REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Hidayah bisa menghampiri siapa saja. Bila Allah SWT telah berkehendak maka seorang pendeta pun bisa berpaling menjadi Muslim yang taat. Mungkin itulah kisah yang dihadapi Kenneth L Jenkins dalam hidupnya.
Dilahirkan dan dibesarkan dilingkungan yang tergolong agamis, Jenkis adalah seorang pemeluk Kristen Pantekosta di Amerika Serikat. Dia lebih banyak diasuh oleh kakeknya karena ibunya sebagai orang tua tunggal. Pantas bila dia terbilang jamaat yang taat mengingat kakeknya sudah mengajarinya tentang kehidupan gereja sejak kecil. Dan tak heran pula bila di usia enam tahun, dia sudah mengetahui banyak ajaran dalam Injil.
Setiap hari Minggu, Jenkins menuturkan, seluruh anggota keluarganya selalu pergi ke gereja. Saat seperti itu, ungkapnya, menjadi momen bagi dirinya beserta kedua saudaranya untuk mengenakan pakaian terbaik mereka. Setelah lulus SMA dan masuk universitas, Jenkins memutuskan untuk lebih aktif dalam kegiatan keagamaan. Ia datang ke gereja setiap saat, mempelajari kitab Injil setiap hari, dan menghadiri kuliah yang diberikan oleh para pemuka agama Kristen.
Hal ini membuatnya amat menonjol di kalangan para jemaat. Pada usia 20 tahun, gereja memintanya untuk bergabung. Sejak itulah Jenkins mulai memberikan khutbah kepada para jemaat yang lain. Setelah menamatkan pendidikannya di jenjang universitas, Jenkins memutuskan untuk bekerja secara penuh di gereja sebagai pendakwah. Sasaran utamanya komunitas warga kulit hitam Amerika.
Ketika melakukan interaksi dengan komunitas inilah ia menemukan kenyataan bahwa banyak di antara para pemuka gereja yang menggunakan Injil untuk kepentingan politis, yakni untuk mendukung posisi mereka pada isu-isu tertentu. Kemudian, Jenkins memutuskan untuk pindah ke Texas. Di kota ini ia sempat bergabung dengan dua gereja Pantekosta yang berbeda. Namun, lagi-lagi ia mendapatkan kenyataan bahwa para pendeta di kedua gereja ini melakukan tindakan-tindakan yang menyalahi norma aturan yang telah ditetapkan oleh organisasi gereja.
Ia mendapatkan fakta di lapangan bahwa sejumlah pemimpin gereja melakukan perbuatan menyimpang tanpa tersentuh oleh hukum. Mendapati kenyataan seperti ini, dalam diri Jenkins mulai timbul berbagai pertanyaan atas keyakinan yang ia anut. ''Saat itu saya mulai berpikir untuk mencari sebuah perubahan,'' ujarnya.
Perubahan yang diinginkan Jenkins datang ketika ia mendapatkan sebuah tawaran pekerjaan di Arab Saudi. Setibanya di Arab Saudi, ia menemukan perbedaan yang mencolok dalam gaya hidup orang-orang Muslim di negara Timur Tengah tersebut. Dari sana kemudian timbul keinginan dalam diri pendeta ini untuk mempelajari lebih jauh agama yang dianut oleh masyarakat Muslim di Arab Saudi.
Perlahan, dia mulai mengagumi kehidupan Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul yang diutus untuk membawa Islam. Dan dia pun ingin tahu lebih banyak lagi mengenainya. Untuk menjawab rasa ingin tahunya itu, Jenkins pun memutuskan untuk meminjam buku-buku mengenai Islam melalui salah seorang kerabatnya yang ia ketahui sangat dekat dengan komunitas Muslim. Buku-buku tersebut ia baca satu per satu. Dan, di antara buku-buku yang ia pinjam tersebut terdapat terjemahan Alquran. Ia menamatkan bacaan terjemahan Alquran ini dalam waktu empat bulan.
Berbagai pertanyaan seputar Islam yang ia lontarkan kepada teman-teman Muslimnya mendapatkan jawaban yang sangat memuaskan. Jika teman Muslimnya ini tidak bisa memberikan jawaban yang memadai, mereka akan menanyakan hal tersebut kepada seseorang yang lebih paham. Dan pada hari berikutnya, baru jawaban dari orang tersebut disampaikan kepadanya.
Rasa persaudaraan dan sikap rendah hati yang ditunjukkan oleh para teman Muslimnya ini, diakui Jenkins, membuatnya tertarik untuk mempelajari Islam lebih dalam. Rasa kekaguman Jenkins juga ditujukan kepada kaum Muslimah yang ia jumpai selama bermukim di Arab Saudi. Agama Islam yang baru dikenal olehnya, menurut Jenkins, juga tidak mengenal adanya perbedaan status sosial. Semua hal yang ia saksikan selama tinggal di Arab Saudi menurutnya merupakan sesuatu yang indah.
Kendati demikian, diakui Jenkins, saat itu dalam dirinya masih terdapat keragu-raguan antara Islam dengan keyakinan yang sudah dianutnya sejak masa kanak-kanak. Namun, semua keraguan tersebut terjawab manakala salah seorang teman Muslimnya memberikan dia sebuah kaset video yang berisi perdebatan antara Syekh Ahmed Deedat dan Pendeta Jimmy Swaggart. Setelah menonton perdebatan tersebut, Pendeta Gereja Pantekosta ini kemudian memutuskan untuk menjadi seorang Muslim. Kemudian oleh salah seorang kawan, Jenkins diajak menemui seorang ulama setempat, Syekh Abdullah bin Abdulaziz bin Baz. Di hadapan sang ulama, Jenkins pun secara resmi menerima Islam sebagai keyakinan barunya.
Tak butuh waktu lama, kabar mengenai masuk Islamnya Jenkins, telah sampai ke telinga para rekan-rekannya sesama pendeta dan aktivis gereja. Karena itu, setibanya di Amerika Serikat, berbagai hujatan dan kritikan bertubi-tubi datang kepadanya. Tak hanya itu, Jenkins juga dicap dengan berbagai label, mulai dari orang murtad hingga tercela. Ia juga dikucilkan dari lingkungan tempat tinggalnya.
Namun, semua itu tidak membuatnya gentar dan berpaling dari Islam. ''Islam membuat saya seperti terlahir kembali, dari kegelapan menjadi terang. Saya tidak merasa terusik dengan semua itu, karena saya merasa sangat bahagia bahwa Allah Mahakuasa yang telah memberi kan saya petunjuk,'' tuturnya.
Ingin Jadi Pendakwah
Dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Al-Madinah, Jenkins mengungkapkan keinginannya untuk menjadi seorang pendakwah. Dia tak akan menghentikan aktivitasnya sebagai seorang juru dakwah, sebagaimana yang pernah ia lakukan saat masih memeluk Kristen Pantekosta. ''Saat ini, tujuan saya adalah belajar bahasa Arab dan terus belajar untuk mendapatkan pengetahuan lebih dalam tentang Islam, selain itu saya sekarang bergerak di bidang dakwah, terutama kepada non-Muslim,'' ujarnya.
Mantan pendeta ini juga berharap bisa membuat sebuah karya tulis mengenai perbandingan agama. Karena, menurutnya, adalah tugas umat Islam di seluruh dunia untuk menyebarkan ajaran Islam. ''Sebagai orang yang telah menghabiskan waktu yang lama sebagai penginjil, saya merasa memiliki kewajiban untuk mendidik masyarakat tentang kesalahan dan kontradiksi dari kisah-kisah di dalam Kitab Injil yang selama ini diyakini oleh jutaan orang,'' ungkapnya.
Red: Budi Raharjo
Rep: Berbagai sumber
0 komentar:
Posting Komentar