”Nafsu kekuasaan” atau ”syahwat kekuasaan” seorang politisi, pemimpin sebuah organisasi atau kepala negara, ternyata bisa membuas. Kebuasan kekuasaan itu setidak-tidaknya dapat dilacak pada kebijakan, keputusan politik, dan tindakan yang dijalankan serta akibat-akibat yang ditimbulkannya. Ringkas kata, dapat diamati dari prilaku politiknya.
Jika nafsu kekuasaan telah mengaliri darah para politisi yang rakus kekuasaan maka nafsu kekuasaan akan cenderung membuas. Kecenderungan itu akan mudah dibuktikan jika kita mau mengamati berbagai skandal, keuangan, kekuasan, dan moral yang dipertontonkan sebagian pemimpin dan politisi.
Sedangkan buas dan tidaknya ”nafsu kekuasaan” yang ada pada penguasa dan pemimpin juga dapat diamati pada perilaku politik serta implikasinya dalam kehidupan masyarakat dan lingungannya. Seberapa besar nafsu kekuasaan yang berkobar dalam diri seorang pemimpin, politisi, atau tokoh organisasi, dapat ditelusuri melalui seberapa luas efek kebijakan dan tindakan yang dilakukannya terhadap kondisi sosial, politik, kebudayaan, bahkan kondisi psikolgis masyarakatnya.
Prilaku politik seorang penguasa yang jauh dari nilai-nilai etis seperti amanah, kejujuran, dan tanggungjawab, tidak akan segan-segan menjadikan kekuasaan sebagai jalan melampiaskan nafsu kekuasaannya sehingga ia menjadi buas dan melakukan apa saja dalam meraih ataupun mempertahankan kekuasaannya. Selain itu, dalam meraih dan mempertahakan tampuk kekuasaan, prilaku busuk, fitnah, dan prasangka akan menjadi kebiasaan dan budaya kekuasaannya. Akibatnya dari waktu ke waktu seakan-akan sejarah prilaku politiknya selalu mempertontonkan tabiat-tabiat yang negatif dan destruktif.
Senin, 29 November 2010
Label:Renungan
0 komentar:
Posting Komentar