hukum bergabung di parlemen

Pertanyaan:

Syaikh Muhammad Nashirudin Al-Albani ditanya:
Apakah hukum bergabung dalam parlemen atau majelis permusyaratan yang diadakan oleh negeri-negeri Islam yang tidak menerapkan hukum Islam?

Jawaban:
Saya meyakini tidak bolehnya bergabung dalam parlemen atau majelis permusyawaratan yang diadakan oleh negara yang tidak berhukum dengan hukum Allah secara jelas dan juga tidak mengamalkan hukum-hukum Allah tersebut. Oleh karena itu, saya berpendapat bahwa tidak ada manfaatnya bagi kaum muslimin untuk ikut serta dalam hukum yang tidak diturunkan oleh Allah, terutama untuk masa depan mereka yang masih panjang. Karena dampak keikutsertaan ini tidak memberikan manfaat secara nyata. Biasanya keinginan kelompok kecil untuk menegakkan syariat Allah selalu dikalahkan oleh kelompok-kelompok yang lebih besar dan tidak setuju penegakan syariat.Pada akhirnya mereka tidak memperoleh apa-apa kecuali fitnah yang membahayakan diri mereka sendiri.
Mereka sering mengatakan bahwa tidak mengapa melanggar syariat untuk mencapai maslahat yang besar. Tidak mengapa menempuh mafsadat yang ringan jika untuk mendapatkan maslahat yang besar, namun kenyataannya tidak ada sedikit pun maslahat yang mereka peroleh; tidak besar dan tidak pula kecil.
Praktik ini telah dilakukan oleh sebagian jamaah-jamaah Islam di Suriah. Mereka ikut serta dalam parlemen Suriah, padahal yang berlaku di parlemen itu adalah undang-undang negara (tidak berdasarkan Islam). Akhirnya kaum muslimin tidak mendapatkan manfaat apapun dari keikutsertaan ini kecuali hanya mencari-cari pembenaran terhadap perbuatan yang mereka lakukan dan penyelewengan-penyelewengan yang mereka kerjakan dengan dalih bahwa ke-maslahatan umatlah yang menuntut hal itu, serta dengan anggapan bahwa penegakan hukum-hukum syariat terlalu dini untuk dilaksanakan. Padahal menurut syariat, tidak boleh memberikan loyalitas kepada orang yang tidak berhukum dengan hukum yang diturunkan Allah. Dengan keikutsertaan ini, akhirnya mereka mendapat kerugian yang nyata dan tak mendapatkan keuntungan sedikit pun.
Jika kita menginginkan tegaknya hukum Islam dan berdirinya daulah (negara) Islam, maka wajib bagi kita membentuk masyarakat Islam. Dari masayarakat Islam inilah akan tegak hukum Islam. Dan tegaknya hukum Islam menurut logika pasti berawal dari masayarakat Islam.
Saya sangat yakin bahwa perjuangan keras yang dilakukan selama setengah abad lebih oleh jamaah-jamaah Islam tidak mungkin akan berakhir dengan sia-sia. Tapi kenyataannya perjuangan mereka yang sangat panjang berakhir dengan kegagalan yang tak berbekas seperti debu yang berterbangan. Kenapa ini terjadi? Karena mereka berjuang menegakkan daulah Islam tapi dengan cara yang tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kalian mengetahui berapa lama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tinggal di Mekah, berdakwah, menanamkan benih-benih tauhid dalam hati mereka yang sekian lama berkubang dalam kesyirikan dan kekafiran kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kemudian tatkala Allah mengizinkan beliau untuk hijrah ke Madinah, di sana mulailah beliau menancapkan tonggak-tonggak untuk berdirinya daulah Islam.
Menjadi tugas kita hari ini untuk merealisasikan dua hal yang saya namai dengantashfiyyah (pemurnian) dan tarbiyah (pembinaan). Kami mengajak para da’i Islam untuk mengatasi perselisihan yang terjadi antara mereka di dalam manhaj (cara beragama) dan praktiknya berlandaskan dua hal tersebut.
Maksud dari tashfiyyah adalah: Kita murnikan Islam dari segala sesuatu yang masuk dan merusak Islam yang jumlahnya terlalu banyak untuk disebut. Dan ini membutuhkan kerja keras dari para ahli ilmu (untuk memurnikannya kembali). Kita bersihkan Islam ini dari akidah-akidah yang bertentangan dengan Islam. Kita bersihkan kitab-kitab sunah dari hadis-hadis yang dhaif dan palsu. Kita bersihkan kitab-kitab tafsir dari kisah-kisah israiliyat yang merusak. Kita bersihkan fikih dari hukum-hukum (yang keliru) yang senantiasa masih diikuti oleh banyak ulama. Kita bersihkan kitab-kitab akhlak, perilaku menyimpang dan seterusnya.
Termasuk hal yang memprihatinkan adalah banyak orang yang lupa atau mungkin berpura-pura lupa bahwa keadaan Islam hari ini sangat jauh berbeda dengan keadaan Islam di masa awal (zaman sahabat). Mereka menduga bahwa kita tinggal berusaha menegakkan hukum Islam, adapun undang-undang dan peraturannya telah tersedia dan tinggal diambil dari kitab-kitab yang kita miliki. Padahal sering kami sebutkan bahwa masih banyak kesalahan-kesalahan dan penyimpangan yang terdapat dalam kitab-kitab yang ada pada kita (dan ini memerlukan penelitian lebih dalam lagi.)
Sebagai contoh, saya sebutkan bahwa seorang da’i yang sekarang telah meninggal dunia, pernah menulis sebuah buku yang berisi undang-undang Islam. Dalam buku itu, beliau kebanyakan mengambil hukum dari Madzhab Hanafi. Padahal beliau sendiri belum mempelajari fikih menurut sunah yang shahih (berdasarkan dalil yang shahih dan tanpa memandang perbedaan madzhab), atau sekurang-kurangnya beliau belum membandingkan apa yang beliau pelajari dari fikih Hanafi dengan fikih menurut sunah yang shahih.
Dalam bukunya tersebut, beliau menyebutkan satu hukum yang bertentangan dengan hadis shahih, yaitu bolehnya menghukum mati seorang muslim yang telah membunuh orang kafir. Padahal dengan jelas disebutkan dalam kitab Shahih Al-Bukhari:
“Tidaklah seorang muslim dibunuh, karena (telah membunuh) seorang kafir.”
Ini adalah sebuah contoh singkat yang menerangkan kepada kita bahwa seandainya kita telah menerapkan dan menegakkan hukum Islam, maka kita tetap tidak akan sanggup menerapkan hukum secara utuh dan benar. Kenapa? Karena kebelumsanggupan sumber daya manusianya. Masih sangat banyak dari kita yang belum mengetahui bagaimana hukum Islam yang benar yang sesuai dengan Kitabullah dan sunah yang shahih. Ibarat pepatah “Orang yang tidak punya apa-apa, tidak akan bisa memberi.”
Yang lebih memprihatinkan adalah bahwa mereka bukan hanya mengambil sumber dari empat madzhab dengan alasan persatuan saja tapi mereka juga mengambil sumber dari Madzhab Syi’ah. Semoga kalian belum lupa apa yang pernah terjadi di Mesir beberapa waktu yang lampau, adanya upaya pendekatan antar mazhab. Dengan kalimat “pendekatan” ini sebenarnya mereka menginginkan adanya pendekatan antara Madzhab Ahlus sunah dan Mazhab Syi’ah. Akibatnya sebagian dari Ahlus sunah terpengaruh dengan pemikiran-pemikiran Syi’ah yang banyak mengambil pendapat dari Mazhab Zaidiyyah, dan juga mengambil kitab-kitab mereka sebagai referensi dalam bertindak. Sebagian ulama di Universitas Damaskus dalam pengajarannya tidak terlepas dari kitab Musnad Zaid. Padahal Musnad Zaid menurut ulama Ahlus sunah diriwayatkan oleh seorang pendusta dan pemalsu (hadis). Semua ini terjadi karena tidak adanya pelaksanaan pokok pertama, yaitu tashfiyyah (pemurnian), yang selanjutnya diteruskan dengan pokok kedua yaitu tarbiyah.
Sekarang ini saya melihat sebuah masalah besar yang sedang melanda sebagian Salafiyyun yang telah Allah berikan nikmat berupa petunjuk ke jalan-Nya yang lurus, yaitu mengikuti Al Kitab dan sunah, mereka (di berbagai negeri Islam) kebanyakan lebih mementingkan masalah tashfiyyah (pemumian) daripada tarbiyah(pembinaan). Dan ini berakibat pada penyimpangan-penyimpangan akhlak dalam bermuamalah. Ini berarti pembinaan yang kita terima tak ubahnya dengan pembinaan yang pernah diterima oleh orang-orang tua kita dahulu. Dan harus diakui bahwa ini adalah satu kekurangan (yang harus diperbaiki).
Pada prinsipnya setelah kita menasihati penguasa dengan cara yang tepat, kita kemudian membina diri dan anak-anak kita, yang merupakan benih-benih yang akan tumbuh menjadi cikal bakal tegaknya hukum Islam dan beridirnya Daulah Islamiyah di masa datang.
Adapun bagi mereka yang masuk ke dalam parlemen atau lembaga permusyawaratan rakyat yang tidak berlandaskan kepada hukum Allah dengan tujuan mencegah atau mengurangi kejelekan, maka orang-orang seperti ini tidak boleh langsung dikafirkan bahkan boleh jadi mereka mendapat pahala. Yang harus dilakukan adalah, kita katakan kepada mereka bahwa masuknya mereka ke dalam parlemen tersebut tidak akan meluruskan penyimpangan-penyimpangan yang telah ada.
Dan kebanyakan orang-orang Islam sendiri atau bahkan penguasa atau pemerintah yang muslim tidak memahami satu permasalahan yang sangat penting yaitu makna laa ilaaha illallah. Sayang sekali apabila masalah yang sangat besar ini kita abaikan, sementara kita sibuk membenarkan/meluruskan masalah-masalah hukum saja dan membiarkan kaum muslimin berada dalam kesesatan yang nyata. Karena itu kita harus mengajak kaum muslimin agar mereka memahami Islam dan azasnya yaitu tauhid.
Sumber: Fatwa-Fatwa Syaikh Nashiruddin Al-Albani, Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Media Hidayah, 1425 H – 2004 M
Materi terkait:

0 komentar:

Agenda Harian

Semoga kita senantiasa terpacu untuk mengukir prestasi amal yang akan memperberat timbangan kebaikan di yaumil akhir, berikut rangkaian yang bisa dilakukan

1. Agenda pada sepertiga malam akhir

a. Menunaikan shalat tahajjud dengan memanjangkan waktu pada saat ruku’ dan sujud di dalamnya,

b. Menunaikan shalat witir

c. Duduk untuk berdoa dan memohon ampun kepada Allah hingga azan subuh

Rasulullah saw bersabda:

يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ فَيَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ

“Sesungguhnya Allah SWT selalu turun pada setiap malam menuju langit dunia saat 1/3 malam terakhir, dan Dia berkata: “Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku maka akan Aku kabulkan, dan barangsiapa yang meminta kepada-Ku maka akan Aku berikan, dan barangsiapa yang memohon ampun kepada-Ku maka akan Aku ampuni”. (HR. Bukhari Muslim)


2. Agenda Setelah Terbit Fajar

a. Menjawab seruan azan untuk shalat subuh

” الَّلهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا الَّذِي وَعَدْتَهُ “

“Ya Allah, Tuhan pemilik seruan yang sempurna ini, shalat yang telah dikumandangkan, berikanlah kepada Nabi Muhammad wasilah dan karunia, dan bangkitkanlah dia pada tempat yang terpuji seperti yang telah Engkau janjikan. (Ditashih oleh Al-Albani)

b. Menunaikan shalat sunnah fajar di rumah dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا

“Dua rakaat sunnah fajar lebih baik dari dunia dan segala isinya”. (Muslim)

وَ قَدْ قَرَأَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فِي رَكْعَتَي الْفَجْرِ قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُوْنَ وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدَ

“Nabi saw pada dua rakaat sunnah fajar membaca surat “Qul ya ayyuhal kafirun” dan “Qul huwallahu ahad”.

c. Menunaikan shalat subuh berjamaah di masjid –khususnya- bagi laki-laki.

Rasulullah saw bersabda:

وَلَوْ يَعْلَمُوْنَ مَا فِي الْعَتْمَةِ وَالصُّبْحِ لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا

“Sekiranya manusia tahu apa yang ada dalam kegelapan dan subuh maka mereka akan mendatanginya walau dalam keadaan tergopoh-gopoh” (Muttafaqun alaih)

بَشِّرِ الْمَشَّائِيْنَ فِي الظّلَمِ إِلَى الْمَسَاجِدِ بِالنُّوْرِ التَّامِّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Berikanlah kabar gembira kepada para pejalan di kegelapan menuju masjid dengan cahaya yang sempurna pada hari kiamat”. (Tirmidzi dan ibnu Majah)

d. Menyibukkan diri dengan doa, dzikir atau tilawah Al-Quran hingga waktu iqamat shalat

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ لاَ يُرَدُّ بَيْنَ الأَذَانِ وَالإِقَامَةِ

“Doa antara adzan dan iqamat tidak akan ditolak” (Ahmad dan Tirmidzi dan Abu Daud)

e. Duduk di masjid bagi laki-laki /mushalla bagi wanita untuk berdzikir dan membaca dzikir waktu pagi

Dalam hadits nabi disebutkan:

كَانَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” إَذَا صَلَّى الْفَجْرَ تَرَبَّعَ فِي مَجْلِسِهِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ الْحَسَنَاءُ

” Nabi saw jika selesai shalat fajar duduk di tempat duduknya hingga terbit matahari yang ke kuning-kuningan”. (Muslim)

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran.

Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya waktu fajar itu disaksikan (malaikat). (Al-Isra : 78) Dan memiliki komitmen sesuai kemampuannya untuk selalu:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah lebih banyak dari itu semua, maka akan menuai kebaikan berlimpah insya Allah.

3. Menunaikan shalat Dhuha walau hanya dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنْ الضُّحَى

“Setiap ruas tulang tubuh manusia wajib dikeluarkan sedekahnya, setiap hari ketika matahari terbit. Mendamaikan antara dua orang yang berselisih adalah sedekah, menolong orang dengan membantunya menaiki kendaraan atau mengangkat kan barang ke atas kendaraannya adalah sedekah, kata-kata yang baik adalah sedekah, tiap-tiap langkahmu untuk mengerjakan shalat adalah sedekah, dan membersihkan rintangan dari jalan adalah sedekah”. (Bukhari dan Muslim)

4. Berangkat kerja atau belajar dengan berharap karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمِلِ يَدِهِ، وَكَانَ دَاوُدُ لا يَأْكُلُ إِلا مِنْ عَمِلِ يَدِهِ

“Tidaklah seseorang memakan makanan, lebih baik dari yang didapat oleh tangannya sendiri, dan bahwa nabi Daud makan dari hasil tangannya sendiri”. (Bukhari)

Dalam hadits lainnya nabi juga bersabda:

مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang berjalan dalam rangka mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga”. (Muslim)

d. Menyibukkan diri dengan dzikir sepanjang hari

Allah berfirman :

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“Ketahuilah dengan berdzikir kepada Allah maka hati akan menjadi tenang” (Ra’ad : 28)

Rasulullah saw bersabda:

أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللهَ أَنْ تَمُوْتَ ولسانُك رَطْبٌ من ذِكْرِ الله

“Sebaik-baik perbuatan kepada Allah adalah saat engkau mati sementara lidahmu basah dari berdzikir kepada Allah” (Thabrani dan Ibnu Hibban) .

5. Agenda saat shalat Zhuhur

a. Menjawab azan untuk shalat Zhuhur, lalu menunaikan shalat Zhuhur berjamaah di Masjid khususnya bagi laki-laki

b. Menunaikan sunnah rawatib sebelum Zhuhur 4 rakaat dan 2 rakaat setelah Zhuhur

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ صَلَّى اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِي يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِيَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang shalat 12 rakaat pada siang dan malam hari maka Allah akan membangunkan baginya dengannya rumah di surga”. (Muslim).

6. Agenda saat dan setelah shalat Ashar

a. Menjawab azan untuk shalat Ashar, kemudian dilanjutkan dengan menunaikan shalat Ashar secara berjamaah di masjid

b. Mendengarkan nasihat di masjid (jika ada)

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ لا يُرِيدُ إِلا أَنْ يَتَعَلَّمَ خَيْرًا أَوْ يَعْلَمَهُ، كَانَ لَهُ كَأَجْرِ حَاجٍّ تَامًّا حِجَّتُهُ

“Barangsiapa yang pergi ke masjid tidak menginginkan yang lain kecuali belajar kebaikan atau mengajarkannya, maka baginya ganjaran haji secara sempurna”. (Thabrani – hasan shahih)

c. Istirahat sejenak dengan niat yang karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

وَإِنَّ لِبَدَنِكَ عَلَيْكَ حَقٌّ

“Sesungguhnya bagi setiap tubuh atasmu ada haknya”.

Agenda prioritas:

Membaca Al-Quran dan berkomitmen semampunya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan, maka akan menuai kebaikan yang berlimpah insya Allah.

7. Agenda sebelum Maghrib

a. Memperhatikan urusan rumah tangga – melakukan mudzakarah – Menghafal Al-Quran

b. Mendengarkan ceramah, nasihat, khutbah, untaian hikmah atau dakwah melalui media

c. Menyibukkan diri dengan doa

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ

“Doa adalah ibadah”

8. Agenda setelah terbenam matahari

a. Menjawab azan untuk shalat Maghrib

b. Menunaikan shalat Maghrib secara berjamaah di masjid (khususnya bagi laki-laki)

c. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Maghrib – 2 rakaat

d. Membaca dzikir sore

e. Mempersiapkan diri untuk shalat Isya lalu melangkahkan kaki menuju masjid

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ لِيَقْضِيَ فَرِيضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللَّهِ كَانَتْ خَطْوَتَاهُ إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ خَطِيئَةً وَالْأُخْرَى تَرْفَعُ دَرَجَةً

“Barangsiapa yang bersuci/berwudhu kemudian berjalan menuju salah satu dari rumah-rumah Allah untuk menunaikan salah satu kewajiban dari kewajiban Allah, maka langkah-langkahnya akan menggugurkan kesalahan dan yang lainnya mengangkat derajatnya”. (Muslim)

9. Agenda pada waktu shalat Isya

a. Menjawab azan untuk shalat Isya kemudian menunaikan shalat Isya secara jamaah di masjid

b. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Isya – 2 rakaat

c. Duduk bersama keluarga/melakukan silaturahim

d. Mendengarkan ceramah, nasihat dan untaian hikmah di Masjid

e. Dakwah melalui media atau lainnya

f. Melakukan mudzakarah

g. Menghafal Al-Quran

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran dengan berkomitmen sesuai dengan kemampuannya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan bacaan maka telah menuai kebaikan berlimpah insya Allah.


Apa yang kita jelaskan di sini merupakan contoh, sehingga tidak harus sama persis dengan yang kami sampaikan, kondisional tergantung masing-masing individu. Semoga ikhtiar ini bisa memandu kita untuk optimalisasi ibadah insya Allah. Allahu a’lam

Jazaakillah

Sedikit revisi dari : http://www.al-ikhwan.net/agenda-harian-ramadhan-menuju-bahagia-di-bulan-ramadhan-2989/

Isi Blog

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.