Kata ”integritas” berasal dari ”integer” (integer), berarti bulat, penuh, sebagaimana bilangan bulat disebut integer. Makna umumnya adalah kesetiaan kepada moralitas (kebaikan) yang tanpa itu orang tak dapat menikmati hidup yang penuh, damai, atau bahagia (fulfilled). Intinya adalah kejujuran dan satunya kata dengan perbuatan. Gagasannya adalah, orang yang tidak punya integritas akan hidup dengan penuh kegelisahan. Bukan saja kebohongan menimbulkan ketidaktenangan, Rasulullah Saaw menyatakan bahwa ”kebaikan adalah apa-apa yang jika kamu lakukan, hatimu tenang (damai), sedang kejahatan adalah apa-apa yang jika kamu lakukan, hatimu gelisah.” Artinya, sesungguhnya integritas identik dengan kebaikan dalam arti luas. Orang yang tidak mempunyai integritas akan mengembangkan keperibadian yang terpecah (split personality). Dalam bahasa kitab suci al-Qur’an, dikatakan: ”Sungguh besar murka Allah (atasmu, jika) kamu mengatakan apa-apa yang kamu tak (berkeinginan) untuk melakukannya.” Bagi orang beriman, surga adalah perolehan ridha (ridhwan) Allah Swt, sementara neraka adalah tertimpa murkanya.
Dalam terminologi Islam, kiranya bisa dikatakan bahwa kepemilikan integritas sama dengan kepemilikan akhlak yang baik atau terpuji (al-akhlaq al-karimah), yang hanya untuk itu Nabi Muhammad Saaw diutus. Memang, begitu pentingnya peran akhlak dalam ajaran Islam, sehingga Nabi Muhammad menyederhanakan seluruh tugas risalahnya sebagai tugas penyempurnaan akhlak. ”Aku ini diutus hanyalah untuk menyempurnakan budi pekerti luhur.”
Makna kebahasaan ”akhlaq” atau (bentuk-tunggalnya) ”khuluq” itu sendiri sudah mengisyaratkan kepada pengertian yang mendasar itu. Satu akar kata dengan ”khalq” (penciptaan), ”khaliq” (pencipta), dan makhluq (ciptaan), istilah ”akhlaq” atau ”khuluq” mengacu kepada pandangan dasar Islam bahwa manusia diciptakan dalam (memiliki kecenderungan kepada) kebaikan, kesucian dan kemuliaan, sebagai ”sebaik-baik ciptaan” (ahsanu taqwim). Manusia harus memelihara kebaikan, kesucian, dan kemuliaan itu, dengan beriman kepada Allah dan berbuat baik kepada sesamanya.
Akhlak, pada kenyataannya, memang menyangkut, baik perilaku yang bersifat individual maupun sosial. Akhlak sosial tidak lain berarti amal saleh, yakni semua karya untuk memperbaiki kondisi lingkungan: termasuk mengatasi kemiskinan, penindasan, perbaikan kualitas pendidikan, perusakan lingkungan, kemerosotan akhlak, dan sebagainya. Iman terkait sepenuhnya dengan akhlak yang baik –Nabi bersabda: ”Orang yang imannya terbaik adalah orang yang terbaik akhlaknya”– bahkan sulit untuk memisahkan iman dari akhlak yang baik. Maka, tidak ada iman yang absah bisa diterima oleh Allah Swt, kecuali terwujud dalam amal saleh, dalam akhlak yang baik kepada lingkungan..
Dari uraian ringkas di atas, tampak dengan jelas bahwa, bukan saja kebahagiaan kita di akhirat dipertaruhkan dengan cara kita berbudi-pekerti, baik sebagai individu maupun anggota masyarakat, bahkan kebahagiaan kita di dunia ini juga sepenuhnya tergantung padanya. Orang yang berakhlak baik, yang memiliki integritas yang tinggi, adalah orang yang hidup sebagai manusia yang utuh dan penuh. Dan hanya manusia yang utuh yang bisa hidup dalam keseimbangan dan kestabilan, dalam ketenteraman dan kebahagiaan.
sumber : MIZAN
0 komentar:
Posting Komentar