|     Zina adalah haram hukumnya, dan ia termasuk dosa besar   yang paling besar. Allah swt berfirman: “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu   adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS al-Israa’: 32) Dari Abdullah bin Mas’ud r.a, ia berkata: Saya pernah   bertanya kepada Rasulullah saw, “(Ya Rasulullah), dosa apa yang paling   besar?” Jawab Beliau, “Yaitu engkau mengangkat tuhan tandingan bagi Allah,   padahal Dialah yang telah menciptakanmu.” Lalu saya bertanya (lagi), “Kemudian   apa lagi?” Jawab Beliau, “Engkau membunuh anakmu karena khawatir ia makan   denganmu.” Kemudian saya bertanya (lagi). “Lalu apa lagi?” Jawab Beliau,   “Engkau berzina dengan isteri tetanggamu.” (Muttafaqun ’alaih: Fathul Bari XII: 114 No. 6811, Muslim   I: 90 No. 86, ‘Aunul Ma’bud VI: 422 No. 2293 No. Tirmidzi V: 17 No. 3232). Allah swt berfirman: “Dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain   beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya)   kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang   melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya),   (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan   kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina. Kecuali orang-orang yang bertaubat,   beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka itu kejahatan mereka diganti Allah   dengan kebajikan. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Al-Furqaan: 68-70). Dalam hadist Sumarah bin Jundab yang panjang tentang mimpi   Nabi saw, Beliau saw bersabda: “Kemudian kami berjalan dan sampai kepada suatu bangunan   serupa tungku api dan di situ kedengaran suara hiruk-pikuk. Lalu kami tengok   ke dalam, ternyata di situ ada beberapa laki-laki dan perempuan yang   telanjang bulat. Dari bawah mereka datang kobaran api dan apabila kena   nyala api itu, mereka memekik. Aku bertanya, “Siapakah orang itu” Jawabnya,   “Adapun sejumlah laki-laki dan perempuan yang telanjang bulat yang   berada di dalam bangunan serupa tungku api itu adalah para pezina   laki-laki dan perempuan.”   (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 3462 dan Fathul Bari XII: 438 no:   7047). عن   عكرمة عن بن عباس قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : لا يزني العبد حين   يزني وهو مؤمن ولا يشرب الخمر حين يشربها وهو مؤمن ولا يسرق وهو مؤمن ولا يقتل   وهو مؤمن فقلت لابن عباس كيف استنزع الإيمان منه فشبك أصابعه ثم أخرجها فقال   هكذا فإذا تاب عاد إليه هكذا وشبك أصابعه Dari Ibnu Abbas r.a bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tidaklah   seorang hamba berzina tatkala ia sebagai seorang mu’min; dan tidaklah ia   mencuri, manakala tatkala ia mencuri sebagai seorang beriman; dan tidaklah ia   meneguk arak ketika ia meneguknya sebagai seorang beriman; dan tidaklah ia   membunuh (orang tak berdosa), manakala ia membunuh sebagai seorang beriman.” Dalam lanjutan riwayat di atas disebutkan: Ikrimah berkata, “Saya bertanya kepada Ibnu Abbas,   ‘Bagaimana cara tercabutnya iman darinya?’ Jawab Ibnu Abbas: ‘Begini –ia   mencengkeram tangan kanan pada tangan kirinya dan sebaliknya, kemudian ia   melepas lagi–, lalu manakala dia bertaubat, maka iman kembali (lagi)   kepadanya begini –ia mencengkeramkan tangan kanan pada tangan kirinya   (lagi) dan sebaliknya-.’” (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 7708, Fathul   Bari XII: 114 no: 6809 dan Nasa’i VIII: 63).[1] Klasifikasi orang yang berzina Orang yang berzina adakalanya bikr atau ghairu   muhshan (Perawan atau lajang (untuk perempuan) dan perjaka atau   bujang (untuk laki-laki)), atau adakalanya muhshan (orang yang   sudah beristeri atau bersuami). Jika yang berzina adalah orang merdeka, muhshan, mukallaf   dan tanpa paksaan dari siapa pun, maka hukumannya adalah harus dirajam hingga   mati. Muhshan ialah   orang yang pernah melakukan jima’ melalui akad nikah yang shahih. Sedangkan mukallaf   ialah orang yang sudah mencapai usia akil baligh. Oleh sebab itu, anak dan   orang gila tidak usah dijatuhi hukuman. Berdasarkan hadist “RUFI’AL   QALAM ’AN TSALATSATIN (=diangkat pena dari tiga golongan)”. عن جابر بن عبد الله : أن رجلا من أسلم جاء إلى النبي صلى الله   عليه و سلم فاعترف بالزنا فأعرض عنه ثم اعترف فاعرض عنه حتى شهد على نفسه أربع   شهادات فقال النبي صلى الله عليه و سلم إبك جنون ؟ قال لا قال أحصنت ؟ قال نعم   فأمر به فرجم بالمصلى فلما أذلقته الحجارة فر فأدرك فرجم حتى مات فقال رسول الله   صلى الله عليه و سلم خيرا ولم يصل عليه Dari Jabir bin Abdullah bahwa ada seorang laki-laki dari   daerah Aslam datang kepada Nabi saw lalu mengatakan kepada Beliau bahwa   dirinya benar-benar telah berzina, lantas ia mepersaksikan atas dirinya   (dengan mengucapkan) empat kali sumpah. Maka kemudian Nabi bertanya apakah   kamu gila? jawabnya tidak. lalu beliau bertanya lagi apakah engkau telah   menikah? jawabnya ya,  saw menyuruh   (para sahabat agar mempersiapkannya untuk dirajam), lalu setelah siap,   dirajam di Mushala. maka ketika batu itu mengenainya maka dia lari dan   didapati kembali kemudian dirajam sampai meninggal dunia, lalu Rasulullah SAW   bersabda: baik-baik akan tetapi beliau tidak shalat atasnya. (Shahih: Shahih   Abu Daud no: 3725, Tirmidzi II: 441 no: 1454 dan A’unul Ma’bud XII: 112 no:   4407).[2] عَنْ   عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ عُمَرَ - يَعْنِى ابْنَ الْخَطَّابِ - رضى   الله عنه خَطَبَ فَقَالَ إِنَّ اللَّهَ بَعَثَ مُحَمَّدًا -صلى الله عليه وسلم-   بِالْحَقِّ وَأَنْزَلَ عَلَيْهِ الْكِتَابَ فَكَانَ فِيمَا أَنْزَلَ عَلَيْهِ   آيَةُ الرَّجْمِ فَقَرَأْنَاهَا وَوَعَيْنَاهَا وَرَجَمَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى   الله عليه وسلم- وَرَجَمْنَا مِنْ بَعْدِهِ وَإِنِّى خَشِيتُ - إِنْ طَالَ   بِالنَّاسِ الزَّمَانُ - أَنْ يَقُولَ قَائِلٌ مَا نَجِدُ آيَةَ الرَّجْمِ فِى   كِتَابِ اللَّهِ فَيَضِلُّوا بِتَرْكِ فَرِيضَةٍ أَنْزَلَهَا اللَّهُ تَعَالَى   فَالرَّجْمُ حَقٌّ عَلَى مَنْ زَنَى   مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ إِذَا كَانَ مُحْصَنًا إِذَا قَامَتِ الْبَيِّنَةُ   أَوْ كَانَ حَمْلٌ أَوِ اعْتِرَافٌ وَايْمُ اللَّهِ لَوْلاَ أَنْ يَقُولَ   النَّاسُ زَادَ عُمَرُ فِى كِتَابِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ لَكَتَبْتُهَا. Dari Abdullah bin Abbas r.a bahwa Umar bin Khattab ra   pernah berkhutbah di hadapan rakyatnya, yaitu dia berkata, “Sesungguhnya   Allah telah mengutus Muhammad saw dengan cara yang haq dan Dia telah   menurunkan kepadanya kitab al-Qur’an. Di antara ayat Qur’an yang diturunkan   Allah ialah ayat rajam, kami telah membacanya, merenungkannya dan   menghafalkannya. Rasulullah saw pernah merajam dan kami pun sepeninggal   Beliau merajam (juga). Saya khawatir jika zaman yang dilalui orang-orang   sudah berjalan lama, ada seseorang mengatakan, “Wallahi, kami tidak menjumpai   ayat rajam dalam Kitabullah.” Sehingga mereka tersesat disebabkan   meninggalkan kewajiban yang diturunkan Allah itu, padahal ayat rajam   termaktub dalam Kitabullah yang mesti dikenakan kepada orang yang berzina   yang sudah pernah menikah, baik laki-laki maupun perempuan, jika bukti sudah   jelas, atau hamil atau ada pengakuan.” (Mutafaqun ’alaih: Fathul Bari XII:   144 no: 6830, Muslim III: 1317 no 1691, ‘Aunul Ma’bud XII: 97 no: 4395,   Tirmidzi II: 442 no: 1456). Sedangkan Hukuman ghoir muhshan atau Bikr (perawan atau   perjaka) yang berzina Allah swt berfirman: “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka   deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah   belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah,   jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan)   hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.” (QS An-Nuur: 2). Sabda arasulullah SAW sebagai berikut: عن زيد بن خالد الجهنى قال سمعت النبى صلى الله عليه و سلم يأمر   فيمن زنى ولم   يحصن جلد مائة وتغريب عام. Dari Zaid bin Khalid-al-Juhanni ra, ia berkata, “Saya   pernah mendengar Nabi saw mnyuruh orang yang berzina yang belum pernah kawin   didera seratus kali dan diasingkan selama setahun.” (Shahih: Irwa-ul Ghalil   no: 2347 dan Fathul Bari XII: 156 no: 6831) عن   عبادة بن الصامت قال : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم خذوا عني فقد جعل الله   لهن سبيلا الثيب بالثيب جلد مائة ثم الرجم والبكر بالبكر جلد مائة ونفي سنة Dari Ubadah bin Shamit ra, bahwa Rasulullah saw bersabda, “Ambillah   dariku, ambillah dariku; sungguh Allah telah menjadikan jalan (keluar) untuk   mereka; duda berzina dengan janda didera seratus kali dera kemudian dirajam   dan gadis (berzina) dengan jejaka dicambuk seratus kali cambukan dan   diasingkan setahun.” (Shahih: Mukthashar Muslim no: 1036, Muslim III:   1316 no: 1690, ’Aunul Ma’bud XII: 93 no: 4392, Tirmidzi II: 445 no: 1461 dan   Ibnu Majah II: 852 no: 2550).[3] Hukuman budak yang berzina Apabila yang berzina adalah budak laki-laki ataupun   perempuan, maka tidak perlu dirajam. Tetapi cukup didera sebanyak  4 !#sÎ*sù £`ÅÁômé&   ÷bÎ*sù ú÷üs?r& 7pt±Ås»xÿÎ/ £`Íkön=yèsù ß#óÁÏR $tB n?tã ÏM»oY|ÁósßJø9$# ÆÏB É>#xyèø9$# 4 y7Ï9ºs ô`yJÏ9 }ϱyz |MuZyèø9$# öNä3ZÏB 4 br&ur (#rçÉ9óÁs? ×öyz öNä3©9 3 ª!$#ur Öqàÿxî ÒOÏm§ ÇËÎÈ “Dan apabila mereka Telah menjaga diri dengan kawin,   Kemudian mereka melakukan perbuatan yang keji (zina), Maka atas mereka separo   hukuman dari hukuman wanita-wanita merdeka yang bersuami.” (QS An-Nisaa: 25) Dari Abdullah bin Ayyasy al-Makhzumi, ia berkata, “Saya   pernah diperintah Umar bin Khattab ra (melaksanakan hukum cambuk) pada   sejumlah budak perempuan karena berzina,  Orang yang dipaksa berzina tidak boleh didera Dari Abu Abdurahhman as-Silmi ia berkata: “Umar bin Khatab   ra pernah dibawakan seorang perempuan yang pernah ditimpa haus dahaga luar   biasa, lalu ia melewati seorang penggembala, lantas ia minta air minum   kepadanya. Sang penggembala enggan memberikan air minum, kecuali ia   menyerahkan kehormatannya kepada seorang penggembala. Kemudian terpaksa ia   melaksanakannya. Maka (Umar) pun bermusyawarah dengan para sahabat untuk   merajam perempuan itu, kemudian Ali ra menyatakan, ‘Ini dalam kondisi   darurat, maka saya berpendapat hendaklah engkau melepaskannya.’ Kemudian Umar   melaksanakannya.” (Shahih: Irwa-ul Ghalil no: 2313 dan Baihaqi VIII: 236). Dengan apa hukuman had sah dilaksanakan? Hukum had dianggap sah dilaksanakan dengan dua hal:   pertama, pengakuan dan kedua, disaksikan oleh para saksi. (Fiqhus Sunnah III:   352). Adapun pengakuan, didasarkan pada waktu Rasulullah saw   yang pernah merajam Ma’iz dan perempuan al-Ghamidiyah yang keduanya mengaku   telah berzina: Dari Ibnu Abbas ra. berkata, “Tatkala Ma’iz bin Malik   dibawa kepada Nabi saw, maka Beliau bertanya kepadanya, “Barangkali   engkau hanya mencium(nya) atau meraba(nya) dengan tanganmu atau sekedar   melihat(nya)?” Jawabnya, “Tidak, ya Rasulullah.” Tanya Beliau   (lagi), “Apakah engkau telah melakukan sesuatu yang tidak layak   diutarakan dengan terus terang?” Maka ketika itu, Beliau menyuruh merajamnya.”   (Shahih: Shahih Abu Daud no: 3724, Fathul Bari XII: 135 no: 6824 dan ‘Aunul   Ma’bud XII: 109 no: 4404) Dari Sulaiman bin Buraidah dari bapaknya ra bahwa seorang   perempuan dari daerah Ghamid dari suku al-Azd datang kepada Nabi saw lalu   mengatakan, “Ya Rasulullah, sucikanlah diriku!” Maka sabda Beliau, “Celaka   kamu. Kembalilah, lalu beristighfarlah dan bertaubatlah kepada-Nya!”   Kemudian ia berkata (lagi), “Saya melihat engkau hendak menolakku,   sebagaimana engkau telah menolak Ma’iz bin Malik.” Beliau bertanya kepadanya,   “Apa itu?” Jawabnya, “Sesungguhnya  saya telah hamil karena   berzina.” Tanya Beliau. “Kamu?” Jawabnya, “Ya.” Maka sabda Beliau kepadanya, “(Pulanglah)   hingga engkau melahirkan (bayi) yang di perutmu.” Kemudian ada seseorang   sahabat dari kawan Anshar yang mengurusnya hingga ia melahirkan bayinya, lalu   ia datang kepada Nabi saw dan menginformasikan kepada Beliau bahwa perempuan   al-Ghamidiyah itu telah melahirkan. Maka beliau bersabda, “Kalau begitu,   kami tidak akan segera merajamnya dan kami tidak akan biarkan anaknya yang   masih kecil, tidak ada yang menyusuinya.” Kemudian ada seorang sahabat Anshar   bangun lantas berkata, “Ya Nabiyullah, saya akan menanggung penyusuannya.”   Kemudian Beliau pun merajamnya. (Shahih: Mukhtashar Muslim no: 1039, Muslim III:   1321 no: 1695). Jika yang bersangkutan ternyata meralat pengakuannya, maka   tidak boleh dijatuhi hukuman. Hal ini merujuk pada hadist Nu’aim bin Huzzal: Adalah Ma’iz bin Balik seorang anak yatim yang dulu berada   di bawah asuhan ayahku (yaitu Huzzal), kemudian ia pernah berzina dengan   seorang budak perempuan dari suatu kampung … sampai pada perkataannya   “Kemudian Nabi Saw menyuruh agar Ma’iz dirajam. Lalu dikeluarkanlah Ma'iz ke   Padang Pasir. Tatkala dirajam, ia merasakan sakitnya lemparan batu yang menimpa   dirinya, kemudian bersedih hati, lalu ia melarikan diri dengan cepat, lantas   bertemu dengan Abdullah bin Unais.  Hukuman orang yang mengaku berzina dengan sipulanah Apabila seseorang mengaku bahwa dirinya telah berzina   dengan fulanah, maka laki-laki yang mengaku tersebut harus dijatuhi hukuman.   Kemudian jika si perempuan, rekan kencannya, mengaku juga, maka ia harus   dijatuhi hukuman juga. Jika ternyata si perempuan tidak mau mengakui, maka ia   (si perempuan) tidak boleh dijatuhi hukuman. Dari Abu Hurairah dan Zaid bin Khalid ra bahwa ada dua   orang laki-laki yang saling bermusuhan datang kepada nabi saw lalu seorang di   antara keduanya menyatakan, “Ya Rasulullah, putuskanlah di antara kami dengan   Kitabullah!” Yang satunya lagi --yang paling mengerti di antara mereka   berdua-- berkata, “Betul, ya Rasulusllah, putuskanlah di antara kami dengan   Kitabullah, dan izinkanlah saya untuk mengutarakan sesuatu kepadamu.” Jawab   Beliau, "Silakan utarakan!" Ia melanjutkan pengutaraannya,   “Sesungguhnya anakku ini adalah seorang pekerja yang diberi upah oleh orang   ini, lalu ia pun berzina dengan isterinya. Lalu orang-orang menjelaskan   kepadaku bahwa anaku harus dirajam. Oleh sebab itu, saya telah menebusnya   dengan memberikan seratus ekor kambing dan seorang budak wanitaku. Kemudian   saya pernah bertanya kepada orang-orang alim, lalu mereka menjelaskan kepadaku   bahwa anakku harus didera seratus kali dan diasingkan selama setahun lamanya.   Sedangkan rajam hanya ditimpahkan kepada isteri ini.” Maka Rasulullah saw   bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku berada dalam genggamannya, saya akan   benar-benar memutuskan di antara kalian berdua dengan Kitabullah; adapun   kambing dan budak perempuanmu itu maka dikembalikan (lagi) kepadamu.” Beliau   pun mendera anaknya seratus kali dan mengasingkannya selama setahun. Dan   Beliau juga menyuruh Unais al-Aslam agar menemui isteri orang pertama itu;   jika ia mengaku telah berzina dengananak itu, maka harus dirajam. Ternyata ia   mengaku, lalu dirajam oleh Beliau. (Muttafaqun ’alaih: Fathul Bari XII:   136 no: 6827-6828, Muslim III: 1324 no: 1697-1698, ‘Aunul Ma’bud XII: 128 no:   4421, Tirmidzi II: 443 no: 145, Ibnu Majah II: 852 no: 2549 dan Nasa’i VIII:   240). Hukuman had harus dilaksanakan bila saksinya kuat. Allah swt berfirman: “Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik   (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah   mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima   kesaksian mereka buat selama-lamanya. dan mereka Itulah orang-orang yang   fasik.” (QS An-Nuur: 4) Apabila ada empat laki-laki muslim yang merdeka lagi adil   menyaksikan dzakar (penis) si fulan masuk ke dalam farji   (vagina) si fulanah seperti pengoles celak mata masuk ke dalam botol tempat   celak, dan seperti timba masuk ke dalam sumur, maka kedua-duanya harus   dijatuhi hukuman. Manakalah tiga saja yang mengaku menyaksikan, sedang yang   keempat justru mengundurkan diri dari kesaksian mereka, maka yang tiga orang   itu harus didera dengan dera tuduhan sebagimana yang telah dipaparkan ayat   empat An-Nuur itu, dan berdasarkan riwayat berikut: Dari Qasamah bin Zuhair, ia bercerita: Tatkala antara Abu   Bakrah dengan al-Mughirah ada permasalahan tuduhan zina yang dilaporkan   kepada Umar ra maka kemudian Umar minta didatangkan saksi-saksinya, lalu Abu   Bakrah, Syibl bin Ma’bad, dan Abu Abdillah Nafi’ memberikan kesaksiannya. Maka   Umar ra pada waktu mereka bertiga usai memberikan kesaksiannya, berkata,   "Permasalah Abu Bakrah ini membuat Umar berada dalam posisi yang   sulit." Tatkala Ziyad datang, dia berkata, "(Hai Ziyad), jika   engkau berani memberikan kesaksian, maka insya Allah tuduhan zina itu   benar." Maka kata Ziyad, "Adapun perbuatan zina, maka aku   tidak menyaksikan dia berzina. Namun aku melihat sesuatu yang buruk."   Makakata Umar, “Allahu Akbar, hukumlah mereka.” Kemudian sejumlah sahabat   mendera mereka bertiga. Kemudian Abu Bakrah seusai dicambuk oleh Umar   menyatakan, “(Hai Umar), saya bersaksi bahwa sesungguhnya dia (al-Mughirah)   berzina.” Kemudian, segera Umar ra hendak menderanya lagi, namun dicegah oleh   Ali ra seraya berkata kepada Umar, “Jika engkau menderanya lagi, maka   rajamlah rekanmu itu.” Maka Umar pun membatalkan niatnya dan tidak menderanya   lagi.” (Sanadnya Shahih: Irwa-ul Ghalil VIII: 29 dan Baihaqi VIII: 334). Hukuman orang yang berzina dengan mahramnya Barangsiapa yang berzina dengan mahramnya, maka hukumnya adalah   dibunuh, baik ia sudah pernah nikah ataupun belum. Dan apabila ia telah   mengawini mahramnya, maka hukumannya ia harus dibunuh dan hartanya harus   diserahkan kepada pemerintah. Dari al-Bara’ ra, ia bertutur, “Saya pernah berjumpa   dengan pamanku yang sedang membawa pedang, lalu saya tanya, ‘(Wahai Pamanda),   Paman hendak kemana?’ jawabnya, ‘Saya diutus oleh Rasulullah saw menemui   seorang laki-laki yang telah mengawini isteri bapaknya sesudah ia meninggal   dunia, agar saya menebas batang lehernya dan menyita harta bendanya.’”   (Shahih: Irwa-ul Ghalil no: 2351, Shahih Ibnu Majah no: 2111, 'Aunul Ma'bud   XII: 147 no: 4433, Nasa’i VI: 110, namun dalam Sunan Tirmidzi dan Sunan Ibnu   Majah tanpa lafazh "menyita harta bendanya." Tirmidzi II: 407 no:   1373 dan Ibnu Majah II: 869 no: 2607). Hukuman orang yang menyetubuhi binatang Dari Ibnu Abbas ra bahwa Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa   yang menyetubui binatang ternak, maka hendaklah kamu bunuh dia dan bunuh   (pula) binantang itu.” (Hasan Shahih: Shahih Tirmidzi no: 1176, Tirmidzi   III: 1479, 'Aunul Ma'bud XII: 157 no: 4440, Ibnu Majah II: 856 no: 2564) Hukuman orang yang melakukan liwath atau homoseksual Apabila seorang laki-laki memasukkan penisnya ke dalam   dubur laki-laki yang lain, maka hukumannya adalah dibunuh, baik keduanya   sudah pernah menikah taupun belum. Dari Ibnu Abbas ra bahwa Rasulullah saw bersabda: “Siapa   saja yang kalian jumpai melakukan perbuatan kaum (Nabi) Luth, maka bunuhlah   fa’il (pelakunya) dan maf’ulbih (korbannya).” (Shahih: Shahih Ibnu Majah   no: 2075, Tirmidzi III: 8 no: 1481, ‘Aunul Ma’bud XII: 153 no: 4438, Ibnu   Majah II: 856 no: 2561).[4]  |   
[1] Maktabah as-Samilah Sunan An-Nasa’I Al-Kubra juz 4 hal: 268
[2] maktabah As-Samilah dalam Mutunul Hadits.
[3]Maktabah As-Samilah tentang Rajam atas duda.
[4] Sumber: Diadaptasi dari 'Abdul 'Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil 'Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma'ruf Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah), hlm 820 - 834.
0 komentar:
Posting Komentar