Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin yang bersama dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu".
Manusia diciptakan Allah untuk semata-mata mengabdi kepadaNya, menurut aturan yang ditentukanNya. Tetapi berbeda dengan malaikat yang senantiasa tunduk patuh tanpa menyeleweng, pengabdian manusia tak pemah luput dari tempelan dosa-dosa. Lalu kitapun bertanya, mengapa- manusia berbuat dosa?
Ada dua- sebab utama yang mendasari kecenderungan manusia untuk berbuat do¬sa. Pertama kelemahan manusia itu sendiri, baik jasmani, rohani, perhitungan, dan lain sebagainya. Kelemahan-kelemahan inilah yang seringkali melalaikan manusia dan tugas pe¬ngabdian yang harus dijalaninya. Karena itu orang-orang beriman harus selalu radar akan kondisi ini dengan senantiasa mengintrospek¬si diri terhadap kemungkinan adanya kesa¬lahan-kesalahan dalam mencari keridlaan Allah.
Kedua, karena adanya penyalah gunaan Fitrah Insaniyah yang memang ditanamkan oleh Allah untuk kepentingan manusia dalam menjaga kelangsungan hidupnya. Yaitu kecin¬taan terhadap kesenangan-kesenangan hidup jangka pendek (perhiasan hidup di dunia) sebagaimana tertera dalam surat Ali Imran ayat 14.
Kesenangan hidup yang disebutkan di atas berkisar pada dua hal yakni pasangan hidup dan harta benda yang sebenarnya vital bagi manusia. Pasangan hidup diperlukan untuk regenerasi dan harta benda diperlukan bagi pengembangan hidup itu sendiri. •
Jadi kecintaan terhadap kesenangan-ke¬senangan itu bersifat positif bagi manusia. la baru akan menjadi negatif apabila penggunaannya diselewengkan, dengan cara dipa¬sung atau dilepas. Artinya, manusia tidak boleh menahan atau mengingkari tabiatnya seperti dengan tidak menikah atau tidak berkeinginan terhadap harta sebagaimana juga manusia tidak boleh mengumbar nafsunya secara lepas bebas dalam memenuhi kebutuhannya terhadap pasangan hidup maupun har¬ta.
Dengan kata lain kecintaan (syahwat) terhadap pasangan hidup maupun harta baru akan berakibat baik apabila ia digunakan "sesuai dengan kebutuhan", menurut pola yang wajar atau pola yang seharusnya (i'tidal). Karena Allah yang tahu betul akan tabiat manusia, maka ia mengatur secara tepat "aturan" hidup manusia termasuk menge¬nai pengendalian tabiat manusia di atas. .Manusiapun diberikan "harapan yang opti¬mal" (dalam hal inl ialah harapan akan kese¬nangan hidup di akhirat) sebagai pengimbang untuk mengendalikan kesenangan terhadap hidup dii dunia (Kehidupan, rendah), seperti mental aji mumpung dan sebagainya.
Apakah Maksiat itu?
Maksiat ialah segala bentuk dan jenis pe¬langgaran terhadap aturan-aturan Allah. Adapun maksiat itu ada yang disebut maksiat besar (kabair) dan maksiat kecil (sayyiat). Maksiat yang terbesar adalah Syirik. (An ¬Nisa ayat 48 dan 116). Syirik ini merupakan dosa yang tanpa minta ampun tidak akan diarnpuni oleh Allah, dan menggugurkan segala arnal perbuatan (surat Ai-An'am ayat 88 dan surat Az-Zumar ayat 65).
Begitu fatalnya dosa besar , sehingga meninggalkannya akan dapat membuat do¬sa-dosa kecil terhapuskan (An-Nisa ayat 31). Masih terrnasuk dosa besar tapi dapat diam¬puni ialah durhaka kepada orang tua, lari dari perjuangan, berzina, mencuri dan hal yang sejenisnya.
Maksiat kecil yang mengakibatkan doss kecil; memang dapat diainpuni tetapi kita tetap tidak boleh menyepelekannya, mengigat,aturan yang kita langgar adalah aturan Yang Maha Besar. "Lagi pula dosa-dosa kecil dapat menjadi dosa besar apabila : 1. Dianggap remeh, 2. Menganggp mudah ampunan Allah (sehingga seolah-olah mendikte)
'3. Jika dilakukan secara terang-terangan, karena pengaruhnya dapat tertularkan kepada orang lain sehingga termasuk menyebar¬luaskan kemaksiatan (dan ini dilarang pada surat An-Nur ayat 19), serta 4. Jika dilakukan oleh orang-orang yang diteladani atau dicon¬toh oleh masyarakat, karena kemungkinan untuk dilkuti orang lain tentunya lebih besar pula.
Dengan demikian, seorang mukmin wajib menganggap berbahaya suatu dosa betapapun kecilnya. Karena bila kita melakukan maksiat kecil-kecilan pun itu berarti memberi bantuan kepada syetan dalam rangka menghancurkan diri kita, padahal syetan adalah rnusuh manu¬sia. Syetan itu terdiri dari jin dan manusia (minal jinati wannas) yang bersifat aba was takbara (enggan pada aturan Allah serta som¬bong). Lihat kriteria ini pada surat .A1-Baqarah avat 34. Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.
Akibat-akibat yang ditimbulkan oleh maksiat
Berikut ini beberapa kerugian yang ditirn¬bulkan maksiat
— Menjauhkan pertolongan. Karena Allah hanya akan menolong hambaNya yang taat. Lihat bagaimana orang-orang dzalim mendapat kebinasaan (surat Hud ayat 44)
— Menghancurkan fungsi hati sehingga hati tidak lagi sensitif terhadap kebaikan. Hati akan tertutup noda-noda yang menutup hati (Al-Muthaffifin:14), dan bila mata hati telah tertutup akan menjadikan manu¬sianya sebagai orang yang lalai (Al-A’raf: 179).
— Merusak akal dalam fungsi furqonnya se¬hingga manusia kehilangan daya selektif terhadap hal yang baik atau buruk.
— Merupakan benih tumbuhnya maksiat-mak¬siat lain.
— Membuat seseorang menjadi akrab dengan maksiat itu. Keadaan ini membuat hilang¬nya nilai jelek kemaksiatan tersebut atau orang yang bersangkutan tidak merasa lagi bahwa perbuatan buruknya itu sebagai maksiat.
— Menimbulkan keliaran dalam hidup atau keberingasan sehingga orang yang bersang¬kutan mudah suudzon atau curiga pada orang lain.
— Membuat hidup menjadi tidak berkah atau -tidak berdaya guna (Al-A'raf:96)
— Membuat rusaknya lingkungan hidup (Ar¬ Rum:41)
— Menghilangkan gairah diniyah (semangat keagamaan) Lihat Al-Fath : 11.
- Menghilangkan rasa "malu" dalam arti kehormatan serta harga din. ,Hilangnya kehormatan manusia adalah hal yang tragis karena manusia diciptakan sebagai makh¬luk yang mulia.
Taubat
Betapapun manusia tidak dapat melepas¬kan din dari percikan-percikan dosa, namun pintu taubat masih terbuka lebar. Keterkung¬kungan dalam dosa tidak perlu membuat kita pesimis dari ampunan Allah. Manusia mela¬kukan berdosa adalah hal yang wajar. Tetapi bila tidak mau bertobat, itu na¬manya kurang ajar. Jadi yang tidak wajar adalah bila berketetapan (ngotot)dalam kemaksiatan, apalagi dengan meng¬anggap hal itu sebagai kebenaran.
Dosa yang seberat apapun dapat dinetralisir oleh taubat, seperti difumankan Allah:
"Katakanlah: 'Hai hamba-hambaKu yang melewati batas atas diri-diri mereka sendiri, janganlah berputus asa dari rahmat Allah. Sungguh Allah mengampuni dosa-dosa semua¬nya Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" (Az Zumar:53 )
Nabi pun mengajak manusia untuk bertubat dalam haditsnya yang berbunyi:
"Wahai manusia. bertaubatlah kepada Allah dan mintalah ampun kepadaNya. Maka se-sungguhnya aku bertaubat sehari seratus kali" (H.R. Muslim).
Taubat yang sebenar-benarnya taubat disebutkan dalam Al-Qur'an sebagai taubatan nasuha (At-Tahrirn:66) dan Allah mencintai orang-orang yang bertaubat (Al- Baqarah: 222), karena Allah itu Maha Pengampun.
Adapun yang dimaksud dengan Taubatan Nasuha ialah :
- Melepaskan diri dari maksiat tersebut (me¬ninggalkannya).
- Menyesali perbuatan itu
- Bertekad kuat untuk meninggalkan perbuatan itu dan tidak mengulanginya lagi.
sedangkan untuk pelanggaran (maksiat) yakni ada hubungannya dengan manusia, berarti juga :
- sedapat mungkinn meminta maaf kepada yang bersangkutan.
- mendoa'akan agar orang yang bersang¬kutan diampuni Allah.
Taubatan Nasuha membuat kita jauh dari segala dosa dan dilakukan tanpa adanya keraguan sedikitpun, serta ikhlas. Jadi ada suatu motivasi yang benar dan kuat. Dengan taubat yang demikianlah insya Allah kita akan sukses baik di dunia maupun akhirat karena kita akan termasuk ke dalam golongan orang-orang yang bertaqwa (muttaqin;, sebagaimana dilukiskan dalam surat Ali Imran ayat 135 dart 136,
Sebelum terlambat, marilah kita bertaubat sekarang juga, karena kematian datangnya seringkali tanpa permisi dan tanpa di duga-duga. Mudah-mudahan kita dapat termasuk kedalam golongan orang-orang yang bertaqwa. Aamiin.
0 komentar:
Posting Komentar