Jika Imam Qunut Subuh Apakah Makmum Harus Ikut Qunut? Kapankah Makmum Harus Sesuai Imam dan Kapankah Boleh berbeda?

PrintPDF
Bookmark and Share
gelasPertanyaan : Assalamu'alaikum ustadz...barokallahu fiik, ada beberapa pertanyaan yang mengganjal, terutama terkait kondisi mengikuti imam dalam sholat.

1. Bagaimana bila kita tahu dari kebiasaannya selama ini imam duduk tawarruk, apakah kita juga duduk tawarruk tatkala raka'at terakhir sholat subuh?

2. juga, bagaimana bila kita tidak tahu kebiasaan duduk imam (misalnya karena kita ada di masjid lain)?

3. bila kita ada di shaf pertama dan ada persis di sekitar belakang imam, apakah boleh kita melihat sejenak ke arah imam untuk melihat bagaimana ia duduk? atau, sebaliknya, bagaimana kalau kita ada di shaf kedua, ketiga, dst. tapi benar-2 tdk tahu kebiasaan duduk imam?
jazakallahu khoir ustadz... wassalamu'alaikum

Jawab :

Pertanyaan seperti ini sama dengan pertanyaan-pertanyaan berikut ini:
-    Apakah jika imam menggerak-gerakan jarinya tatkala tasyahhud maka makmum juga harus ikut menggerak-gerakan jarinya, padahal sang makmum tidak meyakini akan sunnahnya menggerak-gerakan jari tatkala tasyahhud? Dan jika sebaliknya?

-     Apakah jika imam mengangkat kedua tangan tatkala hendak sujud maka makmum juga harus mengangkat kedua tangannya (padahal sang makmum tidak meyakini disunnahkannya hal tersebut)? Dan jika sebaliknya?

-     Apakah jika imam hendak sujud dengan meletakkan kedua lututnya terlebih dahulu sebelum kedua tangannya apakah makmum juga harus demikian?, sementara makmum meyakini didahulukannya kedua tangan sebelum kedua lutut?, dan jika sebaliknya?

-     Apakah jika imam melakukan duduk istirahat -tatkala hendak berdiri ke rakaat ke dua atau ke rakaat ke empat- maka makmum juga harus duduk istirahat (padahal sang makmum tidak meyakini adanya duduk istirahat)?, dan jika sebaliknya?

-     Apakah jika imam qunut subuh maka sang makmum juga harus qunut subuh? (padahal sang makmum meyakini tidak disyari'atkannya qunut subuh)

Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka kita harus paham apa saja perkara-perkara yang sang makmum harus mengikuti imam dan tidak boleh menyelisihinya?

Para pembaca yang budiman, nash yang berkaitan dengan permasalahan ini adalah sabda Nabi
إنما جُعِلَ الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ فإذا صلى قَائِمًا فَصَلُّوا قِيَامًا فإذا رَكَعَ فَارْكَعُوا وإذا رَفَعَ فَارْفَعُوا وإذا قال سمع الله لِمَنْ حَمِدَهُ فَقُولُوا رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ وإذا صلى قَائِمًا فَصَلُّوا قِيَامًا وإذا صلى جَالِسًا فَصَلُّوا جُلُوسًا أَجْمَعُونَ

"Hanyalah dijadikan imam adalah untuk diikuti, maka jika imam sholat berdiri maka sholatlah kalian (wahai para mekmum-pent) berdiri juga, jika imam ruku' maka ruku'lah kalian, dan jika imam bangkit maka bangkitlah, dan jika imam berkata "Sami'allahu liman hamidahu" ucapkanlah "Robbanaa wa lakalhamdu". Jika imam sholat berdiri maka sholatlah berdiri, dan jika imam sholat duduk maka sholatlah kalian seluruhnya dengan duduk" (HR Al-Bukhari no 657)

Rasulullah juga bersabda:
إنما جُعِلَ الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ فلا تَخْتَلِفُوا عليه فإذا رَكَعَ فَارْكَعُوا ...

"Hanyalah dijadikan imam untuk diikuti, maka janganlah kalian menyelisihinya, jika ia ruku' maka ruku'lah kalian…" (HR Al-Bukhari no 689)

Ibnu Hajar berkata, "Dan kondisi pengikut (makmum) adalah tidak mendahului orang yang diikutinya (imam), dan juga tidak menyertainya, dan juga tidak berdiri lebih maju di hadapannya, akan tetapi ia memperhatikan gerakan dan kondisi sang imam lalu ia segera menyusul sebagaimana gerakan sang imam"  (Fathul Baari 2/178)

Berkata An-Nawawi : "Hadits ini dalil akan wajibnya makmum untuk mengikuti imam dalam takbir, berdiri, duduk, ruku', sujud, dan hendaknya ia melakukannya setelah imam. Maka ia bertakbirotul ihroom setelah imam selesai bertakbirotul ihrom. Jika bertakbirotul ihrom sebelum imam bertakbirotul ihrom maka tidak sah sholatnya. Ia ruku' setelah imam mulai ruku' dan sebelum imam berdiri dari ruku'. Jika ia menyertai imam (dalam ruku'-pent) atau mendahului imam maka ia telah berbuat keburukan akan tetapi sholatnya tidak batal. Demikian juga sujud. Dan ia member salam setelah imam selesai salam, jika ia salam sebelum imam salam maka sholatnya batal, kecuali jika ia berniat untuk memisahkan diri dari jama'ah sholat. Dan ada khilaf dalam permasalahan ini..." (Al-Minhaaj 4/131)

An-Nawawi juga berkata, "Adapun sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam Hanyalah dijadikan imam untuk diikuti maka maknanya menurut Imam As-Syafi'i dan sekelompok ulama yaitu (diikuti) pada perbuatan-perbuatan (gerakan-gerakan) yang dzohir (nampak), karena boleh saja seseorang yang sholat fardu bermakmum kepada orang yang sholat sunnah dan sebaliknya, demikian juga seorang yang sholat asar bermakmum kepada orang yang sholat dzuhur dan sebaliknya.

Malik dan Abu Hanifah radhiallahu 'anhumaa dan para ulama yang lain berkata bahwasanya hal ini tidak diperbolehkan. Mereka berkata bahwasanya makna hadits adalah imam diikuti pada gerakan-gerakan dan juga pada niat (jadi niat harus sama antara imam dan makmum-pent). As-Syafii –radhiallahu 'anhu- dan para ulama yang sepakat dengannya berdalil dengan bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengimami (dua kelompok dari) para sahabat di Batn Nakhl tatkala sholat khouf dua kali, sekali bersama kelompok pertama dan yang kdua bersama kelompok yang kedua. Maka sholat beliau yang kedua adalah sunnah adapun (para sahabat dari kelompok yang kedua) yang bermakmum di belakang Nabi sholat mereka adalah fardhu. Demikian juga hadits Mu'adz tatkala beliau setelah sholat isya bersama Nabi maka beliaupun setelah itu mendatangi kaum beliau lalu mengimami mereka, maka sholat tersebut sunnah di sisi Mu'adz dan wajib di sisi kaumnya.

Hal ini menunjukan bahwa mengikuti imam hanya wajib pada perbuatan-perbuatan (gerakan-gerakan) yang dzohir (Al-Minhaaj 4/134)

Al-Hafidz Ibnu Hajar menjelaskan bahwa yang lebih menguatkan pendapat Imam An-Nawawi ini (madzhab As-Syafi'i) bahwasanya kewajiban mengikuti imam yang pada gerakan-gerakan yang dzhohir karena yang disebutkan oleh Nabi dalam hadits adalah ruku', takbir, bangkit dari ruku' dan semacamnya, adapun niat maka tidak disebutkan dalam hadits (lihat Fathul Baari 2/178)


Dari penjelasan di atas jelaslah bahwa makmum hanya wajib mengikuti gerakan-gerakan dzohir sang imam, jika sang imam bertakbir maka ia bertakbir pula, jika imam rukuk maka ia segera ruku' juga dan demikian juga jika imam duduk atau berdiri. Hal ini dimaksudkan agar makmum tidak mendahului imam atau terlambat mengikuti imam.

Adapun gerakan-gerakan yang tidak mengakibatkan penyelisihan terhadap imam berupa mendahului atau keterlambatan maka tidak wajib bagi makmum untuk mengikuti imam.

Sebagai contoh jika sang imam tatkala duduk tasyahhud sholat subuh dengan tawarruk sedangkan sang makmum meyakini sunnahnya duduk iftirosy maka tidak wajib bagi sang makmum untuk meniru cara duduk sang imam. Karena hal ini sama sekali tidak berkaitan dengan penyelisihan berupa mendahului atau keterlambatan.

Demikian juga jika ternyata sang imam tidak menggerak-gerakan jarinya sementara sang makmum meyakini sunnahnya menggerak-gerakan jari tatkala tasyahhud maka tidak wajib bagi sang makmum untuk mengikuti sang imam.

Syaikh Al-'Utsaimiin berkata, "Adapun perkara yang mengantarkan kepada penyelisihan imam maka imam harus diikuti (tidak boleh diselisihi-pent), adapun perkara yang tidak menyelisihi imam –seperti mengangkat kedua tangan tatkala hendak ruku' jika ternyata sang imam tidak mengangkat kedua tangannya sedangkan makmum memandang disyari'atkannya mengangkat kedua tangan- maka tidak mengapa bagi makmum untuk mengangkat kedua tangannya. Karena hal ini tidak mengakibatkan penyelisihan terhadap imam atau keterlambatan (dalam mengikuti imam).

Demikian juga halnya dalam masalah duduk, jika imam tidak duduk tawarruk sedangkan sang makmum memandang disyari'atkannya duduk tawarruk atau sebaliknya maka sang makmum tidak mengikuti sang imam, karena sang makmum tidak menyelisihi sang imam dan juga tidak terlambat (dalam mengikuti sang imam). (Majmuu' Fataawaa wa rosaail As-Syaikh Al-'Utsaimiin15/79)


Bagaimana jika sang imam tidak duduk istirahat?


Jika sang imam tidak duduk istirahat tatkala bangkit ke rakaat ke dua atau ke rakaat ke empat, sedangkan makmum memandang disyari'atkannya hal ini, maka apakah makmum tetap boleh duduk istirahat menyelisihi imam? Dan bagaimana jika perkaranya sebaliknya?

Syaikh Al-'Utsaimiin rahimahullah berkata, "Adapun jika (penyelisihan gerakan-pent) mengakibatkan keterlambatan makmum –misalnya makmum memandang disyari'atkannya duduk istirahat sementara sang imam tidak- maka makmum tidak duduk istirahat. Karena jika sang makmum duduk istirahat maka ia akan terlambat dari imam, padahal Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memerintah kita untuk bersegera dalam mengikuti imam, beliau bersabda, "Jika imam bertakbir maka bertakbirlah kalian, dan jika imam ruku maka ruku'lah…". Demikian juga jika perkaranya sebaliknya. Jika imam memandang disyari'atkannya duduk istirahat sementara sang makmum tidak, maka jika imam duduk istirahat  hendaknya sang makmum juga duduk meskipun sang makmum tidak memandang disyari'atkannya duduk istirahat, namun demi mengikuti imam. Inilah kaidah dalam mengikuti imam, yaitu makmum tidak melakukan hal yang menyebabkan penyelisihan atau keterlambatan" (Majmuu' Fataawaa wa rosaail As-Syaikh Al-'Utsaimiin15/79)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, "Telah valid bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam duduk istirahat, akan tetapi para ulama berselisih antara apakah Nabi melakukannya karena beliau sudah tua sehingga butuh untuk duduk istirahat?, ataukah Nabi melakukannya karena duduk istirahat merupakan sunnah dalam sholat?. Barangsiapa yang berpendapat dengan kemungkinan kedua maka menganggap duduk istirahat hukumnya mustahab sebagaimana pendapat As-Syafi'i dan salah satu riwayat dari Ahmad. Dan barangsiapa yang berpendapat dengan kemungkinan pertama maka tidak menganggap mutahabnya duduk istirahat kecuali jika memerlukannya sebagaimana pendapat Abu Hanifah, Malik, dan salah satu riwayat dari Ahmad.

Barangsiapa yang melakukan duduk istirahat maka tidak boleh diingkari meskipun posisinya sebagai makmum (sementara imam tidak melakukannya-pent) karena keterlambatannya mengikuti (imam yang tidak duduk istirahat) hanya sedikit dan tidak termasuk keterlambatan yang dilarang –menurut mereka yang berpendapat akan mustahabnya duduk istirahat-. Bukankah ini perbuatan yang merupakan perkara ijtihad? Karena sesungguhnya telah bertentangan antara melakukan sunnah ini –yaitu menurutnya- dengan bersegera mengikuti imam?, sesungguhnya mengikuti imam lebih utama daripada terlamabat. Akan tetapi keterlambatan tersebut hanya sedikit, maka perkaranya seperti jika imam berdiri dari tasyahhud awal sebelum makmum menyelesaikan (bacaan) tasyahhud awal padahal makmum memandang mustahabnya menyempurnakan bacaan tasyahhud awal (sehingga akhirnya sang makmum terlambat beridiri-pent). Atau seperti jika imam salam padahal sang makmum masih ingin berdoa sedikit lagi, apakah sang makmum segera salam ataukah menyempurnakan dahulu doanya?. Permasalahan-permasalahan seperti ini termasuk permasalahan ijtihad, dan yang paling kuat adalah bersegera mengikuti imam lebih utama dari pada terlambat karena melakukan perkara yang mustahab. Wallahu A'lam (Majmuu' Al-Fataawaa 22/452-453).


Bagaimana jika sang imam qunut subuh?



Ibnu Taimiyyah berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata إِنَّمَا جُعِلَ الإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ "Hanyalah dijadikan imam untuk diikuti" dan juga bersabda لاَ تَخْتَلِفُوْا عَلَى أَئِمَّتِكُمْ  "Janganlah kalian menyelisihi imam-imam kalian", dan telah valid juga dalam shahih bahwasanya beliau bersabda يُصَلُّوْنَ لَكُمْ فَإِنْ أَصَابُوْا فَلَكُمْ وَلَهُمْ، وَإِنْ أَخْطَأُوْا فَلَكُمْ، وَعَلَيْهِمْ  "Mereka (para imam) sholat bagi kalian, jika mereka benar maka pahalanya buat kalian dan buat mereka, dan jika mereka salah maka pahalanya bagi kalian dan kesalahan bagi mereka. Bukankah jika imam membaca surat setelah membaca Al-Fatihah pada dua rakaat yang terakhir dan memanjangkan bacaan surat tersebut maka wajib bagi makmum untuk mengikutinya (menunggunya-pent)?. Adapun mendahului imam maka hal ini tidak diperbolehkan, maka jika imam qunut maka tidak boleh makmum mendahuluinya, akan tetapi harus mengikuti imam. Oleh karenanya Abdullah bin Mas'uud mengingkari Utsman karena sholat empat rakaat (tatkala safar-pent) akan tetapi beliau sholat empat rakaat diimami oleh Utsman. Maka dikatakan kepada beliau kenapa beliau berbuat demikian, maka beliau berkata الخِلاَفُ شَرٌّ Perselisihan itu buruk" (Al-Fataawa Al-Kubro 1/229)

Beliau juga berkata, "Wajib bagi makmum untuk mengikuti imam pada perkara-perkara yang diperbolehkan ijtihad msekipun sang makmum tidak sependapat. Sebagaimana jika imam qunut subuh atau menambah jumlah takbir tatkala sholat janazah hingga tujuh kali. Akan tetapi jika sang imam meninggalkan satu perkara yang perkara tersebut menurut makmum adalah rukun atau syarat sholat maka ada khilaf (apakah makmum tetap mengikuti imam atau tidak?-pent)" (Jaami'ul Masaail 5/388)

Syaikh Ibnu 'Utsaimin berkata, “Lihatlah para Imam (kaum muslimin) yang benar-benar memahami nilai persatuan. Imam Ahmad rahimahullah berpendapat qunut shalat Subuh adalah bid’ah. Meskipun demikian beliau berkata, “Jika engkau shalat di belakang Imam yang qunut maka ikutilah qunutnya, dan aminkanlah doa imam tersebut.” Semua ini demi persatuan barisan dan hati, serta agar tidak timbul kebencian antara sebagian kita terhadap sebagian yang lain.” (Asy-Syarhul Mumti’ ‘ala Zaadil Mustaqni’ 4/86)


Kota Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, 09 Dzul Qo'dah 1431 H / 17 Oktober 2010 M

Abu Abdil Muhsin Firanda Andirja

Artikel: www.firanda.com

0 komentar:

Agenda Harian

Semoga kita senantiasa terpacu untuk mengukir prestasi amal yang akan memperberat timbangan kebaikan di yaumil akhir, berikut rangkaian yang bisa dilakukan

1. Agenda pada sepertiga malam akhir

a. Menunaikan shalat tahajjud dengan memanjangkan waktu pada saat ruku’ dan sujud di dalamnya,

b. Menunaikan shalat witir

c. Duduk untuk berdoa dan memohon ampun kepada Allah hingga azan subuh

Rasulullah saw bersabda:

يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ فَيَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ

“Sesungguhnya Allah SWT selalu turun pada setiap malam menuju langit dunia saat 1/3 malam terakhir, dan Dia berkata: “Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku maka akan Aku kabulkan, dan barangsiapa yang meminta kepada-Ku maka akan Aku berikan, dan barangsiapa yang memohon ampun kepada-Ku maka akan Aku ampuni”. (HR. Bukhari Muslim)


2. Agenda Setelah Terbit Fajar

a. Menjawab seruan azan untuk shalat subuh

” الَّلهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا الَّذِي وَعَدْتَهُ “

“Ya Allah, Tuhan pemilik seruan yang sempurna ini, shalat yang telah dikumandangkan, berikanlah kepada Nabi Muhammad wasilah dan karunia, dan bangkitkanlah dia pada tempat yang terpuji seperti yang telah Engkau janjikan. (Ditashih oleh Al-Albani)

b. Menunaikan shalat sunnah fajar di rumah dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا

“Dua rakaat sunnah fajar lebih baik dari dunia dan segala isinya”. (Muslim)

وَ قَدْ قَرَأَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فِي رَكْعَتَي الْفَجْرِ قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُوْنَ وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدَ

“Nabi saw pada dua rakaat sunnah fajar membaca surat “Qul ya ayyuhal kafirun” dan “Qul huwallahu ahad”.

c. Menunaikan shalat subuh berjamaah di masjid –khususnya- bagi laki-laki.

Rasulullah saw bersabda:

وَلَوْ يَعْلَمُوْنَ مَا فِي الْعَتْمَةِ وَالصُّبْحِ لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا

“Sekiranya manusia tahu apa yang ada dalam kegelapan dan subuh maka mereka akan mendatanginya walau dalam keadaan tergopoh-gopoh” (Muttafaqun alaih)

بَشِّرِ الْمَشَّائِيْنَ فِي الظّلَمِ إِلَى الْمَسَاجِدِ بِالنُّوْرِ التَّامِّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Berikanlah kabar gembira kepada para pejalan di kegelapan menuju masjid dengan cahaya yang sempurna pada hari kiamat”. (Tirmidzi dan ibnu Majah)

d. Menyibukkan diri dengan doa, dzikir atau tilawah Al-Quran hingga waktu iqamat shalat

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ لاَ يُرَدُّ بَيْنَ الأَذَانِ وَالإِقَامَةِ

“Doa antara adzan dan iqamat tidak akan ditolak” (Ahmad dan Tirmidzi dan Abu Daud)

e. Duduk di masjid bagi laki-laki /mushalla bagi wanita untuk berdzikir dan membaca dzikir waktu pagi

Dalam hadits nabi disebutkan:

كَانَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” إَذَا صَلَّى الْفَجْرَ تَرَبَّعَ فِي مَجْلِسِهِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ الْحَسَنَاءُ

” Nabi saw jika selesai shalat fajar duduk di tempat duduknya hingga terbit matahari yang ke kuning-kuningan”. (Muslim)

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran.

Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya waktu fajar itu disaksikan (malaikat). (Al-Isra : 78) Dan memiliki komitmen sesuai kemampuannya untuk selalu:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah lebih banyak dari itu semua, maka akan menuai kebaikan berlimpah insya Allah.

3. Menunaikan shalat Dhuha walau hanya dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنْ الضُّحَى

“Setiap ruas tulang tubuh manusia wajib dikeluarkan sedekahnya, setiap hari ketika matahari terbit. Mendamaikan antara dua orang yang berselisih adalah sedekah, menolong orang dengan membantunya menaiki kendaraan atau mengangkat kan barang ke atas kendaraannya adalah sedekah, kata-kata yang baik adalah sedekah, tiap-tiap langkahmu untuk mengerjakan shalat adalah sedekah, dan membersihkan rintangan dari jalan adalah sedekah”. (Bukhari dan Muslim)

4. Berangkat kerja atau belajar dengan berharap karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمِلِ يَدِهِ، وَكَانَ دَاوُدُ لا يَأْكُلُ إِلا مِنْ عَمِلِ يَدِهِ

“Tidaklah seseorang memakan makanan, lebih baik dari yang didapat oleh tangannya sendiri, dan bahwa nabi Daud makan dari hasil tangannya sendiri”. (Bukhari)

Dalam hadits lainnya nabi juga bersabda:

مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang berjalan dalam rangka mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga”. (Muslim)

d. Menyibukkan diri dengan dzikir sepanjang hari

Allah berfirman :

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“Ketahuilah dengan berdzikir kepada Allah maka hati akan menjadi tenang” (Ra’ad : 28)

Rasulullah saw bersabda:

أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللهَ أَنْ تَمُوْتَ ولسانُك رَطْبٌ من ذِكْرِ الله

“Sebaik-baik perbuatan kepada Allah adalah saat engkau mati sementara lidahmu basah dari berdzikir kepada Allah” (Thabrani dan Ibnu Hibban) .

5. Agenda saat shalat Zhuhur

a. Menjawab azan untuk shalat Zhuhur, lalu menunaikan shalat Zhuhur berjamaah di Masjid khususnya bagi laki-laki

b. Menunaikan sunnah rawatib sebelum Zhuhur 4 rakaat dan 2 rakaat setelah Zhuhur

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ صَلَّى اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِي يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِيَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang shalat 12 rakaat pada siang dan malam hari maka Allah akan membangunkan baginya dengannya rumah di surga”. (Muslim).

6. Agenda saat dan setelah shalat Ashar

a. Menjawab azan untuk shalat Ashar, kemudian dilanjutkan dengan menunaikan shalat Ashar secara berjamaah di masjid

b. Mendengarkan nasihat di masjid (jika ada)

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ لا يُرِيدُ إِلا أَنْ يَتَعَلَّمَ خَيْرًا أَوْ يَعْلَمَهُ، كَانَ لَهُ كَأَجْرِ حَاجٍّ تَامًّا حِجَّتُهُ

“Barangsiapa yang pergi ke masjid tidak menginginkan yang lain kecuali belajar kebaikan atau mengajarkannya, maka baginya ganjaran haji secara sempurna”. (Thabrani – hasan shahih)

c. Istirahat sejenak dengan niat yang karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

وَإِنَّ لِبَدَنِكَ عَلَيْكَ حَقٌّ

“Sesungguhnya bagi setiap tubuh atasmu ada haknya”.

Agenda prioritas:

Membaca Al-Quran dan berkomitmen semampunya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan, maka akan menuai kebaikan yang berlimpah insya Allah.

7. Agenda sebelum Maghrib

a. Memperhatikan urusan rumah tangga – melakukan mudzakarah – Menghafal Al-Quran

b. Mendengarkan ceramah, nasihat, khutbah, untaian hikmah atau dakwah melalui media

c. Menyibukkan diri dengan doa

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ

“Doa adalah ibadah”

8. Agenda setelah terbenam matahari

a. Menjawab azan untuk shalat Maghrib

b. Menunaikan shalat Maghrib secara berjamaah di masjid (khususnya bagi laki-laki)

c. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Maghrib – 2 rakaat

d. Membaca dzikir sore

e. Mempersiapkan diri untuk shalat Isya lalu melangkahkan kaki menuju masjid

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ لِيَقْضِيَ فَرِيضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللَّهِ كَانَتْ خَطْوَتَاهُ إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ خَطِيئَةً وَالْأُخْرَى تَرْفَعُ دَرَجَةً

“Barangsiapa yang bersuci/berwudhu kemudian berjalan menuju salah satu dari rumah-rumah Allah untuk menunaikan salah satu kewajiban dari kewajiban Allah, maka langkah-langkahnya akan menggugurkan kesalahan dan yang lainnya mengangkat derajatnya”. (Muslim)

9. Agenda pada waktu shalat Isya

a. Menjawab azan untuk shalat Isya kemudian menunaikan shalat Isya secara jamaah di masjid

b. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Isya – 2 rakaat

c. Duduk bersama keluarga/melakukan silaturahim

d. Mendengarkan ceramah, nasihat dan untaian hikmah di Masjid

e. Dakwah melalui media atau lainnya

f. Melakukan mudzakarah

g. Menghafal Al-Quran

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran dengan berkomitmen sesuai dengan kemampuannya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan bacaan maka telah menuai kebaikan berlimpah insya Allah.


Apa yang kita jelaskan di sini merupakan contoh, sehingga tidak harus sama persis dengan yang kami sampaikan, kondisional tergantung masing-masing individu. Semoga ikhtiar ini bisa memandu kita untuk optimalisasi ibadah insya Allah. Allahu a’lam

Jazaakillah

Sedikit revisi dari : http://www.al-ikhwan.net/agenda-harian-ramadhan-menuju-bahagia-di-bulan-ramadhan-2989/

Isi Blog

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.