Dr. Gibril Fuad Hadad

‘Al-madad’ berarti ‘tolonglah’. Madad ini pernah diajukan kepada Nabi
Musa as oleh seorang dari kaumnya dengan istilah istighatsa, ‘dia
memohon pertolongan’ dalam surat al-Qashash (Qs. 28:15) dan oleh Dzulqarnain dengan istilah a’iinuni ‘tolonglah aku’ pada surat al-Kahfi (Qs. 18:95). Kedua kata tersebut mempunyai akar yang sama dengan nasta’iinu, ‘kami memohon pertolongan’ dalam surat al-Faatihah. Berikut ini adalah beberapa bukti dari Sunnah tentang ‘memohon pertolongan kepada seseorang yang tidak terlihat dalam situasi yang dibutuhkan.’

1. Imam al-Bukhari meriwayatkan dalam sahihnya bahwa, istri Nabi
Ibrahim as, Siti Hajar ketika berlari antara Safa dan Marwa untuk mencari air mendengar sebuah suara, lalu beliau memanggilnya, “Wahai engkau yang
suaranya dapat terdengar! Jika ada seorang ghawts (pertolongan/ penolong)
bersamamu, (maka tolonglah aku)!” Maka muncullah seorang malaikat di
tempat keluarnya air zamzam.

2. Abu Ya’la bin al-Sunni dan at-Tabarani dalam al-Mu’jam al-Kabir
meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda, “Jika salah seorang darimu
kehilangan sesuatu atau mencari pertolongan atau seorang penolong (ghawts)
dan dia berada di suatu tempat di mana tidak ada orang lain untuk
dimintai pertolongan, maka katakanlah, “Wahai hamba Allah, tolonglah aku!
(Ya ‘ibad Allah, aghitsuni), karena sesungguhnya Allah swt mempunyai
hamba yang tidak terlihat.” Al-Haythami berkata dalam Majma’ al-Zawaid
(10:132), “Orang-orang dalam rantai transmisi (hadits) tersebut dapat
dipercaya walaupun ada kelemahan di antara mereka.”
3.al-Bayhaqi meriwayatkan dengan otoritas dari Ibnu ‘Abbas dalam Kitab
al-Aadaab (hal. 426) dan dengan mata rantai kedua yang mawquf dari Ibnu
‘Abbas dalam Syu’ab al-Iman (1:445-466=1:183#167;6:128 #7697) dan yang
ketiga dari Ibnu Mas’ud dalam Hayat al-Anbiya’ ba’da wafatihim (hal.
44), “Allah mempunyai malaikat-malaikat di bumi selain dari kedua
pencatat (amal) yang terus mencatat segala kejadian termasuk setiap daun yang jatuh ke tanah.

Oleh sebab itu jika salah seorang darimu mengalami lumpuh di tanah yang
gersang di mana tak ada seorang pun yang terlihat, katakanlah, a’iinuu
‘ibaad Allaah rahimakum Allaah, “Tolonglah aku wahai hamba Allah,
semoga Allah menyayangimu! Sesungguhnya dia akan tertolong jika Allah
menghendakinya.” Ibnu Hajar berkata bahwa rantai transmisi hadits tersebut
adalah baik (isnaduhu hasan) dalam Kitab al-amali.

Diriwayatkan oleh at-Tabarani dalam al-Kabir dengan rantai transmisi
yang baik (menurut Ibnu Hajar dalam al-Amali) dan menurut narator lisan
al-Haythami (10:32), al-Bazar (#3128) sebagaimana yang dinyatakan oleh
al-Syawkani dalam Tuhfa al-Dhakirin (hal. 219 dan hal. 155-156) dan oleh
Ibnu Abi Syayba (7:103).

4.Ibnu Abi Syayba menghubungkannya dalam kitab Musannaf (7:103) dari
Aban bin Salih bahwa Rasulullah saw bersabda, “Jika salah seorang darimu
kehilangan hewan peliharaan atau untanya di tengah gurun di mana tidak
ada seorang pun yang terlihat, katakanlah, “Wahai hamba Allah,
tolonglah aku! (Yaa ‘ibaad Allaah a’iinuunii), sesungguhnya dia akan
tertolong.”

SANGKALAN TERHADAP WAHABISME

Al-Zahawi dalam al-Fajr al-Sadiq memberikan sangkalan terhadap
Wahhabisme, “Tidak dijelaskan apakah yang dimaksud dengan ‘hamba Allah’ dalam hadits di atas hanya dari golongan malaikat atau seorang Muslim atau
dari kalangan Jinn atau manusia dari alam yang tak terlihat tetapi yang
jelas mereka semua hidup.

Oleh sebab itu hadits tersebut tidak memberikan bukti bahwa seseorang
dianjurkan untuk memohon pertolongan kepada yang mati, tetapi bukan ini
kasusnya. Kami menyebutkannya karena tidak ada yang tertera secara
eksplisit dalam hadits bahwa yang dimaksud ‘hamba Allah’ adalah kategori
yang telah disebutkan tadi, bukan yang lain. Tetap saja bila kita ingin
meyakini hal ini, hadits tersebut tetap merupakan suatu bukti untuk
menentang Wahhabi dari sudut pandang yang lain, yaitu memanggil seseorang
yang tidak terlihat. Orang Wahhabi tidak lagi membolehkannya, dari pada
memanggil kepada orang yang telah meninggal.”

Al-Syawkani dalam Tuhfat al-Dhakirin (hal.155-156) juga membolehkan
memanggil seseorang yang tidak terlihat, “Dalam hadits (merujuk pada
a’iinu) ada suatu bukti yang menunjukkan bahwa memanggil atau memohon
pertolongan kepada orang yang tidak terlihat di antara hamba Allah, baik itu malaikat atau Jinn diperbolehkan dan tidak ada salahnya melakukan hal
itu, sebagaimana seseorang juga diizinkan untuk mencari pertolongan jika
kuda tunggangannya menjadi tidak terkontrol kemudian lari atau hilang.”
KALIAN BAHKAN MINTA PERTOLONGAN ORANG.

5.Ahmad menyatakan dalam Musnad-nya (4:217) bahwa pada saat datangnya
fitnah terbesar dari al-Masih Dajjal, ketika ummat Muslim berada pada
kondisi terlemah sebelum kedatangan Nabi ‘Isa bin Maryam, saat shalat
Subuh seorang penyeru berteriak tiga kali, “Wahai manusia, al-ghawts
(penolong) telah datang kepadamu!”

6.Ibnu Katsir dalam buku sejarahnya, al-Bidaya wal-Nihaya (7:91, tahun
18) meriwayatkan bahwa ‘Umar y mencari pertolongan dan terbebas dari
rasa haus dan lapar di Madinah dengan menulis kepada ‘Amr al-As dan Abu
Musa al-Asy’ari di Mesir dan Basra secara berturut-turut dengan ucapan,
“Yaa ghawtsaah li Ummati Muhammad e! =Tolong! Tolong! untuk ummat
Muhammad e!” Jika ini bukan istighatsa dan isti’aana maka tidak akan ada
istighatsa dan isti’aana.

Al-Zahawi berkata dalam al-Fajr al-Sadiq

al-Subki, al-Qastallani dalam al-Mawahib al-laduniyya, al-Samhudi dalam
Tarikh al-Madina, dan al-Haythami dalam al-Jawhar al-Munazzam berkata
bahwa mencari pertolongan kepada Rasulullah dan Rasul lainnya atau
kepada orang-orang shaleh, hanya merupakan salah satu jalan dalam mencari
pertolongan Allah demi kemuliaan dan martabat mereka (bi jahihim).
Orang yang meminta pertolongan, memohon kepada Allah, memohon agar Dia
memberi pertolongan baginya (ghawts) dari orang yang posisinya lebih
tinggi darinya. Pada kenyataannya orang yang dimintai pertolongan adalah
Allah. Dalam realitasnya Rasulullah hanya sebagai perantara (wasita)
antara orang yang memohon pertolongan dengan Yang dimintai pertolongan.

Oleh karena itu jelaslah bahwa pertolongan itu berasal dari-Nya baik
dalam hal penciptaan (khalqan) maupun kejadiannya (ijadan), sementara
pertolongan dari Rasulullah berhubungan dengan sebab sekunder (tasabbuban)
dan pemberian dari Allah SWT (kasban).Syaikh Khayr al-Din Ramli dalam Fatawa Khayriyya (hal.180-181) ditanya tentang, “mereka yang mengatakan, ‘Wahai Syaikh ‘Abd al-Qadir jAILANI! Wahai Syaikh Ahmad ! Wahai Rifa’i ! [Berikanlah kami] sesuatu demi Allah (syay’un lillah) Wahai ‘Abd al-Qadir ! Dan seterusnya.

Pada saat itu mereka menjadi sangat terpesona dan mengalami suatu
keadaan yang dapat membuat mereka melompat-lompat, naik dan turun.’ Dia
menjawab, semoga Allah memberi berkah kepadanya, Ketahuilah bahwa hal
terpenting di antara semua peraturan yang sudah lazim dan diterapkan secara
ketat dalam semua kitab para Imam Mahzab adalah peraturan yang
mengatakan bahwa sesuatu itu dinilai menurut keadaan akhirnya…sebagaimana yang diambil dari hadits Sahih al-Bukhari dan Muslim: segala perbuatan
tergantung niatnya… dan tak seorang pun yang menyangkal realitas para Sufi
kecuali orang-orang yang sangat bodoh dengan jiwa yang bodoh.”

1. Imam al-Bukhari meriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Umar, bahwa
Rasulullah saw bersabda,“Sesungguhnya matahari akan tertarik sangat dekat di Hari Kebangkitan sehingga keringat akan mencapai bagian tengah telinga,
kemudian (ISTIGHAATSUU bi aadam tsumma bi muusaa tsumma bi muhammadin
shallallaahu ‘alayhi wa sallama) mereka mencari pertolongan kepada Adam
, lalu Musa dan Muhammad saw yang akan menjadi perantara (fa yasyfa’u)


Dan pada hari itu Allah akan mengangkatnya ke tempat yang mulia
sehingga semua orang yang berdiri (termasuk orang-orang kafir) akan
memuliakannya (yahmaduhu ahlul-jam’I kulluhum). [Sahiih al-Bukhaarii (Qadiim Kutub Khaana, Karachi, 1381H), 1:199 (bandingkan dg. Prof. Tahir-ul-Qadri,‘Aqida-e-tawassul, p.)]

Sudah tentu mereka tidak akan lupa kepada Allah pada hari itu.
Orang-orang yang mencari pertolongan kepada para Rasul dan Anbiya sama saja
dengan menjadikan mereka sebagai jalan (wasila) kepada Allah dan hadits
tadi melanjutkan bahwa perantaraan Nabi Muhammad saw akan diterima.
Apakah mereka yang menentangnya di kehidupan ini akan mendapat keistimewaan
seperti itu di hari kemudian? Inilah alasannya mengapa Ala Hazrat
menyatakan, “aaj madad maang un se, aaj panaa le un se, qal na maanenge
qayaamat” “ambillah madad-nya sekarang, ambillah pana-nya, bisa jadi nanti
pada hari kiamat tidak diterima.”

2. Kutipan berikut berasal dari Syaikh ‘Ali Mahfuz yang wafat pada 1361
H (19420 dan merupakan salah satu ulama besar dari Jami’ al-Azhar
(Mesir), yang sangat menghormati Ibnu Taymiyya dan Muhammad ‘Abduh dalam
bukunya al-Ibada’. Namun demikian beliau mengatakan, Tidak benar untuk
mengatakan bahwa para Awliya (rahimahum-Allahu ta’ala) mengatur urusan
dunia setelah kematiannya, seperti menyembuhkan penyakit, menyelamatkan
orang yang hampir tenggelam, menolong orang yang sedang melawan musuh dan
menemukan sesuatu yang hilang.

Adalah salah bila mengatakan hal itu, sebab para Awliya sangat agung,
Allah telah meninggalkan tugas ini untuk mereka dengan kata lain mereka
mampu melakukan apa yang mereka inginkan atau mereka yang dekat
dengannya tidak akan pernah salah. Tetapi baik mereka telah meninggal atau pun masih hidup, Allah memberi berkah kepada mereka dan melalui karamat
mereka, Allah menyembuhkan penyakit, menyelamatkan orang yang hampir
tenggelam, menolong orang yang sedang melawan musuh dan menemukan sesuatu
yang hilang. Ini adalah hal yang logis.

Al-Qur’an al-karim juga menunjukkan fakta-fakta ini.” [Syaikh ‘Ali
Mahfuz, Al-Ibda’, hal.213, Kairo, 1375H (1956); Abdullah ad-Dasuqi dan
Yusuf ad-Djawi, professor di Jami’ al-Azhar, menulis pujian di bagian akhir
buku ini. (lihat The Sunni Path)]

3. Terakhir, Hadits asy-Syarif yang terdapat dalam Sahihayn, yaitu dua
kitab hadits yang orsinil, satu oleh al-Bukhari dan yang lainnya oleh
Muslim. Hadits itu menyatakan bahwa Rasulullah mengunjungi makam para
syuhada dalam perang Uhud tepat SATU TAHUN setelah mereka wafat. Sebuah
mimbar DIBANGUN di sana sebagai tempat Rasulullah menyampaikan pesannya.
‘Uqba bin Amir, yang meriwayatkan hadits ini berkata, Rasulullah
menaiki mimbar. Itu merupakan kali terakhir Aku melihat beliau menaiki
mimbar. Beliau menyatakan, “Aku tidak mengkhawatirkan kalian akan menjadi
politheis setelah Aku meninggal. Aku khawatir, karena ketertarikan
terhadap dunia, kalian akan saling membunuh dan musnah seperti suku-suku
terdahulu.”

Seorang ulama besar, Syaikh Sulayman bin ‘Abd al-Wahhab an-Najdi
(rahimah-Allahu ta’ala), penulis buku “as-sawaa’iq al-ilaahiyya” berkomentar terhadap hadits ini sebagaimana yang terdapat dalam sangkalannya terhadap adiknya Muhammad Abdul Wahab dan gerakan pembelotan yang dipeloporinya atas kerjasama dengan Inggris dan keluarga al-Saud, “Rasulullah telah meramalkan semua kejadian yang akan menimpa ummatnya sampai Hari Kebangkitan.

Hadits sahih ini menyatakan bahwa ummat Rasulullah tidak akan
menyembah berhala, dan beliau telah menjamin hal itu. Hadits asy-Syarif ini
dengan demikian memupuskan Wahhabisme sampai ke akar-akarnya, karena
mereka mengklaim bahwa Ummat al-Muhammadiyya menyembah berhala, bahwa
negara-negara Muslim penuh dengan berhala, makam adalah tempat menyembah
berhala. Mereka juga mengatakan bahwa seseorang menjadi kafir karena tidak
percaya bahwa mereka yang mengharapkan pertolongan atau perantaraan di
tempat-tempat keramat adalah kafir.

Tak satu pun ulama Islam yang menyatakan bahwa Muslim seperti itu
adalah politheis, mereka tetap menghormatinya sebagai Muslim.” [Sulaiman bin ‘Abd al-Wahhab an-Najdi, As-sawa’iq al-ilahiyya fir raddi
‘alal-Wahhabiyya (Nukhbat al-Akbar press, Baghdad, 1306 AH), hal.44 (Bandingkan dg. Nasihat untuk Muslim, bab.5)]. Lihat juga halaman yang relevan, di http://www.sunnah.org Oleh Raffiq Ahmed

0 komentar:

Agenda Harian

Semoga kita senantiasa terpacu untuk mengukir prestasi amal yang akan memperberat timbangan kebaikan di yaumil akhir, berikut rangkaian yang bisa dilakukan

1. Agenda pada sepertiga malam akhir

a. Menunaikan shalat tahajjud dengan memanjangkan waktu pada saat ruku’ dan sujud di dalamnya,

b. Menunaikan shalat witir

c. Duduk untuk berdoa dan memohon ampun kepada Allah hingga azan subuh

Rasulullah saw bersabda:

يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ فَيَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ

“Sesungguhnya Allah SWT selalu turun pada setiap malam menuju langit dunia saat 1/3 malam terakhir, dan Dia berkata: “Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku maka akan Aku kabulkan, dan barangsiapa yang meminta kepada-Ku maka akan Aku berikan, dan barangsiapa yang memohon ampun kepada-Ku maka akan Aku ampuni”. (HR. Bukhari Muslim)


2. Agenda Setelah Terbit Fajar

a. Menjawab seruan azan untuk shalat subuh

” الَّلهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا الَّذِي وَعَدْتَهُ “

“Ya Allah, Tuhan pemilik seruan yang sempurna ini, shalat yang telah dikumandangkan, berikanlah kepada Nabi Muhammad wasilah dan karunia, dan bangkitkanlah dia pada tempat yang terpuji seperti yang telah Engkau janjikan. (Ditashih oleh Al-Albani)

b. Menunaikan shalat sunnah fajar di rumah dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا

“Dua rakaat sunnah fajar lebih baik dari dunia dan segala isinya”. (Muslim)

وَ قَدْ قَرَأَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فِي رَكْعَتَي الْفَجْرِ قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُوْنَ وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدَ

“Nabi saw pada dua rakaat sunnah fajar membaca surat “Qul ya ayyuhal kafirun” dan “Qul huwallahu ahad”.

c. Menunaikan shalat subuh berjamaah di masjid –khususnya- bagi laki-laki.

Rasulullah saw bersabda:

وَلَوْ يَعْلَمُوْنَ مَا فِي الْعَتْمَةِ وَالصُّبْحِ لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا

“Sekiranya manusia tahu apa yang ada dalam kegelapan dan subuh maka mereka akan mendatanginya walau dalam keadaan tergopoh-gopoh” (Muttafaqun alaih)

بَشِّرِ الْمَشَّائِيْنَ فِي الظّلَمِ إِلَى الْمَسَاجِدِ بِالنُّوْرِ التَّامِّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Berikanlah kabar gembira kepada para pejalan di kegelapan menuju masjid dengan cahaya yang sempurna pada hari kiamat”. (Tirmidzi dan ibnu Majah)

d. Menyibukkan diri dengan doa, dzikir atau tilawah Al-Quran hingga waktu iqamat shalat

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ لاَ يُرَدُّ بَيْنَ الأَذَانِ وَالإِقَامَةِ

“Doa antara adzan dan iqamat tidak akan ditolak” (Ahmad dan Tirmidzi dan Abu Daud)

e. Duduk di masjid bagi laki-laki /mushalla bagi wanita untuk berdzikir dan membaca dzikir waktu pagi

Dalam hadits nabi disebutkan:

كَانَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” إَذَا صَلَّى الْفَجْرَ تَرَبَّعَ فِي مَجْلِسِهِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ الْحَسَنَاءُ

” Nabi saw jika selesai shalat fajar duduk di tempat duduknya hingga terbit matahari yang ke kuning-kuningan”. (Muslim)

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran.

Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya waktu fajar itu disaksikan (malaikat). (Al-Isra : 78) Dan memiliki komitmen sesuai kemampuannya untuk selalu:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah lebih banyak dari itu semua, maka akan menuai kebaikan berlimpah insya Allah.

3. Menunaikan shalat Dhuha walau hanya dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنْ الضُّحَى

“Setiap ruas tulang tubuh manusia wajib dikeluarkan sedekahnya, setiap hari ketika matahari terbit. Mendamaikan antara dua orang yang berselisih adalah sedekah, menolong orang dengan membantunya menaiki kendaraan atau mengangkat kan barang ke atas kendaraannya adalah sedekah, kata-kata yang baik adalah sedekah, tiap-tiap langkahmu untuk mengerjakan shalat adalah sedekah, dan membersihkan rintangan dari jalan adalah sedekah”. (Bukhari dan Muslim)

4. Berangkat kerja atau belajar dengan berharap karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمِلِ يَدِهِ، وَكَانَ دَاوُدُ لا يَأْكُلُ إِلا مِنْ عَمِلِ يَدِهِ

“Tidaklah seseorang memakan makanan, lebih baik dari yang didapat oleh tangannya sendiri, dan bahwa nabi Daud makan dari hasil tangannya sendiri”. (Bukhari)

Dalam hadits lainnya nabi juga bersabda:

مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang berjalan dalam rangka mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga”. (Muslim)

d. Menyibukkan diri dengan dzikir sepanjang hari

Allah berfirman :

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“Ketahuilah dengan berdzikir kepada Allah maka hati akan menjadi tenang” (Ra’ad : 28)

Rasulullah saw bersabda:

أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللهَ أَنْ تَمُوْتَ ولسانُك رَطْبٌ من ذِكْرِ الله

“Sebaik-baik perbuatan kepada Allah adalah saat engkau mati sementara lidahmu basah dari berdzikir kepada Allah” (Thabrani dan Ibnu Hibban) .

5. Agenda saat shalat Zhuhur

a. Menjawab azan untuk shalat Zhuhur, lalu menunaikan shalat Zhuhur berjamaah di Masjid khususnya bagi laki-laki

b. Menunaikan sunnah rawatib sebelum Zhuhur 4 rakaat dan 2 rakaat setelah Zhuhur

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ صَلَّى اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِي يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِيَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang shalat 12 rakaat pada siang dan malam hari maka Allah akan membangunkan baginya dengannya rumah di surga”. (Muslim).

6. Agenda saat dan setelah shalat Ashar

a. Menjawab azan untuk shalat Ashar, kemudian dilanjutkan dengan menunaikan shalat Ashar secara berjamaah di masjid

b. Mendengarkan nasihat di masjid (jika ada)

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ لا يُرِيدُ إِلا أَنْ يَتَعَلَّمَ خَيْرًا أَوْ يَعْلَمَهُ، كَانَ لَهُ كَأَجْرِ حَاجٍّ تَامًّا حِجَّتُهُ

“Barangsiapa yang pergi ke masjid tidak menginginkan yang lain kecuali belajar kebaikan atau mengajarkannya, maka baginya ganjaran haji secara sempurna”. (Thabrani – hasan shahih)

c. Istirahat sejenak dengan niat yang karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

وَإِنَّ لِبَدَنِكَ عَلَيْكَ حَقٌّ

“Sesungguhnya bagi setiap tubuh atasmu ada haknya”.

Agenda prioritas:

Membaca Al-Quran dan berkomitmen semampunya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan, maka akan menuai kebaikan yang berlimpah insya Allah.

7. Agenda sebelum Maghrib

a. Memperhatikan urusan rumah tangga – melakukan mudzakarah – Menghafal Al-Quran

b. Mendengarkan ceramah, nasihat, khutbah, untaian hikmah atau dakwah melalui media

c. Menyibukkan diri dengan doa

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ

“Doa adalah ibadah”

8. Agenda setelah terbenam matahari

a. Menjawab azan untuk shalat Maghrib

b. Menunaikan shalat Maghrib secara berjamaah di masjid (khususnya bagi laki-laki)

c. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Maghrib – 2 rakaat

d. Membaca dzikir sore

e. Mempersiapkan diri untuk shalat Isya lalu melangkahkan kaki menuju masjid

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ لِيَقْضِيَ فَرِيضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللَّهِ كَانَتْ خَطْوَتَاهُ إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ خَطِيئَةً وَالْأُخْرَى تَرْفَعُ دَرَجَةً

“Barangsiapa yang bersuci/berwudhu kemudian berjalan menuju salah satu dari rumah-rumah Allah untuk menunaikan salah satu kewajiban dari kewajiban Allah, maka langkah-langkahnya akan menggugurkan kesalahan dan yang lainnya mengangkat derajatnya”. (Muslim)

9. Agenda pada waktu shalat Isya

a. Menjawab azan untuk shalat Isya kemudian menunaikan shalat Isya secara jamaah di masjid

b. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Isya – 2 rakaat

c. Duduk bersama keluarga/melakukan silaturahim

d. Mendengarkan ceramah, nasihat dan untaian hikmah di Masjid

e. Dakwah melalui media atau lainnya

f. Melakukan mudzakarah

g. Menghafal Al-Quran

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran dengan berkomitmen sesuai dengan kemampuannya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan bacaan maka telah menuai kebaikan berlimpah insya Allah.


Apa yang kita jelaskan di sini merupakan contoh, sehingga tidak harus sama persis dengan yang kami sampaikan, kondisional tergantung masing-masing individu. Semoga ikhtiar ini bisa memandu kita untuk optimalisasi ibadah insya Allah. Allahu a’lam

Jazaakillah

Sedikit revisi dari : http://www.al-ikhwan.net/agenda-harian-ramadhan-menuju-bahagia-di-bulan-ramadhan-2989/

Isi Blog

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.