suluk.blogsome.com
Dikutip dari sebagian isi Bab III buku “Cinta Bagai Anggur”, dengan seijin penerbit.
Judul: “Cinta Bagai Anggur: Tuangan Hikmah Dari Seorang Guru Sufi di Amerika.”
Karya: Syaikh Muzaffer Ozak, dikompilasikan oleh Syaikh Ragip Frager
Alih bahasa: Nadia Dwi Insani, Herry Mardian, Herman Soetomo
Penerbit: Pustaka Prabajati


Tetapi apakah sebenarnya “diuji” itu? Seorang guru menguji para siswanya untuk mengetahui tingkat kemampuan mereka, mengetahui tingkat pemahaman mereka. Si guru tidak tahu sedalam apa para siswanya telah belajar. Tapi bukankah Allah mengetahui?

SETIAP nabi mempunyai tugas spesifik. Peran Nabi Isa a.s. adalah untuk menampilkan tiadanya kepemilikan dan kepedulian akan keduniawian.

Ucapan maupun perbuatan para nabi dan para kekasih Allah tidak berasal dari diri mereka sendiri. Mereka sudah tidak lagi memiliki kehendak diri. Mereka hanya mengekspresikan kehendak Allah. Bahkan para wali, yang lebih rendah dari para Nabi pun, juga mencapai jenjang tersebut. Mereka melihat dengan mata-Nya, mendengar dengan telinga-Nya, dan berkata-kata dengan lisan-Nya. Mereka melangkah dengan kaki-Nya dan menggenggam dengan tangan-Nya.

Seperti itu pula, Nabi Isa pun tidak memiliki kehendak diri. Beliau adalah ekspresi dari kehendak Tuhan atas suatu fungsi maupun tujuan yang spesifik. Ini pun berlaku bahkan bagi orang biasa—yah, mungkin orang biasa yang “biasa-biasa”-nya tidak keterlaluan—yaitu orang-orang yang mencintai Allah dan dicintai oleh Allah.

Pada diri Nabi Sulaiman a.s., kehendak Tuhan termanifestasikan dalam bentuk kekayaan dan kekuasaan. Nabi Isa a.s. adalah sultan bagi qalb dan jiwa, sementara Nabi Sulaiman a.s. mengombinasikan penguasaan atas keduniawian dan keruhanian.

Kalau di dunia ini engkau adalah seorang sultan, manusia tidak akan puas atau sepakat dengan kepemimpinanmu. Ini sangat sulit. Nabi Musa a.s pada suatu ketika pernah mengeluh kepada Allah, “Aku berusaha melaksanakan kehendak-Mu, tetapi semua orang kini justru sedang menentang aku.” Allah pun berfirman, “Hai Musa, engkau hanyalah darah dan daging. Padahal Aku, Akulah pencipta mereka. Aku yang memenuhi setiap kebutuhan mereka. Jangankan kepada engkau, bahkan terhadap Aku pun mereka selalu menentang!”

Itulah mengapa Allah tetap tersembunyi, setidaknya dari sebagian besar kita (beberapa dari kita manusia, bahkan hingga hari ini, bisa “melihat” Dia!). Bisakah engkau bayangkan jika Allah bisa dilihat begitu saja, seperti para nabi? Kita akan berlari menangis kepada-Nya, “Tolonglah perhatikan, aku belum punya anak satu pun. Aku tidak punya uang cukup. Aku kehilangan pekerjaan.” Yang lainnya lagi berkata, “Aku tidak puas dengan keadilan-Mu!” Itulah mengapa Allah tersembunyi, demi ketenangan dan kedamaian. Paling tidak, Allah tersembunyi dari mereka yang suka mengeluhkan “pelayanan”-Nya.

Nah, kembali pada kisah kita sebelumnya, perhatikanlah: kehendak manusia sangatlah lemah. Jangan membohongi dirimu sendiri dengan mengatakan bahwa engkau yang mencari dan engkau yang akan menemukan. Ibrahim bin Adham dipanggil oleh Al-Haqq. Namun dia harus terlebih dulu diajari oleh orang yang membajak lahan di atap istananya, dan oleh seekor burung gagak yang menyuapi lelaki yang terikat. Tapi jangan lupa, kau harus memerhatikan tanda-tanda. Melihat saja tidak cukup, engkau harus memerhatikan. Mendengar saja tidak cukup, engkau harus memahami.

Akhirnya, suatu hari Ibrahim bin Adham pergi meninggalkan istananya dan menuju ke padang penggembalaan. Ia bertemu dengan seorang gembala berpakaian kumal yang bertambalan di sana-sini. Walaupun di luar ia compang-camping, namun gembala itu telah menemukan Tuhan dalam kesendiriannya di padang rumput. Di dalamnya, ia telah menjadi seorang yang sangat kaya dan tampan. Sedangkan Sultan Ibrahim bin Adham, walaupun ia mengenakan busana sutra, di dalamnya compang-camping karena ia belum menemukan Al-Haqq. Ibrahim bin Adham kemudian meminta si gembala untuk saling bertukar pakaian, yang lalu menerima tawarannya.

Sang Sultan pun akhirnya berbalik dari penghadapannya kepada keduniawian. Kerajaannya, harta dan kekuasaannya, pakaian-pakaian dan kedudukannya adalah hijab-hijab penghalang antara dia dan Tuhannya. Ia robek semua itu dan mencampakkannya. Tapi tentu saja, ia harus memiliki semua hal itu dulu sebelum bisa mencampakkannya.

Lalu melangkahlah ia ke arah mana pun yang dikatakan kepadanya.

Ibrahim bin Adham dituntun kepada seorang Sultan Kebenaran, seorang guru: seorang syaikh. Di bawah perintah gurunya, Ibrahim bin Adham memulai jihad terbesarnya—yaitu perang melawan syahwat dan hawa nafsunya sendiri.

Dalam pembimbingannya sebagai seorang pejalan, guru Ibrahim bin Adham memberinya tugas untuk berkelana di dunia, supaya ia bisa mengerti dari mana ia berasal.

Dalam latihan semacam ini, engkau seperti membaca sebuah buku untuk pertama kalinya lalu mengerti beberapa hal. Lalu engkau membacanya lagi, dan mengerti beberapa hal lainnya. Kemudian, engkau membacanya untuk ketiga kalinya, dan masih juga engkau temukan beberapa hal yang lain lagi. Sang Syaikh menyuruh Ibrahim bin Adham pergi untuk membaca buku tentang kehidupan lampaunya sendiri, sehingga dia dapat memahaminya pada tingkat yang lebih tinggi.

Buku teragung adalah dunia ini, kehidupan ini. Baca, baca, dan bacalah lagi. Bagian terbanyak dari isi buku itu adalah masa lampaumu. Sejalan dengan pembacaan ulangmu yang terus-menerus, kau akan menemukan ia berubah, dan kau akan menemukan dirimu sendiri. Ia adalah buku yang sangat besar, menjangkau dari bumi ini hingga ke pojok-pojok terjauh dari seluruh langit.

Ibrahim bin Adham telah kembali ke kota Balkh pada suatu malam yang dingin di musim salju. Dia lalui malam itu dengan melaksanakan shalat Isya di Masjid Agung yang didirikannya semasa ia masih menjadi sultan.

Malam merupakan saat yang sangat penting bagi para pencari. Waktu untuk shalat Isya di masjid dimulai kira-kira satu jam setelah terbenamnya matahari, dan biasanya berlanjut sampai dua setengah jam kemudian. Setelah menyelesaikan ibadah mereka pada Allah, sebagian orang langsung pulang ke rumah untuk bersama-sama dengan orang-orang yang mereka cintai. Mereka menatap mata dan menciumi wangi rambut orang-orang terkasih mereka. Itu pun sebuah ibadah—mencintai istri dan anak-anak. Di malam hari pula, para wali besar serta para nabi biasanya mencurahkan diri mereka sepenuhnya untuk shalat dan beribadah kepada Allah.

Sedangkan Ibrahim bin Adham, setelah ia menyelesaikan shalat Isya-nya, sama sekali tidak memiliki satu tempat pun untuk dituju. Dia bergumam kepada dirinya sendiri, “Ini adalah rumah Allah, dan aku dulu membangunnya agar senantiasa terbuka kepada semua orang. Akan kucari sebuah sudut kecil untuk duduk, sekadar sebagai tempat tafakur dan beristirahat.”

Kemudian datanglah penjaga masjid. Kebetulan, belum lama berselang karpet masjid itu baru saja dicuri. Si penjaga menemukan sang “Bekas Sultan”, kini telah menjadi seorang darwis kumal, lalu berkata, “Ha! Ini dia si pencuri karpet, sekarang sembunyi di sini mau mengambil lagi!” Ia menyambar kaki Ibrahim bin Adham lalu menyeret kepalanya menuruni tangga masjid yang terdiri dari seratus anak tangga. Kepala Ibrahim bin Adham pun membentur anak tangga itu satu demi satu. Dan di sepanjang tangga menurun ke bawah, bersama setiap rasa sakit di kepalanya karena terbentur anak tangga, dia bersyukur pada Allah. Ketika telah sampai di anak tangga terbawah, dia katakan pada dirinya sendiri, “Wah, sayang sekali, seharusnya dulu kusuruh buat anak tangga lebih banyak lagi.”

Karena keberserahdiriannya pada Kehendak Ilahiah, bersama dengan setiap penderitaan yang dirasakannya, naik pulalah tingkat kesucian nafs -nya. Oleh karena Ibrahim bin Adham telah meninggalkan dunia, tertinggal pula derita-derita alam dunia. Demikianlah, engkau juga harus mengalami penderitaan-penderitaan dunia ini agar tingkat kesucian jiwamu meningkat.

Semua kitab suci mengatakan bahwa kita dihadirkan ke dunia ini untuk diuji. Engkau bisa menemukan pernyataan ini di dalam ajaran Musa a.s., ajaran Isa a.s., dan dalam ajaran Muhammad s.a.w.

Tetapi apakah sebenarnya “diuji” itu? Seorang guru menguji para siswanya untuk mengetahui tingkat kemampuan mereka, mengetahui tingkat pemahaman mereka. Si guru tidak tahu sedalam apa para siswanya telah belajar. Tapi bukankah Allah mengetahui? Allah mengetahui dengan sempurna kemampuan, pemahaman, dan tingkat kesadaran kita. Mengapa Allah menguji, adalah untuk membuat kita mengetahui. Ujian menunjukkan pada kita sendiri di mana kita berada, dan juga membuat yang lain tahu di mana kedudukan mereka, melalui ujian masing-masing.

Orang-orang yang menanggung ujian-ujian terberat adalah para kekasih Allah—para nabi, para wali, dan para guru-guru milik Allah. Mereka adalah simbol-simbol kasat mata bagi umat manusia, yang tugasnya adalah untuk menampilkan alasan kehadiran kita di dunia ini.

Akhirnya, Ibrahim bin Adham berhasil melewati hampir semua ujian yang diatur untuknya oleh syaikhnya, lalu pulanglah dia ke kota tempat tinggal syaikhnya tersebut. Sebelum kedatangannya, syaikhnya berbicara kepada murid-muridnya yang lain. Kau tahu, para syaikh mengetahui peristiwa-peristiwa yang datang dan pergi, dalam diri mereka maupun di luar diri mereka. Sang Syaikh menugaskan seluruh muridnya untuk pergi ke semua pintu gerbang kota. “Kalau kalian melihat Ibrahim bin Adham pulang, jangan biarkan dia masuk. Tinjulah dia, tendanglah. Ludahi, pukul, buat dia jatuh.” Ketika Ibrahim bin Adham sampai di salah satu gerbang kota, saudara-saudara seperguruannya melakukan berbagai hal yang kejam kepadanya. Dia pergi ke gerbang lain, tetapi perlakuan saudara-saudaranya di sana pun sama saja buruknya. Dia pergi ke gerbang yang ketiga dan disambut dengan cara yang sama. Ibrahim bin Adham menegaskan, “Dengar! Apa pun yang akan kalian lakukan terhadapku—walaupun kalian menumpahkan darahku atau mencoba membunuhku—tidak akan ada seorang pun yang bisa menghalangiku menjumpai Syaikh.”

Ketika akhirnya dia berhasil melewati gerbang kota, para saudaranya terus-menerus menendangi kedua tumitnya, meski dia telah mencapai rumah syaikhnya. Para pejalan tetap saja menendang, menendang, dan menendang. Ibrahim bin Adham tidak berkata sepatah pun. Dia terus saja berusaha untuk mencapai rumah syaikhnya. Ketika seorang darwis yang masih muda—yang agak terlalu bersemangat—menendang begitu keras sehingga kulit bagian belakang tumitnya terkelupas. Ibrahim bin Adham berbalik dan berkata dengan tenang, “Mengapa kalian lakukan semua ini kepadaku? Bukankah kalian tahu bahwa aku pun saudaramu? Aku juga seorang darwis. Apakah kalian masih saja menganggapku Sultan Balkh?”

Para darwis kemudian melaporkan hal ini kepada Syaikh, yang kemudian mengatakan, “Nah, lihatlah, dia belum berhasil mencapai maqam tertinggi. Dia masih belum melupakan siapa dirinya sebelumnya. Cita rasa kesultanan, nikmatnya kekuasaan seorang raja masih tertinggal di ingatan pangkal lidahnya dan dalam kenangannya.” []

0 komentar:

Agenda Harian

Semoga kita senantiasa terpacu untuk mengukir prestasi amal yang akan memperberat timbangan kebaikan di yaumil akhir, berikut rangkaian yang bisa dilakukan

1. Agenda pada sepertiga malam akhir

a. Menunaikan shalat tahajjud dengan memanjangkan waktu pada saat ruku’ dan sujud di dalamnya,

b. Menunaikan shalat witir

c. Duduk untuk berdoa dan memohon ampun kepada Allah hingga azan subuh

Rasulullah saw bersabda:

يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ فَيَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ

“Sesungguhnya Allah SWT selalu turun pada setiap malam menuju langit dunia saat 1/3 malam terakhir, dan Dia berkata: “Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku maka akan Aku kabulkan, dan barangsiapa yang meminta kepada-Ku maka akan Aku berikan, dan barangsiapa yang memohon ampun kepada-Ku maka akan Aku ampuni”. (HR. Bukhari Muslim)


2. Agenda Setelah Terbit Fajar

a. Menjawab seruan azan untuk shalat subuh

” الَّلهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا الَّذِي وَعَدْتَهُ “

“Ya Allah, Tuhan pemilik seruan yang sempurna ini, shalat yang telah dikumandangkan, berikanlah kepada Nabi Muhammad wasilah dan karunia, dan bangkitkanlah dia pada tempat yang terpuji seperti yang telah Engkau janjikan. (Ditashih oleh Al-Albani)

b. Menunaikan shalat sunnah fajar di rumah dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا

“Dua rakaat sunnah fajar lebih baik dari dunia dan segala isinya”. (Muslim)

وَ قَدْ قَرَأَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فِي رَكْعَتَي الْفَجْرِ قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُوْنَ وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدَ

“Nabi saw pada dua rakaat sunnah fajar membaca surat “Qul ya ayyuhal kafirun” dan “Qul huwallahu ahad”.

c. Menunaikan shalat subuh berjamaah di masjid –khususnya- bagi laki-laki.

Rasulullah saw bersabda:

وَلَوْ يَعْلَمُوْنَ مَا فِي الْعَتْمَةِ وَالصُّبْحِ لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا

“Sekiranya manusia tahu apa yang ada dalam kegelapan dan subuh maka mereka akan mendatanginya walau dalam keadaan tergopoh-gopoh” (Muttafaqun alaih)

بَشِّرِ الْمَشَّائِيْنَ فِي الظّلَمِ إِلَى الْمَسَاجِدِ بِالنُّوْرِ التَّامِّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Berikanlah kabar gembira kepada para pejalan di kegelapan menuju masjid dengan cahaya yang sempurna pada hari kiamat”. (Tirmidzi dan ibnu Majah)

d. Menyibukkan diri dengan doa, dzikir atau tilawah Al-Quran hingga waktu iqamat shalat

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ لاَ يُرَدُّ بَيْنَ الأَذَانِ وَالإِقَامَةِ

“Doa antara adzan dan iqamat tidak akan ditolak” (Ahmad dan Tirmidzi dan Abu Daud)

e. Duduk di masjid bagi laki-laki /mushalla bagi wanita untuk berdzikir dan membaca dzikir waktu pagi

Dalam hadits nabi disebutkan:

كَانَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” إَذَا صَلَّى الْفَجْرَ تَرَبَّعَ فِي مَجْلِسِهِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ الْحَسَنَاءُ

” Nabi saw jika selesai shalat fajar duduk di tempat duduknya hingga terbit matahari yang ke kuning-kuningan”. (Muslim)

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran.

Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya waktu fajar itu disaksikan (malaikat). (Al-Isra : 78) Dan memiliki komitmen sesuai kemampuannya untuk selalu:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah lebih banyak dari itu semua, maka akan menuai kebaikan berlimpah insya Allah.

3. Menunaikan shalat Dhuha walau hanya dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنْ الضُّحَى

“Setiap ruas tulang tubuh manusia wajib dikeluarkan sedekahnya, setiap hari ketika matahari terbit. Mendamaikan antara dua orang yang berselisih adalah sedekah, menolong orang dengan membantunya menaiki kendaraan atau mengangkat kan barang ke atas kendaraannya adalah sedekah, kata-kata yang baik adalah sedekah, tiap-tiap langkahmu untuk mengerjakan shalat adalah sedekah, dan membersihkan rintangan dari jalan adalah sedekah”. (Bukhari dan Muslim)

4. Berangkat kerja atau belajar dengan berharap karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمِلِ يَدِهِ، وَكَانَ دَاوُدُ لا يَأْكُلُ إِلا مِنْ عَمِلِ يَدِهِ

“Tidaklah seseorang memakan makanan, lebih baik dari yang didapat oleh tangannya sendiri, dan bahwa nabi Daud makan dari hasil tangannya sendiri”. (Bukhari)

Dalam hadits lainnya nabi juga bersabda:

مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang berjalan dalam rangka mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga”. (Muslim)

d. Menyibukkan diri dengan dzikir sepanjang hari

Allah berfirman :

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“Ketahuilah dengan berdzikir kepada Allah maka hati akan menjadi tenang” (Ra’ad : 28)

Rasulullah saw bersabda:

أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللهَ أَنْ تَمُوْتَ ولسانُك رَطْبٌ من ذِكْرِ الله

“Sebaik-baik perbuatan kepada Allah adalah saat engkau mati sementara lidahmu basah dari berdzikir kepada Allah” (Thabrani dan Ibnu Hibban) .

5. Agenda saat shalat Zhuhur

a. Menjawab azan untuk shalat Zhuhur, lalu menunaikan shalat Zhuhur berjamaah di Masjid khususnya bagi laki-laki

b. Menunaikan sunnah rawatib sebelum Zhuhur 4 rakaat dan 2 rakaat setelah Zhuhur

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ صَلَّى اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِي يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِيَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang shalat 12 rakaat pada siang dan malam hari maka Allah akan membangunkan baginya dengannya rumah di surga”. (Muslim).

6. Agenda saat dan setelah shalat Ashar

a. Menjawab azan untuk shalat Ashar, kemudian dilanjutkan dengan menunaikan shalat Ashar secara berjamaah di masjid

b. Mendengarkan nasihat di masjid (jika ada)

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ لا يُرِيدُ إِلا أَنْ يَتَعَلَّمَ خَيْرًا أَوْ يَعْلَمَهُ، كَانَ لَهُ كَأَجْرِ حَاجٍّ تَامًّا حِجَّتُهُ

“Barangsiapa yang pergi ke masjid tidak menginginkan yang lain kecuali belajar kebaikan atau mengajarkannya, maka baginya ganjaran haji secara sempurna”. (Thabrani – hasan shahih)

c. Istirahat sejenak dengan niat yang karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

وَإِنَّ لِبَدَنِكَ عَلَيْكَ حَقٌّ

“Sesungguhnya bagi setiap tubuh atasmu ada haknya”.

Agenda prioritas:

Membaca Al-Quran dan berkomitmen semampunya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan, maka akan menuai kebaikan yang berlimpah insya Allah.

7. Agenda sebelum Maghrib

a. Memperhatikan urusan rumah tangga – melakukan mudzakarah – Menghafal Al-Quran

b. Mendengarkan ceramah, nasihat, khutbah, untaian hikmah atau dakwah melalui media

c. Menyibukkan diri dengan doa

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ

“Doa adalah ibadah”

8. Agenda setelah terbenam matahari

a. Menjawab azan untuk shalat Maghrib

b. Menunaikan shalat Maghrib secara berjamaah di masjid (khususnya bagi laki-laki)

c. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Maghrib – 2 rakaat

d. Membaca dzikir sore

e. Mempersiapkan diri untuk shalat Isya lalu melangkahkan kaki menuju masjid

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ لِيَقْضِيَ فَرِيضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللَّهِ كَانَتْ خَطْوَتَاهُ إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ خَطِيئَةً وَالْأُخْرَى تَرْفَعُ دَرَجَةً

“Barangsiapa yang bersuci/berwudhu kemudian berjalan menuju salah satu dari rumah-rumah Allah untuk menunaikan salah satu kewajiban dari kewajiban Allah, maka langkah-langkahnya akan menggugurkan kesalahan dan yang lainnya mengangkat derajatnya”. (Muslim)

9. Agenda pada waktu shalat Isya

a. Menjawab azan untuk shalat Isya kemudian menunaikan shalat Isya secara jamaah di masjid

b. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Isya – 2 rakaat

c. Duduk bersama keluarga/melakukan silaturahim

d. Mendengarkan ceramah, nasihat dan untaian hikmah di Masjid

e. Dakwah melalui media atau lainnya

f. Melakukan mudzakarah

g. Menghafal Al-Quran

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran dengan berkomitmen sesuai dengan kemampuannya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan bacaan maka telah menuai kebaikan berlimpah insya Allah.


Apa yang kita jelaskan di sini merupakan contoh, sehingga tidak harus sama persis dengan yang kami sampaikan, kondisional tergantung masing-masing individu. Semoga ikhtiar ini bisa memandu kita untuk optimalisasi ibadah insya Allah. Allahu a’lam

Jazaakillah

Sedikit revisi dari : http://www.al-ikhwan.net/agenda-harian-ramadhan-menuju-bahagia-di-bulan-ramadhan-2989/

Isi Blog

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.