beranggapan_sialSegala puji bagi Allah tiada sesembahan yang berhak disembah selain Dia. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Kita paling mendengar ada yang beranggapan sial dengan nama anaknya. Buktinya, ketika anaknya di usia belia sakit-sakitan, maka ada yang beranggapan sial bahwa itu karena namanya yang terlalu berat. Ada juga yang menganggap bahwa karena salah nama, anaknya jadi bandel. Intinya, nama anak akhirnya yang disalahkan.
Beranggapan sial bukan hanya seperti di atas, banyak contohnya. Ujung-ujungnya beranggapan sial itu mengarah pada kesyirikan.
Memahami Thiyaroh atau Tathoyyur
Pembahasan beranggapan sial ini dalam bahasan akidah diistilahkan dengan thiyaroh atau tathoyyurThiyaroh berasal dari kata burung, artinya dahulu orang Arab Jahiliyah ketika memutuskan melakukan safar, mereka memutuskan dengan melihat pergerakan burung. Jika burung tersebut bergerak ke kanan, maka itu tanda perjalanannya akan baik. Jika burung tersebut bergerak ke kiri, maka itu tanda mereka harus mengurungkan melakukan safar karena bisa jadi terjadi musibah ketika di jalan.
Namun maksud thiyaroh di sini adalah umum, bukan hanya dengan burung saja. Thiyaroh adalah beranggapan sial ketika tertimpanya suatu musibah pada sesuatu yang bukan merupakan sebab dilihat dari sisi syar’i atau inderawi, baik itu dengan orang, dengan benda tertentu, dengan tumbuhan, dengan waktu, dengan angka tertentu atau dengan tempat tertentu.
Contoh dari thiyaroh atau beranggapan sial:
  1. Menganggap anak sakit-sakitan karena nama yang terlalu berat diemban sehingga harus ada penggantian nama.
  2. Mengganggap datangnya musibah itu karena si A yang baru datang ke kampung, sebelumnya tidak pernah terjadi. Sebagaimana dahulu Fir’aun beranggapan datangnya bencana gara-gara Nabi Musa ‘alaihis salam.
  3. Menganggap bulan Suro atau bulan Muharram adalah bulan keramat sehingga tidak boleh mengadakan hajatan, walimahan atau acara besar lainnya.
  4. Jika lewat di depan kuburan, selalu sial dan sering melihat hantu gentayangan.
  5. Anggapan sial dengan angka 13.
Thiyaroh Termasuk Akidah Jahiliyah
Beranggapan sial atau thiyaroh termasuk akidah jahiliyah. Bahkan sudah ada di masa sebelum Islam. Lihatlah bagaimana Fir’aun beranggapan sial pada Musa ‘alaihis salam dan pengikutnya. Ketika datang bencana mereka katakan itu gara-gara Musa. Namun ketika datang berbagai kebaikan, mereka katakana itu karena usaha kami sendiri, tanpa menyebut kenikmatan tersebut berasal dari Allah. Allah Ta’ala berfirman,
فَإِذَا جَاءَتْهُمُ الْحَسَنَةُ قَالُوا لَنَا هَذِهِ وَإِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَطَّيَّرُوا بِمُوسَى وَمَنْ مَعَهُ أَلَا إِنَّمَا طَائِرُهُمْ عِنْدَ اللَّهِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ
Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkata: "Itu adalah karena (usaha) kami". Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang besertanya. Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (QS. Al A’raf: 131).
Kesialan yang dianggap sesungguhnya tidaklah benar. Yang shahih, Musa dan orang beriman sebagai pengikutnya adalah sebab datangnya kebaikan dan barokah. Karena para Rasul ‘alaihimush sholaatu was salaam membuat perbaikan di muka bumi dengan ketaatan yang mereka perbuat, sehingga turunlah barokah. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آَمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya” (QS. Al A’raf: 96). Dan sebenarnya sebab datangnya musibah adalah karena pembakangan ahli maksiat, orang musyrik dan kafir, bukan dari orang beriman.
Kesialan dan bencana sebenarnya karena kekurang ajaran orang kafir itu sendiri. Sebagaimana hal ini dapat kita ambil pelajaran dari surat Yasin tentang kisah penduduk negeri yang mendustakan dua sampai tiga utusan Allah. Allah Ta’alaberfirman,
وَاضْرِبْ لَهُمْ مَثَلًا أَصْحَابَ الْقَرْيَةِ إِذْ جَاءَهَا الْمُرْسَلُونَ (13) إِذْ أَرْسَلْنَا إِلَيْهِمُ اثْنَيْنِ فَكَذَّبُوهُمَا فَعَزَّزْنَا بِثَالِثٍ فَقَالُوا إِنَّا إِلَيْكُمْ مُرْسَلُونَ (14) قَالُوا مَا أَنْتُمْ إِلَّا بَشَرٌ مِثْلُنَا وَمَا أَنْزَلَ الرَّحْمَنُ مِنْ شَيْءٍ إِنْ أَنْتُمْ إِلَّا تَكْذِبُونَ (15) قَالُوا رَبُّنَا يَعْلَمُ إِنَّا إِلَيْكُمْ لَمُرْسَلُونَ (16) وَمَا عَلَيْنَا إِلَّا الْبَلَاغُ الْمُبِينُ (17) قَالُوا إِنَّا تَطَيَّرْنَا بِكُمْ لَئِنْ لَمْ تَنْتَهُوا لَنَرْجُمَنَّكُمْ وَلَيَمَسَّنَّكُمْ مِنَّا عَذَابٌ أَلِيمٌ (18) قَالُوا طَائِرُكُمْ مَعَكُمْ أَئِنْ ذُكِّرْتُمْ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ مُسْرِفُونَ (19)
Dan buatlah bagi mereka suatu perumpamaan, yaitu penduduk suatu negeri ketika utusan-utusan datang kepada mereka. (yaitu) ketika Kami mengutus kepada mereka dua orang utusan, lalu mereka mendustakan keduanya; kemudian Kami kuatkan dengan (utusan) yang ketiga, maka ketiga utusan itu berkata: "Sesungguhnya kami adalah orang-orang diutus kepadamu". Mereka menjawab: "Kamu tidak lain hanyalah manusia seperti kami dan Allah Yang Maha Pemurah tidak menurunkan sesuatupun, kamu tidak lain hanyalah pendusta belaka". Mereka berkata: "Rabb kami mengetahui bahwa sesungguhnya kami adalah orang yang diutus kepada kamu". Dan kewajiban kami tidak lain hanyalah menyampaikan (perintah Allah) dengan jelas". Mereka menjawab: "Sesungguhnya kami bernasib malang karena kamu, sesungguhnya jika kamu tidak berhenti (menyeru kami), niscaya kami akan merajam kamu dan kamu pasti akan mendapat siksa yang pedih dari kami". Utusan-utusan itu berkata: "Kemalangan kamu adalah karena kamu sendiri. Apakah jika kamu diberi peringatan (kamu bernasib malang)? Sebenarnya kamu adalah kaum yang melampui batas".” (QS. Yasin: 13-19). Penduduk negeri tersebut menganggap nasib sial menimpa mereka karena kedatangan para utusan tersebut. Namun hal itu dibantah oleh Allah Ta’ala. Allah Ta’ala nyatakan sendiri bahwa kesialan itu karena sebab pembangkangan penduduk itu sendiri.
Begitu pula orang-orang musyrik pernah menganggap datangnya nasib malang, itu karena Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam.Allah Ta’ala berfirman,
وَإِنْ تُصِبْهُمْ حَسَنَةٌ يَقُولُوا هَذِهِ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ وَإِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَقُولُوا هَذِهِ مِنْ عِنْدِكَ
Dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: "Ini adalah dari sisi Allah", dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: "Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)".” (QS. An Nisa’: 78).
Larangan Thiyaroh
Thiyaroh atau beranggapan sial termasuk kesyirikan sebagaimana dinyatakan dalam hadits.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ عَدْوَى ، وَلاَ طِيَرَةَ ، وَلاَ هَامَةَ ، وَلاَ صَفَرَ
Tidak dibenarkan menganggap penyakit menular dengan sendirinya (tanpa ketentuan Allah), tidak dibenarkan beranggapan sial, tidak dibenarkan pula beranggapan nasib malang karena tempat, juga tidak dibenarkan beranggapan sial di bulan Shafar” (HR. Bukhari no. 5757 dan Muslim no. 2220). Dalam hadits ini disebutkan tidak bolehnya beranggapan sial secara umum, juga pada tempat dan waktu tertentu seperti pada bulan Shafar. Di negeri kita yang terkenal adalah beranggapan sial dengan bulan Suro, maka itu pun sama terlarangnya.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« لاَ عَدْوَى ، وَلاَ طِيَرَةَ ، وَيُعْجِبُنِى الْفَأْلُ » . قَالُوا وَمَا الْفَأْلُ قَالَ « كَلِمَةٌ طَيِّبَةٌ »
Tidak dibenarkan menganggap penyakit menular dengan sendirinya (tanpa ketentuan Allah) dan tidak dibenarkan beranggapan sial. Sedangkan al fa’lu membuatkan takjub.” Para sahabat bertanya, “Apa itu al fa’lu?” “Kalimat yang baik (thoyyib)”, jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Bukhari no. 5776 dan Muslim no. 2224)
Apa beda al fa’lu dan thiyarohAl fa’lu adalah berangan kebaikan. Sedangkan thiyaroh adalah berperasaan akan datangnya keburukan. Berangan datangnya kebaikan adalah suatu anjuran karena hal ini termasuk husnu zhon (berprasangka baik) pada Allah. Contoh fa’lu adalah ketika kita mendengar ucapan-ucapan yang baik, maka cerialah hati kita. Atau kita melihat seorang yang tampil menawan hati, kita pun menjadi tenang, tanda mengharap kebaikan dan husnu zhon pada Allah. Fa’lu termasuk perkara yang baik. Dari sinilah mengapa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam takjub. Ketika mendengar nama atau ucapan yang baik atau berlalu di tempat kebaikan, hati menjadi tenang, dan tanda husnu zhon pada Allah. Demikian penjelasan Syaikhuna, Dr. Sholeh Al Fauzan dalam I’anatul Mustafid.
Dari ‘Abdullah bin Mas’ud, ia menyebutkan hadits secara marfu’ –sampai kepada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam-,
« الطِّيَرَةُ شِرْكٌ الطِّيَرَةُ شِرْكٌ ». ثَلاَثًا « وَمَا مِنَّا إِلاَّ وَلَكِنَّ اللَّهَ يُذْهِبُهُ بِالتَّوَكُّلِ ».
Beranggapan sial adalah kesyirikan, beranggapan sial adalah kesyirikan”. Beliau menyebutnya sampai tiga kali. Kemudian Ibnu Mas’ud berkata, “Tidak ada yang bisa sangkaan jelek dalam hatinya. Namun Allah-lah yang menghilangkan anggapan sial tersebut dengan tawakkal.” (HR. Abu Daud no. 3910 dan Ibnu Majah no. 3538. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih). Hadits ini dengan sangat jelas menunjukkan bahwa thiyaroh atau beranggapan sial termasuk bentuk syirik. Kesyirikan dalam masalah thiyaroh ini bisa dirinci menjadi dua:
  1. Jika menganggap bahwa yang mendatangkan manfaat dan mudhorot adalah makhluk, ini syirik akbar.
  2. Jika menganggap bahwa yang memberi manfaat atau mudhorot hanyalah Allah, namun makhluk hanyalah sebagai sebab, ini termasuk syirik ashgor.
Catatan: Tidak setiap anggapan jelek itu terlarang. Ada anggapan jelek yang masih dibolehkan selama ada sebab yang syar’i atau hissiy (inderawi). Seperti misalnya kita sudah mengetahui gerak-gerik si pencuri, dan kita berprasangka jelek padanya, maka ini ada bukti atau sebab, sehingga prasangka jelek ini tidak bermasalah.
Kuncinya Tawakkal
Anggapan sial mengurangi tauhid seorang muslim dan dinilai syirik. Penilaian syirik ini dilihat dari beberapa sisi: (1) bergantung pada sesuatu yang bukan sebab secara hakiki, (2) memutuskan suatu kejadian seakan-akan menentang takdir Allah, dan (3) mengurangi tauhid. Untuk menghilangkan persangkaan sial di sini hanyalah dengan tawakkal. Karena tawakkal terdapat ketergantungan hati pada Allah. Hadits yang telah lewat disebutkan, “Namun Allah-lah yang menghilangkan anggapan sial tersebut dengan tawakkal”.
Penulis Fathul Madjid (335) berkata, “Akan tetapi jika kita bertawakkal pada Allah dalam meraih maslahat dan menolak mudhorot, maka was-was untuk beranggapan sial akan hilang dengan izin Allah.”
Syaikh Sholeh Al Fauzan berkata, “Penyembuh dari beranggapan sial adalah dengan bertawakkal pada Allah. Kemudian meninggalkan anggapan sial dan tidak memiliki keraguan lagi dalam hati.” Ini perkataan beliau dalam I’anatul Mustafid (2: 16).
Ingatlah pelajaran dari firman Allah Ta’ala,
وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Ath Tholaq: 3).
Jangan menuduh kesialan itu pada tanggal, hari, angka, bulan, tempat atau nama anak. Buang jauh-jauh anggapan sial dan ganti dengan tawakkal pada Allah Ta’ala.  Ketika mendapatkan hal yang tidak mengenakkan, ucapkanlah:
اللَّهُمَّ لاَ يَأْتِى بِالْحَسَنَاتِ إِلاَّ أَنْتَ وَلاَ يَدْفَعُ السَّيِّئَاتِ إِلاَّ أَنْتَ وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِكَ
[Allahumma laa ya’ti bilhasanaati illa anta. Wa yadfa’us sayyi-ati illa anta. Wa laa hawla wa laa quwwata illa billah] “Ya Allah, tiada yang dapat mendatangkan kebaikan kecuali engkau. Tidak ada yang dapat menolak bahaya kecuali engkau. Tidak ada daya dan upaya melainkan denganmu.”
Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.
Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

Referensi:
  1. Faedah dari Durus Syaikh Dr. Sa’ad bin Nashir Asy Syitsriy Kamis 17 Rabi’ul Awwal 1433 H di Jami’ Syaikh Nashir Asy Syitsri, Riyadh, KSA, dalam bahasan Kitab Tauhid, tema “Maa Jaa-a fii Tathoyyur.
  2. Fathul Majid Syarh Kitab At Tauhid, Syaikh 'Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh, terbitan Darul Ifta', cetakan ketujuh, 1431 H.
  3. I’anatul Mustafid, Syaikh Dr. Sholeh bin Fauzan bin ‘Abdillah Al Fauzan, terbitan Muassasah Ar Risalah.
  4. Syarh Kitab At Tauhid, Syaikh Hamd bin 'Abdullah Al Hamd, terbitan Maktabah Ar Rusyd, cetakan kedua, 1431 H.

@ Ummul Hamam, Riyadh KSA, 17 Rabiul Awwal 1433 H

0 komentar:

Agenda Harian

Semoga kita senantiasa terpacu untuk mengukir prestasi amal yang akan memperberat timbangan kebaikan di yaumil akhir, berikut rangkaian yang bisa dilakukan

1. Agenda pada sepertiga malam akhir

a. Menunaikan shalat tahajjud dengan memanjangkan waktu pada saat ruku’ dan sujud di dalamnya,

b. Menunaikan shalat witir

c. Duduk untuk berdoa dan memohon ampun kepada Allah hingga azan subuh

Rasulullah saw bersabda:

يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ فَيَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ

“Sesungguhnya Allah SWT selalu turun pada setiap malam menuju langit dunia saat 1/3 malam terakhir, dan Dia berkata: “Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku maka akan Aku kabulkan, dan barangsiapa yang meminta kepada-Ku maka akan Aku berikan, dan barangsiapa yang memohon ampun kepada-Ku maka akan Aku ampuni”. (HR. Bukhari Muslim)


2. Agenda Setelah Terbit Fajar

a. Menjawab seruan azan untuk shalat subuh

” الَّلهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا الَّذِي وَعَدْتَهُ “

“Ya Allah, Tuhan pemilik seruan yang sempurna ini, shalat yang telah dikumandangkan, berikanlah kepada Nabi Muhammad wasilah dan karunia, dan bangkitkanlah dia pada tempat yang terpuji seperti yang telah Engkau janjikan. (Ditashih oleh Al-Albani)

b. Menunaikan shalat sunnah fajar di rumah dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا

“Dua rakaat sunnah fajar lebih baik dari dunia dan segala isinya”. (Muslim)

وَ قَدْ قَرَأَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فِي رَكْعَتَي الْفَجْرِ قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُوْنَ وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدَ

“Nabi saw pada dua rakaat sunnah fajar membaca surat “Qul ya ayyuhal kafirun” dan “Qul huwallahu ahad”.

c. Menunaikan shalat subuh berjamaah di masjid –khususnya- bagi laki-laki.

Rasulullah saw bersabda:

وَلَوْ يَعْلَمُوْنَ مَا فِي الْعَتْمَةِ وَالصُّبْحِ لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا

“Sekiranya manusia tahu apa yang ada dalam kegelapan dan subuh maka mereka akan mendatanginya walau dalam keadaan tergopoh-gopoh” (Muttafaqun alaih)

بَشِّرِ الْمَشَّائِيْنَ فِي الظّلَمِ إِلَى الْمَسَاجِدِ بِالنُّوْرِ التَّامِّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Berikanlah kabar gembira kepada para pejalan di kegelapan menuju masjid dengan cahaya yang sempurna pada hari kiamat”. (Tirmidzi dan ibnu Majah)

d. Menyibukkan diri dengan doa, dzikir atau tilawah Al-Quran hingga waktu iqamat shalat

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ لاَ يُرَدُّ بَيْنَ الأَذَانِ وَالإِقَامَةِ

“Doa antara adzan dan iqamat tidak akan ditolak” (Ahmad dan Tirmidzi dan Abu Daud)

e. Duduk di masjid bagi laki-laki /mushalla bagi wanita untuk berdzikir dan membaca dzikir waktu pagi

Dalam hadits nabi disebutkan:

كَانَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” إَذَا صَلَّى الْفَجْرَ تَرَبَّعَ فِي مَجْلِسِهِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ الْحَسَنَاءُ

” Nabi saw jika selesai shalat fajar duduk di tempat duduknya hingga terbit matahari yang ke kuning-kuningan”. (Muslim)

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran.

Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya waktu fajar itu disaksikan (malaikat). (Al-Isra : 78) Dan memiliki komitmen sesuai kemampuannya untuk selalu:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah lebih banyak dari itu semua, maka akan menuai kebaikan berlimpah insya Allah.

3. Menunaikan shalat Dhuha walau hanya dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنْ الضُّحَى

“Setiap ruas tulang tubuh manusia wajib dikeluarkan sedekahnya, setiap hari ketika matahari terbit. Mendamaikan antara dua orang yang berselisih adalah sedekah, menolong orang dengan membantunya menaiki kendaraan atau mengangkat kan barang ke atas kendaraannya adalah sedekah, kata-kata yang baik adalah sedekah, tiap-tiap langkahmu untuk mengerjakan shalat adalah sedekah, dan membersihkan rintangan dari jalan adalah sedekah”. (Bukhari dan Muslim)

4. Berangkat kerja atau belajar dengan berharap karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمِلِ يَدِهِ، وَكَانَ دَاوُدُ لا يَأْكُلُ إِلا مِنْ عَمِلِ يَدِهِ

“Tidaklah seseorang memakan makanan, lebih baik dari yang didapat oleh tangannya sendiri, dan bahwa nabi Daud makan dari hasil tangannya sendiri”. (Bukhari)

Dalam hadits lainnya nabi juga bersabda:

مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang berjalan dalam rangka mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga”. (Muslim)

d. Menyibukkan diri dengan dzikir sepanjang hari

Allah berfirman :

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“Ketahuilah dengan berdzikir kepada Allah maka hati akan menjadi tenang” (Ra’ad : 28)

Rasulullah saw bersabda:

أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللهَ أَنْ تَمُوْتَ ولسانُك رَطْبٌ من ذِكْرِ الله

“Sebaik-baik perbuatan kepada Allah adalah saat engkau mati sementara lidahmu basah dari berdzikir kepada Allah” (Thabrani dan Ibnu Hibban) .

5. Agenda saat shalat Zhuhur

a. Menjawab azan untuk shalat Zhuhur, lalu menunaikan shalat Zhuhur berjamaah di Masjid khususnya bagi laki-laki

b. Menunaikan sunnah rawatib sebelum Zhuhur 4 rakaat dan 2 rakaat setelah Zhuhur

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ صَلَّى اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِي يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِيَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang shalat 12 rakaat pada siang dan malam hari maka Allah akan membangunkan baginya dengannya rumah di surga”. (Muslim).

6. Agenda saat dan setelah shalat Ashar

a. Menjawab azan untuk shalat Ashar, kemudian dilanjutkan dengan menunaikan shalat Ashar secara berjamaah di masjid

b. Mendengarkan nasihat di masjid (jika ada)

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ لا يُرِيدُ إِلا أَنْ يَتَعَلَّمَ خَيْرًا أَوْ يَعْلَمَهُ، كَانَ لَهُ كَأَجْرِ حَاجٍّ تَامًّا حِجَّتُهُ

“Barangsiapa yang pergi ke masjid tidak menginginkan yang lain kecuali belajar kebaikan atau mengajarkannya, maka baginya ganjaran haji secara sempurna”. (Thabrani – hasan shahih)

c. Istirahat sejenak dengan niat yang karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

وَإِنَّ لِبَدَنِكَ عَلَيْكَ حَقٌّ

“Sesungguhnya bagi setiap tubuh atasmu ada haknya”.

Agenda prioritas:

Membaca Al-Quran dan berkomitmen semampunya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan, maka akan menuai kebaikan yang berlimpah insya Allah.

7. Agenda sebelum Maghrib

a. Memperhatikan urusan rumah tangga – melakukan mudzakarah – Menghafal Al-Quran

b. Mendengarkan ceramah, nasihat, khutbah, untaian hikmah atau dakwah melalui media

c. Menyibukkan diri dengan doa

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ

“Doa adalah ibadah”

8. Agenda setelah terbenam matahari

a. Menjawab azan untuk shalat Maghrib

b. Menunaikan shalat Maghrib secara berjamaah di masjid (khususnya bagi laki-laki)

c. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Maghrib – 2 rakaat

d. Membaca dzikir sore

e. Mempersiapkan diri untuk shalat Isya lalu melangkahkan kaki menuju masjid

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ لِيَقْضِيَ فَرِيضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللَّهِ كَانَتْ خَطْوَتَاهُ إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ خَطِيئَةً وَالْأُخْرَى تَرْفَعُ دَرَجَةً

“Barangsiapa yang bersuci/berwudhu kemudian berjalan menuju salah satu dari rumah-rumah Allah untuk menunaikan salah satu kewajiban dari kewajiban Allah, maka langkah-langkahnya akan menggugurkan kesalahan dan yang lainnya mengangkat derajatnya”. (Muslim)

9. Agenda pada waktu shalat Isya

a. Menjawab azan untuk shalat Isya kemudian menunaikan shalat Isya secara jamaah di masjid

b. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Isya – 2 rakaat

c. Duduk bersama keluarga/melakukan silaturahim

d. Mendengarkan ceramah, nasihat dan untaian hikmah di Masjid

e. Dakwah melalui media atau lainnya

f. Melakukan mudzakarah

g. Menghafal Al-Quran

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran dengan berkomitmen sesuai dengan kemampuannya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan bacaan maka telah menuai kebaikan berlimpah insya Allah.


Apa yang kita jelaskan di sini merupakan contoh, sehingga tidak harus sama persis dengan yang kami sampaikan, kondisional tergantung masing-masing individu. Semoga ikhtiar ini bisa memandu kita untuk optimalisasi ibadah insya Allah. Allahu a’lam

Jazaakillah

Sedikit revisi dari : http://www.al-ikhwan.net/agenda-harian-ramadhan-menuju-bahagia-di-bulan-ramadhan-2989/

Isi Blog

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.