakkan hukum-hukum syariat Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia.” (Lihat, an-Nabhani dan Zallum, Nidzam al-Hukm fi al-Islam, hal. 35).  

Satu negara dengan satu kepala negara, yaitu Khalifah serta satu UUD dan perundang-undangan, yaitu hukum syariah yang berlaku di seluruh wilayahnya. Tidak ada peraturan daerah (perda), yang berbeda satu dengan yang lain, dan hanya berlaku untuk penduduk di daerah tertentu, bukan untuk yang lain, sebagaimana dalam sistem federasi.

Karena negara kesatuan ini terdiri dari berbagai suku dan bangsa, dengan wilayah yang terbentang di seluruh dunia, maka Negara Khilafah ini juga bukan nation state, sebagaimana yang dinyatakan oleh NII dalam Qanun Asasi-nya. Sebagai negara kesatuan, kepala negaranya adalah Muslim yang menjadi warga negara Khilafah, bisa berbangsa Indonesia, Malaysia, Turki, Pakistan, Palestina, Suriah, Mesir, Spanyol atau yang lain. Ketika Nabi ditanya, apakah kekuasaan sepeninggal baginda akan diserahkan kepada Bani Amir bin Sha’sha’ah, dengan tegas Nabi menyatakan, “Sesungguhnya urusan milik Allah. Allah akan berikan kepada siapa saja yang Dia kehendaki.” (Lihat, Ibn Hisyam, as-Sirah an-Nabawiyyah, Juz II/38). Sabda Nabi ini menjadi dasar, bahwa syarat kepala negara dari suku atau bangsa tertentu, jelas telah ditolak oleh Nabi SAW. Kecuali Quraisy, karena ada nas yang menyatakan demikian. Meski, ini juga tidak bersifat mutlak, tetapi hanya merupakan syarat afdhaliyyah (keutamaan).

Berdasarkan paparan di atas bisa disimpulkan, bahwa Negara Khilafah ini merupakan negara global, bukan negara lokal. Meskipun merupakan negara global, Khilafah juga tidak berbentuk persemakmuran, seperti Inggris atau Prancis; juga tidak berbentuk federasi, seperti Malaysia atau Amerika Serikat; juga tidak berbentuk liga bangsa-bangsa, seperti PBB, sebagaimana yang pernah dinyatakan oleh Muhammad al-Ghazali dan Ikhwan al-Muslimin. Tetapi, negara Khilafah merupakan bentuk negara dan sistem pemerintahan yang khas dan unik. Berbeda dengan bentuk dan sistem pemerintahan manapun di muka bumi ini.

Negara Khilafah juga tidak berbentuk kerajaan (monarchi), yang dipimpin oleh seorang raja, baik sebagai kepala negara maupun kepala pemerintahan, sebagaimana dalam sistem monarchi absolut, seperti Kerajaan Arab Saudi; atau hanya sebagai kepala negara, bukan kepala pemerintahan, sebagaimana dalam sistem monarchi parlementer, seperti Kerajaan Malaysia. Khilafah juga tidak berbentuk republik, yang dipimpin oleh presiden, baik dalam sistem presidensial, seperti RI pada zaman Soeharto, maupun dalam sistem parlementer, seperti RI pada zaman Soekarno, dengan PM Natsir, dan lain-lain.

Khilafah juga bukan sistem demokrasi, yang menganut konsep trias politika, dengan kedaulatan di tangan rakyat. Sebab, kedaulatan dalam sistem pemerintahan Islam berada di tangan syariah. Khilafah juga bukan sistem teokrasi, yang memosisikan kepala negaranya sebagai wakil tuhan, dan tidak bisa melakukan kesalahan. Karena kepala negara Khilafah adalah manusia biasa, dan bisa bersalah sebagaimana manusia yang lainnya.

Selain tidak mengenal trias politik (split of power), pembagian kekuasaan, yaitu legislatif, eksekutif  dan yudikatif, Islam juga tidak mengenal model kepemimpinan kolegial (kolektif) sebagaimana dalam sistem demokrasi, atau konsep Dewan Imamah dalam konsep NII. Karena kepempimpinan dalam Islam bersifat tunggal (al-qiyadah fardiyyah) pada diri Khalifah. Khalifah dibantu oleh para Mu’awin (pembantu), baik di bidang pemerintahan, seperti Mu’awin Tafwidh, maupun di bidang administrasi, seperti Mu’awin Tanfidz.

Namun, posisi Mu’awin berbeda dengan menteri kabinet, atau dalam bahasa Malaysia, Jamaah Menteri.  Karena dengan tegas Nabi menyatakan, “Jika ada tiga orang bepergian, maka hendaknya mereka mengangkat salah seorang di antara mereka menjadi pemimpin.” (HR. Ibn Huzaimah). Lafadz, “salah seorang di antara mereka (ahadahum)” mempunyai mafhum mukhalafah (konotasi terbalik), yaitu larangan mengangkat lebih dari seorang menjadi pemimpin. Hadits ini juga menjadi dasar, bahwa kepemimpinan dalam Islam bersifat tunggal, bukan kolektif atau kolegial.

Meski demikian, harus diberi catatan, bahwa tidak berarti dengan konsep kepemimpinan tunggal, Khilafah akan menjadi negara yang korup, sebagaimana dalam teori politik Kapitalis yang oportunis. Karena, di sana ada fungsi check and balance yang selalu dijalankan oleh Majelis Umat, partai politik dan umat. Bahkan, ada fungsi pemakzulan yang bisa dilakukan oleh Mahkamah Mazalim. Dengan begitu, potensi terjadinya kekuasaan yang korup itu telah tertutup rapat dalam sistem Khilafah. Ini telah dibuktikan dalam sejarah keemasan Islam. Bukan sekedar teori, mimpi apalagi fantasi.


0 komentar:

Agenda Harian

Semoga kita senantiasa terpacu untuk mengukir prestasi amal yang akan memperberat timbangan kebaikan di yaumil akhir, berikut rangkaian yang bisa dilakukan

1. Agenda pada sepertiga malam akhir

a. Menunaikan shalat tahajjud dengan memanjangkan waktu pada saat ruku’ dan sujud di dalamnya,

b. Menunaikan shalat witir

c. Duduk untuk berdoa dan memohon ampun kepada Allah hingga azan subuh

Rasulullah saw bersabda:

يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ فَيَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ

“Sesungguhnya Allah SWT selalu turun pada setiap malam menuju langit dunia saat 1/3 malam terakhir, dan Dia berkata: “Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku maka akan Aku kabulkan, dan barangsiapa yang meminta kepada-Ku maka akan Aku berikan, dan barangsiapa yang memohon ampun kepada-Ku maka akan Aku ampuni”. (HR. Bukhari Muslim)


2. Agenda Setelah Terbit Fajar

a. Menjawab seruan azan untuk shalat subuh

” الَّلهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا الَّذِي وَعَدْتَهُ “

“Ya Allah, Tuhan pemilik seruan yang sempurna ini, shalat yang telah dikumandangkan, berikanlah kepada Nabi Muhammad wasilah dan karunia, dan bangkitkanlah dia pada tempat yang terpuji seperti yang telah Engkau janjikan. (Ditashih oleh Al-Albani)

b. Menunaikan shalat sunnah fajar di rumah dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا

“Dua rakaat sunnah fajar lebih baik dari dunia dan segala isinya”. (Muslim)

وَ قَدْ قَرَأَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فِي رَكْعَتَي الْفَجْرِ قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُوْنَ وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدَ

“Nabi saw pada dua rakaat sunnah fajar membaca surat “Qul ya ayyuhal kafirun” dan “Qul huwallahu ahad”.

c. Menunaikan shalat subuh berjamaah di masjid –khususnya- bagi laki-laki.

Rasulullah saw bersabda:

وَلَوْ يَعْلَمُوْنَ مَا فِي الْعَتْمَةِ وَالصُّبْحِ لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا

“Sekiranya manusia tahu apa yang ada dalam kegelapan dan subuh maka mereka akan mendatanginya walau dalam keadaan tergopoh-gopoh” (Muttafaqun alaih)

بَشِّرِ الْمَشَّائِيْنَ فِي الظّلَمِ إِلَى الْمَسَاجِدِ بِالنُّوْرِ التَّامِّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Berikanlah kabar gembira kepada para pejalan di kegelapan menuju masjid dengan cahaya yang sempurna pada hari kiamat”. (Tirmidzi dan ibnu Majah)

d. Menyibukkan diri dengan doa, dzikir atau tilawah Al-Quran hingga waktu iqamat shalat

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ لاَ يُرَدُّ بَيْنَ الأَذَانِ وَالإِقَامَةِ

“Doa antara adzan dan iqamat tidak akan ditolak” (Ahmad dan Tirmidzi dan Abu Daud)

e. Duduk di masjid bagi laki-laki /mushalla bagi wanita untuk berdzikir dan membaca dzikir waktu pagi

Dalam hadits nabi disebutkan:

كَانَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” إَذَا صَلَّى الْفَجْرَ تَرَبَّعَ فِي مَجْلِسِهِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ الْحَسَنَاءُ

” Nabi saw jika selesai shalat fajar duduk di tempat duduknya hingga terbit matahari yang ke kuning-kuningan”. (Muslim)

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran.

Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya waktu fajar itu disaksikan (malaikat). (Al-Isra : 78) Dan memiliki komitmen sesuai kemampuannya untuk selalu:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah lebih banyak dari itu semua, maka akan menuai kebaikan berlimpah insya Allah.

3. Menunaikan shalat Dhuha walau hanya dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنْ الضُّحَى

“Setiap ruas tulang tubuh manusia wajib dikeluarkan sedekahnya, setiap hari ketika matahari terbit. Mendamaikan antara dua orang yang berselisih adalah sedekah, menolong orang dengan membantunya menaiki kendaraan atau mengangkat kan barang ke atas kendaraannya adalah sedekah, kata-kata yang baik adalah sedekah, tiap-tiap langkahmu untuk mengerjakan shalat adalah sedekah, dan membersihkan rintangan dari jalan adalah sedekah”. (Bukhari dan Muslim)

4. Berangkat kerja atau belajar dengan berharap karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمِلِ يَدِهِ، وَكَانَ دَاوُدُ لا يَأْكُلُ إِلا مِنْ عَمِلِ يَدِهِ

“Tidaklah seseorang memakan makanan, lebih baik dari yang didapat oleh tangannya sendiri, dan bahwa nabi Daud makan dari hasil tangannya sendiri”. (Bukhari)

Dalam hadits lainnya nabi juga bersabda:

مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang berjalan dalam rangka mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga”. (Muslim)

d. Menyibukkan diri dengan dzikir sepanjang hari

Allah berfirman :

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“Ketahuilah dengan berdzikir kepada Allah maka hati akan menjadi tenang” (Ra’ad : 28)

Rasulullah saw bersabda:

أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللهَ أَنْ تَمُوْتَ ولسانُك رَطْبٌ من ذِكْرِ الله

“Sebaik-baik perbuatan kepada Allah adalah saat engkau mati sementara lidahmu basah dari berdzikir kepada Allah” (Thabrani dan Ibnu Hibban) .

5. Agenda saat shalat Zhuhur

a. Menjawab azan untuk shalat Zhuhur, lalu menunaikan shalat Zhuhur berjamaah di Masjid khususnya bagi laki-laki

b. Menunaikan sunnah rawatib sebelum Zhuhur 4 rakaat dan 2 rakaat setelah Zhuhur

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ صَلَّى اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِي يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِيَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang shalat 12 rakaat pada siang dan malam hari maka Allah akan membangunkan baginya dengannya rumah di surga”. (Muslim).

6. Agenda saat dan setelah shalat Ashar

a. Menjawab azan untuk shalat Ashar, kemudian dilanjutkan dengan menunaikan shalat Ashar secara berjamaah di masjid

b. Mendengarkan nasihat di masjid (jika ada)

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ لا يُرِيدُ إِلا أَنْ يَتَعَلَّمَ خَيْرًا أَوْ يَعْلَمَهُ، كَانَ لَهُ كَأَجْرِ حَاجٍّ تَامًّا حِجَّتُهُ

“Barangsiapa yang pergi ke masjid tidak menginginkan yang lain kecuali belajar kebaikan atau mengajarkannya, maka baginya ganjaran haji secara sempurna”. (Thabrani – hasan shahih)

c. Istirahat sejenak dengan niat yang karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

وَإِنَّ لِبَدَنِكَ عَلَيْكَ حَقٌّ

“Sesungguhnya bagi setiap tubuh atasmu ada haknya”.

Agenda prioritas:

Membaca Al-Quran dan berkomitmen semampunya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan, maka akan menuai kebaikan yang berlimpah insya Allah.

7. Agenda sebelum Maghrib

a. Memperhatikan urusan rumah tangga – melakukan mudzakarah – Menghafal Al-Quran

b. Mendengarkan ceramah, nasihat, khutbah, untaian hikmah atau dakwah melalui media

c. Menyibukkan diri dengan doa

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ

“Doa adalah ibadah”

8. Agenda setelah terbenam matahari

a. Menjawab azan untuk shalat Maghrib

b. Menunaikan shalat Maghrib secara berjamaah di masjid (khususnya bagi laki-laki)

c. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Maghrib – 2 rakaat

d. Membaca dzikir sore

e. Mempersiapkan diri untuk shalat Isya lalu melangkahkan kaki menuju masjid

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ لِيَقْضِيَ فَرِيضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللَّهِ كَانَتْ خَطْوَتَاهُ إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ خَطِيئَةً وَالْأُخْرَى تَرْفَعُ دَرَجَةً

“Barangsiapa yang bersuci/berwudhu kemudian berjalan menuju salah satu dari rumah-rumah Allah untuk menunaikan salah satu kewajiban dari kewajiban Allah, maka langkah-langkahnya akan menggugurkan kesalahan dan yang lainnya mengangkat derajatnya”. (Muslim)

9. Agenda pada waktu shalat Isya

a. Menjawab azan untuk shalat Isya kemudian menunaikan shalat Isya secara jamaah di masjid

b. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Isya – 2 rakaat

c. Duduk bersama keluarga/melakukan silaturahim

d. Mendengarkan ceramah, nasihat dan untaian hikmah di Masjid

e. Dakwah melalui media atau lainnya

f. Melakukan mudzakarah

g. Menghafal Al-Quran

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran dengan berkomitmen sesuai dengan kemampuannya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan bacaan maka telah menuai kebaikan berlimpah insya Allah.


Apa yang kita jelaskan di sini merupakan contoh, sehingga tidak harus sama persis dengan yang kami sampaikan, kondisional tergantung masing-masing individu. Semoga ikhtiar ini bisa memandu kita untuk optimalisasi ibadah insya Allah. Allahu a’lam

Jazaakillah

Sedikit revisi dari : http://www.al-ikhwan.net/agenda-harian-ramadhan-menuju-bahagia-di-bulan-ramadhan-2989/

Isi Blog

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.