Abd al-Karim ibn Hawazinal-Qusyairi
Diriwayatkan oleh Abu Dzarr, Rasulullah saw bersabda, “Sebagian dari kebaikan tindakan seseorang mengamalkan Islam adalah bahwa dia menjauhi apa pun yang tidak bersangkut paut dengan dirinya.” Ibrahim Ibn Adham memberikan penjelasan, “Warak adalah meninggalkan apa pun yang meragukan, dan meninggalkan apa pun yang tidak bersangkut paut dengan anda bearti meninggalkan apa pun yang berlebih-lebihanan. Diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra, bahawa Nabi saw mengatakan, “Bersikaplah warak, dan kamu akan menjadi orang yang paling taat beribadah di antara ummat manusia.”
As-Syibli berpendapat, “Warak adalah sikap menjauhi segala sesuatu selain Allah SWT.”
Abu Sulaiman Ad-Darani mengatakan, “Warak adalah titik tolak zuhud, sebagaimana sikap puas terhadap apa yang ada adalah sebahagian utama dari redha.”
Yahya Ibn Mu’adz menyatakan, “Warak adalah membatasi diri makna zahir ajaran agama, dan tidak berusaha mentafsirkannya.”
Abdullah Ibn Al-Jalla’ mengatakan, “Saya mengetahui seseorang yang tinggal di Makkah selama tiga puluh tahun dengan tidak minum air zam-zam kecuali air zam-zam yang dia peroleh dengan timba dan talinya sendiri, dan dia tidak makan makanan yang dibawa ke sana dari kota-kota lain.”
Ali Ibn Musa Al-Thahirati menyatakan, “Sekeping wang logam kecil milik Abdullah Ibn Marwan jatuh ke dalam sebuah telaga berisi kotoran, lalu dia meminta bantuan seseorang untuk mengambilnya dengan membayarnya tiga puluh dinar. Ketika seseorang bertanya kepadanya, dia memberikan penjelasan, “Nama Allah SWT tertera pada uang itu.”
Yahya Ibn Muadz menegaskan, “Ada dua jenis warak: warak dalam pengertian zahir yaitu sikap yang mengisyaratkan bahwa tidak ada satu tindakan pun selain karana Allah SWT, dan warak dalam pengertian batin yaitu sikap yang mengisyaratkan bahwa tidak ada sesuatu pun yang memasuki hati anda kecuali Allah SWT.” Dia juga magatakan, “Orang yang tidak memeriksa dan memahami seluk-beluk warak tidak akan mendapat anugerah.” Shufyan Al-Tsawri berpendapat, “Saya belum pernah melihat sesuatu yang mudah selain warak. Apa pun yang diinginkan oleh hawa nafsu anda, tinggalkanlah.”
Makruf Al-Karkhi mengajarkan, “Jagalah lidah anda dari pujian, persis sebagaimana anda menjaga lidah anda dari kritikan.” Bisyr Ibn Al-Hariths mengatakan, “Hal-hal yang paling sulit untuk dilaksanakan adalah bersikap dermawan di masa-masa sulit, warak adalah ‘uzlah, dan menyampaikan kebenaran kepada seseorang yang kepadanya anda takut, dan menggantungkan harapan.” Saudara perempuan Bisyr Al-Hafi mengunjungi Ahmad Ibn Hanbal dan memberitahukan kepadanya, “Kami sedang memintal di atas atap rumah kami, ketika obor kaum Thahiri berlalu dan cahayanya menyinari kami. Apakah diperbolehkan bagi kami memintal di dekat cahayanya?” Ahmad bertanya, “Siapakah anda?” Dia menjawab, “Saya adalah saudara perempuan Bisyr Al-Hafi.” Ahmad menangis, lalu berkata, “Warak yang dilandasi kesolehan muncul dari keluarga anda. Jangan memintal di dekat cahaya itu.”
Ketika Sahl Ibn Abdullah ditanya mengenai hal yang halal, dia menegaskan, “Sesuatu yang halal adalah sesuatu yang padanya tidak terkandung dosa terhadap Allah SWT dan kealpaan kepada-Nya.”
Sewaktu Hasan Al-Bishri memasuki Makkah, dia melihat salah seorang keturunan Ali Ibn Abi Talib ra bersandar ke Kaabah dan berceramah di hadapan sekumpulan orang. Hasan bergegas menghampirinya, lalu bertanya, “Apakah dasar agama?” Dia menjawab, “Warak.” Hasan bertanya lagi: “Apakah yang merusakkan agama?” Dia menjawab, “Keserakahan.” Allah SWT mewahyukan kepada Nabi Musa as, “Seseorang yang mendekati-Ku mampu memindahkan malam kepada-Ku hanya melalui warak dan zuhud.”
Sedikit minyak kesturi yang berasal dari rampasan perang dibawa ke hadapan Umar Ibn Abdul Aziz. Umar yang mencium baunya berkata, “Satu-satunya menfaatnya adalah bau harumnya, dan saya tidak ingin hanya saya sendiri yang menciumnya, sementara seluruh kaum Muslim tidak berbagi mencium baunya.”
Ketika ditanya tentang warak, Abu Utsman Al-Hiri menyatakan, “Abu Salih Hamdun berada bersama salah seorang sahabatnya yang sedang menjelang maut. Orang tersebut meninggal, dan Abu Salih memadamkan lampu. Seseorang bertanya kepadanya tentang hal ini, lalu dia mengatakan, “Sampai sekarang minyak yang di dalam lampu ini adalah minyaknya, tetapi sejak saat ini dan seterusnya minyak ini menjadi milik para ahli warisnya. Carilah minyak yang bukan miliknya.”
Kahmas melaporkan, “Saya meratapi – selama 40 tahun – satu perbuatan dosa yang telah saya lakukan. Salah seorang saudara saya mengunjungi saya, dan saya membeli sepotong ikan yang direbus untuknya. Ketika dia berhenti memakannya, saya mengambil sebongkah tanah dinding milik tetangga saya, supaya dia dapat membersihkan tangannya dengannya, dengan tidak meminta izin terlebih dahulu dari tetangga itu.”
Seseorang sedang menulis catatan sewaktu dia di sebuah rumah sewa, dan dia ingin mengeringkan tulisannya dengan debu yang dia peroleh dari dinding. Dia teringat bahawa rumah tersebut adalah sewa, tetapi dia berpendapat bahawa itu tidak penting. Oleh kerana itu, dia mengeringkan tulisan tersebut dengan debu. Kemudian, dia mendengar sebuah suara mengatakan: “Orang meremehkan debu akan melihat betapa lama perhitungan amalnya kelak.”
Ahmad Ibn Hanbal menggadaikan sebuah timba kepada seorang penjual bahan makanan di Makkah. Ketika dia ingin menebusnya, penjual bahan makanan tersebut mengeluarkan dua timba, sambil mengatakan, “Ambil timba kepunyaan anda.” Ahmad menjawab, “Saya ragu. Oleh kerana itu simpan saja baik kedua timba dan uang itu.” Penjual bahan makanan tersebut memberitahu dia. “Ini timba anda. Saya hanya ingin menguji anda.” Maka dia menyahut, “Saya tidak akan mengambilnya,” lalu pergi meninggalkan timba kepunyaannya pada penjual bahan makanan itu.
Ibn Al-Mubarak membiarkan kudanya yang mahal berkeliaran dengn bebas ketika dia sedang melakukan solat zuhur. Kuda tersebut merumput di ladang milik ketua kampung. Oleh kerana itu, Ibn Al-Mubarak meninggalkan kuda tersebut dengan tidak mengenderainya. Rabiah Al-Adawiyah menjahit bajunya yang koyak di dekat lampu sultan, tiba-tiba dia terkejut dan lalu sedar. Maka, Rabi’ah mengoyak pakaiannya dan dia menemukan hatinya.
Hasan Ibn Abi Sinan tidak tidur terlentang atau makan makanan berlemak atau minum air dingin selama 60 tahun. Seseorang bermimpi bertemu dengannya, lalu bertanya kepadanya tentang apa yang telah Tuhan lakukan atas dirinya. Dia menjelaskan,“Dia telah berlaku baik, kecuali bahawa pintu Firdaus ditutup bagiku disebabkan oleh sebuah jarum yang aku pinjam dan tidak pernah aku kembalikan.”
Abd Al-Wahid Ibn Zahid mempunyai seorang pembantu rumah tangga yang bekerja dengannya selama bertahun-tahun dan beribadah secara kusyuk selama 40 tahun. Sebelumnya dia adalah seorang penimbang gandum. Da ketika dia meninggal, seseorang bermimpi bertemu dengannya. Ditanya tentang apa yang telah Tuhan lakukan atas dirinya, dia menyatakan, “Dia telah memperlakukan saya dengan baik, kecuali bahawa saya dihalangi memasuki pintu Firdaus disebabkan oleh debu pada timbangan gandum yang dengannya saya menimbang empat puluh bahagian gandum.”
Sewaktu Isa putra Maryam as melewati sebuah makam, seseorang berteriak dari dalam kuburan. Allah SWT menghidupkannya kembali, dan Isa bertanya kepadanya siapakah dia. Dia menjawab, “Saya adalah seorang pembuat seramik, dan pada suatu hari sewaktu saya menghantarkan kayu bakar untuk seseorang, saya mematahkan sepohon kayu kecil. Sejak saya meninggal, saya dianggap bertanggungjawab atas hal itu.”
Abu Said Al-Kharraz sedang berbicara tentang warak, ketika Abbas Ibn Al-Muhtadi berlalu dihadapannya. Dia bertanya, “Wahai Abu Said, apakah anda tidak mempunyai malu? Anda duduk di bawah atap Abu Al-Dawaniq, minum dari penampungan air Zubaidah, dan melaksanakan jualbeli dengan riba, tetapi berbicara tentang warak! Sumber: Deli Sufi
Jumat, 01 Juni 2012
0 komentar:
Posting Komentar