"Pandangan sebagian besar orang Barat tentang Muslim adalah didasarkankan pada ketidaktahuan", kata ulama Amerika, Hamzah Yusuf Hanson.
Ketika seorang pemimpin perlawanan Welsh ditangkap dan dibawa ke hadapan kaisar di Roma, ia berkata: "Karena Engkau menginginkan untuk menaklukkan dunia, ini tidak berarti bahwa dunia mengikuti keinginan engkau untuk ditaklukkan." Hal ini bisa memberikan suatu gema dari sentimen ini untuk liberal-liberal barat: "Karena Anda ingin nilai-nilai Anda menang di seluruh dunia, tidak selalu mengikuti bahwa dunia berkeinginan untuk mengadopsi mereka." Suara kekaisaran didasarkan pada ketidaktahuan akan kekayaan tradisi peradaban lain, dan pada optimisme yang berlebihan tentang apa yang Barat lakukan untuk dunia secara politik, ekonomi dan lingkungan. Keyakinan yang bercokol pada orang-orang Barat tentang Islam sering mengungkapkan lebih banyak tentang pandangan barat sendiri daripada tentang Islam atau Muslim itu sendiri. Dinasti Ottoman adalah dinasti utama yang memiliki sejarah paling panjang, daya tahan mereka pasti mempunyai hubungan dengan kemampuan mereka untuk memerintah sebuah kerajaan multi-iman pada saat Eropa sedang sibuk menggantung, menyeret dan membagi varietas yang berbeda dari orang-orang Kristen.
Hari ini Islam dikatakan kurang, tidak lebih, toleran dari barat, dan kita perlu bertanya secara tepat, apakah nilai-nilai "Barat" sangat tidak kompatibel dengan Islam? Beberapa orang percaya bahwa sikap Islam terhadap perempuan adalah sumber dari "masalah" Muslim. Di sini Barat perlu melihat sikap mereka sendiri dan mengakui bahwa hanya baru-baru ini struktur patriarki mulai terkikis di Barat.
Tradisi Islam tidak menunjukkan beberapa wilayah ketidakcocokan yang jelas dengan tujuan perempuan di barat, dan Muslim memiliki jalan yang panjang untuk sampai pada sikap mereka terhadap perempuan. Tetapi menyalahkan agama, lagi-lagi mengungkapkan ketidaktahuan akan agama dan sejarah perjuangan untuk mencapai kesetaraan perempuan di dalam masyarakat Muslim.
Bila membaca secara cermat teologi perempuan modern Islam, akan dapat membuat wanita-wanita Barat terkesan oleh perintah hukum yang telah berusia lebih dari 1.000 tahun itu, misalnya, perempuan diberikan hak hukum untuk dibantu dalam pekerjaan rumah tangga dengan uang dari suami mereka. Tiga dari empat ulama mazhab Sunni menganggap pekerjaan rumah tangga adalah di luar lingkup tanggung jawab hukum seorang wanita terhadap suaminya. Kontras dengan polling AS yang menunjukkan bahwa perempuan yang bekerja masih harus melakukan 80% dari pekerjaan rumah tangga.
Barat, dalam advokasi konformisme global mereka, sering berbicara tentang "kemajuan" dan penolakan atas masa lalu feodal yang belum terlalu lama, dan kecil kemungkinannya untuk mengungkapkan kegelisahan mereka tentang implikasi dari hegemoni dan globalisasi barat kepada manusia lainnya.
Misionaris nilai-nilai barat tidak bersedia untuk mempertimbangkan mengapa Eropa, jantungnya Barat, harus menghasilkan dua perang dunia yang menewaskan warga sipil lebih banyak dari semua perang pada 20 abad sebelumnya. Sebagai Muslim, kita diminta untuk menyebut mereka "perang dunia" meskipun realitasnya mereka adalah "perang Barat", yang menargetkan warga sipil dengan senjata pemusnah massal pada saat Islam ketika itu sebagian besar dalam keadaan damai.
Kami Muslim tidak terbujuk oleh klaim-klaim banyak pemuja imperium global yang dibuat untuk barat, tetapi senang dengan nilai-nilai inti. Sebagai orang Barat, anak dari aktivis hak-hak sipil dan anti-perang, aku masuk Islam dengan tidak meninggalkan nilai-nilai intiku - yang diambil hampir seluruhnya dari tradisi progresif - melainkan sebagai penegasan dari nilai-nilai tersebut. Aku telah belajar hukum Islam selama 10 tahun dengan ulama yang dilatih secara tradisional, dan sementara beberapa hal khusus dalam teks-teks hukum abad pertengahan telah menimbulkan masalah bagiku, tidak pernah nilai-nilai universal Islam menimbulkan konflik dengan apa yang telah diajarkan oleh ibu California-ku yang progresif. Sebaliknya, aku kagum betapa banyaknya dari apa yang diklaim masyarakat Barat sebagai cita-cita tertinggi mereka sendiri, ternyata telah berakar secara mendalam pada tradisi Islam.
Chauvinisme yang muncul di antara beberapa orang Barat biasanya dipicu oleh ekstremisme Islam. Jumlah sedikit yang membuat masalah, untuk menjadi catatan bahwa Islam mainstream tidak menyukai ekstremis sebagaimana Barat tidak menyukai mereka. Apa yang saya takutkan adalah bahwa alasan telah tersedia untuk memberikan beberapa orang Barat pengganti atas kebiasaan lama mereka: anti-Semitisme. Pergeseran tersebut sepertinya tidak sulit. Arab, adalah Semit, dan Nabi Arab mengajarkan bahwa dalam hal teologi dan hukum mereka lebih dekat kepada Yudaisme daripada Kristen. Kita Muslim di barat, seperti orang-orang Yahudi di depan kita, bergulat dengan masalah yang sama dengan orang Yahudi di masa lalu: integrasi atau isolasi, tradisi atau reformasi, perkawinan antar atau intra agama.
Muslim yang merindukan sebuah negara Islam ideal dalam beberapa hal mencerminkan aspirasi lama tentang Diaspora Yahudi akan tanah air dimana mereka akan bebas untuk berbeda. Muslim, seperti Yahudi, sering berpakaian berbeda, kita tidak bisa makan beberapa makanan negara tuan rumah. Seperti Yahudi di masa lalu, kita sekarang dianggap sebagai parasit pada tubuh sosial, dibebani dengan hukum dan direformasi secara seragam, berkontribusi sedikit, kriminal di perkampungan kumuh, dan acuh tak acuh terhadap kebersihan pribadi.
Kartun Arab tampak sedikit berbeda dengan karikatur Yahudi di surat kabar Jerman masa Nazi. Pada 1930, gambar tersebut memastikan bahwa beberapa orang menemukan keberanian untuk berbicara tentang kemungkinan konsekuensi seperti demonization (demon = iblis - penj), sama seperti beberapa hari ini mereka benar-benar berpikir tentang retorika anti-Muslim dari pihak ekstrim kanan di seluruh Eropa. Muslim pada umumnya, dan Arab khususnya, telah menjadi hal "baru" lainnya.
Ketika aku bertemu dengan Presiden Bush tahun lalu, aku memberinya dua buku. Salah satunya adalah Quran Esensial, diterjemahkan oleh Thomas Cleary. Yang kedua adalah terjemahan lain oleh Cleary, Thunder in the Sky: Secrets of the Acquisition and Use of Power. Ditulis oleh orang bijak Cina kuno, mencerminkan nilai-nilai universal orang-orang hebat lain.
Aku melakukan ini karena, sebagai seorang Amerika, berakar pada tradisi barat yang terbaik, dan seorang mualaf yang menemukan banyak kedalaman dalam filsafat Cina, aku percaya "tesis Huntington" bahwa ketiga peradaban besar mau tidak mau harus bentrokan adalah dusta. Setiap peradaban berbicara dengan banyak suara, yang terbaik dari mereka menemukan banyak kesamaan. Tidak hanya peradaban kita dapat mewujud di bagian dunia kita masing-masing, mereka bisa hidup berdampingan di hati individu, seperti yang mereka lakukan pada diriku. Kita dapat memperkaya satu sama lain jika kita memilih untuk merangkul kemanusiaan kita yang penting, tetapi kita dapat menghancurkan dunia jika kita memilih untuk menekankan perbedaan-perbedaan kita.
Hamza Yusuf Hanson adalah direktur dari Institut Zaytouna yang berbasis di AS
The Guardian (London) Rabu 19 Juni 2002
From "Islam Has a Progressive Tradition Too"
Temukan artikel-artikel tentang Islam lainnya di: http://lintas-islam.blogspot.com
Ketika seorang pemimpin perlawanan Welsh ditangkap dan dibawa ke hadapan kaisar di Roma, ia berkata: "Karena Engkau menginginkan untuk menaklukkan dunia, ini tidak berarti bahwa dunia mengikuti keinginan engkau untuk ditaklukkan." Hal ini bisa memberikan suatu gema dari sentimen ini untuk liberal-liberal barat: "Karena Anda ingin nilai-nilai Anda menang di seluruh dunia, tidak selalu mengikuti bahwa dunia berkeinginan untuk mengadopsi mereka." Suara kekaisaran didasarkan pada ketidaktahuan akan kekayaan tradisi peradaban lain, dan pada optimisme yang berlebihan tentang apa yang Barat lakukan untuk dunia secara politik, ekonomi dan lingkungan. Keyakinan yang bercokol pada orang-orang Barat tentang Islam sering mengungkapkan lebih banyak tentang pandangan barat sendiri daripada tentang Islam atau Muslim itu sendiri. Dinasti Ottoman adalah dinasti utama yang memiliki sejarah paling panjang, daya tahan mereka pasti mempunyai hubungan dengan kemampuan mereka untuk memerintah sebuah kerajaan multi-iman pada saat Eropa sedang sibuk menggantung, menyeret dan membagi varietas yang berbeda dari orang-orang Kristen.
Hari ini Islam dikatakan kurang, tidak lebih, toleran dari barat, dan kita perlu bertanya secara tepat, apakah nilai-nilai "Barat" sangat tidak kompatibel dengan Islam? Beberapa orang percaya bahwa sikap Islam terhadap perempuan adalah sumber dari "masalah" Muslim. Di sini Barat perlu melihat sikap mereka sendiri dan mengakui bahwa hanya baru-baru ini struktur patriarki mulai terkikis di Barat.
Tradisi Islam tidak menunjukkan beberapa wilayah ketidakcocokan yang jelas dengan tujuan perempuan di barat, dan Muslim memiliki jalan yang panjang untuk sampai pada sikap mereka terhadap perempuan. Tetapi menyalahkan agama, lagi-lagi mengungkapkan ketidaktahuan akan agama dan sejarah perjuangan untuk mencapai kesetaraan perempuan di dalam masyarakat Muslim.
Bila membaca secara cermat teologi perempuan modern Islam, akan dapat membuat wanita-wanita Barat terkesan oleh perintah hukum yang telah berusia lebih dari 1.000 tahun itu, misalnya, perempuan diberikan hak hukum untuk dibantu dalam pekerjaan rumah tangga dengan uang dari suami mereka. Tiga dari empat ulama mazhab Sunni menganggap pekerjaan rumah tangga adalah di luar lingkup tanggung jawab hukum seorang wanita terhadap suaminya. Kontras dengan polling AS yang menunjukkan bahwa perempuan yang bekerja masih harus melakukan 80% dari pekerjaan rumah tangga.
Barat, dalam advokasi konformisme global mereka, sering berbicara tentang "kemajuan" dan penolakan atas masa lalu feodal yang belum terlalu lama, dan kecil kemungkinannya untuk mengungkapkan kegelisahan mereka tentang implikasi dari hegemoni dan globalisasi barat kepada manusia lainnya.
Misionaris nilai-nilai barat tidak bersedia untuk mempertimbangkan mengapa Eropa, jantungnya Barat, harus menghasilkan dua perang dunia yang menewaskan warga sipil lebih banyak dari semua perang pada 20 abad sebelumnya. Sebagai Muslim, kita diminta untuk menyebut mereka "perang dunia" meskipun realitasnya mereka adalah "perang Barat", yang menargetkan warga sipil dengan senjata pemusnah massal pada saat Islam ketika itu sebagian besar dalam keadaan damai.
Kami Muslim tidak terbujuk oleh klaim-klaim banyak pemuja imperium global yang dibuat untuk barat, tetapi senang dengan nilai-nilai inti. Sebagai orang Barat, anak dari aktivis hak-hak sipil dan anti-perang, aku masuk Islam dengan tidak meninggalkan nilai-nilai intiku - yang diambil hampir seluruhnya dari tradisi progresif - melainkan sebagai penegasan dari nilai-nilai tersebut. Aku telah belajar hukum Islam selama 10 tahun dengan ulama yang dilatih secara tradisional, dan sementara beberapa hal khusus dalam teks-teks hukum abad pertengahan telah menimbulkan masalah bagiku, tidak pernah nilai-nilai universal Islam menimbulkan konflik dengan apa yang telah diajarkan oleh ibu California-ku yang progresif. Sebaliknya, aku kagum betapa banyaknya dari apa yang diklaim masyarakat Barat sebagai cita-cita tertinggi mereka sendiri, ternyata telah berakar secara mendalam pada tradisi Islam.
Chauvinisme yang muncul di antara beberapa orang Barat biasanya dipicu oleh ekstremisme Islam. Jumlah sedikit yang membuat masalah, untuk menjadi catatan bahwa Islam mainstream tidak menyukai ekstremis sebagaimana Barat tidak menyukai mereka. Apa yang saya takutkan adalah bahwa alasan telah tersedia untuk memberikan beberapa orang Barat pengganti atas kebiasaan lama mereka: anti-Semitisme. Pergeseran tersebut sepertinya tidak sulit. Arab, adalah Semit, dan Nabi Arab mengajarkan bahwa dalam hal teologi dan hukum mereka lebih dekat kepada Yudaisme daripada Kristen. Kita Muslim di barat, seperti orang-orang Yahudi di depan kita, bergulat dengan masalah yang sama dengan orang Yahudi di masa lalu: integrasi atau isolasi, tradisi atau reformasi, perkawinan antar atau intra agama.
Muslim yang merindukan sebuah negara Islam ideal dalam beberapa hal mencerminkan aspirasi lama tentang Diaspora Yahudi akan tanah air dimana mereka akan bebas untuk berbeda. Muslim, seperti Yahudi, sering berpakaian berbeda, kita tidak bisa makan beberapa makanan negara tuan rumah. Seperti Yahudi di masa lalu, kita sekarang dianggap sebagai parasit pada tubuh sosial, dibebani dengan hukum dan direformasi secara seragam, berkontribusi sedikit, kriminal di perkampungan kumuh, dan acuh tak acuh terhadap kebersihan pribadi.
Kartun Arab tampak sedikit berbeda dengan karikatur Yahudi di surat kabar Jerman masa Nazi. Pada 1930, gambar tersebut memastikan bahwa beberapa orang menemukan keberanian untuk berbicara tentang kemungkinan konsekuensi seperti demonization (demon = iblis - penj), sama seperti beberapa hari ini mereka benar-benar berpikir tentang retorika anti-Muslim dari pihak ekstrim kanan di seluruh Eropa. Muslim pada umumnya, dan Arab khususnya, telah menjadi hal "baru" lainnya.
Ketika aku bertemu dengan Presiden Bush tahun lalu, aku memberinya dua buku. Salah satunya adalah Quran Esensial, diterjemahkan oleh Thomas Cleary. Yang kedua adalah terjemahan lain oleh Cleary, Thunder in the Sky: Secrets of the Acquisition and Use of Power. Ditulis oleh orang bijak Cina kuno, mencerminkan nilai-nilai universal orang-orang hebat lain.
Aku melakukan ini karena, sebagai seorang Amerika, berakar pada tradisi barat yang terbaik, dan seorang mualaf yang menemukan banyak kedalaman dalam filsafat Cina, aku percaya "tesis Huntington" bahwa ketiga peradaban besar mau tidak mau harus bentrokan adalah dusta. Setiap peradaban berbicara dengan banyak suara, yang terbaik dari mereka menemukan banyak kesamaan. Tidak hanya peradaban kita dapat mewujud di bagian dunia kita masing-masing, mereka bisa hidup berdampingan di hati individu, seperti yang mereka lakukan pada diriku. Kita dapat memperkaya satu sama lain jika kita memilih untuk merangkul kemanusiaan kita yang penting, tetapi kita dapat menghancurkan dunia jika kita memilih untuk menekankan perbedaan-perbedaan kita.
Hamza Yusuf Hanson adalah direktur dari Institut Zaytouna yang berbasis di AS
The Guardian (London) Rabu 19 Juni 2002
From "Islam Has a Progressive Tradition Too"
Temukan artikel-artikel tentang Islam lainnya di: http://lintas-islam.blogspot.com
0 komentar:
Posting Komentar