“…dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).
Qs. Huud [11]:6
Sahabat Yang Budiman. Lawan dari qon’ah adalah keserakahan, Keserakahan adalah sebuah nafsu yang tidak pernah merasa puas dengan apa yang ada padanya, jangankan sedikit yang banyakpun dirasakan kurang. orang seperti ini selalu melihat keatas dan terus punya keinginan untuk menjadi yang teratas, bahkan terkadang keinginannya melebihi porsi yang di perlukan. Sifat serakah telah menjadikan tabiat manusia tidak berbeda dengan hewan. Bahkan kadang lebih buas lagi. Nafsunya tak pernah terpuaskan, keinginan yang timbul dari hatinya adalah bagaimana mengumpulkan, bukan bagaimana memafaatkan.
Padahal, sehebat-hebat binatang dibatasi oleh kemampuan perutnya untuk menampung makanan.
Sedangkan keserakahan manusia primitive masih terbatas oleh jangkauan tenaga kaki dan tangannya. Jika orang primitive dahulu mengatakan; “besok makan apa”, Namun kerakusan manusia modern mengatakan; "Besok makan siapa”.
Itulah fakta keserakahan manusia modern hari ini, Terlebih saat ini di dukung oleh kemampuan intelektualitas dan tekhnologi.
Kita saksikan, exploitasi manusia kuat atas manusia lemah tanpa di sadari kian menjadi trend, penjajahan bangsa yang kaya atas bangsa miskin telah menjadi tontonan. Pemerasan modern dengan selubung ilmiah, terjadi bukan hanya di dunia bisnis, tetapi terus merembes kedunia medis, pendidikan, politik dan lain-lain.
Bahkan bagi sebagian orang, terkadang agamapun bila perlu di gadaikan sekedar untuk mendapatkan harta dan tahta. Mereka mengatakan; Tidak perlu lagi keikhlasan, sebab akan menghambat kemajuan, tidak perlu lagi kejujuran sebab kejujuran hanya menjadi penghalang meraih kekayaan. Dan tidak perlu lagi moralitas, sebab itu akan menghambat popularitas.Astaghfirullahal adzim.
Kenyataan di atas sangat cocok dengan apa yang ungkapkan oleh Nabi saw. Dari Ka’ab Bin Malik ra. Berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tiadalah pengrusakan dua ekor serigala yang lapar yang di lepas dalam rombongan kambing, melebihi dari pengrusakan sifat keserakahan dan kerakusan kepada harta dan kedudukan terhadap agama seseorang”. ( Hr.At-Tarmidzi)
Realitas diatas adalah potret buram peradaban manusia modern hari ini. Bila nafsu serakah telah mewabah, maka yang terjadi adalah musibah. Bila musibah telah datang menghampiri barulah manusia menyadari. Dan semua itu terjadi karena telah hilangnya salah satu aspek moral dalam Islam yaitu sifat qona’ah.
Lantas dengan cara apa penyakit rakus ini dapat di obati. Salah satu obatnya adalah dengan sifat qona’ah. Sebab qona’ah akan meredam gejolak nafsu yang tidak terkendali. Ia akan memberi keseimbangan antara harapan dan kenyataan. Dia akan tegak berdiri pada landasan iman yang kokoh dan selalu berorientasi pada optimisme. Hidup bersahaja melahirkan syukur dan mengendalikan panjang angan yang berlebihan.
Ia mencukupkan segalanya hanya kepada Allah. Mempercayakan jaminan hidupnya juga hanya kepada Allah. Maka sifat qona’ah akan melahirkan ketentraman, ketenangan, dan kedamaian dalam jiwa. Siapa yang tidak ingin kaya?, setiap semua manusia pasti mengharapkannya. Siapa yang ingin hidupnya miskin, sungguh semua manusia pasti tidak mengharapkannya. Tetapi tahukah kita, ternyata yang dimaksud kaya bukanlah sekedar kaya harta. Rasulullah dengan tegas menepis bahwa kaya yang sesungguhnya adalah kaya hati.
“Dari Abu Hurairah ra. Dari Nabi Beliau bersabda: “Kaya bukanlah dengan banyaknya harta, tetapi yang namanya kaya adalah kaya hati”. (Hr. Bukhari dan Muslim)
Dr. Ahmad Mu’adz Haqqi mengomentari hadits ini. Beliau mengatakan: makna hadits ini adalah bahwa kekayaan yang bermanfaat atau yang sangat agung atau yang terpuji adalah kaya hati.
Saudaraku, jika jiwa seseorang telah merasa kaya, maka dia menahan dirinya dari berbagai keinginan. Sehingga jiwa itu menjadi mulia dan agung serta ia akan meraih kesucian, kemuliaan, dan pujian yang sangat banyak dari pada harta kekayaan yang di raih oleh jiwa yang fakir karena ketamakannya.
Sesungguhnya harta kekayaan tersebut akan menjatuhkannya kedalam perkara-perkara yang rendah dan perbuatanperbuatan yang hina karena cita-citanya yang rendah dan kebakhilannya. Siapa yang tidak ingin kaya?, setiap semua manusia pasti mengharapkannya. Siapa yang ingin hidupnya miskin, sungguh semua manusia pasti tidak mengharapkannya. Tetapi tahukah kita, ternyata yang di maksud kaya bukanlah sekedar kaya harta. Rasulullah dengan tegas menepis bahwa kaya yang sesungguhnya adalah kaya hati. “Dari Abu Hurairah ra. Dari Nabi Beliau bersabda: “Kaya bukanlah dengan banyaknya harta, tetapi yang namanya kaya adalah kaya hati”. (Hr. Bukhari dan Muslim)
Penulis : Ustadz Anwar Anshori Mahdum
Jumat, 24 Desember 2010
Label:Renungan
0 komentar:
Posting Komentar