Meskipun kematian, sebagai proses akhir dari kehidupan dan ketiadaan nyawa dalam organisme biologis, pada umumnya ditakuti, namun anehnya banyak orang yang justru memburunya dengan penuh antusias. Mereka memilih-milih cara khas yang tepat buat diri mereka untuk mengakhiri hidup di alam dunia. Bahkan di Swiss ada organisasi nirlaba yang khusus menangani orang yang ingin mati atas kehendaknya sendiri, yakini bunuh diri. Konon, salah satunya adalah Exit. Untuk menjadi anggota yayasan itu, cukup membayar iuran tahunan setara Rp400.000-an. Bagi seluruh anggota yang terdaftar tak ada tambahan biaya jika ingin mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Seluruh fasilitas yang memperlancar proses kematiannya disediakan oleh yayasan. Bagi mereka yang bukan anggota akan dikenai biaya yang lebih mahal.
Begitulah sebagian orang memilih cara kematiannya dengan amat sadar dan dengan mengeluarkan biaya cukup tinggi. Padahal tidak memilih-milih caranya pun semua orang pasti mati dan tidak akan bisa menghindar darinya. “Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh,.” (QS, al-Nisa [4]: 78).
Sesungguhnya semua manusia pada akhirnya, diinginkan atau pun tidak, akan mati dan kemudian akan dibangkitkan kembali. Meskipun kematian merupakan sesuatu yang ingin dihindari, namun ia begitu lazim terjadi. Akibatnya, peristiwa yang pada umumnya ditakuti ini sesungguhnya sangat akrab dengan manusia sama akrabnya dengan kehidupan itu sendiri. Sebabnya ialah karena mati dan hidup adalah dua hal yang terus dipergilirkan.
Meski demikian, soal kematian tak henti-hentinya dipikirkan. Ia tetap menjadi sebuah misteri sama dengan misteri sesudah mati. Pada kenyataannya, kematian adalah pintu untuk memasuki alam lain, alam kubur, alam barzakh. Oleh sebab itu bagi orang-orang yang meyakini bahwa kematian adalah gerbang menuju kehidupan di alam keabadian, maka kematian haruslah dihadapi dengan suatu persiapan agar bisa memasuki suatu dunia lain dengan damai. Kematian, bagi mereka, adalah suatu istirahat terakhirnya dalam perjalanan panjangnya.
Faktanya, selain kematian yang normal, apakah karena sakit, karena kecelakaan, atau karena sebab-sebab lain yang tidak diketahui manusia, banyak orang yang memilih cara kematiannya sendiri. Dari yang dapat dikategorikan beradab sampai ke yang tidak beradab. Sedangkan kemuliaan dan keberadaban dalam menentukan cara kematian umumnya ditentukan oleh motivasi dan penyebabnya, serta cara yang ditempuhnya.
Dari segi motivasi ada yang karena keyakinan, ada yang karena keputusasaan yang menekannya, dan ada pula yang karena kesenangan saja. Dari segi cara, ada yang rumit dan berliku-liku tetapi ada pula yang simple. Ada pula yang bisa dikategorikan mati dengan cara yang tidak indah, tidak terhormat dan tidak beradab. Sedangkan dari segi pembiayaan, ada yang mahal dan biaya tinggi bahkan cenderung boros sehingga tidak semua orang dapat menirunya dan ada pula yang murah meriah tapi cukup efektif untuk menghilangkan nyawanya.
Memilih cara kematian yang murah meriah misalnya dengan cara meminum racun serangga. Pada umumnya cara seperti itu dicap sebagi tidak beradab dalam memilih kematian buat dirinya sendiri. Sedangkan cara mati dengan biaya tinggi bahkan cenderung boros antara lain dengan mengisap rokok dalam waktu lama walaupun tidak selamanya perokok berhasil sukses membunuh dirinya sendiri dengan sebab merokok. Ironisnya, cara terakhir ini paling digemari, bukan hanya orang kaya tetapi juga kaum miskin, bukan hanya orang yang tidak tahu bahayanya tetapi juga kalangan berpendidikan. (Insya Allah masih ada sambungannya).
Oleh: Ust Abu Ridho
Jumat, 17 Desember 2010
Label:Renungan
0 komentar:
Posting Komentar