Oleh: Hafidz Abdurrahman

Ada sebagian intelektual yang menyatakan, bahwa Alquran dan Sunnah tidak pernah mewajibkan untuk mendirikan Negara Islam. Bahkan, ada yang menyatakan, bahwa Alquran dan Sunnah juga tidak pernah menyebut Negara Islam.

Pernyataan seperti ini bisa terjadi karena dua kemungkinan. Pertama, karena merasa tertuduh, terutama ketika Negara Islam telah menjadi monster yang menakutkan, sehingga takut. . Kedua, karena tidak tahu atau tidak menemukan, bahwa Negara Islam tersebut memang ada di dalam Alquran dan Sunnah.

Tentu, baik karena kemungkinan yang pertama maupun kedua, sama-sama tidak mewakili Islam. Bahkan, pandangan yang muncul dari keduanya sama-sama tidak mempunyai nilai apapun dalam ajaran Islam. Apalagi, masalah negara ini merupakan masalah ma’lum[un] min ad-din bi ad-dharurah (perkara agama yang sudah diyakini/diketahui kepentingannya). Karena itu, adanya negara ini hukumnya wajib. Kewajibannya pun telah disepakati oleh para ulama, baik Ahlussunnah, Syi’ah, Khawarij maupun Muktazilah (Lihat, al-Asy’ari, Maqalat al-Islamiyyin wa Ikhtilafi al-Mushallin, Juz II/149).

Imam an-Nawawi, dalam kitabnya, Raudhatu at-Thalibin wa ‘Umdatu al-Muftin menyatakan, bahwa mendirikan imamah hukumnya Fardhu Kifayah. Jika hanya ada satu orang (yang layak), maka dia wajib diangkat. Jika tidak ada yang mengajukannya, maka imamah itu wajib diusahakan (Lihat, an-Nawawi, Raudhatu at-Thalibin wa ‘Umdatu al-Muftin, Juz VIII/369). Imamah yang dimaksud oleh Imam an-Nawawi di sini tak lain adalah Khilafah, atau Negara Islam.

Karena itu, tidak ada perbedaan di kalangan ulama, bahwa Nabi Muhammad, selain sebagai Nabi dan Rasul, baginda SAW adalah kepala negara. Ini dibuktikan dengan firman Allah SWT yang menitahkan, bahwa tugas Nabi dan Rasul hanya tabligh (menyampaikan risalah): “Dan tidak lain kewajiban Rasul itu melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.” (Q.s. an-Nur [24]: 54)

Tetapi, faktanya banyak nash Alquran memeritahkan kepada Baginda SAW untuk memotong tangan pencuri (QS al-Maidah [05]: 38), mencambuk pezina (QS an-Nur [24]: 3), memerintah berdasarkan hukum Allah (QS al-Maidah [05]: 49), memerangi kaum Kafir (QS at-Taubah [09]: 36), menumpas perusuh (QS al-Maidah [05]: 33). Sedangkan tugas-tugas di atas adalah tugas yang lazimnya dijalankan oleh kepala negara.

Dari dua kategori nash di atas, yaitu nash yang menyatakan Nabi Muhammad SAW sebagaimana Nabi dan Rasul yang lain hanya diberi tugas untuk tabligh, tetapi nash-nash lain memerintahkan Nabi Muhammad untuk melakukan tugas-tugas negara, maka bisa ditarik kesimpulan, bahwa Nabi Muhammad bukan hanya Nabi dan Rasul, tetapi juga kepala negara. Ini berbeda dengan Nabi Musa, Isa, Ibrahim, Nuh -‘alaihim as-salam, yang hanya diberi tugas untuk tabligh. Ini kemudian dipertegas oleh Nabi sendiri: “Dahulu Bani Israil diurus oleh para Nabi. Ketika seorang Nabi telah wafat, maka digantikan oleh Nabi yang lain. Bahwa, tidak akan ada seorang Nabi pun setelahku, dan akan ada para khalifah. Jumlah mereka pun banyak.” (HR Bukhari)

Sabda Nabi yang menyatakan, Wa innahu la nabiyya ba’di, wa sayakunu khulafa’ fa yaktsurun (Bahwa, tidak akan ada seorang Nabi pun setelahku, dan akan ada para khalifah. Jumlah mereka pun banyak) membuktikan, bahwa posisi Baginda SAW sebagai Nabi dan Rasul yang terakhir tidak tergantikan. Tetapi, posisi Baginda yang lain, yaitu kepala negara yang bisa digantikan. Dan pengganti Baginda SAW adalah Khalifah, yang memerintah secara berkesinambungan, sehingga jumlahnya banyak.

Semuanya ini membuktikan, bahwa ajaran tentang negara jelas dinyatakan dalam nash, khususnya Sunnah, dengan istilah Khilafah (HR Ahmad dari Nu’man bin Basyir), dan pemangkunya disebut Khalifah (HR Bukhari dari Abu Hurairah). Karena itu, istilah Khilafah dan Khalifah adalah istilah syariah, yang digunakan oleh nash syariah, sebagaimana Shalat, Zakat, Jihad dan Haji, untuk menyebut negara dengan konteks dan konotasi yang khas. Konteks dan konotasi Khilafah itu tak lain adalah negara kaum Muslim di seluruh dunia yang dibangun berdasarkan akidah Islam, untuk menerapkan hukum-hukum syariah dan mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia. Negara kesatuan, bukan federasi maupun persemakmuran; bukan monarki, baik absolut maupun parlementer;  bukan pula republik, baik presidensiil maupun parlementer; bukan pula demokrasi, teokrasi, autokrasi maupun diktator. Itulah Khilafah Rasyidah ‘ala Minhaj an-Nubuwwah.

Tentang penggunaan istilah Negara Islam (ad-Daulah al-Islamiyyah), memang tidak pernah digunakan oleh Alquran dan Sunnah. Karena istilah Daulah adalah istilah baru, yang diambil dari khazanah di luar Islam. Awalnya istilah ini digunakan oleh para filosof Yunani Kuno, seperti Plato dan Aristoteles. Sementara umat Islam baru berinteraksi dengan filsafat Yunani, ketika mereka menaklukkan Mesir dan Syam pada zaman Umar bin al-Khatthab. Namun, istilah Daulah saat itu juga belum digunakan. Baru setelah buku-buku filsafat diterjemahkan ke dalam bahasa Arab pada zaman Khilafah Abbasiyah, mulailah istilah tersebut dikenal oleh kaum Muslim. Kata Daulah digunakan untuk menerjemahkan kata State, yang digunakan oleh Plato maupun Aristoteles dalam buku mereka.

Namun, karena istilah Daulah ini bisa misunderstanding, maka para ulama kaum Muslim ketika menggunakannya untuk menyebut Khilafah, mereka pun menggunakan kata Daulah dengan tambahan sifat Islamiyyah di belakangnya, sehingga mulailah kata ad-Daulah al-Islamiyyah digunakan untuk menyebut Khilafah. Ini bisa dilacak pada tulisan Ibn Qutaibah ad-Dainuri (w. 276 H), dalam kitabnya, al-Imamah wa as-Siyasah, yang ditulis pada pertengahan abad ke-3 Hijriyah. Boleh dikatakan, Ibn Qutaibahlah ulama yang pertama kali menggunakan istilah tersebut sebagai padanan dari istilah Khilafah.

Setelah itu, diikuti oleh Yaqut al-Hamawi (w. 626 H) dalam Mu’jam al-Buldan, Ibn Taimiyyah (w. 726 H) dalam Majmu’ al-Fatawa, Ibn Katsir (w. 774 H) dalam al-Bidayah wa an-Nihayah, dan Ibn Khaldun (w. 808 H) dalam Muqaddimah dan Tarikh Ibn Khaldun. Inilah fakta normatif eksistensi Negara Islam atau Khilafah dalam khazanah klasik. Selain fakta normatif, juga ada fakta empiris yang telah membuktikan eksistensinya, baik dalam bentuk perundang-undangan yang pernah diterapkan pada zamannya, maupun peninggalan fisik yang hingga kini masih berdiri kokoh di negeri-negeri kaum Muslim.

Maka, sangat memalukan jika ada intelektual atau ulama yang menyatakan, bahwa Alquran dan Sunnah tidak pernah mengajarkan tentang Negara Islam. Pernyataan yang sebenarnya tidak akan mengurangi sedikit pun kelengkapan dan keagungan ajaran Islam. Sebaliknya, justru meruntuhkan kredibilitas mereka sebagai intelektual atau ulama. Wajar, jika karena alasan yang sama, Hai’ah Kibar Ulama’ al-Azhar di masa lalu telah mencabut seluruh gelar dan ijazah yang telah diberikan kepada Ali bin Abd ar-Raziq. Wallahu a’lam.

0 komentar:

Agenda Harian

Semoga kita senantiasa terpacu untuk mengukir prestasi amal yang akan memperberat timbangan kebaikan di yaumil akhir, berikut rangkaian yang bisa dilakukan

1. Agenda pada sepertiga malam akhir

a. Menunaikan shalat tahajjud dengan memanjangkan waktu pada saat ruku’ dan sujud di dalamnya,

b. Menunaikan shalat witir

c. Duduk untuk berdoa dan memohon ampun kepada Allah hingga azan subuh

Rasulullah saw bersabda:

يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ فَيَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ

“Sesungguhnya Allah SWT selalu turun pada setiap malam menuju langit dunia saat 1/3 malam terakhir, dan Dia berkata: “Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku maka akan Aku kabulkan, dan barangsiapa yang meminta kepada-Ku maka akan Aku berikan, dan barangsiapa yang memohon ampun kepada-Ku maka akan Aku ampuni”. (HR. Bukhari Muslim)


2. Agenda Setelah Terbit Fajar

a. Menjawab seruan azan untuk shalat subuh

” الَّلهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا الَّذِي وَعَدْتَهُ “

“Ya Allah, Tuhan pemilik seruan yang sempurna ini, shalat yang telah dikumandangkan, berikanlah kepada Nabi Muhammad wasilah dan karunia, dan bangkitkanlah dia pada tempat yang terpuji seperti yang telah Engkau janjikan. (Ditashih oleh Al-Albani)

b. Menunaikan shalat sunnah fajar di rumah dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا

“Dua rakaat sunnah fajar lebih baik dari dunia dan segala isinya”. (Muslim)

وَ قَدْ قَرَأَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فِي رَكْعَتَي الْفَجْرِ قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُوْنَ وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدَ

“Nabi saw pada dua rakaat sunnah fajar membaca surat “Qul ya ayyuhal kafirun” dan “Qul huwallahu ahad”.

c. Menunaikan shalat subuh berjamaah di masjid –khususnya- bagi laki-laki.

Rasulullah saw bersabda:

وَلَوْ يَعْلَمُوْنَ مَا فِي الْعَتْمَةِ وَالصُّبْحِ لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا

“Sekiranya manusia tahu apa yang ada dalam kegelapan dan subuh maka mereka akan mendatanginya walau dalam keadaan tergopoh-gopoh” (Muttafaqun alaih)

بَشِّرِ الْمَشَّائِيْنَ فِي الظّلَمِ إِلَى الْمَسَاجِدِ بِالنُّوْرِ التَّامِّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Berikanlah kabar gembira kepada para pejalan di kegelapan menuju masjid dengan cahaya yang sempurna pada hari kiamat”. (Tirmidzi dan ibnu Majah)

d. Menyibukkan diri dengan doa, dzikir atau tilawah Al-Quran hingga waktu iqamat shalat

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ لاَ يُرَدُّ بَيْنَ الأَذَانِ وَالإِقَامَةِ

“Doa antara adzan dan iqamat tidak akan ditolak” (Ahmad dan Tirmidzi dan Abu Daud)

e. Duduk di masjid bagi laki-laki /mushalla bagi wanita untuk berdzikir dan membaca dzikir waktu pagi

Dalam hadits nabi disebutkan:

كَانَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” إَذَا صَلَّى الْفَجْرَ تَرَبَّعَ فِي مَجْلِسِهِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ الْحَسَنَاءُ

” Nabi saw jika selesai shalat fajar duduk di tempat duduknya hingga terbit matahari yang ke kuning-kuningan”. (Muslim)

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran.

Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya waktu fajar itu disaksikan (malaikat). (Al-Isra : 78) Dan memiliki komitmen sesuai kemampuannya untuk selalu:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah lebih banyak dari itu semua, maka akan menuai kebaikan berlimpah insya Allah.

3. Menunaikan shalat Dhuha walau hanya dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنْ الضُّحَى

“Setiap ruas tulang tubuh manusia wajib dikeluarkan sedekahnya, setiap hari ketika matahari terbit. Mendamaikan antara dua orang yang berselisih adalah sedekah, menolong orang dengan membantunya menaiki kendaraan atau mengangkat kan barang ke atas kendaraannya adalah sedekah, kata-kata yang baik adalah sedekah, tiap-tiap langkahmu untuk mengerjakan shalat adalah sedekah, dan membersihkan rintangan dari jalan adalah sedekah”. (Bukhari dan Muslim)

4. Berangkat kerja atau belajar dengan berharap karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمِلِ يَدِهِ، وَكَانَ دَاوُدُ لا يَأْكُلُ إِلا مِنْ عَمِلِ يَدِهِ

“Tidaklah seseorang memakan makanan, lebih baik dari yang didapat oleh tangannya sendiri, dan bahwa nabi Daud makan dari hasil tangannya sendiri”. (Bukhari)

Dalam hadits lainnya nabi juga bersabda:

مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang berjalan dalam rangka mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga”. (Muslim)

d. Menyibukkan diri dengan dzikir sepanjang hari

Allah berfirman :

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“Ketahuilah dengan berdzikir kepada Allah maka hati akan menjadi tenang” (Ra’ad : 28)

Rasulullah saw bersabda:

أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللهَ أَنْ تَمُوْتَ ولسانُك رَطْبٌ من ذِكْرِ الله

“Sebaik-baik perbuatan kepada Allah adalah saat engkau mati sementara lidahmu basah dari berdzikir kepada Allah” (Thabrani dan Ibnu Hibban) .

5. Agenda saat shalat Zhuhur

a. Menjawab azan untuk shalat Zhuhur, lalu menunaikan shalat Zhuhur berjamaah di Masjid khususnya bagi laki-laki

b. Menunaikan sunnah rawatib sebelum Zhuhur 4 rakaat dan 2 rakaat setelah Zhuhur

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ صَلَّى اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِي يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِيَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang shalat 12 rakaat pada siang dan malam hari maka Allah akan membangunkan baginya dengannya rumah di surga”. (Muslim).

6. Agenda saat dan setelah shalat Ashar

a. Menjawab azan untuk shalat Ashar, kemudian dilanjutkan dengan menunaikan shalat Ashar secara berjamaah di masjid

b. Mendengarkan nasihat di masjid (jika ada)

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ لا يُرِيدُ إِلا أَنْ يَتَعَلَّمَ خَيْرًا أَوْ يَعْلَمَهُ، كَانَ لَهُ كَأَجْرِ حَاجٍّ تَامًّا حِجَّتُهُ

“Barangsiapa yang pergi ke masjid tidak menginginkan yang lain kecuali belajar kebaikan atau mengajarkannya, maka baginya ganjaran haji secara sempurna”. (Thabrani – hasan shahih)

c. Istirahat sejenak dengan niat yang karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

وَإِنَّ لِبَدَنِكَ عَلَيْكَ حَقٌّ

“Sesungguhnya bagi setiap tubuh atasmu ada haknya”.

Agenda prioritas:

Membaca Al-Quran dan berkomitmen semampunya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan, maka akan menuai kebaikan yang berlimpah insya Allah.

7. Agenda sebelum Maghrib

a. Memperhatikan urusan rumah tangga – melakukan mudzakarah – Menghafal Al-Quran

b. Mendengarkan ceramah, nasihat, khutbah, untaian hikmah atau dakwah melalui media

c. Menyibukkan diri dengan doa

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ

“Doa adalah ibadah”

8. Agenda setelah terbenam matahari

a. Menjawab azan untuk shalat Maghrib

b. Menunaikan shalat Maghrib secara berjamaah di masjid (khususnya bagi laki-laki)

c. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Maghrib – 2 rakaat

d. Membaca dzikir sore

e. Mempersiapkan diri untuk shalat Isya lalu melangkahkan kaki menuju masjid

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ لِيَقْضِيَ فَرِيضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللَّهِ كَانَتْ خَطْوَتَاهُ إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ خَطِيئَةً وَالْأُخْرَى تَرْفَعُ دَرَجَةً

“Barangsiapa yang bersuci/berwudhu kemudian berjalan menuju salah satu dari rumah-rumah Allah untuk menunaikan salah satu kewajiban dari kewajiban Allah, maka langkah-langkahnya akan menggugurkan kesalahan dan yang lainnya mengangkat derajatnya”. (Muslim)

9. Agenda pada waktu shalat Isya

a. Menjawab azan untuk shalat Isya kemudian menunaikan shalat Isya secara jamaah di masjid

b. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Isya – 2 rakaat

c. Duduk bersama keluarga/melakukan silaturahim

d. Mendengarkan ceramah, nasihat dan untaian hikmah di Masjid

e. Dakwah melalui media atau lainnya

f. Melakukan mudzakarah

g. Menghafal Al-Quran

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran dengan berkomitmen sesuai dengan kemampuannya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan bacaan maka telah menuai kebaikan berlimpah insya Allah.


Apa yang kita jelaskan di sini merupakan contoh, sehingga tidak harus sama persis dengan yang kami sampaikan, kondisional tergantung masing-masing individu. Semoga ikhtiar ini bisa memandu kita untuk optimalisasi ibadah insya Allah. Allahu a’lam

Jazaakillah

Sedikit revisi dari : http://www.al-ikhwan.net/agenda-harian-ramadhan-menuju-bahagia-di-bulan-ramadhan-2989/

Isi Blog

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.