Manfaat Menuntut Ilmu

Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam telah mengabarkan kejadian-kejadian yang akan menimpa umatnya di akhir zaman, dan tentunya beliau pun telah memberikan bimbingan untuk umatnya dalam menghadapi fitnah dan kerusakan-kerusakan yang terjadi di zaman itu, karena beliau adalah seorang Nabi yang sangat sayang kepada umatnya, Allah Ta’alaberfirman,

لَقَدْ جَآءَكُمْ رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَاعَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ
Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berta terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (hidayah) bagimu, amat belas kasih lagi penyayang kepada orang-orang mu’min.” (QS. At Taubah : 128)
Di antara bimbingan yang telah Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam berikan kepada umatnya yang akan hidup di akhir zaman adalah:

Menuntut Ilmu Allah

Telah kita sebutkan pada tulisan sebelumnya tentang datangnya zaman yang penceramahnya banyak dan ulamanya sedikit dimana menuntut ilmu di zaman tersebut lebih baik dari beramal. Dan telah datang zamannya sebagaimana yang dikabarkan oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, kita lihat para penceramah sangat banyak bahkan diadakan kursus-kursus untuk menjadi khathib Jumat dalam waktu yang singkat dan menjadi sebab banyaknya penceramah, sementara ulamanya sangat sedikit.
Maka di zaman ini menuntut ilmu lebih baik dari beramal, namun bukan maksudnya ilmu tersebut tidak diamalkan karena ini akan menjadi bumerang untuk pemiliknya pada hari kiamat. Dengan ilmu kita dapat mengetahui suatu fitnah yang datang, kemudian mengambil sikap yang benar sesuai dengan tuntunan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga kita pun selamat dan tidak menjadi penyebab semakin tersulutnya api fitnah.
Kita yang hidup di zaman ini seringkali mendapatkan peristiwa-peristiwa memilukan yang menimpa umat Islam yang membuat hati kita panas bercampur geram. Keadaan ini merupakan cobaan untuk para penuntut ilmu untuk segera menilai dengan keilmuan yang dalam bukan sebatas semangat yang membabi buta, agar tidak menimbulkan madharat yang lebih besar untuk Islam dan kaum muslimin.
Seorang penuntut ilmu tidak mudah tertipu dengan berita dan kabar yang disiarkan dalam sebuah media, lebih-lebih media-media di zaman ini telah dikuasai kaum kuffar terutama Yahudi -semoga Allah menghancurkan mereka-.
Orang yang membaca kisah terbunuhnya Utsman bin Affan akan mengambil pelajaran berharga darinya, bagaimana sang Yahudi yang bernama Abdullah bin Saba pura-pura masuk Islam dan melakukan konspirasi besar untuk menghancurkan khilafah Utsman dengan memprovokasi masa dan membakar perasaan mereka melalui kabar-kabar yang dipalsukan. Ini menjadikan kita lebih berhati-hati dan tidak gegabah dalam menerima berita dari media.

Manfaat Menuntut Ilmu
Dengan menuntut ilmu, seorang hamba memperhatikan berbagai macam sisi kemashlahatan dan kemadharatan yang akan timbul dan membaca situasi dan kondisi kaum muslimin di zaman ini sebelum mengambil sikap, cobalah renungkan apa yang dikatakan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah ketika beliau membahas tentang hikmah adanya ayat makkiyah dan madaniyah:
“Ayat-ayat makkiyah itu berlaku untuk setiap mukmin yang lemah untuk menolong Allah dan Rasul-Nya sesuai dengan kemampuan yang ada yaitu hati dan yang semisalnya dan ayat-ayat yang menyuruh meremehkan kaum mu’ahadin (orang-orang kafir) berlaku pada setiap mukmin yang kuat dan mempunyai kemampuan untuk membela Allah dan Rasul-Nya dengan tangan dan lisannya. Dengan ayat-ayat seperti ini kaum muslimin mempraktikannya di akhir usia Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dan di zaman khulafa rasyidin.
Barang siapa yang berada di suatu negeri atau waktu ia menjadi lemah, hendaklah ia mempraktikan ayat-ayat sabar dan memaafkan orang yang mengganggu Allah dan Rasul-Nya dari kalangan ahli kitab dan kaum musyrikin. Adapun kaum muslimin yang mempunyai kekuatan, hendaknya mereka mempraktikan ayat-ayat yang memerintahkan untuk memerangi para imam kekafiran yang ingin merusak agama, dan memerangi ahli kitab sampai mereka memberikan jizyah dalam keadaan mereka terhina.”(Ash Shorimul Maslu,lHal. 221).[1]
Syaikh Muhamad bin Jamil Zainu hafizhahullah berkata, “Yang menguatkan pendapat Syaikhul Islam adalah firman Allah Ta’ala,
قُل لِّلَّذِينَ ءَامَنُوا يَغْفِرُوا لِلَّذِينَ لاَيَرْجُونَ أّيَّامَ اللهِ لِيَجْزِيَ قَوْمًا بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Katakanlah kepada orang-orang yang beriman hendaklah mereka memaafkan orang-orang yang tidak takut akan hari-hari Allah, karena Dia akan membalas suatu kaum terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al Jatsiyah: 14).
Allah menyuruh kaum muslimin yang lemah itu agar memaafkan orang-orang kafir yang menyakiti mereka dan jangan membalasnya dengan perbuatan yang semisal dan ini menunjukkan bahwa memberi maaf dalam keadaan kaum muslimin lemah adalah disyariatkan.
Andaikan jamaah-jamaah Islam di zaman ini mempraktikan apa yang ada di dalam Alquran yang menyeru kepada sikap sabar dan memaafkan sampai Allah mendatangkan pertolongannya.”[2]
Dengan menuntut ilmu seorang hamba berusaha memahami hakikat sesuatu sebelum memberikan vonis kepadanya atau kepada jamaah tertentu, mengamalkan sebuah kaidah : “Al Hukmu ‘ala syain far’un ‘an tashowwurihi“. Artinya menghukumi sesuatu itu mengikuti pemahaman tentang hakikat sesuatu tersebut.
Contohnya apabila kita ingin menghukumi suatu jamaah, apakah ia sesat atau tidak, maka kita wajib mengetahui hakikat jamaah tersebut; bagaimana aqidah dan manhajnya? bagaimana pokok-pokok pemikirannya? Agar kita tidak menuduh suatu kaum dengan kebodohan yang akibatnya akan menimbulkan penyesalan.
Demikian pula apabila kita ingin mengetahui hukum jual beli murabahah misalnya, maka kewajiban kita adalah memahami dahulu hakikat murabahah secara jelas bagaimana tata caranya, kemudian melihat dalil-dalil syariat dan fatawa para ulama, sehingga kita tidak salah dalam memvonis sesuatu.
Dengan menuntut ilmu, seorang hamba dapat mengetahui kapan dan kepada siapa ia berbicara, karena tidak semua ilmu yang kita ketahui dapat kita sampaikan kepada setiap orang, Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata, “Tidaklah engkau mengajak bicara suatu kaum dengan sesuatu yang tidak dipahami oleh akal mereka kecuali akan menjadi fitnah untuk sebagian mereka.”[3]
Abu Hurairah berkata, “Aku hafal dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dua bejana, yang satu bejana aku sampaikan dan yang satu lagi apabila aku sampaikan maka tenggorokanku akan diputus.”[4]
Yang disembunyikan oleh Abu Hurairah adalah hadis-hadis mengenai fitnah dan hadis-hadis tentang Bani Umayah, sengaja Abu Hurairah tidak sampaikan agar tidak menimbulkan fitnah dan perpecahan karena orang-orang pada waktu itu kembali bersatu di bawah kepemimpinan Mu’awiyah bin Abu Sufyan.
Menyembunyikan ilmu bila dikhawatirkan timbulnya madharat yang lebih besar adalah perkara yang diidzinkan oleh syariat. Sebagaimana di sebutkan dalam hadis Mu’adz bin Jabal bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya,
يَا مُعَاذُ تَدْرِي مَا حَقُّ اللَّهِ عَلَى الْعِبَادِ وَمَا حَقُّ الْعِبَادِ عَلَى اللَّهِ قَالَ قُلْتُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ فَإِنَّ حَقَّ اللَّهِ عَلَى الْعِبَادِ أَنْ يَعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا يُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَحَقُّ الْعِبَادِ عَلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ أَنْ لَا يُعَذِّبَ مَنْ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلَا أُبَشِّرُ النَّاسَ قَالَ لَا تُبَشِّرْهُمْ فَيَتَّكِلُوا
“Wahai Mu’adz, tahukah engkau apa hak Allah atas hamba-Nya dan apa hak hamba atas Allah? Aku berkata, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Beliau bersabda, “Hak Allah atas hamba adalah hendaklah mereka menyembah Allah saja dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan hak hamba atas Allah adalah bahwa Allah tidak akan mengadzab orang yang tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun.”
Aku berkata, “Wahai Rasulullah, bolehkah aku memberi kabar gembira (dengan hadis ini)?” Beliau bersabda, “Jangan, karena khawatir mereka hanya bersandar dengan ini saja (tidak mau beramal).” (HR Bukhari dan Muslim)[5]
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengidzinkan Mu’adz untuk mengabarkannya kepada orang lain karena khawatir akan menimbulkan madharat yang lebih besar yaitu akan dipahami oleh orang-orang yang bodoh dengan pemahaman yang salah yaitu cukup bagi seseorang tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun dan meninggalkan beramal shalih karena sebatas mengandalkan hadis ini saja. Berbeda jika madharat yang timbul adalah cercaan dan makian manusia akibat kita menyampaikan kebenaran, maka kita tetap diperintahkan menyampaikannya dan tidak perlu takut dengan cercaan orang yang mencerca.
Penulis Ustadz Abu Yahya Badrusalam
Artikel www.cintasunnah.com

[1] Kaifa Nafhamul Qur’an, Hal 32.
[2] Idem.
[3] HR. Muslim dalam muqadimah shahihnya.
[4] HR Bukhari no.120.
[5] Bukhari no.2856 dan Muslim 1:55 no. 30.

0 komentar:

Agenda Harian

Semoga kita senantiasa terpacu untuk mengukir prestasi amal yang akan memperberat timbangan kebaikan di yaumil akhir, berikut rangkaian yang bisa dilakukan

1. Agenda pada sepertiga malam akhir

a. Menunaikan shalat tahajjud dengan memanjangkan waktu pada saat ruku’ dan sujud di dalamnya,

b. Menunaikan shalat witir

c. Duduk untuk berdoa dan memohon ampun kepada Allah hingga azan subuh

Rasulullah saw bersabda:

يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ فَيَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ

“Sesungguhnya Allah SWT selalu turun pada setiap malam menuju langit dunia saat 1/3 malam terakhir, dan Dia berkata: “Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku maka akan Aku kabulkan, dan barangsiapa yang meminta kepada-Ku maka akan Aku berikan, dan barangsiapa yang memohon ampun kepada-Ku maka akan Aku ampuni”. (HR. Bukhari Muslim)


2. Agenda Setelah Terbit Fajar

a. Menjawab seruan azan untuk shalat subuh

” الَّلهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا الَّذِي وَعَدْتَهُ “

“Ya Allah, Tuhan pemilik seruan yang sempurna ini, shalat yang telah dikumandangkan, berikanlah kepada Nabi Muhammad wasilah dan karunia, dan bangkitkanlah dia pada tempat yang terpuji seperti yang telah Engkau janjikan. (Ditashih oleh Al-Albani)

b. Menunaikan shalat sunnah fajar di rumah dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا

“Dua rakaat sunnah fajar lebih baik dari dunia dan segala isinya”. (Muslim)

وَ قَدْ قَرَأَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فِي رَكْعَتَي الْفَجْرِ قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُوْنَ وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدَ

“Nabi saw pada dua rakaat sunnah fajar membaca surat “Qul ya ayyuhal kafirun” dan “Qul huwallahu ahad”.

c. Menunaikan shalat subuh berjamaah di masjid –khususnya- bagi laki-laki.

Rasulullah saw bersabda:

وَلَوْ يَعْلَمُوْنَ مَا فِي الْعَتْمَةِ وَالصُّبْحِ لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا

“Sekiranya manusia tahu apa yang ada dalam kegelapan dan subuh maka mereka akan mendatanginya walau dalam keadaan tergopoh-gopoh” (Muttafaqun alaih)

بَشِّرِ الْمَشَّائِيْنَ فِي الظّلَمِ إِلَى الْمَسَاجِدِ بِالنُّوْرِ التَّامِّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Berikanlah kabar gembira kepada para pejalan di kegelapan menuju masjid dengan cahaya yang sempurna pada hari kiamat”. (Tirmidzi dan ibnu Majah)

d. Menyibukkan diri dengan doa, dzikir atau tilawah Al-Quran hingga waktu iqamat shalat

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ لاَ يُرَدُّ بَيْنَ الأَذَانِ وَالإِقَامَةِ

“Doa antara adzan dan iqamat tidak akan ditolak” (Ahmad dan Tirmidzi dan Abu Daud)

e. Duduk di masjid bagi laki-laki /mushalla bagi wanita untuk berdzikir dan membaca dzikir waktu pagi

Dalam hadits nabi disebutkan:

كَانَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” إَذَا صَلَّى الْفَجْرَ تَرَبَّعَ فِي مَجْلِسِهِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ الْحَسَنَاءُ

” Nabi saw jika selesai shalat fajar duduk di tempat duduknya hingga terbit matahari yang ke kuning-kuningan”. (Muslim)

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran.

Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya waktu fajar itu disaksikan (malaikat). (Al-Isra : 78) Dan memiliki komitmen sesuai kemampuannya untuk selalu:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah lebih banyak dari itu semua, maka akan menuai kebaikan berlimpah insya Allah.

3. Menunaikan shalat Dhuha walau hanya dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنْ الضُّحَى

“Setiap ruas tulang tubuh manusia wajib dikeluarkan sedekahnya, setiap hari ketika matahari terbit. Mendamaikan antara dua orang yang berselisih adalah sedekah, menolong orang dengan membantunya menaiki kendaraan atau mengangkat kan barang ke atas kendaraannya adalah sedekah, kata-kata yang baik adalah sedekah, tiap-tiap langkahmu untuk mengerjakan shalat adalah sedekah, dan membersihkan rintangan dari jalan adalah sedekah”. (Bukhari dan Muslim)

4. Berangkat kerja atau belajar dengan berharap karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمِلِ يَدِهِ، وَكَانَ دَاوُدُ لا يَأْكُلُ إِلا مِنْ عَمِلِ يَدِهِ

“Tidaklah seseorang memakan makanan, lebih baik dari yang didapat oleh tangannya sendiri, dan bahwa nabi Daud makan dari hasil tangannya sendiri”. (Bukhari)

Dalam hadits lainnya nabi juga bersabda:

مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang berjalan dalam rangka mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga”. (Muslim)

d. Menyibukkan diri dengan dzikir sepanjang hari

Allah berfirman :

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“Ketahuilah dengan berdzikir kepada Allah maka hati akan menjadi tenang” (Ra’ad : 28)

Rasulullah saw bersabda:

أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللهَ أَنْ تَمُوْتَ ولسانُك رَطْبٌ من ذِكْرِ الله

“Sebaik-baik perbuatan kepada Allah adalah saat engkau mati sementara lidahmu basah dari berdzikir kepada Allah” (Thabrani dan Ibnu Hibban) .

5. Agenda saat shalat Zhuhur

a. Menjawab azan untuk shalat Zhuhur, lalu menunaikan shalat Zhuhur berjamaah di Masjid khususnya bagi laki-laki

b. Menunaikan sunnah rawatib sebelum Zhuhur 4 rakaat dan 2 rakaat setelah Zhuhur

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ صَلَّى اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِي يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِيَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang shalat 12 rakaat pada siang dan malam hari maka Allah akan membangunkan baginya dengannya rumah di surga”. (Muslim).

6. Agenda saat dan setelah shalat Ashar

a. Menjawab azan untuk shalat Ashar, kemudian dilanjutkan dengan menunaikan shalat Ashar secara berjamaah di masjid

b. Mendengarkan nasihat di masjid (jika ada)

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ لا يُرِيدُ إِلا أَنْ يَتَعَلَّمَ خَيْرًا أَوْ يَعْلَمَهُ، كَانَ لَهُ كَأَجْرِ حَاجٍّ تَامًّا حِجَّتُهُ

“Barangsiapa yang pergi ke masjid tidak menginginkan yang lain kecuali belajar kebaikan atau mengajarkannya, maka baginya ganjaran haji secara sempurna”. (Thabrani – hasan shahih)

c. Istirahat sejenak dengan niat yang karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

وَإِنَّ لِبَدَنِكَ عَلَيْكَ حَقٌّ

“Sesungguhnya bagi setiap tubuh atasmu ada haknya”.

Agenda prioritas:

Membaca Al-Quran dan berkomitmen semampunya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan, maka akan menuai kebaikan yang berlimpah insya Allah.

7. Agenda sebelum Maghrib

a. Memperhatikan urusan rumah tangga – melakukan mudzakarah – Menghafal Al-Quran

b. Mendengarkan ceramah, nasihat, khutbah, untaian hikmah atau dakwah melalui media

c. Menyibukkan diri dengan doa

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ

“Doa adalah ibadah”

8. Agenda setelah terbenam matahari

a. Menjawab azan untuk shalat Maghrib

b. Menunaikan shalat Maghrib secara berjamaah di masjid (khususnya bagi laki-laki)

c. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Maghrib – 2 rakaat

d. Membaca dzikir sore

e. Mempersiapkan diri untuk shalat Isya lalu melangkahkan kaki menuju masjid

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ لِيَقْضِيَ فَرِيضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللَّهِ كَانَتْ خَطْوَتَاهُ إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ خَطِيئَةً وَالْأُخْرَى تَرْفَعُ دَرَجَةً

“Barangsiapa yang bersuci/berwudhu kemudian berjalan menuju salah satu dari rumah-rumah Allah untuk menunaikan salah satu kewajiban dari kewajiban Allah, maka langkah-langkahnya akan menggugurkan kesalahan dan yang lainnya mengangkat derajatnya”. (Muslim)

9. Agenda pada waktu shalat Isya

a. Menjawab azan untuk shalat Isya kemudian menunaikan shalat Isya secara jamaah di masjid

b. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Isya – 2 rakaat

c. Duduk bersama keluarga/melakukan silaturahim

d. Mendengarkan ceramah, nasihat dan untaian hikmah di Masjid

e. Dakwah melalui media atau lainnya

f. Melakukan mudzakarah

g. Menghafal Al-Quran

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran dengan berkomitmen sesuai dengan kemampuannya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan bacaan maka telah menuai kebaikan berlimpah insya Allah.


Apa yang kita jelaskan di sini merupakan contoh, sehingga tidak harus sama persis dengan yang kami sampaikan, kondisional tergantung masing-masing individu. Semoga ikhtiar ini bisa memandu kita untuk optimalisasi ibadah insya Allah. Allahu a’lam

Jazaakillah

Sedikit revisi dari : http://www.al-ikhwan.net/agenda-harian-ramadhan-menuju-bahagia-di-bulan-ramadhan-2989/

Isi Blog

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.