Allah swt, telah menciptakan segala hal di dunia ini berpasang-pasangan. Panjang-pendek, gemuk-kurus, gembrot-lansing, jauh-dekat, besar-kecil, tingi-rendah. Begitu pula kaya-miskin, pintar-bodoh, banyak ilmu-miskin ilmu, pejabat teras-rakyat biasa. Semuanya serba berpasangan. Sejak awal Allah Maha Gagah menegaskan bahwa perbedaan itu bukan merupakan ‘kelebihan sejati seseorang atas orang lain. Sebab, sesunguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling taqwa: taat kepada aturan-Nya baik perintah maupun larangannya. Allah berfirman yang artinya:


“Hai manusia, sesuangguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal” (Q.S al-Hujurat:13)

          Dan karena itu pula, perbedaan tadi bukanlah bibit untuk melahirkan kesembongan manusia, melainkan merupakan sebagai tanda-tanda kekuasaan Allah Rabbul ‘alamin.

Sombong: Bertentangan Dengan Realitas

          Abdullah bin Mas’ud meriwayatkan bahwa Rasulullah saw, bersabda:”Tidak akan masuk sorga orang yang didalam hatinya ada sifat sombong walaupun hanya sebesar dzaroh (atom)”

Lantas ada seseorang yang berkomentar: “Sesungguhnya seseorang itu suka memakai pakaian yang bagus dan sepatu bagus”

Menanggapi hal ini Rasulullah saw, menyatakan:
“Sesungguhnya Allah itu indah, suka pada keindahan. Sombong itu menolak kebenaran dan merendahkan sesama manusia” [HR. Imam Muslim]

          Hadits ini menjelaskan ada dua unsur yang terkandung dalam sebuah kesombongan: menolak kebenaran dan merasa diri lebih tinggi dengan merendahkan orang lain. Sebagai renungan, pernah seseorang yang cukup senior berdiskusi dengan seorang remaja berusia 21 tahun tentang wajibnya penerapan hukum-hukum islam. Setelah diskusi berlansung 1 jam 45 menit, kata akhir pun tidak dicapai. Remaja tadi tetap pada pendiriannya bahwa hukum Islam wajib diterapkan berdasarkan argumentasi, sedangkan sang senior menolaknya. Bahkan dengan ketus berujar: “kamu ini anak bau kencur! Sudah berani-beraninya menentang orang tua. Saya sadah kenyang dengan perjuangan. Penerapan Islam mah hanya merupakan ilusi”. Sikap demikian menunjukkan suatu sikap sombong. Bentuknya, menolak kebenaran yang nampak jelas didepannya.

          Allahu Akbar. Hanya Allah sajalah Dzat Maha Agung lagi Maha Besar. Manusia –bukan hanya satu atau dua orang tapi setiap orang- serba kurang dan lemah. Siapapun orangnya, baik anda maupun orang lain, bila merenungi realitas manusia ini akan menyimpulkan bahwa tidak layak berlaku sombong.

          Sebagai misal, tanyalah pada diri kita masing-masing, apakah kita yang membuat diri kita sendiri? Jawabannya pasti Tidak! Anda, sama dengan saya. Bukan saya yang membuat diri saya,dan diri anda bukan Anda yang membuatnya. Kita tidak punya kemampuan sedikitpun untuk menciptakan diri kita sendiri, apalagi menciptakan orang lain. Kita tidak memiliki kuasa untuk mengadakan diri kita. Anda, saya dan kita diciptakan oleh Allah swt. Bukan sekedar itu, kita juga tidak akan pernah mampu menghindar dari kematian. Bila ajal sudah tiba, tidak akan ada satu makhluk pun yang dapat mencegah apalagi terhindar darinya. Coba sebutkan, satu saja, orang yang dapat menghindar dari datangnya ajal! Tidak ada !!! Bila untuk sekedar mempertahankan keberadaan saja tidak mampu, apa yang menjadi alasan bagi kita untuk sikap sombong?

      Realitas-realitas sederhanapun menjelaskan ketidaklayakan seseorang bersikap sombong. Coba kita tanyakan secara jujur dan sengaja pada diri kita, darimana dan siapa yang membuat baju, celana, sepatu, kancing, sletting, tas, potlot, pulpen, buku, peci, kerudung, mukena, kacamata minus, jam tangan, dan hand phone yang kita pakai ? Apakah semua itu kita membuat dengan tangan kita sendiri? Dan apakah kita mampu menyediakan dan memproduksi sendiri semua kebutuhan tadi? Ataukah sekedar membuat kancing pun kita tidak bisa? Bila demikian, apa layak kita memelihara rasa sombong dan ujub (angkuh) itu?

          Ketika kita sedang makan, pernahkah menghayati siapa yang menanam padi, siapa yang menggilingnya, siapa yang membelinya dari pasar, siapa yang membuat magic jar untuk menghangatkan nasinya, siapa yang menambang minyak tanah atau gas untuk kompor, siapa yang menanam sayur yang kita santap, siapa yang memasaknya, siapa yang menanam kedelai bahan tempe yang kita santap, siapa yang mendatangkan tahu dari sumedang ke rumah kita, siapa yang menyediakan air bersih bagi kita? Apakah kita yang melakukannya? Siapa yang memeras susu murni yang kita minum? Siapa yang menanam pisang, apel, atau buah-buahan yang lainnya yang kita nikmati? Apakah kita yang melakukan semua itu? Dan apakah kita memiliki kemampuan untuk melakukan sendiri hal-hal tersebut?

          Berikutnya, apakah gayung di kamar mandi, kita sendiri yang membuatnya? Sabun mandi dan sampo kita sendiri yang meraciknya? Belum lagi sisir dan cermin yang ada dirumah kita, kitakah yang membuatnya? Apakah kita mempunyai semua keahlian tersebut? Bila tidak, orang yang membusungkan dada sebenarnya hanya menunjukkan kenyataan bahwa ia tida mengetahui dirinya sendiri (baca: ‘tidak tahu diri’)

          Boleh jadi seseorang merasa dirinya lebih tahu dibandingkan dengan orang lain. Dari satu sisi tidak menutup kemungkinan benar, ia lebih tahu dari orang lain. Namun, sekalipun demikian, berlagak sok paling tahu hanyalah cerminan dari sejenis ketidak-ikhlasan Tidak tunduk kita --sewaku tersamar atau terang-terangan—merasa lebih dari orang lain merupakan awal kesombongan. Realitasnya, benerkah kita yang paling tau atau serba tahu? Marilah kita lihat, sekedar contoh saja, seseorang yang sangat athu tentang statistika belum tentu paham kedokteran. Ada juga seorang temen yang sangat mahir dalam bidang ekonomi, namun saat menerjemahkan buku berbahasa Arab kualitasnya terjemahannya jauh dibawah orang lain. Contoh lain,s eorang kyai di daerah Garut memiliki keahlian luar biasa dalam masalah fikih, namun beliau mangaku awam dalam masalah politik Islam. Demikianlah keadaan manusia. Boleh jadi ia memiliki kelebihan dalam sesuatu tetapi justru lemah dalam banyak perkara lainnya. Bila orang yang merasa dirinya lebih dalam suatu hal bertindak sombong, dapat dipastikan dunia ini penuh dengan manusia-manusia angkuh. Tentu saja, hal ini bertentangan dengan karakter dasar manusia sesuai fitroh.

          Atau barangkali kiat merasa memiliki kekuatan melebihi orang lain. Bibit keangkuhan pun mulai tumbuh. Ketika hal ini terjadi, bersegeralah meminta ampun. Sebab, merasa lebih atau paling kuat hanyalah sebuah bentuk kesombongan. Cobalah Anda jalan-jalan ke depan rumah ataupun kalau hendak pergi kepasar. Disana banyak ditemui mamang tukang jual gorengan yang dipikul. Sebelum tukang gorengan itu menggoreng tahu, karoket, combro, bala-bala, pisang atau tempe umumnya minyak –yang sudah menghitam—itu mendidih. Sangupkah anda meminta sesendok makan minyak mendidih itu, lalu diminum saat itu juga? Bila sanggup, apa yang terjadi? Lidah Anda pasti melepuh! Gigi pun bisa rontok. Mengapa? Kekuatan seseorang sangatlah terbatas. Seseorang mungkin saja tidak hari tiga malam tidak tidur karena kesana kemari menyebarkan Dakwah. Namun, tetap saja, ia perlu istirahat. Inilah Sunnatullah. Sebagai catatan ringan, manusia mampu bertahan tidak makan hanya 3 atau 4 bulan, dapat bertahan tidak minum maksimal 4 hari, dan kekuatan menahan nafas hanyalah 3,8 menit. Bila demikian, dimamakah letak kekuatan yang dibanggakan itu?

          Seseorang boleh jadi merasa sombong akibat kecantikan atau ketampanan dirinya. Atau barangkali merasa sombong karen amerasa paling jelek rupa. Bila Anda termasuk orang seperti tadi, sudah saatnya Anda menengok realitas sebenarnya. Apakah kecantikan dan kegantangan atau kejelekan itu hadil buatan Anda sendiri? Hidung mancung, mata melankolis, bibir sensual, pipi merah muda alami alias si humairah tea, alis mata laksana emut hitam berbaris, dagu ibarat telur asin sepotong, atau barangkali janggut tebal hiasan, apakah anda yang menjadikan itu semua? Bukan! Sekali lagi bukan! Bila begitu, rupa mana yang layak untuk disombongkan?

          Belum lagi bila dibandingkan dengan kekuasaan Allah swt. Manusia itu maha tidak tahu. Manusia, siapapun dia, tidak dapat membuat walaupun hanya seekor semut tanpa menggunakan bahan apapun. Cobalah merem allu bilang aba kadabra, akan muncullah semuat spesies terbaru? Pasti, tidak. Atau, saat Anda tenagh mengetik dihadapan komputer pukul 14:17 (tentu saja siang) WIB, pusatkan kosentrasi Anda, lalu rubahlah agar saat itu juga berubah menjadi pukul 02:17 malam WIB, bisakah? Lagi-lagi, tidak! Karenanya, realitas menunjukkan bahwa manusia tidak memiliki sesuatu yang dapat disombongkan. Bila demikian, siapapun orangnya yang memandang diri dia mempunyai kelebihan atas orang lain tidak layak bersipak sombong. Sebab, kesombongan bertentangan dengan realitas. Tidak ada alasan apapun bagi manusia –siapapun ia, bagaimanapun kemampuan dia—untuk berperangai sombong.

Sombong: Bertentangan Dengan Hukum Allah SWT

          Abu hurairah ra, menyatakan bahwa Rasulullah swa, bersabda, Allah Yang Maha Mulia Lagi Maha Agung Berfirman:

“Kemuliaan adalah pakaian-Ku dan kebesaran adalah seledang-Ku, maka barangsiapa yang menyaingi Aku dalam salah satunya maka Aku pasti akan menyiksanya.” [HR. Muslim]

          Begit pula, sabda Nabi saw:
“ Suatu ketika ada seorang laki-laki berjalan dengan memakai perhiasan dan bersisir rambutnya, ia mengherani (ta’jub) dirinya sendir dengan penuh kesombongan didalam perjalannya itu, Kemudian, tiba-tiba Allah swt. Menyiksanya: ia selalu timbul tenggelam di permukaan bumi sampai hari kiamat.” [HR. Bukhori dan Imam Muslim]

       Dalam kedua hadits ini tegas sekali Allah swt, akan menyiksa siapa saja orang sombong. Artinya, Allah swt. Mengharamkan sikap sombong (merasa diri lebih dari orang lain, menganggap yang lain lebih rendah, dan menampakkannya), ataupun ujub/angkuh (bangga terhadap diri sendiri tanpa memperlihatkannya). Kesombongan hanyalah Milik-Nya. Hanya Dia yang berhak untuk ‘sombong’. Tidak layak siapapun angkuh dan sombong, sebab memang tidak ada yang dapat disombongkan.

          Bahkan Nabi saw, senagja menekankan persoalan ini dengan bertanya kepada para sahabat:
“maukah kalian aku beri tahu ahli neraka?” Baliau pun menjelaskan “Yaitu, setiap orang yang kejam, rakus dan sombong” [HR. Bukhori dan Muslim]

          Jelas bahwa balasan mereka yang sombong adalah neraka.
“tidak akan masuk surga orang yang didalamnya ada sifat sombong walaupun sebesar atom”

          Satu hal yang penting dicamkan bahwa menghindari kesombongan bukan berarti menghindari punya kelebihan, melainkan menghindari adanya perasaan ataupun ungkapan mengagung-agungkan diri sendiri serta mengangap orang lain lebih rendah darinya. Orang mengenakan pakaian bagus, bukan berarti sombong ata angkuh. Orang berpegang teguh kepada kebenaran Islam dan menentang mentah-mentah pemikiran dan idiologi kufur, tidak mengindikasikan adanya kesombongan. Sebaliknya, saat seseorang mengenakan pakaian bagus, misalnya, disertai dengan sikap merasa bahwa dia libih tinggi dan orang lain dibawah dia, saat itulah kesombongan muncul.

          Begitu juga, orang yang berpakaian serba jelek bila hati yang tertanam rasa bahwa ia lebih zuhud daripada orang lain, ketika itu kesombongan nampak. Sama dengan itu, seseorang yang menyampaikan Islam dengan progresif, semangat yang berkobar serta menentang keras kebatilan disertai dengan argumentasi mematikan, sementara dihatinya tida terbetik sedikitpun rasa bangga akan diri sendiri atau sikap memandang rendah oranglain, maka kesombongan tidak melekat dalam dirinya. Jadi persoalannya terletak dalam sikap memandang rendah orang lain, pada saat ia memangdang tinggi diri sendiri.

          Selain itu, orang seperti –orang yang  sombong—ini akan sulit menerima kebenaran  yang disampaikan oleh orang lain. Mengapa? Sebab, sudah merasa dirinya lebih dan orang lain serba rendah sehingga –dalam pandanganya—mana mungkin orang ‘tinggi’ menerima sesuatu dari orang ‘rendah’. Berkaitan dengan persoalan ini, dulu seorang sahabat mengungkapkan pandangan di depan Rasulullah saw:

“Sesungguhnya seseorang itu suka memakai pakaian yang bagus dan sepatu bagus”

Menanggapi hal ini Rasulullah saw, menyatakan:
“Sesungguhnya Allah itu indah, suka pada keindahan. Sombong itu menolak kebenaran dan merendahkan sesama manusia” [HR. Imam Muslim]

Menghidari Sikap Angkuh Dan Sombong

          Sikap angkuh dan sombong dapat menimpa siapa saja: saya, anda, kita, dia dan mereka. Sekali lagi, dapat menimpa siapa saja. Ungkapan seperti ‘kalau bukan saya, mana mungkin bisa!’, ‘Untung saja ada saya kalau tidak wah bahaya..’, ‘saya ini orang terkenal lho!’ dan ‘ah, dia kan ngajinya juga baru kemaren sore, sedangkan saya lulusan perguruan tinggi agama’ dan sejumlah uangkapan yang lain, merupakan indikasi sikap kesombongan. 

Untuk menjinakkannya, perlu menempuh beberapa hal. Antara lain sebagai berikut:
1.    Senantiasa mengingat dan menanamkan keyakinan bahwa sombong dan ujub itu dosa. Bukan orang lain yang akan merasakan balasan buruknya dari Allah melainkan diri sendiri
2.    Yakinlah, kesombongan tidak akan menambah apapun selain kerugian. Tidak ada orang yang suka siapapun yang angkuh dan sombong. Sama seperti anda dan saya. Sebenarnya, seseorang yang sombong juga tidak suka bila ada orang lain berlaku sombong didepannya. Dia pun akan mengatakan “sombong amat” padahal, apda saat yang sama ia tidak sabar aklau dirinya juga menunjukkan sikap sombong, mengapa ia tidak katakan pada dirinya sendiri ‘Sombong amat kau!”
3.    Sering-seringlah mengingat kelemahan diri sendiri. Pada berbagai kesempatan –santai, saat istirahat, ebngong di kendaraan, sejenak menjelang tidur, atau kapan saja—cobalah memikirkan kelemahan kita dibandingkan dengan orang lain. Dengan mengetahui kelemahan, insyaAllah akan muncul sikap rendah hati (tawadlu’). Sebaliknya, tanpa mengetahui kelemahan, seseorang akan merasa dirinyalah yang paling segala-galanya. Orang sunda menyebutnya ‘asa aing pangdadalina!’ (merasa dirinya paling gagah laksana burung garuda). Hal ini tida berarti jangan mengetahui kelebihan diri sendiri. Tidak seperti itu ! memahami potensi dan keunggulan diri sendiri amatlah penting. Namun mangetahui keunggulan diri sendiri tersebut jangan sampai melahirkan sikap menganggap rendah orang lain. Sebab, setiap kelebihan yang Anda miliki hanyalah sebuah kemahalemahan manusia bila dibandingkan dengan kesegalamahaan Allah Dzat maha Kuasa. Dan setiap Anda memiliki kelebihan dalam perkara yang merupakan kelemahan Anda.
4.    Seperti telah disebutkan, memelihara sifat sombong berarti membangun benteng penghalang datangnya kebenaran. Dengan adanya sombong, seseorang cenderung menolak kebenaran sekalipun telah jelas didepan mata. Padahal, menolak kebenaran berarti mengunci gerbang perubahan kearah kebaikan yang bermuara kepada kebahagiaan. Konsekwensinya, kebahagiaan dunia dan akhirat, bila demikian, hanyalah sebuah angan-angan hampa.
5.    Bila Anda sering melayat orang yang emninggal dunia, jangan hentikan kebiasaan itu! Selain sebagai pemenuhan  atas perintah Allah swt, melayat itu juga dapat Anda gunakan sebagai perenungan. Saat melayat, cobalah sekali-kali singkap kain penutup wajahnya. Nampaklah wajah pucat pasi dengan mata terpejam, bibir rapat tertutup. Badan terkujur membeku, tangan terlipat kaku. Tidak dapat berbuat apa-apa. Padahal, teman atau tetangga Anda itu mungkin saja seorang jutawan, atau barangkali wartawan senior, boleh ajdi dia itu orang yang popularitasnya luar biasa, mantan penguasa. Namun, kelebihan apapun tidak berati apa-apa saat itu. Smeuanya serba kecil dihadapan Allah Rabbul ‘alamin. Bila seperti ini realitasnya, apa lagi alasan untuk bersombong diri?!
6.    Setiap kali muncul keinginan untuk sombong atau membanggakan diri, segeralah mohon ampunan kepada Allah Dzat Pemutar balik Hati. Berlindunglah dari kesombongan, dan berdo’alah kepada Allah! Mudah-mudahan Allah swt mengabulkan.

Akhirnya, mulai detik ini benih-benih kesombongan tidak boleh ada dalam diri kita, apalagi sebagai pengembandakwah. Kesombongan dan keangkuhan merupakan indikasi kelemahan diri sendiri. Kesombongan dan keangkuhan merupakan perbuatan yang jauh dari simpatik. Akibatnya, orang yang didakwahi justru menyingkir dari kita. Ini kalau bangga terhadap diri sendiri berkenaan dengan perkara-perkara yang boleh jadi memang benar-benar ada dalam diri kita. Tetapi, bila memuji diri sendiri, merasa lebih tinggi, dan merendahkan orang lain itu menyangkut perkara yang tidak ada pada diri kita maka, sesungguhnya hal ini merupakan indikasi kemunafikan. Tidak mau menerima diri sendiri sebagaimana apa adanya. Bahkan merupakan keengganan menghadapi dan menerima kebenaran. Dahulu, iblis enggan tunduk kepada Allah swt karena kesombonganya. Jadi sombong atau ujub? No way!
          

0 komentar:

Agenda Harian

Semoga kita senantiasa terpacu untuk mengukir prestasi amal yang akan memperberat timbangan kebaikan di yaumil akhir, berikut rangkaian yang bisa dilakukan

1. Agenda pada sepertiga malam akhir

a. Menunaikan shalat tahajjud dengan memanjangkan waktu pada saat ruku’ dan sujud di dalamnya,

b. Menunaikan shalat witir

c. Duduk untuk berdoa dan memohon ampun kepada Allah hingga azan subuh

Rasulullah saw bersabda:

يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ فَيَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ

“Sesungguhnya Allah SWT selalu turun pada setiap malam menuju langit dunia saat 1/3 malam terakhir, dan Dia berkata: “Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku maka akan Aku kabulkan, dan barangsiapa yang meminta kepada-Ku maka akan Aku berikan, dan barangsiapa yang memohon ampun kepada-Ku maka akan Aku ampuni”. (HR. Bukhari Muslim)


2. Agenda Setelah Terbit Fajar

a. Menjawab seruan azan untuk shalat subuh

” الَّلهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا الَّذِي وَعَدْتَهُ “

“Ya Allah, Tuhan pemilik seruan yang sempurna ini, shalat yang telah dikumandangkan, berikanlah kepada Nabi Muhammad wasilah dan karunia, dan bangkitkanlah dia pada tempat yang terpuji seperti yang telah Engkau janjikan. (Ditashih oleh Al-Albani)

b. Menunaikan shalat sunnah fajar di rumah dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا

“Dua rakaat sunnah fajar lebih baik dari dunia dan segala isinya”. (Muslim)

وَ قَدْ قَرَأَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فِي رَكْعَتَي الْفَجْرِ قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُوْنَ وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدَ

“Nabi saw pada dua rakaat sunnah fajar membaca surat “Qul ya ayyuhal kafirun” dan “Qul huwallahu ahad”.

c. Menunaikan shalat subuh berjamaah di masjid –khususnya- bagi laki-laki.

Rasulullah saw bersabda:

وَلَوْ يَعْلَمُوْنَ مَا فِي الْعَتْمَةِ وَالصُّبْحِ لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا

“Sekiranya manusia tahu apa yang ada dalam kegelapan dan subuh maka mereka akan mendatanginya walau dalam keadaan tergopoh-gopoh” (Muttafaqun alaih)

بَشِّرِ الْمَشَّائِيْنَ فِي الظّلَمِ إِلَى الْمَسَاجِدِ بِالنُّوْرِ التَّامِّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Berikanlah kabar gembira kepada para pejalan di kegelapan menuju masjid dengan cahaya yang sempurna pada hari kiamat”. (Tirmidzi dan ibnu Majah)

d. Menyibukkan diri dengan doa, dzikir atau tilawah Al-Quran hingga waktu iqamat shalat

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ لاَ يُرَدُّ بَيْنَ الأَذَانِ وَالإِقَامَةِ

“Doa antara adzan dan iqamat tidak akan ditolak” (Ahmad dan Tirmidzi dan Abu Daud)

e. Duduk di masjid bagi laki-laki /mushalla bagi wanita untuk berdzikir dan membaca dzikir waktu pagi

Dalam hadits nabi disebutkan:

كَانَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” إَذَا صَلَّى الْفَجْرَ تَرَبَّعَ فِي مَجْلِسِهِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ الْحَسَنَاءُ

” Nabi saw jika selesai shalat fajar duduk di tempat duduknya hingga terbit matahari yang ke kuning-kuningan”. (Muslim)

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran.

Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya waktu fajar itu disaksikan (malaikat). (Al-Isra : 78) Dan memiliki komitmen sesuai kemampuannya untuk selalu:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah lebih banyak dari itu semua, maka akan menuai kebaikan berlimpah insya Allah.

3. Menunaikan shalat Dhuha walau hanya dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنْ الضُّحَى

“Setiap ruas tulang tubuh manusia wajib dikeluarkan sedekahnya, setiap hari ketika matahari terbit. Mendamaikan antara dua orang yang berselisih adalah sedekah, menolong orang dengan membantunya menaiki kendaraan atau mengangkat kan barang ke atas kendaraannya adalah sedekah, kata-kata yang baik adalah sedekah, tiap-tiap langkahmu untuk mengerjakan shalat adalah sedekah, dan membersihkan rintangan dari jalan adalah sedekah”. (Bukhari dan Muslim)

4. Berangkat kerja atau belajar dengan berharap karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمِلِ يَدِهِ، وَكَانَ دَاوُدُ لا يَأْكُلُ إِلا مِنْ عَمِلِ يَدِهِ

“Tidaklah seseorang memakan makanan, lebih baik dari yang didapat oleh tangannya sendiri, dan bahwa nabi Daud makan dari hasil tangannya sendiri”. (Bukhari)

Dalam hadits lainnya nabi juga bersabda:

مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang berjalan dalam rangka mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga”. (Muslim)

d. Menyibukkan diri dengan dzikir sepanjang hari

Allah berfirman :

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“Ketahuilah dengan berdzikir kepada Allah maka hati akan menjadi tenang” (Ra’ad : 28)

Rasulullah saw bersabda:

أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللهَ أَنْ تَمُوْتَ ولسانُك رَطْبٌ من ذِكْرِ الله

“Sebaik-baik perbuatan kepada Allah adalah saat engkau mati sementara lidahmu basah dari berdzikir kepada Allah” (Thabrani dan Ibnu Hibban) .

5. Agenda saat shalat Zhuhur

a. Menjawab azan untuk shalat Zhuhur, lalu menunaikan shalat Zhuhur berjamaah di Masjid khususnya bagi laki-laki

b. Menunaikan sunnah rawatib sebelum Zhuhur 4 rakaat dan 2 rakaat setelah Zhuhur

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ صَلَّى اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِي يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِيَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang shalat 12 rakaat pada siang dan malam hari maka Allah akan membangunkan baginya dengannya rumah di surga”. (Muslim).

6. Agenda saat dan setelah shalat Ashar

a. Menjawab azan untuk shalat Ashar, kemudian dilanjutkan dengan menunaikan shalat Ashar secara berjamaah di masjid

b. Mendengarkan nasihat di masjid (jika ada)

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ لا يُرِيدُ إِلا أَنْ يَتَعَلَّمَ خَيْرًا أَوْ يَعْلَمَهُ، كَانَ لَهُ كَأَجْرِ حَاجٍّ تَامًّا حِجَّتُهُ

“Barangsiapa yang pergi ke masjid tidak menginginkan yang lain kecuali belajar kebaikan atau mengajarkannya, maka baginya ganjaran haji secara sempurna”. (Thabrani – hasan shahih)

c. Istirahat sejenak dengan niat yang karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

وَإِنَّ لِبَدَنِكَ عَلَيْكَ حَقٌّ

“Sesungguhnya bagi setiap tubuh atasmu ada haknya”.

Agenda prioritas:

Membaca Al-Quran dan berkomitmen semampunya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan, maka akan menuai kebaikan yang berlimpah insya Allah.

7. Agenda sebelum Maghrib

a. Memperhatikan urusan rumah tangga – melakukan mudzakarah – Menghafal Al-Quran

b. Mendengarkan ceramah, nasihat, khutbah, untaian hikmah atau dakwah melalui media

c. Menyibukkan diri dengan doa

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ

“Doa adalah ibadah”

8. Agenda setelah terbenam matahari

a. Menjawab azan untuk shalat Maghrib

b. Menunaikan shalat Maghrib secara berjamaah di masjid (khususnya bagi laki-laki)

c. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Maghrib – 2 rakaat

d. Membaca dzikir sore

e. Mempersiapkan diri untuk shalat Isya lalu melangkahkan kaki menuju masjid

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ لِيَقْضِيَ فَرِيضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللَّهِ كَانَتْ خَطْوَتَاهُ إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ خَطِيئَةً وَالْأُخْرَى تَرْفَعُ دَرَجَةً

“Barangsiapa yang bersuci/berwudhu kemudian berjalan menuju salah satu dari rumah-rumah Allah untuk menunaikan salah satu kewajiban dari kewajiban Allah, maka langkah-langkahnya akan menggugurkan kesalahan dan yang lainnya mengangkat derajatnya”. (Muslim)

9. Agenda pada waktu shalat Isya

a. Menjawab azan untuk shalat Isya kemudian menunaikan shalat Isya secara jamaah di masjid

b. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Isya – 2 rakaat

c. Duduk bersama keluarga/melakukan silaturahim

d. Mendengarkan ceramah, nasihat dan untaian hikmah di Masjid

e. Dakwah melalui media atau lainnya

f. Melakukan mudzakarah

g. Menghafal Al-Quran

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran dengan berkomitmen sesuai dengan kemampuannya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan bacaan maka telah menuai kebaikan berlimpah insya Allah.


Apa yang kita jelaskan di sini merupakan contoh, sehingga tidak harus sama persis dengan yang kami sampaikan, kondisional tergantung masing-masing individu. Semoga ikhtiar ini bisa memandu kita untuk optimalisasi ibadah insya Allah. Allahu a’lam

Jazaakillah

Sedikit revisi dari : http://www.al-ikhwan.net/agenda-harian-ramadhan-menuju-bahagia-di-bulan-ramadhan-2989/

Isi Blog

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.