Sesungguhnya orang-orang yang ragu-ragu itu telah mentaati syetan, hingga diri mereka menyatu dengan keragu-raguan dari syetan tersebut. Mereka menerima ucapan syetan, mentaatinya dan membenci mengikuti Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan para sahabatnya. Bahkan di antara mereka ada yang berpendapat, jika ia berwudhu dengan cara wudhu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam atau shalat sesuai dengan shalatnya, maka wudhunya batal dan shalatnya tidak sah. Dia juga berpendapat, jika ia melakukan sebagaimana yang dilakukan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam mewakilkan (suatu pekerjaan) kepada anak-anak, atau dalam memakan makanan umat Islam pada umumnya, ia berpendapat bahwa makanan itu najis dan wajib baginya membasuh tangan dan mulutnya sebanyak tujuh kali seperti jika tangan dan mulutnya dijilat oleh anjing atau dikencingi kucing.
Kekuasaan iblis terhadap mereka sampai pada tingkat mereka memenuhi perintah iblis laksana orang gila. Mereka lebih dekat kepada madzhab Sujsatha’iyah 1) yang mengingkari hakikat yang maujud dan hal-hal yang nyata.
Dan pengetahuan seseorang tentang keadaan dirinya adalah sesuatu yang pasti dan berdasarkan keyakinan. Adapun mereka, salah seorang dari mereka membasuh anggota tubuhnya dengan disaksikan oleh mata kepalanya sendiri, kemudian bertakbir, dan ia membaca dengan lisannya sendiri, dengan didengarkan oleh kedua telinganya dan ia ketahui dengan hatinya, bahkan orang lain pun mengetahui daripadanya dan meyakininya, tetapi anehnya orang itu ragu-ragu: Apakah dia melakukan hal itu atau tidak? Demikian pula syetan membuatnya ragu-ragu dalam niat dan keinginannya yang dia ketahui sendiri secara yakin, bahkan orang lain mengetahuinya berdasarkan kenyataan yang dilihatnya. Meski demikian, ia tetap menerima ucapan iblis bahwa ia belum niat shalat, dan belum menginginkannya. la tidak menerima kesaksian matanya sendiri, juga mengingkari keyakinan dirinya, sehingga engkau lihat ia selalu ragu-ragu dan bimbang, seakan-akan ia mengobati sesuatu dan mengeluarkannya, atau ia mendapatkan sesuatu dalam dirinya dan berusaha mengeluarkannya.
Semua itu adalah ketaatan kepada iblis yang berlebihan, menerima bisikan-bisikannya, dan siapa yang mentaati iblis hingga pada tingkat semacam ini, maka berarti ia telah mentaatinya dengan sepenuhnya.
Lalu, ucapan syetan itu diterima untuk menyiksa dirinya dan untuk mentaatinya dalam menimpakan bahaya kepada tubuhnya. Terkadang dalam bentuk menyelamkan diri dalam air yang dingin, terkadang pula dengan memperbanyak dan memperpanjang pijitan (saat berwudhu), atau mungkin ia membuka kedua matanya dan memasukkan air dingin ke dalamnya, lalu ia membersihkannya hingga membahayakan penglihatannya, bahkan mungkin mengakibatkan terbukanya aurat dirinya di hadapan manusia, atau bisa jadi ia malah menjadi bahan ejekan anak-anak kecil dan segenap orang yang melihatnya.
Saya berkata, “Abul Faraj Al-Jauzi 2) menyebutkan kisah dari Abil Wafa’ bin Uqail, ada seorang laki-laki yang bertanya kepadanya, ‘Saya menyelam dalam air berkali-kali tetapi saya ragu-ragu, apakah mandi saya telah sah atau belum, bagaimana menurut pendapatmu?”
Maka Syaikh menjawab, “Pergilah, kamu sudah tidak berkewajiban lagi menunaikan shalat.” Ia bertanya, “Bagaimana bisa begitu?” Ia menjawab, “Karena Nabi ShallallahuAlaihi wa Sallam bersabda, ‘Pena (catatan amal) diangkat dari tiga jenis manusia: Orang gila hingga sembuh dari kegilaannya, orang yang tidur hingga bangun dan anak kecil sampai ia baligh.’ (Hadits shahih). Dan siapa yang menyelam dalam air berkali-kali lalu ia ragu-ragu, apakah ia telah kena air atau belum, maka dia adalah orang gila!”
Ibnu Qudamah berkata, “Mungkin keragu-raguannya menyibukkan dirinya hingga ia ketinggalan berjama’ah, bahkan mungkin ia kehabisan waktu. Begitu sibuknya orang tersebut dalam niat sehingga menjadikannya ketinggalan takbiratul ihram, atau ketinggalan satu rakaat atau lebih. Di antara mereka ada yang bersumpah tak akan melebihi dari ini (ketinggalan satu rakaat, misalnya, pen.), tapi kemudian ia berdusta (sebab tak bisa menepati).”
Saya berkata, “Seorang yang terpercaya bercerita kepada saya tentang orang yang senantiasa ragu-ragu. Ia selalu mengulang-ulang niatnya beberapa kali, sehingga hal itu memberatkan para makmum. Lalu ia diminta agar bersumpah dengan thalak bahwa ia tidak akan melebihi dari itu. Akan tetapi iblis tidak membiarkannya sampai ia menambah dari yang ditetapkan. Maka ia pun dipisahkan dari istrinya, dan hal itu membuatnya dirundung duka yang amat mendalam. Keduanya berpisah hingga bertahun-tahun, dan wanita itu pun sampai menikah dengan laki-laki lain, dan daripadanya ia mendapatkan putera. Lalu suaminya melanggar sumpahnya sendiri sehingga ia dipisahkan dari istrinya. Wanita itu lalu dikembalikan kepada suaminya yang pertama, setelah hampir saja sang suami binasa karena berpisah dengan istrinya.”
Saya juga mendengar cerita dari orang lain tentang seorang yang selalu memfasih-fasihkan niatnya. Suatu hari, ia begitu sangat memfasih-fasihkan niatnya hingga ia mengucapkan,” Ushalli, ushalli”, (berkali-kali) shalat ini dan itu, lalu ia ingin mengatakan ada’an 3) tetapi ia keliru sehingga mengucapkan, “Adza’an lillahi. “Tiba-tiba orang lain menyerobot ke sampingnya dan menghentikan shalatnya seraya mengatakan, “Wa lirasulihi wa mala’ikatihi wa jama’atil Muslimin!” Ia juga berkata, “Di antara mereka ada yang was-was dalam mengucapkan huruf, sehingga ia selalu mengulang-ulanginya.” Ia melanjutkan,
“Saya melihat di antara mereka ada yang mengucapkan, ‘Allahu Akkkbar!” Ia juga bercerita, “Seseorang berkata kepadaku, ‘Saya tidak bisa mengucapkan, ‘Assalamu’alaikum’.” Maka kukatakan padanya, “Ucapkanlah seperti yang baru saja Anda ucapkan, dan Anda pun tenang.”
Di antara mereka ada yang disiksa syetan di dunia sebelum menerima siksaan akhirat, mereka dikeluarkan dari mengikuti Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, lalu dimasukkan ke dalam golongan orang-orang yang berlebih-lebihan dan melampaui batas. Ironinya, mereka mengira telah berbuat dengan sebaik-baiknya.
Orang yang hendak melepaskan diri dari ujian ini, hendaknya ia yakin bahwa kebenaran adalah dengan mengikuti Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam ucapan dan perbuatannya, lalu ia berkeinginan kuat untuk meniti jalannya, suatu keinginan yang tak dicampuri keraguan sedikit pun bahwa ia berada di jalan yang benar. Dan bahwa yang menyelisihi jalannya adalah dari godaan dan bisikan syetan. Lalu hendaknya ia meyakinkan dirinya, bahwa syetan adalah musuhnya dan ia tidak akan menyerunya kepada kebaikan.
Allah befirman,
“Sesungguhnya syetan-syetan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (Faathir: 6).
Kemudian hendaknya ia meninggalkan setiap yang menyelisihi jalan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, sebab tak diragukan lagi bahwa Rasul Shallallahu Alaihi wa Sallam berada pada jalan yang lurus, dan siapa yang ragu-ragu tentang hal ini, maka dia bukanlah orang Muslim. Jika telah mengetahui hal ini, ke mana lagi ia berpaling dari Sunnahnya? Apalagi yang dicari hamba selain daripada jalan beliau? Selanjutnya ia harus berkata kepada dirinya sendiri, “Bukankah engkau tahu bahwa jalan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam adalah jalan yang lurus?”
Jika dirinya mengiakan, maka hendaknya ditanyakan, “Apakah orang tersebut melakukan hal itu?” Anda tentu menjawab, ‘Tidak!” Maka katakanlah kepada dirimu sendiri, “Bukankah setelah kebenaran adalah kesesatan? Bukankah setelah jalan surga yang ada hanyalah jalan neraka? Bukankah setelah jalan Allah dan Rasul-Nya tidak ada lain kecuali jalan syetan? Jika engkau mengikuti jalan syetan, maka engkau akan menjadi teman setianya, dan pasti kelak engkau berkata,
“Aduhai, semoga (jarak) antaraku dan kamu seperti jarak antara timur dan barat, maka syetan itu adalah sejahat-jahat teman (yang menyertai manusia).” (Az-Zukhruf: 38).
Hendaknya ia melihat keadaan orang-orang salaf dalam mengikuti Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, kemudian meneladani dan mengikuti jalan mereka.
Dan telah diriwayatkan kepada kami dari sebagian mereka yang berkata, “Telah berlalu suatu kaum yang seandainya mereka tidak melebihi seujung kuku (saja) dalam berwudhu tentu kami tidak akan melebihinya.”
Saya berkata, “Dia adalah Ibrahim An-Nakha’i.”
Suatu hari, Zainal Abidin berkata kepada puteranya, “Wahai puteraku, buatkanlah untukku sebuah baju yang khusus kukenakan ketika buang hajat besar, sebab aku melihat lalat jatuh di atas sesuatu, kemudian mengenai baju”, tetapi kemudian ia tersadar lalu segera meralat, “Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dan para sahabatnya tidak memiliki kecuali satu baju”, 4) maka (keinginan itu pun) ditinggalkannya.
Jika Umar Radhiyallahu Anhu berkeinginan melakukan sesuatu, tetapi dikatakan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak pernah melakukannya maka ia akan membatalkannya. Bahkan suatu kali ia pernah berkata, “Aku pernah berkeinginan melarang dari memakai pakaian ini, karena kudengar ia dicelup dengan air kencing orang-orang jompo!” Tetapi kemudian Ubay berkata kepadanya, “Bagaimana kamu melarangnya, padahal Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam telah mengenakannya dan aku juga mengenakannya pada zaman beliau, seandainya Allah mengharamkan penggunaan pakaian tersebut, tentu telah dijelaskan kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.” Lalu Umar berkata, “Anda benar.” (Diriwayatkan Ahmad, Abdurrazak dengan sanad munqathi’ sebagaimana dikatakan oleh Al-Haitsami).
Lalu hendaknya dicamkan, sesungguhnya para sahabat tidak ada yang ditimpa was-was, dan seandainya was-was suatu keutamaan, tentu Allah tidak akan menyembunyikannya dari rasul dan para sahabatnya, sebab mereka adalah sebaik-baik dan seutama-utama makhluk. Dan kalaulah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menjumpai orang-orang yang selalu was-was tentu beliau membenci mereka. Dan seandainya Umar Radhiyallahu Anhu mengetahui mereka tentu ia akan memukul dan mendidik mereka, dan jika saja para sahabat mengetahui mereka tentu orang-orang tersebut akan dibid’ahkan (perbuatannya).
Ighatsatul Lahfan – Ibnul Qoyyim Al Jauziyah
1) Dalam Ihsha’ul Ulum (hal. 24) Al-Farabi berkata, “Ini adalah nama suatu keahlian yang dengannya seseorang mampu mencampuradukkan perkataan dan membuat suatu persangkaan.” Lihat pula Ash-Skufdiyah (1/97-98) dan Dar’u Ta’arudhil Aqli wan Naqli (2/15) keduanya karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, dengan tahqiq Dr. Muhammad Rasyad Salim, dan juga Al-Muntaqa An-Nafis min Talbisi Iblis (hal. 65) karya saya.
2) Dalam Talbisu Iblis (hal. 166-167, Al-Muntaqa An-Nafis).
3) Lafadz-lafadz yang selalu diulang-ulang oleh orang-orang awam ini: Ada’an, iqtida’an, tnustaqbilal qiblah, semuanya tidak ada dasarnya sama sekali. Dan niat adalah keinginan hati untuk mengerjakan sesuatu, untuk itu tidak ada kaitannya dengan lisan. Insya Allah pengarang akan menjelaskannya sebentar lagi.
4) Dalam Syama’ilut Tirmidzi (hal. 46-51) terdapat keterangan bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam memiliki pakaian lebih dari satu, tetapi semuanya adalah sesuai dengan kebutuhan. Wallahu a’lam.

0 komentar:

Agenda Harian

Semoga kita senantiasa terpacu untuk mengukir prestasi amal yang akan memperberat timbangan kebaikan di yaumil akhir, berikut rangkaian yang bisa dilakukan

1. Agenda pada sepertiga malam akhir

a. Menunaikan shalat tahajjud dengan memanjangkan waktu pada saat ruku’ dan sujud di dalamnya,

b. Menunaikan shalat witir

c. Duduk untuk berdoa dan memohon ampun kepada Allah hingga azan subuh

Rasulullah saw bersabda:

يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ فَيَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ

“Sesungguhnya Allah SWT selalu turun pada setiap malam menuju langit dunia saat 1/3 malam terakhir, dan Dia berkata: “Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku maka akan Aku kabulkan, dan barangsiapa yang meminta kepada-Ku maka akan Aku berikan, dan barangsiapa yang memohon ampun kepada-Ku maka akan Aku ampuni”. (HR. Bukhari Muslim)


2. Agenda Setelah Terbit Fajar

a. Menjawab seruan azan untuk shalat subuh

” الَّلهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا الَّذِي وَعَدْتَهُ “

“Ya Allah, Tuhan pemilik seruan yang sempurna ini, shalat yang telah dikumandangkan, berikanlah kepada Nabi Muhammad wasilah dan karunia, dan bangkitkanlah dia pada tempat yang terpuji seperti yang telah Engkau janjikan. (Ditashih oleh Al-Albani)

b. Menunaikan shalat sunnah fajar di rumah dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا

“Dua rakaat sunnah fajar lebih baik dari dunia dan segala isinya”. (Muslim)

وَ قَدْ قَرَأَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فِي رَكْعَتَي الْفَجْرِ قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُوْنَ وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدَ

“Nabi saw pada dua rakaat sunnah fajar membaca surat “Qul ya ayyuhal kafirun” dan “Qul huwallahu ahad”.

c. Menunaikan shalat subuh berjamaah di masjid –khususnya- bagi laki-laki.

Rasulullah saw bersabda:

وَلَوْ يَعْلَمُوْنَ مَا فِي الْعَتْمَةِ وَالصُّبْحِ لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا

“Sekiranya manusia tahu apa yang ada dalam kegelapan dan subuh maka mereka akan mendatanginya walau dalam keadaan tergopoh-gopoh” (Muttafaqun alaih)

بَشِّرِ الْمَشَّائِيْنَ فِي الظّلَمِ إِلَى الْمَسَاجِدِ بِالنُّوْرِ التَّامِّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Berikanlah kabar gembira kepada para pejalan di kegelapan menuju masjid dengan cahaya yang sempurna pada hari kiamat”. (Tirmidzi dan ibnu Majah)

d. Menyibukkan diri dengan doa, dzikir atau tilawah Al-Quran hingga waktu iqamat shalat

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ لاَ يُرَدُّ بَيْنَ الأَذَانِ وَالإِقَامَةِ

“Doa antara adzan dan iqamat tidak akan ditolak” (Ahmad dan Tirmidzi dan Abu Daud)

e. Duduk di masjid bagi laki-laki /mushalla bagi wanita untuk berdzikir dan membaca dzikir waktu pagi

Dalam hadits nabi disebutkan:

كَانَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” إَذَا صَلَّى الْفَجْرَ تَرَبَّعَ فِي مَجْلِسِهِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ الْحَسَنَاءُ

” Nabi saw jika selesai shalat fajar duduk di tempat duduknya hingga terbit matahari yang ke kuning-kuningan”. (Muslim)

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran.

Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya waktu fajar itu disaksikan (malaikat). (Al-Isra : 78) Dan memiliki komitmen sesuai kemampuannya untuk selalu:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah lebih banyak dari itu semua, maka akan menuai kebaikan berlimpah insya Allah.

3. Menunaikan shalat Dhuha walau hanya dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنْ الضُّحَى

“Setiap ruas tulang tubuh manusia wajib dikeluarkan sedekahnya, setiap hari ketika matahari terbit. Mendamaikan antara dua orang yang berselisih adalah sedekah, menolong orang dengan membantunya menaiki kendaraan atau mengangkat kan barang ke atas kendaraannya adalah sedekah, kata-kata yang baik adalah sedekah, tiap-tiap langkahmu untuk mengerjakan shalat adalah sedekah, dan membersihkan rintangan dari jalan adalah sedekah”. (Bukhari dan Muslim)

4. Berangkat kerja atau belajar dengan berharap karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمِلِ يَدِهِ، وَكَانَ دَاوُدُ لا يَأْكُلُ إِلا مِنْ عَمِلِ يَدِهِ

“Tidaklah seseorang memakan makanan, lebih baik dari yang didapat oleh tangannya sendiri, dan bahwa nabi Daud makan dari hasil tangannya sendiri”. (Bukhari)

Dalam hadits lainnya nabi juga bersabda:

مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang berjalan dalam rangka mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga”. (Muslim)

d. Menyibukkan diri dengan dzikir sepanjang hari

Allah berfirman :

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“Ketahuilah dengan berdzikir kepada Allah maka hati akan menjadi tenang” (Ra’ad : 28)

Rasulullah saw bersabda:

أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللهَ أَنْ تَمُوْتَ ولسانُك رَطْبٌ من ذِكْرِ الله

“Sebaik-baik perbuatan kepada Allah adalah saat engkau mati sementara lidahmu basah dari berdzikir kepada Allah” (Thabrani dan Ibnu Hibban) .

5. Agenda saat shalat Zhuhur

a. Menjawab azan untuk shalat Zhuhur, lalu menunaikan shalat Zhuhur berjamaah di Masjid khususnya bagi laki-laki

b. Menunaikan sunnah rawatib sebelum Zhuhur 4 rakaat dan 2 rakaat setelah Zhuhur

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ صَلَّى اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِي يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِيَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang shalat 12 rakaat pada siang dan malam hari maka Allah akan membangunkan baginya dengannya rumah di surga”. (Muslim).

6. Agenda saat dan setelah shalat Ashar

a. Menjawab azan untuk shalat Ashar, kemudian dilanjutkan dengan menunaikan shalat Ashar secara berjamaah di masjid

b. Mendengarkan nasihat di masjid (jika ada)

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ لا يُرِيدُ إِلا أَنْ يَتَعَلَّمَ خَيْرًا أَوْ يَعْلَمَهُ، كَانَ لَهُ كَأَجْرِ حَاجٍّ تَامًّا حِجَّتُهُ

“Barangsiapa yang pergi ke masjid tidak menginginkan yang lain kecuali belajar kebaikan atau mengajarkannya, maka baginya ganjaran haji secara sempurna”. (Thabrani – hasan shahih)

c. Istirahat sejenak dengan niat yang karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

وَإِنَّ لِبَدَنِكَ عَلَيْكَ حَقٌّ

“Sesungguhnya bagi setiap tubuh atasmu ada haknya”.

Agenda prioritas:

Membaca Al-Quran dan berkomitmen semampunya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan, maka akan menuai kebaikan yang berlimpah insya Allah.

7. Agenda sebelum Maghrib

a. Memperhatikan urusan rumah tangga – melakukan mudzakarah – Menghafal Al-Quran

b. Mendengarkan ceramah, nasihat, khutbah, untaian hikmah atau dakwah melalui media

c. Menyibukkan diri dengan doa

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ

“Doa adalah ibadah”

8. Agenda setelah terbenam matahari

a. Menjawab azan untuk shalat Maghrib

b. Menunaikan shalat Maghrib secara berjamaah di masjid (khususnya bagi laki-laki)

c. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Maghrib – 2 rakaat

d. Membaca dzikir sore

e. Mempersiapkan diri untuk shalat Isya lalu melangkahkan kaki menuju masjid

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ لِيَقْضِيَ فَرِيضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللَّهِ كَانَتْ خَطْوَتَاهُ إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ خَطِيئَةً وَالْأُخْرَى تَرْفَعُ دَرَجَةً

“Barangsiapa yang bersuci/berwudhu kemudian berjalan menuju salah satu dari rumah-rumah Allah untuk menunaikan salah satu kewajiban dari kewajiban Allah, maka langkah-langkahnya akan menggugurkan kesalahan dan yang lainnya mengangkat derajatnya”. (Muslim)

9. Agenda pada waktu shalat Isya

a. Menjawab azan untuk shalat Isya kemudian menunaikan shalat Isya secara jamaah di masjid

b. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Isya – 2 rakaat

c. Duduk bersama keluarga/melakukan silaturahim

d. Mendengarkan ceramah, nasihat dan untaian hikmah di Masjid

e. Dakwah melalui media atau lainnya

f. Melakukan mudzakarah

g. Menghafal Al-Quran

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran dengan berkomitmen sesuai dengan kemampuannya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan bacaan maka telah menuai kebaikan berlimpah insya Allah.


Apa yang kita jelaskan di sini merupakan contoh, sehingga tidak harus sama persis dengan yang kami sampaikan, kondisional tergantung masing-masing individu. Semoga ikhtiar ini bisa memandu kita untuk optimalisasi ibadah insya Allah. Allahu a’lam

Jazaakillah

Sedikit revisi dari : http://www.al-ikhwan.net/agenda-harian-ramadhan-menuju-bahagia-di-bulan-ramadhan-2989/

Isi Blog

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.