Belum lama ini saya membaca sebuah artikel yang ditulis oleh Ustadz Syamsuddin Ramadlan An-Nawiy yang membahas hukum perkosaan. Point yang hendak ia sampaikan adalah : hukuman bagi seorang pemerkosa bukanlah hadd, karena perkosaan tidak dikatagorikan zina. Hukuman bagi pemerkosa – menurutnya – adalah diyaat. Berikut perkataannya :
Perkosaan termasuk perbuatan haram.  Perkosaan, seperti penjelasan sebelumnya, faktanya berbeda dengan perzinaan.  Perzinaan adalah hubungan seksual antara laki-laki dan wanita yang tidak memiliki ikatan pernikahan yang sah menurut syariat, dilakukan suka sama suka, tanpa paksaan, dan kelamin keduanya telah bertemu, seperti masuknya ember ke dalam sumur. Adapun perkosaan, adalah hubungan seksual yang dilakukan laki-laki dan wanita yang tidak memiliki ikatan pernikahan yang sah, tidak dengan suka sama suka, alias paksaan oleh salah satu pihak ke pihak lain. Perkosaan tidak termasuk kasus hudud, sebagaimana perzinaan.   Atas dasar itu, sanksi bagi pelaku perkosaan bukanlah sanksi hudud [selesai kutipan].

Terus terang, baru kali ini saya mendengar dan mengetahui adanya fatwa ini. Mungkin karena minimnya ilmu saya dibandingkan Ustadz Syamsuddin. Adapun yang saya ketahui saat ini adalah adanya ijma’ ulama penjatuhan hukum hadd bagi pelaku pemerkosaan dengan hadd zina. Al-Haafidh Ibnu ‘Abdil-Barr rahimahullah berkata :
وقد أجمع العلماء على ان [ على ] المستكره المغتصب الحد ان شهدت البينة عليه بما يوجب الحد او اقر بذلك فان لم يكن فعليه العقوبة ولا عقوبة عليها اذا صح انه استكرهها وغلبها على نفسها وذلك يعلم بصراخها واستغاثتها وصياحها
“Para ulama telah bersepakat diberlakukannya hadd bagi pelaku pemerkosaan apabila terdapat bukti yang mewajibkan baginya hadd atau si pelaku mengakui perbuatannya. Jika tidak memenuhi dua hal tersebut (adanya bukti atau pengakuan – Abul-Jauzaa’), maka baginya hukuman (ta’zir). Tidak ada hukuman baginya (si wanita) apabila terbukti tidak menginginkannya dan dipaksa. Hal itu diketahui dengan suaranya, permintaan tolongnya, dan teriakannya” [Al-Istidzkaar, 7/146].
Al-Baajiy rahimahullah berkata :
الْمُسْتَكْرَهَةُ لَا يَخْلُو أَنْ تَكُونَ حُرَّةً أَوْ أَمَةً فَإِنْ كَانَتْ حُرَّةً فَلَهَا صَدَاقُ مِثْلِهَا عَلَى مَنْ اسْتَكْرَهَهَا وَعَلَيْهِ الْحَدُّ وَبِهَذَا قَالَ الشَّافِعِيُّ وَهُوَ مَذْهَبُ اللَّيْثِ وَرُوِيَ عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ رَضَىِ اللَّهُ عَنْهُ وَقَالَ أَبُو حَنِيفَةَ وَالثَّوْرِيُّ : عَلَيْهِ الْحَدُّ دُونَ الصَّدَاقِ
“Wanita yang diperkosa itu ada dua macam : merdeka atau budak. Apabila ia merdeka, maka baginya pemberian mahar mitsl dari orang yang memperkosanya, dan orang yang memperkosanya tersebut dijatuhi hadd. Inilah yang menjadi pendapat Asy-Syaafi’iy dan Al-Laits. Dan diriwayatkan hal tersebut dari ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu. Abu Haniifah dan Ats-Tsauriy berkata : ‘Ia dijatuhi hadd tanpa pemberian mahar” [Al-Muntaqaa, 4/21 – via Syaamilah].
Ada hadits yang berkaitan dengan hal ini yaitu :
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ، حَدَّثَنَا مَعْمَرُ بْنُ سُلَيْمَانَ الرَّقِّيُّ، عَنْ الْحَجَّاجِ بْنِ أَرْطَاةَ، عَنْ عَبْدِ الْجَبَّارِ بْنِ وَائِلِ بْنِ حُجْرٍ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: " اسْتُكْرِهَتِ امْرَأَةٌ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَدَرَأَ عَنْهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْحَدَّ، وَأَقَامَهُ عَلَى الَّذِي أَصَابَهَا، وَلَمْ يُذْكَرْ أَنَّهُ جَعَلَ لَهَا مَهْرًا "
Telah menceritakan kepada kami ‘Aliy bin Hujr : Telah menceritakan kepada kami Ma’mar bin Sulaimaan Ar-Raqiy, dari Hajjaaj bin Arthaah, dari ‘Abdul-Jabbaar bin Waail bin Hujr, dari ayahnya, ia berkata : “Ada seorang wanita yang diperkosa di jaman Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa sallam. Lalu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallammembebaskannya dari hadd, namun menegakkannya bagi si pelaku pemerkosaan. Beliau tidak menyebutkan bahwa laki-laki itu memberikan padanya mahar” [Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 1453].
Diriwayatkan pula dari beberapa jalan, semuanya dari Ma’mar bin Sulaimaan, dari Al-Hajjaaj bin Arthaah, dan seterusnya seperti sanad di atas. Sanad hadits ini lemah dengan sebab Hajjaaj bin Arthaah. Ia seorang shaduuq, namun sering melakukan kekeliruan dantadliis. Ia tidak pernah bertemu ‘Abdul-Jabbaar, dan ‘Abdul-Jabbaar pun tidak pernah bertemu dengan ayahnya. Walhasil, sanad hadits ini lemah. Dilemahkan oleh Asy-Syaikh Al-Albaaniy rahimahullah dalam Dla’iif Sunan At-Tirmidziy hal. 136.
Setelah menyebutkan hadits di atas At-Tirmidziy rahimahullah menyebutkan satu fiqh :
وَالْعَمَلُ عَلَى هَذَا عِنْدَ أَهْلِ الْعِلْمِ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَغَيْرِهِمْ، أَنْ لَيْسَ عَلَى الْمُسْتَكْرَهَةِ حَدٌّ
“Para ulama dari kalangan shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan selain mereka mengamalkan kandungan hadits ini, bahwasannya wanita yang dipaksa berzina tidak ditegakkan hadd” [Sunan At-Tirmidziy, 3/122].
Mafhum yang dapat diambil dari perkataan At-Tirmidziy rahimahullah ini bahwasannya para ulama dari kalangan shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan selain mereka tetap menegakkan hadd bagi selain dari wanita yang dipaksa/terpaksa. Dan ini umum meliputi pelaku pemerkosaan. Yang menarik lagi, hadits pemerkosaan ini dimasukkan At-Tirmidziy dalam Baab :
ما جاء في المرأة إذا استكرهت على الزنا
“Apa-Apa yang datang tentang Wanita Apabila Dipaksa untuk Berzina”.
Jadi, At-Tirmidziy rahimahullah mengkatagorikan pemerkosaan ini sebagai bagian dari perbuatan zina.[1]
Lalu At-Tirmidziy rahimahullah membawakan riwayat :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى النَّيْسَابُورِيُّ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يُوسُفَ، عَنْ إِسْرَائِيلَ، حَدَّثَنَا سِمَاكُ بْنُ حَرْبٍ، عَنْ عَلْقَمَةَ بْنِ وَائِلٍ الْكِنْدِيِّ، عَنْ أَبِيهِ " أَنَّ امْرَأَةً خَرَجَتْ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تُرِيدُ الصَّلَاةَ، فَتَلَقَّاهَا رَجُلٌ فَتَجَلَّلَهَا، فَقَضَى حَاجَتَهُ مِنْهَا، فَصَاحَتْ، فَانْطَلَقَ، وَمَرَّ عَلَيْهَا رَجُلٌ، فَقَالَتْ: إِنَّ ذَاكَ الرَّجُلَ فَعَلَ بِي كَذَا وَكَذَا، وَمَرَّتْ بِعِصَابَةٍ مِنْ الْمُهَاجِرِينَ، فَقَالَتْ: إِنَّ ذَاكَ الرَّجُلَ فَعَلَ بِي كَذَا وَكَذَا، فَانْطَلَقُوا، فَأَخَذُوا الرَّجُلَ الَّذِي ظَنَّتْ أَنَّهُ وَقَعَ عَلَيْهَا وَأَتَوْهَا، فَقَالَتْ: نَعَمْ هُوَ هَذَا، فَأَتَوْا بِهِ رَسُولَ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا أَمَرَ بِهِ لِيُرْجَمَ، قَامَ صَاحِبُهَا الَّذِي وَقَعَ عَلَيْهَا، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَنَا صَاحِبُهَا، فَقَالَ لَهَا: اذْهَبِي فَقَدْ غَفَرَ اللَّهُ لَكِ وَقَالَ لِلرَّجُلِ قَوْلًا حَسَنًا، وَقَالَ لِلرَّجُلِ الَّذِي وَقَعَ عَلَيْهَا: ارْجُمُوهُ، وَقَالَ: لَقَدْ تَابَ تَوْبَةً لَوْ تَابَهَا أَهْلُ الْمَدِينَةِ لَقُبِلَ مِنْهُمْ "
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin yahyaa An-Naisaabuuriy : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Yuusuf, dari Israaiil : Telah menceritakan kepada kami Simaak bin Harb, dari ‘Alqamah bin Waail Al-Kindiy, dari ayahnya : Ada seorang wanita di jaman Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang keluar rumah hendak melakukan shalat. Lalu ia berjumpa dengan seorang laki-laki, yang kemudian ia (laki-laki) memperkosanya. Setelah selesai memperkosanya, wanita itu berteriak-teriak. Laki-laki tadi pun kabur. Lalu ada seseorang yang melewatinya. Wanita itu berkata kepadanya : “Sesungguhnya ada seorang laki-laki melakukan begini dan begitu kepadaku”. Lalu lewat pula sekelompok orang dari kaum Muhaajiriin, dan wanita itu berkata kepada mereka : “Sesungguhnya ada seorang laki-laki yang melakukan begini dan begitu kepadaku”. Mereka pun pergi, yang kemudian menangkap seorang laki-laki yang diduga memperkosa si wanita tadi, lalu mereka pun membawa laki-laki tersebut kepadanya (si wanita). Wanita itu berkata : “Benar, dialah orangnya”. Mereka pun membawa laki-laki itu kepada Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa sallam. Ketika beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan agar laki-laki itu dirajam, maka berdirilah seorang laki-laki yang sebenarnya memperkosa si wanita. Ia berkata : “Wahai Rasulullah, akulah orangnya (yang memperkosa wanita itu)”. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada si wanita : “Pergilah, Allah telah mengampunimu (karena salah tuduh)”. Dan beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada laki-laki pertama yang dituduh tadi dengan perkataan yang baik. Lalu beliaushallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada laki-laki yang memperkosa : “Rajamlah ia”. Beliau kemudian bersabda : “Sungguh, ia telah bertaubat dengan satu taubat yang seandainya penduduk Madiinah bertaubat dengannya, niscaya akan diterima (oleh Allah)”[Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 1454, dan ia berkata : “Hadits ini hasan ghariibshahih”].
Semua perawinya tsiqaat, kecuali Simaak bin Al-Harb. Ibnu Hajar berkata : “Shaduuq, dan riwayatnya dari ‘Ikrimah secara khusus mudltharib. Hapalannya berubah di akhir usianya, sehingga kadang ia ditalqinkan” [Taqriibut-Tahdziib, hal. 415 no. 2639]. Ya’quub bin Syaibah berkata : “Riwayatnya dari ‘Ikrimah secara khusus mudltharib (goncang). Dan ia selain dari ‘Ikrimah adalah shaalih. Dan siapa saja yang mendengar riwayat darinya di waktu awal seperti Sufyaan (Ats-Tsauriy) dan Syu’bah, maka haditsnya darinya adalah shahih lagi lurus” [Tahdziibul-Kamaal, 12/120].
Sufyaan Ats-Tsauriy (lahir tahun 97 H, dan wafat tahun 161 H), Syu’bah bin Al-Hajjaaj (wafat tahun 160 H), dan Israaiil bin Yuunus[2] (wafat tahun 160 H) adalah satuthabaqah dari kalangan kibaaru atbaa’ut-taabi’iin. Riwayat Israaiil bin Yuunus dari Simaak dijadikan hujjah oleh Muslim dalam Shahiih-nya. Israaiil bin Yuunus mempunyai mutaba’ahdari Asbaath bin Nashr Al-Hamdaaniy[3] – sebagaimana dikatakan oleh Abu Daawud (no. 4379). Dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albaaniy rahimahullah dalam Ash-Shahiihah 2/567-569 no. 900.
Hadits ini sangat jelas bahwa hadd pemerkosa adalah hadd zina, sekaligus menjadi pemutus dalam permasalahan ini.
Adapun dalil yang dibawakan Ustadz Syamsuddin Ramadlan untuk menguatkan pendapatnya[4] tentang diyaat adalah pendalilan yang menurut saya – maaf - tidaknyambung dengan pembahasan.
Ini saja yang dapat dituliskan, semoga ada manfaatnya.
Wallaahu a’lam.
[abul-jauzaa’ – di keheningan malam desa Sardonoharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta, 23042012].


[1]      Para ulama mempunyai beberapa definisi tentang zina yang mengakibatkan pelakunya dikenai hukuman hadd, yang kurang lebih adalah : Masuknya penis/dzakar seorang laki-laki mukallaf secara sengaja pada kemaluan wanita yang bukan istrinya atau budaknya - tanpa adanya syubuhat.
[2]      Perawi yang meriwayatkan dari Simaak bin Harb dalam hadits di atas.
[3]      Diriwayatkan oleh Ath-Thabaraaniy dalam Al-Mu’jamul-Kabiir 22/15-16.
[4]      Ustadz Syamsuddin berkata :
Pertama, jika perkosaan menimbulkan luka,maka pelukaan terhadap kelamin dimasukkan ke dalam jaifah.  Adapun diyat pelukaan jaifah adalah 1/3 diyat, seperti yang disebutkan dalam surat Nabi saw kepada penduduk Yaman. Di dalam surat Nabi saw yang dikirim untuk penduduk Yaman ditetapkan bahwa pelukaan jaifah dikenai 1/3 diyat.  Imam Al-Nasaa’iy dari ‘Amru bin  Hazm dari bapaknya, dari kakeknya,  sebagai berikut:
«أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ  كَتَبَ إِلَى أَهْلِ اْليَمَنِ كِتَابًا وَكَانَ فِيْ كِتَابِهِ أَنَّ مَنِ اعْتَبَطَ مُؤْمِنًا قَتْلاً عَنْ بَيِّنَةٍ فَاِنَّهُ قُوِدَ، إِلاَّ أَنْ يَرْضَيَ أَوْلِيَاءُ الْمَقْتُوْلِ، وَ أَنَّ فِيْ الَّنفْسِ الدِّيَّةَ مِائَةً مِنَ اْلاِبِلِ، وَ أَنَّ فِيْ الأَنْفِ إِذَا أُوْعِبَ جَدْعُهُ الدِّيَّةَ، وَ فِيْ الِّلسَانِ الِّدِيَّةَ،  وَ فِيْ الشَّفَتَيْنِ الدِّيَّةَ ، وَ فِيْ البَيْضَتَيْنِ الدِّيَّةَ، وَ فِيْ الذَّكّرِ الدِّيَّةُ، وَ فِيْ الصُّلْبِ الدِّيَّةَ، وَ فِيْ العَيْنَيْنِ الدِّيَّةَ، وَ فِيْ الرِّجْلِ اْلوَاحِدَةِ نِصْفَ الدِّيَّةِ، وَ فِيْ الْمَأْمُوْمَةِ ثُلُثَ الدِّيَّةِ، وَ فِيْ الجَائِفَةِ ثُلُثَ الدِّيَّةِ، وَ فِيْ اْلمُنَقِّلَةِ خَمْسَةَ عَشَرًا مِنَ اْلإِبِلِ، وَ فِيْ كُلِّ اِصْبَعٍ مِنْ أَصَابِعِ اْليَدِّ وَالرِّجْلِ عَشَرًا مِنَ اْلإِبِلِ، وَ فِيْ السِّنِّ خَمْسًا مِنَ اْلإِبِلِ، وَ فِيْ اْلمُوْضِحَةِ خَمْسًا مِنَ اْلإِبِلِ، وَ إِنَّ الرَّجُلَ يُقْتَلُ بِاْلمَرْأَةِ، وَعَلَى أَهْلِ الذَّهَبِ أَلْفُ دِيْنَارٍ»
“Bahwa Rasulullah saw. telah menulis surat kepada penduduk Yaman. Di dalam surat tersebut di tulis, “Barangsiapa terbukti membunuh seorang wanita mukmin, maka ia dikenai qawad (qishâsh), kecuali dimaafkan oleh wali pihak yang terbunuh. Diyat dalam jiwa 100 ekor unta, pada hidung yang terpotong dikenakan diyat, pada lidah ada diyat, pada dua bibir ada diyat, pada dua buah pelir dikenakan diyat, pada penis dikenai diyat, pada tulang punggung dikenakan diyat, pada pada dua biji mata ada diyat, pada satu kaki ½ diyat, pada ma’mumah 1/3 diyat, pada jaifah 1/3 diyat, pada munaqqilah 15 ekor unta, pada setiap jari kaki dan tangan 10 ekor unta, pada gigi 5 ekor unta, pada muwadldlihah 5 ekor unta, dan seorang laki-laki harus dibunuh karena membunuh seorang perempuan, dan bagi pemilik emas, 1000 dinar.” [HR Imam Al-Nasaa’iy] – [selesai kutipan].

0 komentar:

Agenda Harian

Semoga kita senantiasa terpacu untuk mengukir prestasi amal yang akan memperberat timbangan kebaikan di yaumil akhir, berikut rangkaian yang bisa dilakukan

1. Agenda pada sepertiga malam akhir

a. Menunaikan shalat tahajjud dengan memanjangkan waktu pada saat ruku’ dan sujud di dalamnya,

b. Menunaikan shalat witir

c. Duduk untuk berdoa dan memohon ampun kepada Allah hingga azan subuh

Rasulullah saw bersabda:

يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ فَيَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ

“Sesungguhnya Allah SWT selalu turun pada setiap malam menuju langit dunia saat 1/3 malam terakhir, dan Dia berkata: “Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku maka akan Aku kabulkan, dan barangsiapa yang meminta kepada-Ku maka akan Aku berikan, dan barangsiapa yang memohon ampun kepada-Ku maka akan Aku ampuni”. (HR. Bukhari Muslim)


2. Agenda Setelah Terbit Fajar

a. Menjawab seruan azan untuk shalat subuh

” الَّلهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا الَّذِي وَعَدْتَهُ “

“Ya Allah, Tuhan pemilik seruan yang sempurna ini, shalat yang telah dikumandangkan, berikanlah kepada Nabi Muhammad wasilah dan karunia, dan bangkitkanlah dia pada tempat yang terpuji seperti yang telah Engkau janjikan. (Ditashih oleh Al-Albani)

b. Menunaikan shalat sunnah fajar di rumah dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا

“Dua rakaat sunnah fajar lebih baik dari dunia dan segala isinya”. (Muslim)

وَ قَدْ قَرَأَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فِي رَكْعَتَي الْفَجْرِ قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُوْنَ وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدَ

“Nabi saw pada dua rakaat sunnah fajar membaca surat “Qul ya ayyuhal kafirun” dan “Qul huwallahu ahad”.

c. Menunaikan shalat subuh berjamaah di masjid –khususnya- bagi laki-laki.

Rasulullah saw bersabda:

وَلَوْ يَعْلَمُوْنَ مَا فِي الْعَتْمَةِ وَالصُّبْحِ لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا

“Sekiranya manusia tahu apa yang ada dalam kegelapan dan subuh maka mereka akan mendatanginya walau dalam keadaan tergopoh-gopoh” (Muttafaqun alaih)

بَشِّرِ الْمَشَّائِيْنَ فِي الظّلَمِ إِلَى الْمَسَاجِدِ بِالنُّوْرِ التَّامِّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Berikanlah kabar gembira kepada para pejalan di kegelapan menuju masjid dengan cahaya yang sempurna pada hari kiamat”. (Tirmidzi dan ibnu Majah)

d. Menyibukkan diri dengan doa, dzikir atau tilawah Al-Quran hingga waktu iqamat shalat

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ لاَ يُرَدُّ بَيْنَ الأَذَانِ وَالإِقَامَةِ

“Doa antara adzan dan iqamat tidak akan ditolak” (Ahmad dan Tirmidzi dan Abu Daud)

e. Duduk di masjid bagi laki-laki /mushalla bagi wanita untuk berdzikir dan membaca dzikir waktu pagi

Dalam hadits nabi disebutkan:

كَانَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” إَذَا صَلَّى الْفَجْرَ تَرَبَّعَ فِي مَجْلِسِهِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ الْحَسَنَاءُ

” Nabi saw jika selesai shalat fajar duduk di tempat duduknya hingga terbit matahari yang ke kuning-kuningan”. (Muslim)

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran.

Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya waktu fajar itu disaksikan (malaikat). (Al-Isra : 78) Dan memiliki komitmen sesuai kemampuannya untuk selalu:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah lebih banyak dari itu semua, maka akan menuai kebaikan berlimpah insya Allah.

3. Menunaikan shalat Dhuha walau hanya dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنْ الضُّحَى

“Setiap ruas tulang tubuh manusia wajib dikeluarkan sedekahnya, setiap hari ketika matahari terbit. Mendamaikan antara dua orang yang berselisih adalah sedekah, menolong orang dengan membantunya menaiki kendaraan atau mengangkat kan barang ke atas kendaraannya adalah sedekah, kata-kata yang baik adalah sedekah, tiap-tiap langkahmu untuk mengerjakan shalat adalah sedekah, dan membersihkan rintangan dari jalan adalah sedekah”. (Bukhari dan Muslim)

4. Berangkat kerja atau belajar dengan berharap karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمِلِ يَدِهِ، وَكَانَ دَاوُدُ لا يَأْكُلُ إِلا مِنْ عَمِلِ يَدِهِ

“Tidaklah seseorang memakan makanan, lebih baik dari yang didapat oleh tangannya sendiri, dan bahwa nabi Daud makan dari hasil tangannya sendiri”. (Bukhari)

Dalam hadits lainnya nabi juga bersabda:

مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang berjalan dalam rangka mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga”. (Muslim)

d. Menyibukkan diri dengan dzikir sepanjang hari

Allah berfirman :

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“Ketahuilah dengan berdzikir kepada Allah maka hati akan menjadi tenang” (Ra’ad : 28)

Rasulullah saw bersabda:

أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللهَ أَنْ تَمُوْتَ ولسانُك رَطْبٌ من ذِكْرِ الله

“Sebaik-baik perbuatan kepada Allah adalah saat engkau mati sementara lidahmu basah dari berdzikir kepada Allah” (Thabrani dan Ibnu Hibban) .

5. Agenda saat shalat Zhuhur

a. Menjawab azan untuk shalat Zhuhur, lalu menunaikan shalat Zhuhur berjamaah di Masjid khususnya bagi laki-laki

b. Menunaikan sunnah rawatib sebelum Zhuhur 4 rakaat dan 2 rakaat setelah Zhuhur

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ صَلَّى اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِي يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِيَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang shalat 12 rakaat pada siang dan malam hari maka Allah akan membangunkan baginya dengannya rumah di surga”. (Muslim).

6. Agenda saat dan setelah shalat Ashar

a. Menjawab azan untuk shalat Ashar, kemudian dilanjutkan dengan menunaikan shalat Ashar secara berjamaah di masjid

b. Mendengarkan nasihat di masjid (jika ada)

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ لا يُرِيدُ إِلا أَنْ يَتَعَلَّمَ خَيْرًا أَوْ يَعْلَمَهُ، كَانَ لَهُ كَأَجْرِ حَاجٍّ تَامًّا حِجَّتُهُ

“Barangsiapa yang pergi ke masjid tidak menginginkan yang lain kecuali belajar kebaikan atau mengajarkannya, maka baginya ganjaran haji secara sempurna”. (Thabrani – hasan shahih)

c. Istirahat sejenak dengan niat yang karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

وَإِنَّ لِبَدَنِكَ عَلَيْكَ حَقٌّ

“Sesungguhnya bagi setiap tubuh atasmu ada haknya”.

Agenda prioritas:

Membaca Al-Quran dan berkomitmen semampunya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan, maka akan menuai kebaikan yang berlimpah insya Allah.

7. Agenda sebelum Maghrib

a. Memperhatikan urusan rumah tangga – melakukan mudzakarah – Menghafal Al-Quran

b. Mendengarkan ceramah, nasihat, khutbah, untaian hikmah atau dakwah melalui media

c. Menyibukkan diri dengan doa

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ

“Doa adalah ibadah”

8. Agenda setelah terbenam matahari

a. Menjawab azan untuk shalat Maghrib

b. Menunaikan shalat Maghrib secara berjamaah di masjid (khususnya bagi laki-laki)

c. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Maghrib – 2 rakaat

d. Membaca dzikir sore

e. Mempersiapkan diri untuk shalat Isya lalu melangkahkan kaki menuju masjid

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ لِيَقْضِيَ فَرِيضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللَّهِ كَانَتْ خَطْوَتَاهُ إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ خَطِيئَةً وَالْأُخْرَى تَرْفَعُ دَرَجَةً

“Barangsiapa yang bersuci/berwudhu kemudian berjalan menuju salah satu dari rumah-rumah Allah untuk menunaikan salah satu kewajiban dari kewajiban Allah, maka langkah-langkahnya akan menggugurkan kesalahan dan yang lainnya mengangkat derajatnya”. (Muslim)

9. Agenda pada waktu shalat Isya

a. Menjawab azan untuk shalat Isya kemudian menunaikan shalat Isya secara jamaah di masjid

b. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Isya – 2 rakaat

c. Duduk bersama keluarga/melakukan silaturahim

d. Mendengarkan ceramah, nasihat dan untaian hikmah di Masjid

e. Dakwah melalui media atau lainnya

f. Melakukan mudzakarah

g. Menghafal Al-Quran

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran dengan berkomitmen sesuai dengan kemampuannya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan bacaan maka telah menuai kebaikan berlimpah insya Allah.


Apa yang kita jelaskan di sini merupakan contoh, sehingga tidak harus sama persis dengan yang kami sampaikan, kondisional tergantung masing-masing individu. Semoga ikhtiar ini bisa memandu kita untuk optimalisasi ibadah insya Allah. Allahu a’lam

Jazaakillah

Sedikit revisi dari : http://www.al-ikhwan.net/agenda-harian-ramadhan-menuju-bahagia-di-bulan-ramadhan-2989/

Isi Blog

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.