Larangan Menyerupai Yahudi dan Nasrani dalam Menjadikan Kuburan Sebagai Tempat Ibadah. Tree Grave - Courtesy of Deborah Sandidge www.betterphoto.comSebagaimana kita ketahui, Islam adalah agama tauhid yang menegakan peribadahan hanya kepada Allah semata. Dakwah tauhid ini diserukan tidak hanya oleh Rasulullah Muhammad shalallahu ‘alaihi wa salam, tapi juga oleh seluruh Nabi dan Rasul. Dalam sebuah surat dalam al-Qur’an, yaitu Surat al-A’raf, Allah menyebut kisah beberapa Rasul yang mendakwahkan tauhid:
“Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya lalu ia berkata: “Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya.” Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar (kiamat).” (QS al-A’raf: 59)
“Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum Ad saudara mereka, Hud. Ia berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Maka mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya?”(QS al-A’raf: 65)
“Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum Tsamud saudara mereka, Saleh. Ia berkata. “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya.” (QS al-A’raf: 73)
“Dan (Kami telah mengutus) kepada penduduk Madyan saudara mereka, Syuaib. Ia berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya.” (QS al-A’raf: 85)
Maka tidaklah mengherankan jika Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam sangat memperhatikan masalah tauhid ini. Beliau berdakwah menitikberatkan pada masalah tauhid selama 13 tahun di Mekah. Berbagai hal yang bertentangan dengan tauhid pun telah dijelaskan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam. Di antara perbuatan yang bisa menghilangkan atau mengurangi tauhid adalah mengaku mengetahui ilmu ghaib, sihir dan perdukunan, mengagungkan berhala atau patung-patung, berkurban untuk selain Allah, mengolok-olok agama, bertawasul kepada selain Allah atau bersumpah dengan selain nama Allah.
Di antara hal yang sangat dikhawatirkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam terhadap umatnya adalah beribadah di kuburan atau menjadikan kubur sebagai tempat ibadah. Beberapa hadits yang menyebutkan pelarangan ini adalah sebagai berikut:
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia bercerita, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam pernah bersabda ketika beliau sakit dan dalam keadaan berbaring,
لَعَنَ اللهُ الْيَهُوْدَ وَالنَّصَارَى اِتَّخَذُوْا قُبُوْرَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ
“Semoga laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani, mereka menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai tempat ibadah (masjid).”
‘Aisyah berkata, “Kalau bukan karena (laknat) itu, niscaya kuburan beliau akan ditempatkan di tempat terbuka, hanya saja beliau takut kuburannya itu akan dijadikan sebagai masjid.” [1]
Dalam hadits lain, dari ‘Aisyah dan Ibnu Abbas, bahwasanya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam menghadapi sakaratul maut, maka beliau menempelkan ujung baju beliau ke wajah beliau sendiri. Dan ketika ujung baju itu telah menutupi wajahnya, maka beliau membukanya kembali seraya bersabda, “Laknat Allah atas orang-orang Yahudi dan Nasrani, mereka telah menjadikan makam Nabi-Nabi mereka sebagai masjid.” ‘Aisyah mengatakan, “Beliau memperingatkan agar tidak melakukan seperti apa yang mereka lakukan.” [2]
Al-Hafizh Ibnu Hajar mengemukakan, “Seakan-akan Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam telah mengetahui bahwa beliau akan pergi
Larangan menjadikan kuburan sebagai tempat ibadah.
Gereja Augustias di Portugal. Gereja yang dibangun di atas kubur Agostinho Xavier de Silva Vidigal yang meninggal pada tahun 1843.
selamanya melalui sakit yang beliau derita, sehingga beliau khawatir makam beliau akan diagung-agungkan seperti yang telah dilakukan orang-orang terdahulu. Oleh karena itu, beliau melaknat orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai isyarat yang menunjukkan celaan bagi orang-orang yang berbuat seperti perbuatan mereka.”
Dalam hadits lain, dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia bercerita, ketika Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam jatuh sakit, maka beberapa orang isteri beliau sempat membicarakan tentang sebuah gereja yang terdapat di negeri Habasyah (Ethiopia), yang diberi nama Maria – Ummu Salamah dan Ummu Habibah sudah pernah mendatangi negeri Habasyah – kemudian mereka menceritakan tentang keindahan gereja dan gambar-gambar yang terdapat di dalamnya. ‘Aisyah bercerita, “(Kemudian nabi shalallahu ‘alaihi wa salam mengangkat kepalanya) seraya berucap, “Mereka itu adalah orang-orang yang jika ada orang shalih di antara mereka yang meninggal dunia, maka mereka akan membangun masjid di makamnya itu lalu mereka memberi barbagai macam gambar di tempat tersebut. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk di sisi Allah (pada hari kiamat kelak).” [3]
Pengertian Menjadikan Makam Sebagai Masjid
Ibnu Hajar al-Haitami mengatakan di dalam kitab az-Zawaajir (I/121), “Menjadikan makam sebagai masjid berarti shalat di atasnya atau dengan menghadap ke arahnya.”
Larangan menyerupai Yahudi dan Nasrani dalam menjadikan kubur sebagai tempat ibadah.
Gereja St Servatius di Belanda yang dibangun di atas kubur pendeta St Servatius yang meninggal tahun 384. Telah menjadi tempat ziarah selama berabad-abad.
Imam al-Bukhari menerjemahkan hadits pertama dengan mengatakan, “Bab Maa Yukrahu min Ittikhaadzil Masaajid ‘alal Qubuur (Bab Dimakruhkan Membangun Masjid di Atas Kuburan).” Beliau mengisyaratkan bahwa larangan menjadikan kuburan sebagai masjid berkonsekuensi pada larangan membangun masjid di atasnya.
Tidak ada perbedaan antara membangun masjid di atas kuburan dengan menempatkan kuburan di dalam masjid, sehingga keduanya sama-sama diharamkan. Hal ini menunjukan bahwa masjid dan kuburan itu tidak dapat dikumpulkan dalam satu tempat dan berkumpulnya dua hal tersebut bertentangan dengan tauhid dan ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan karena keikhlasan inilah masjid itu dibangun. Allah berfirman,
وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَدًا
“Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seorang pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.” (QS al-Jin: 18)
Al-Manawi di dalam kitab Faidhul Qadiir mengatakan, “Artinya, mereka menjadikan makam para Nabi itu sebagai arah kiblat mereka dengan keyakinan mereka yang salah. Dan menjadikan makam itu sebagai masjid menuntut keharusan pembangunan masjid di atasnya dan juga sebaliknya. Hal demikian itu menjelaskan sebab dilaknatnya mereka, yaitu karena tindakan tersebut mengandung sikap berlebihan dalam pengagungan. Al-Qadhi (yakni al-Baidhawi) mengatakan, “Orang-orang Yahudi bersujud kepada makam para Nabi sebagai pengagungan terhadap mereka dan menjadikannya sebagai kiblat, mereka juga menghadap ke makam itu dalam mengerjakan shalat dan ibadah lainnya, sehingga dengan demikian mereka telah menjadikannya sebagai berhala yang dilaknat oleh Allah. Dan Allah telah melarang kaum muslimin melakukan hal tersebut.”
Kenyataan yang ada akibat perbuatan menempatkan kuburan di masjid (atau sebaliknya) adalah berbagai penyimpangan dalam beribadah. Di antaranya berupa pengagungan terhadap penghuni kubur yang dianggap orang shalih lantas menjadikan kubur tersebut sebagai sarana bertaqarrub kepada Allah dengan melakukan berbagai ibadah seperti shalat,  dzikir dan berdo’a. Terlebih lagi jika mereka menjadikan penghuni kubur sebagai perantara dalam berdo’a kepada Allah atau memiliki keyakinan bahwa penghuni kubur tersebut berkuasa untuk dimintai pertolongan atau menghindari mudharat. Padahal Allah berfirman,
“Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.” (QS az-Zumar: 3)
***
Rujukan:
1. Larangan Shalat di Masjid yang Dibangun di Atas Kubur, Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, Pustaka Imam asy-Syafi’i, 2004
2. Kitab Tauhid 3, DR. Shalih bin Fauzan bin Abdullah al-Fauzan, Darul Haq, 1999
[1] Diriwayatkan oleh al-Bukhari (III/156, 198 dan VIII/114), Muslim (II/67)
[2] Diriwayatkan oleh al-Bukhari (I/422, VI/386 dan VIII/116), Muslim (II/67), Abu Awanah (I/399), an-Nasa’i (I/115) dll.
[3] Diriwayatkan oleh al-Bukhari (I/416 dan 422), Muslim (II/66), an-Nasa’i (I/115), Ahmad (VI/51) dll.

0 komentar:

Agenda Harian

Semoga kita senantiasa terpacu untuk mengukir prestasi amal yang akan memperberat timbangan kebaikan di yaumil akhir, berikut rangkaian yang bisa dilakukan

1. Agenda pada sepertiga malam akhir

a. Menunaikan shalat tahajjud dengan memanjangkan waktu pada saat ruku’ dan sujud di dalamnya,

b. Menunaikan shalat witir

c. Duduk untuk berdoa dan memohon ampun kepada Allah hingga azan subuh

Rasulullah saw bersabda:

يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ فَيَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ

“Sesungguhnya Allah SWT selalu turun pada setiap malam menuju langit dunia saat 1/3 malam terakhir, dan Dia berkata: “Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku maka akan Aku kabulkan, dan barangsiapa yang meminta kepada-Ku maka akan Aku berikan, dan barangsiapa yang memohon ampun kepada-Ku maka akan Aku ampuni”. (HR. Bukhari Muslim)


2. Agenda Setelah Terbit Fajar

a. Menjawab seruan azan untuk shalat subuh

” الَّلهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا الَّذِي وَعَدْتَهُ “

“Ya Allah, Tuhan pemilik seruan yang sempurna ini, shalat yang telah dikumandangkan, berikanlah kepada Nabi Muhammad wasilah dan karunia, dan bangkitkanlah dia pada tempat yang terpuji seperti yang telah Engkau janjikan. (Ditashih oleh Al-Albani)

b. Menunaikan shalat sunnah fajar di rumah dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا

“Dua rakaat sunnah fajar lebih baik dari dunia dan segala isinya”. (Muslim)

وَ قَدْ قَرَأَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فِي رَكْعَتَي الْفَجْرِ قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُوْنَ وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدَ

“Nabi saw pada dua rakaat sunnah fajar membaca surat “Qul ya ayyuhal kafirun” dan “Qul huwallahu ahad”.

c. Menunaikan shalat subuh berjamaah di masjid –khususnya- bagi laki-laki.

Rasulullah saw bersabda:

وَلَوْ يَعْلَمُوْنَ مَا فِي الْعَتْمَةِ وَالصُّبْحِ لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا

“Sekiranya manusia tahu apa yang ada dalam kegelapan dan subuh maka mereka akan mendatanginya walau dalam keadaan tergopoh-gopoh” (Muttafaqun alaih)

بَشِّرِ الْمَشَّائِيْنَ فِي الظّلَمِ إِلَى الْمَسَاجِدِ بِالنُّوْرِ التَّامِّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Berikanlah kabar gembira kepada para pejalan di kegelapan menuju masjid dengan cahaya yang sempurna pada hari kiamat”. (Tirmidzi dan ibnu Majah)

d. Menyibukkan diri dengan doa, dzikir atau tilawah Al-Quran hingga waktu iqamat shalat

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ لاَ يُرَدُّ بَيْنَ الأَذَانِ وَالإِقَامَةِ

“Doa antara adzan dan iqamat tidak akan ditolak” (Ahmad dan Tirmidzi dan Abu Daud)

e. Duduk di masjid bagi laki-laki /mushalla bagi wanita untuk berdzikir dan membaca dzikir waktu pagi

Dalam hadits nabi disebutkan:

كَانَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” إَذَا صَلَّى الْفَجْرَ تَرَبَّعَ فِي مَجْلِسِهِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ الْحَسَنَاءُ

” Nabi saw jika selesai shalat fajar duduk di tempat duduknya hingga terbit matahari yang ke kuning-kuningan”. (Muslim)

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran.

Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya waktu fajar itu disaksikan (malaikat). (Al-Isra : 78) Dan memiliki komitmen sesuai kemampuannya untuk selalu:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah lebih banyak dari itu semua, maka akan menuai kebaikan berlimpah insya Allah.

3. Menunaikan shalat Dhuha walau hanya dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنْ الضُّحَى

“Setiap ruas tulang tubuh manusia wajib dikeluarkan sedekahnya, setiap hari ketika matahari terbit. Mendamaikan antara dua orang yang berselisih adalah sedekah, menolong orang dengan membantunya menaiki kendaraan atau mengangkat kan barang ke atas kendaraannya adalah sedekah, kata-kata yang baik adalah sedekah, tiap-tiap langkahmu untuk mengerjakan shalat adalah sedekah, dan membersihkan rintangan dari jalan adalah sedekah”. (Bukhari dan Muslim)

4. Berangkat kerja atau belajar dengan berharap karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمِلِ يَدِهِ، وَكَانَ دَاوُدُ لا يَأْكُلُ إِلا مِنْ عَمِلِ يَدِهِ

“Tidaklah seseorang memakan makanan, lebih baik dari yang didapat oleh tangannya sendiri, dan bahwa nabi Daud makan dari hasil tangannya sendiri”. (Bukhari)

Dalam hadits lainnya nabi juga bersabda:

مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang berjalan dalam rangka mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga”. (Muslim)

d. Menyibukkan diri dengan dzikir sepanjang hari

Allah berfirman :

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“Ketahuilah dengan berdzikir kepada Allah maka hati akan menjadi tenang” (Ra’ad : 28)

Rasulullah saw bersabda:

أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللهَ أَنْ تَمُوْتَ ولسانُك رَطْبٌ من ذِكْرِ الله

“Sebaik-baik perbuatan kepada Allah adalah saat engkau mati sementara lidahmu basah dari berdzikir kepada Allah” (Thabrani dan Ibnu Hibban) .

5. Agenda saat shalat Zhuhur

a. Menjawab azan untuk shalat Zhuhur, lalu menunaikan shalat Zhuhur berjamaah di Masjid khususnya bagi laki-laki

b. Menunaikan sunnah rawatib sebelum Zhuhur 4 rakaat dan 2 rakaat setelah Zhuhur

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ صَلَّى اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِي يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِيَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang shalat 12 rakaat pada siang dan malam hari maka Allah akan membangunkan baginya dengannya rumah di surga”. (Muslim).

6. Agenda saat dan setelah shalat Ashar

a. Menjawab azan untuk shalat Ashar, kemudian dilanjutkan dengan menunaikan shalat Ashar secara berjamaah di masjid

b. Mendengarkan nasihat di masjid (jika ada)

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ لا يُرِيدُ إِلا أَنْ يَتَعَلَّمَ خَيْرًا أَوْ يَعْلَمَهُ، كَانَ لَهُ كَأَجْرِ حَاجٍّ تَامًّا حِجَّتُهُ

“Barangsiapa yang pergi ke masjid tidak menginginkan yang lain kecuali belajar kebaikan atau mengajarkannya, maka baginya ganjaran haji secara sempurna”. (Thabrani – hasan shahih)

c. Istirahat sejenak dengan niat yang karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

وَإِنَّ لِبَدَنِكَ عَلَيْكَ حَقٌّ

“Sesungguhnya bagi setiap tubuh atasmu ada haknya”.

Agenda prioritas:

Membaca Al-Quran dan berkomitmen semampunya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan, maka akan menuai kebaikan yang berlimpah insya Allah.

7. Agenda sebelum Maghrib

a. Memperhatikan urusan rumah tangga – melakukan mudzakarah – Menghafal Al-Quran

b. Mendengarkan ceramah, nasihat, khutbah, untaian hikmah atau dakwah melalui media

c. Menyibukkan diri dengan doa

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ

“Doa adalah ibadah”

8. Agenda setelah terbenam matahari

a. Menjawab azan untuk shalat Maghrib

b. Menunaikan shalat Maghrib secara berjamaah di masjid (khususnya bagi laki-laki)

c. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Maghrib – 2 rakaat

d. Membaca dzikir sore

e. Mempersiapkan diri untuk shalat Isya lalu melangkahkan kaki menuju masjid

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ لِيَقْضِيَ فَرِيضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللَّهِ كَانَتْ خَطْوَتَاهُ إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ خَطِيئَةً وَالْأُخْرَى تَرْفَعُ دَرَجَةً

“Barangsiapa yang bersuci/berwudhu kemudian berjalan menuju salah satu dari rumah-rumah Allah untuk menunaikan salah satu kewajiban dari kewajiban Allah, maka langkah-langkahnya akan menggugurkan kesalahan dan yang lainnya mengangkat derajatnya”. (Muslim)

9. Agenda pada waktu shalat Isya

a. Menjawab azan untuk shalat Isya kemudian menunaikan shalat Isya secara jamaah di masjid

b. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Isya – 2 rakaat

c. Duduk bersama keluarga/melakukan silaturahim

d. Mendengarkan ceramah, nasihat dan untaian hikmah di Masjid

e. Dakwah melalui media atau lainnya

f. Melakukan mudzakarah

g. Menghafal Al-Quran

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran dengan berkomitmen sesuai dengan kemampuannya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan bacaan maka telah menuai kebaikan berlimpah insya Allah.


Apa yang kita jelaskan di sini merupakan contoh, sehingga tidak harus sama persis dengan yang kami sampaikan, kondisional tergantung masing-masing individu. Semoga ikhtiar ini bisa memandu kita untuk optimalisasi ibadah insya Allah. Allahu a’lam

Jazaakillah

Sedikit revisi dari : http://www.al-ikhwan.net/agenda-harian-ramadhan-menuju-bahagia-di-bulan-ramadhan-2989/

Isi Blog

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.