Wanita ini terlahir 48 tahun lalu dengan nama Tracey Roebuck dalam keluarga Kristen taat. Ia menikah selama duapuluh lima tahun dan rajin mengunjungi gereja bersama anak-anaknya setiap pekan ketika mereka tinggal di rumah.
Kini ia sudah bercerai. Dalam enam bulan terakhir ia telah menjadi Muslim. Namun ia kadang ia masih tak yakin apa yang memotivasinya untuk membuat perubahan besar dalam hidup meski ia yakin dengan agama yang dipeluknya sekarang.
"Saya tahu bakal terdengar aneh, namun satu hari saya adalah Tracey yang masih Krisen dan pada hari berikut saya adalah Khadijah seorang Muslim dan semuanya terlihat benar," tuturnya.
Sebelum menjadi Muslim, yang Khadijah pahami soal Islam hanyalah tak menenggak alkohl dan tak menyantap babi. "Saya masih ingat pertama kali berkendara ke masjid. Saat itu lucu. Saya mengendarai mobil sport dengan musik keras-keras" kenangnya.
Khadijah tak yakin bakal dibolehkan masuk namun ia nekat. "Saya bertanya siapa yang bertanggung jawab di sini. Saat itu saya tak tahu bahwa ia adalah imam. Kini siapa menyangka saya mengenakan jilbab dan shalat lima kali dalam sehari," ujarnya.
Saat memeluk Islam, putranya adalah orang yang pertama kali kaget bercampur ngeri. "Ia sulit mempercayai. Yang paling sulit adalah ibu saya mengingat ia adalah pemeluk Katholik Roma taat," tutur Khadijah. Ibunya tidak bisa menerima sama sekali perubahan putrinya.
"Tapi yang terutama yang saya rasakan saat memeluk Islam adalah perasaan damai yang tak bisa saya temukan di Masjid, itu sangat menarik," ungkapnya. Perasaan itu, imbuh Khadijah, kian kental dan menguat saat Ramadhan tiba. "Saya sungguh mencintai setiap detiknya hingga hari terakhir Ramadhan, saya bahkan menangis," tuturnya.
Saat menjadi Muslim ia menyadari bahwa banyak orang di luar agama tersebut bingung membedakan antara Islam dan budaya. Khadijah mulai memahami bahwa Muslim membawa budaya mereka yang berbeda ke masjid begitu pula adat dan intepretasi berbeda. "Ada muslim Saudi, Mesir, Pakistan dan tentu saja ada saya di sana," ungkapnya.
Khadijah tak ingin terjebak dalam satu budaya. Ia selalu mencoba berbaur dan berteman dengan siapa pun. "Saya bisa dimana saja karena itu banyak saudara sesama Muslim berkata, "Itulah mengapa kami mencintaimu Khadijah, kamu menjadi dirimu sendiri."
Redaktur: Ajeng Ritzki Pitakasari
Sumber: The Independent REPUBLIKA.CO.ID,
0 komentar:
Posting Komentar