Pembaca yang dirahmati Allah, telah kita ketahui bersama tentang pentingnya “tafaqquh fid diin“. Terlebih lagi di zaman sekarang, ilmu agama semakin sedikit orang yang mempelajarinya, sehingga yang banyak adalah orang-orang jahil namun mengaku berilmu. Ilmulah yang akan melindungi kita dari badai fitnah yang terus melanda.
Tidak diragukan lagi bahwa menuntut ilmu syar’i merupakan amal yang sangat mulia, bahkan ganjaran bagi orang yang menuntut menuntut ilmu sama halnya dengan orang yang pergi berjihad di jalan Allah sampai ia kembali. Namun perbuatan yang mulia ini, jika tidak diiringi dengan metode belajar yang benar, akan menjadi tidak teratur dan semrawut, serta hasil yang didapat pun tidak akan maksimal. Maka dari itu sangat penting bagi setiap penuntut ilmu untuk memperhatikan bagaimanakah cara belajar yang semestinya ditempuh.
[Ilmu Didapat Secara Bertahap]
Dalam menuntut ilmu sangat dibutuhkan kesabaran. Seseorang yang tidak sabar dalam menuntut ilmu, kerapkali berbuntut pada kebosanan dan dan akhirnya putus di tengah jalan. Semangatnya begitu membara di awal, tetapi setelah itu padam tanpa bekas. Apa masalahnya? Di antara masalahnya adalah metode menuntut ilmu yang tidak tepat, pembelajaran yang tidak berjenjang, dan tidak memprioritaskan penguatan kaidah dasar. Semestinya, seseorang mengambil ilmu sedikit demi sedikit sesuai dengan kadar kemampuannya, tentu saja disertai dengan semangat juang yang tinggi. Seseorang yang menuntut ilmu ibarat menaiki sebuah tangga. Untuk bisa mencapai bagian puncak dari tangga tersebut, maka dia harus memanjat dari bawah terlebih dahulu. Jika ia memaksakan untuk langsung menuju puncak, maka niscaya dia tidak akan mampu atau akibatnya dia akan celaka.
Ketahuilah, jika seseorang tergesa-gesa dalam menuntut ilmu, niscaya dia justru akan kehilangan seluruhnya, karena ilmu didapat seiring dengan berjalannya siang dan malam, setahap demi setahap dengan penuh kesabaran, bukan sekali dua kali duduk di manjelis atau sekali dua kali baca. Oleh karena itu para ulama sering menjelaskan :
( من لم يطقن ألأصول, حرم الوصول )
“Barangsiapa yang tidak menguasai materi-materi ushul (pokok/dasar), dia tidak akan memperoleh hasil”
Para ulama juga sering mengingatkan :
(من رام العلم جملة, ذهب عنه جملة )
“Barangsiapa yang mempelajari ilmu langsung sekaligus dalam jumlah yang banyak, akan banyak pula ilmu yang hilang” [Dinukil dariHilyatu tholibil ‘ilmi, Syaikh Bakr bin Abdillah Abu Zaid hafidzahullah]
[Mulailah dari yang Paling Penting]
Saudaraku, waktu yang kita miliki sangatlah terbatas. Kita harus pandai-pandai memanfaatkan waktu yang dimiliki, termasuk dalam menuntut ilmu, Dalam memperlajari ilmu, seseorang harus menguasai dasar yang kokoh sebagai bekal baginya untuk mendalami ilmu syariat yang lainnya. Contohlah cara Nabi kita dalam mengajari umatnya, beliau memulai dari perkara penting yang paling mendasar, yaitu ilmu tauhid. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda :
إنك تأتي قوماً من أهل الكتاب فليكن أول ما تدعوهم إليه شهادة أن لا إله إلا الله ـ وفي رواية: إلى أن يوحدوا الله ـ فإن هم أطاعوك لذلك، فأعلمهم أن الله افترض عليهم خمس صلوات في كل يوم وليلة، فإن هم أطاعوك لذلك: فأعلمهم أن الله افترض عليهم صدقة تؤخذ من أغنيائهم فترد على فقرائهم، فإن هم أطاعوك لذلك فإياك وكرائم أموالهم، واتق دعوة المظلوم، فإنه ليس بينها وبين الله حجاب
“Sesungguhnya kamu akan mendatangi suatu kaum dari Ahli Kitab, maka ajaklah mereka kepada persaksian bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Allah –dalam riwayat lain: kepada tauhidullah-. Jika mereka mentaatimu untuk hal tersebut, maka beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka shalat lima waktu pada setiap siang dan malam. Jika mereka mentaatimu untuk hal tersebut maka beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka sedekah yang diambil dari orang kaya mereka lalu dibagikan kepada orang-orang fakir di antara mereka. Jika mereka mentaatimu untuk hal tersebut maka kamu jauhilah harta mulia mereka. Takutlah kamu terhadap doa orang yang terzhalimi, karena tidak ada penghalang antara dia dan Allah” (H.R Bukhari 1395 dan Muslim 19)
Dalam hadist ini terdapat pelajaran tentang tahapan dalam berdakwah dan mempelajari ilmu, yakni memulai dari yang paling penting kemudian dilanjutkan perkara penting yang di bawahnya.
Hal yang paling penting dan mendesak dipelajari saat ini adalah ilmu tauhid, karena tauhidlah sumber kebahagiaan dunia dan akherat. Selain itu, kenalilah lawan dari tauhid yaitu syirik dengan perinciannya. Juga imu tentang aqidah yang mencukup keenam rukun iman. Demikian pula perkara-perkara ibadah wajib maupun sunnah yang rutin dikerjakan siang dan malam, serta perkara-perkara yang berhubungan dengan muamalah.
[Belajar dengan Bimbingan Guru]
Seseorang bisa saja belajar ilmu syar’i hanya dari buku yang dia baca semata. Metode ini memiliki beberapa sisi negatif, di antaranya yaitu butuh waktu yang lama, ilmunya lemah, dan kadang kita jumpai seseorang yang seperti ini banyak terjatuh dalam kesalahan karena lemahnya pemahaman atau karena buku yang dibacanya sesat dan menyesatkan. Oleh karena itu, seseorang perlu belajar dengan bimbingan guru. Dengan adanya guru, maka dialah yang akan membimbing dan membetulkan jika ada kesalahan dan waktu yang dibutuhkan untuk belajar menjadi lebih singkat. Belajar langsung dengan guru, memliki beberapa faedah:
- Menempuh jalan yang lebih singkat
- Lebih cepat dan lebih banyak dalam memahami sesuatu
- Terjalin hubungan batin antara penuntut ilmu dengan ulama. [Diringkas dari Kitaabul ‘ilmi, Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah]
[Perlunya Belajar Secara Ta’shil]
Sebagai seorang penuntut ilmu semestinya mempersiapkan dirinya untuk memberikan sumbangsih kepada masyarakatnya dengan ilmu, amal dan dakwah. Membentengi masyarakat dengan aqidah yang benar dan manhaj yang lurus merupakan kewajiban para penuntut ilmu di tengah-tengah amukan badai fitnah yang menggelora. Oleh karena itu, perlu dicanangkan strategi yang mantap dan pola belajar yang jitu untuk mencetak para penuntut ilmu yang handal.
Kesimpulannya, kita harus belajar dengan metode yang benar, secara ta’shil, belajar secara bertahap dan berkesinambungan dimulai dari materi-materi ushul (dasar), yaitu bertahap dimulai dari tahap awal kemudian meningkat ke jenjang yang lebih tinggi dan seterusnya Yang harus dipelajari secara ta’shil adalah materi-materi dasar atau pokok yang akan menjadi landasan atau pijakan seorang penuntut ilmu untuk mengembangkan kemampuan ilmiah yang dimiliki dirinya. Dan hendaknya diusahakan agar semua pelajaran dalam bidang ilmu/kitab yang bersangkutan diperoleh dari penjelasan langsung dari guru yang mumpuni.
Semoga uraian singkat ini bermanfaat. Kita memohon agar Allah Ta’ala senantiasa membimbing kita di atas jalan ilmu yang benar.
Wa shallallaahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad.
Penulis: Adika Mianoki
Artikel www.muslim.or.id
0 komentar:
Posting Komentar