Oleh Al-Ustadz Armen Halim Naro, Lc. Rahimahullahu Ta’ala*)
Manusia dalam perjalanannya sebagai hamba Allah harus memiliki dua kekuatan, yaitu kekuatan ilmu dan kekuatan amal. Seperti orang yang sedang berjalan dengan kendaraannya pada kegelapan malam, maka ilmu sebagai lentera dan rambu yang akan menerangi jalan menuju tujuannya. Semakin dalam ilmunya, semakin terang pula jalan yang akan ia lalui. Sebaliknya, semakin jauh ia dari ilmu semakin gelap juga jalan kebenaran baginya. Sedangkan amal adalah motor yang mengerakkannya ke depan.
Semulia-mulia ilmu adalah ilmu mengenal Allah yaitu ilmu tentang tauhid kepada Allah, karena mulia atau tidaknya suatu ilmu sesuai dengan sesuatu yang hendak diketahui. Jika hal yang berkaitan dengan mencuri maka kehinaan ilmu itu sesuai pula dengan pekerjaan itu, begitu juga dengan ilmu dunia maka kemuliaannya sesuai pula dengan kedudukan dunia itu sendiri.
Dalam ilmu dien (agama), kemuliaan fiqih karena dengannya diketahui hukum-hukum syari’at, kemudian ilmu hadits disebabkan dengannya diketahui segala perilaku Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam. Sedangkan ilmu tauhid dengannya kita dapat mengenal Allah. Adakah yang lebih besar dari mengenal Allah?! Adakah yang lebih besar persaksian dan bukti melainkan bukti dna persaksian tentang Allah?! Allah berfirman yang artinya:
”Katakannlah: ’Siapakah yang lebih kuat persaksiannya?’ Katakanlah: ’Allah’…” (QS. Al-An’am: 19)
Adapun mengenal Allah ialah dalam tiga hal, yaitu: mengenal Allah delam rububiyyah-Nya, mengenal Allah dalam uluhiyyah-Nya, dan mengenal Allah dalam nama dan sifat-Nya. Dan itulah tiga tauhid yang wajib diketahui oleh setiap muslim.
Tauhid Rububiyyah
Tauhid rububiyyah ialah mentauhidkan dan mengesakan Allah dalam perbuatan-Nya. Maka tidak ada pencipta, pemberi rezeki, pemberi manfaat dan mudharat, pengasih dan penyayang, kecuali Allah. Dialah satu-satunya Pencipta alam, Pengatur alam semesta, Dia yang mengangkat dan menurunkan, Maha Kuasa atas segala sesuatu yang menggantikan siang dan malam. Semua merupakan perbuatan Allah.
”Katakannlah: ’Wahai Allah yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dna Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau mesukkan siang ke dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau beri rezeki siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab (batas)’.” (QS. Ali Imran: 26-27)
Ketika seorang hamba meyakini ada yang mencipta atau memberi rezeki selain dari Allah, berarti ia telah berbuat syirik. Perhatikan firman Allah Ta’ala dalam hal ini yang artinya:
”Inilah ciptaan Allah, maka perlihatkanlah olehmu kepadaku apa yang telah diciptakan oleh sembahan-sembahan(mu) selain Allah…” (QS. Luqman:11)
”Atau siapakah dia yang memberi kamu rezeki jika Allah menahan rezeki-Nya?…” (QS. Al-Mulk: 21)
Pengenalan seorang hamba kepada tauhid rububiyyah ini merupakan fithrah yang telah digoreskan ke dalam sanubarinya. Bahkan sampai pada hewan dan binatang, tidak ada yang menyangkalnya.
”Berkata rasul-rasul mereka: ’Apakah ada keragu-raguan terhadap Allah, Pencipta langit dan bumi?’…” (QS. Ibrahim: 10)
Sampai Fir’aun sekalipun memiliki fithrah ini.
”Musa menjawab: ’Sesungguhnya kamu telah mengetahui, bahwa tiada yang menurunkan mukjizat-mukjizat itu kecuali Rabb yang memelihara langit dan bumi sebagai bukti-bukti yang nyata’…” (QS. Al-Isra’: 102)
Oleh karena itu, keyakinan terhadap tauhid rububiyyah belum memasukkan seseorang ke dalamIslam. Bukan demi hal itu (tauhid rububiyyah, -red) Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam memerangi Abu lahab dan Abu Jahal beserta kaum Quraisy. Bukan hal itu pula yang membuat Rasulullahshallallahu ’alaihi wasallam terusir dari Makkah, dilempari batu, luka wajahnya?! Poros pertikaian dan inti perselisihan antara para nabi dengan umatnya adalah dalam tauhid kedua yaitu tauhid uluhiyyah.
Tauhid Uluhiyyah
Tauhid uluhiyyah adalah mengesakan Allah dalam perbuatan hamba kepada Allah dengan niat mendekatkan diri kepada-Nya. Sekiranya Allah yang mencipta, yang memberi, mengapa yang disembah justru sesuatu yang lainnya?! Sekiranya Allah yang memberi manfaat dan mudharat mengapa harus berharap, takut dan cemas kepada selain-Nya?! Sikap dan perbuatan seperti itu benar-benar tidak adil…sebuah kedzaliman yang nyata. Itulah syirik.
Zaid bin Amr bin Nufail, salah seorang penganut ajaran hanif di Makkah, menomentari sembelihan Quraisy: ”Ini kambing, Allah yang menciptakan, Dia pula yang menueunkan hujan dan menumbuhkan rumputnya, lalu kalian menyembelihnya untuk selain nama Allah?!!” (HR. Bukhari: 3540)
Itulah cara berpikir orang-orang musyrik, tidak memposisikan Allah sesuai dengan kadar dan keagungan-Nya. Celakalah mereka!! Ke mana akal yang telah dianugerahkan oleh Sang Pencipta?! Di mana fithrah yang suci yang ada dalam dada?!! Mereka berkata:
”Mengapa ia menjadikan Ilah (Dzat yang diibadahi) hanya satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang mengherankan.” (QS Shad: 5)
Mereka merasa aneh ketika para nabi memerintahkan untuk mentauhidkan Allah dalam perbuatan mereka kepada Allah, bahwa tidak ada do’a, puasa, sujud, dan nadzar kecuali kepada Allah. Tidak ada yang ditakuti, diharapkan, dan dicintai kecuali hanya Allah! Tidak ada khusyu’, tawakkal, merendah diri kecuali hanya kepada Allah!
Tauhid Uluhiyyah Inti Dakwah Para Rasul
Tauhid uluhiyyah disebut juga tauhid ibadah, karena mengesakan Allah dalam ibadah seorang hamba. Tauhid uluhiyyah adalah inti dakwah para rasul, semenjak nabi Nuh hingga nabi akhir zaman. Dan ia jalan dan metode dakwah setiap penyeru kebenaran pada setiap tenpat dan zaman. Allah berfirman yang artinya:
”Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): ’Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah taghut itu’…” (QS. An-Nahl: 36)
Dalam tauhid inilah berkecamuk peperangan antara para nabi dengan kaumnya, sehingga mereka menjadi dua kelompok yang saling bertikai, satu kelompok Allah dan satu kelompok setan. Karena tidak mengertinya manusia tentang hakikat penciptaan. Allah berfirman yang artinya:
”Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat: 56)
Berkata Syaikhul Islam: ”Ketahuilah bahwa kefakiran seorang hamba kepada Allah agar ia mengibadahi-Nya dan tidak menyekutui-Nya dengan apapun. Tidak ada percontohan dario kebutuhan tersebut sehingga ia dapat dikiaskan. Akan tetapi dapatlah diserupakan dalam beberapa segi dengan kebutuhan seseorang dengan makan dan minum. Sekalipun antara keduanya terdapat perbedaan yang besar. Karena hakikat seorang hamba adalah hati dan ruhnya dan ia tidak akan baik hidupnya kecuali dengan Ilah-nya yaitu Allah yang tiada Ilah yang berhak diibadahi kecuali Allah. Maka, tidak ada ketenangan di dunia kecuali berdzikir kepada-Nya. Ia berletih berpeluh dan akan bertemu dengan-Nya dan tidak ada kebaikan bagi dirinya kecuali harus bertemu dengan-Nya. Sekiranya seorang hamba memperoleh kelezatan dan kebahagiaan selain Allah, niscaya iatidak kekal, karena ia akan berpindah-pindah dari satu bentuk ke bentuk yang lain, dari individu kepada individu yang lain. Dalam satu waktu ia bisa merasa nikmat dengannya akan tetapi pada waktu yang lain ia tidak akan merasakan nikmatnya, bahkan kadang-kadang menyusahkan dirinya akibat hubungannya dengan sesuatu tersebut atau keberasaan sesuatu tersebut di sisinya. Adapun Ilah-nya maka ia sangat membutuhkan-Nya pada setiap keadaan dan waktu.” (Lihat Majmu’ Fatawa 1/24)
Tauhid Asma’ dan Sifat
Yaitu beriman kepada nama-nama dan sifat-sifat Allah, sebagaimana yang diterngkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya sesuai dengan kebesaran dan keagungan-Nya, tanpa takwilta’thil(menghilangkan makna atau sifat Allah), takyif (bertanya tentang hakikat dna sifat-Nya dengan kata: ”Bagamana”), dna tamtsil (menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya). Allah berfirman yang artinya:
”Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya dan Dialah Ynag Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Asy-Syura: 11)
Dengan mengetahui nama dan sifat Allah, seorang hamba dapat bermu’amalah dengan Allah dalam ibadahnya. Dan tidak akan sempurnya seseorang dalam mengenal Allah kecuali ia harus menganut madzhab Ahlus Sunnah dalam aqidah terutama tentang asma’ wa shifat, yang mana sebagai tempat yang sering menggelincirkan kelompok-kolompok di luar Ahlus Sunnah.
Bagaimana ia beribdah dengan baik, sekiranya ia berkeyakinan seperti keyakinan kelompok Jahmiyyah yang mengatakan bahwa Allah tidak di luar dan tidak di dalam dan seterusnya, mereka samakan Allah dengan sesuatu yang tidak ada.
Bagaimana ia beribadah dengan baik sekiranya ia mengatakan Allah tidak bersemayam di atas ’arsyakan tetapi maksudnyamenguasai ’arsy. Sehingga dengan demikian ia menyatakan bahwa ’arsydahulu dikuasai oleh sesuatu lalu baru dikuasai oleh Allah. Kita berlindung dari apa yang mereka sifati!!
Sedangkan Ahlus Sunnah meyakini dalam masalah nama dan sifat Allah yaitu meyakini dna menetapkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya dari nama dan sifat-sifat-Nya dengan tidak mentakwilnya dan mentakyif atau mentamtsilnya.
Berkata Imam Ahmad rahimahullah: ”Tidaklah seseorang menyifati Allah kecuali dengan apa yang disifati oleh-Nya untuk diri-Nya atau apa yang disifati Rasul-Nya serta tidak boleh melanggar al-Qur’an dna hadits.” (Lihat Kitab Tauhid 1/98 edisi terjemah penerbit Darul Haq)
Semoga Allah menunjukkan kita ke jalan yang lurus. Amin.
[[ Disalin dari tulisan Ustadz Armen Halim Naro, Lc. Rahimahullah dari majalah al-Mawaddah, edisi 2 tahun ke-1 (1428/2007) ]]
*) Semoga Allah menerima semua amalan guru kita tercinta, Ustadz Armen Halim Naro, Lc.rahimahullah, yang telah berpulang menghadap Rabb-nya pada tanggal 26 November 2007. Dan semoga jerih payahnya dalam mendakwahkan manhaj yang haq ini menjadi pemberat timbangan amalnya di akhirat nanti. Do’a dari antum semua Insya Allah bermanfaat buat beliau rahimahullah. Amin.

http://salafiyunpad.wordpress.com

0 komentar:

Agenda Harian

Semoga kita senantiasa terpacu untuk mengukir prestasi amal yang akan memperberat timbangan kebaikan di yaumil akhir, berikut rangkaian yang bisa dilakukan

1. Agenda pada sepertiga malam akhir

a. Menunaikan shalat tahajjud dengan memanjangkan waktu pada saat ruku’ dan sujud di dalamnya,

b. Menunaikan shalat witir

c. Duduk untuk berdoa dan memohon ampun kepada Allah hingga azan subuh

Rasulullah saw bersabda:

يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ فَيَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ

“Sesungguhnya Allah SWT selalu turun pada setiap malam menuju langit dunia saat 1/3 malam terakhir, dan Dia berkata: “Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku maka akan Aku kabulkan, dan barangsiapa yang meminta kepada-Ku maka akan Aku berikan, dan barangsiapa yang memohon ampun kepada-Ku maka akan Aku ampuni”. (HR. Bukhari Muslim)


2. Agenda Setelah Terbit Fajar

a. Menjawab seruan azan untuk shalat subuh

” الَّلهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا الَّذِي وَعَدْتَهُ “

“Ya Allah, Tuhan pemilik seruan yang sempurna ini, shalat yang telah dikumandangkan, berikanlah kepada Nabi Muhammad wasilah dan karunia, dan bangkitkanlah dia pada tempat yang terpuji seperti yang telah Engkau janjikan. (Ditashih oleh Al-Albani)

b. Menunaikan shalat sunnah fajar di rumah dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا

“Dua rakaat sunnah fajar lebih baik dari dunia dan segala isinya”. (Muslim)

وَ قَدْ قَرَأَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فِي رَكْعَتَي الْفَجْرِ قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُوْنَ وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدَ

“Nabi saw pada dua rakaat sunnah fajar membaca surat “Qul ya ayyuhal kafirun” dan “Qul huwallahu ahad”.

c. Menunaikan shalat subuh berjamaah di masjid –khususnya- bagi laki-laki.

Rasulullah saw bersabda:

وَلَوْ يَعْلَمُوْنَ مَا فِي الْعَتْمَةِ وَالصُّبْحِ لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا

“Sekiranya manusia tahu apa yang ada dalam kegelapan dan subuh maka mereka akan mendatanginya walau dalam keadaan tergopoh-gopoh” (Muttafaqun alaih)

بَشِّرِ الْمَشَّائِيْنَ فِي الظّلَمِ إِلَى الْمَسَاجِدِ بِالنُّوْرِ التَّامِّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Berikanlah kabar gembira kepada para pejalan di kegelapan menuju masjid dengan cahaya yang sempurna pada hari kiamat”. (Tirmidzi dan ibnu Majah)

d. Menyibukkan diri dengan doa, dzikir atau tilawah Al-Quran hingga waktu iqamat shalat

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ لاَ يُرَدُّ بَيْنَ الأَذَانِ وَالإِقَامَةِ

“Doa antara adzan dan iqamat tidak akan ditolak” (Ahmad dan Tirmidzi dan Abu Daud)

e. Duduk di masjid bagi laki-laki /mushalla bagi wanita untuk berdzikir dan membaca dzikir waktu pagi

Dalam hadits nabi disebutkan:

كَانَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” إَذَا صَلَّى الْفَجْرَ تَرَبَّعَ فِي مَجْلِسِهِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ الْحَسَنَاءُ

” Nabi saw jika selesai shalat fajar duduk di tempat duduknya hingga terbit matahari yang ke kuning-kuningan”. (Muslim)

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran.

Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya waktu fajar itu disaksikan (malaikat). (Al-Isra : 78) Dan memiliki komitmen sesuai kemampuannya untuk selalu:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah lebih banyak dari itu semua, maka akan menuai kebaikan berlimpah insya Allah.

3. Menunaikan shalat Dhuha walau hanya dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنْ الضُّحَى

“Setiap ruas tulang tubuh manusia wajib dikeluarkan sedekahnya, setiap hari ketika matahari terbit. Mendamaikan antara dua orang yang berselisih adalah sedekah, menolong orang dengan membantunya menaiki kendaraan atau mengangkat kan barang ke atas kendaraannya adalah sedekah, kata-kata yang baik adalah sedekah, tiap-tiap langkahmu untuk mengerjakan shalat adalah sedekah, dan membersihkan rintangan dari jalan adalah sedekah”. (Bukhari dan Muslim)

4. Berangkat kerja atau belajar dengan berharap karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمِلِ يَدِهِ، وَكَانَ دَاوُدُ لا يَأْكُلُ إِلا مِنْ عَمِلِ يَدِهِ

“Tidaklah seseorang memakan makanan, lebih baik dari yang didapat oleh tangannya sendiri, dan bahwa nabi Daud makan dari hasil tangannya sendiri”. (Bukhari)

Dalam hadits lainnya nabi juga bersabda:

مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang berjalan dalam rangka mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga”. (Muslim)

d. Menyibukkan diri dengan dzikir sepanjang hari

Allah berfirman :

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“Ketahuilah dengan berdzikir kepada Allah maka hati akan menjadi tenang” (Ra’ad : 28)

Rasulullah saw bersabda:

أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللهَ أَنْ تَمُوْتَ ولسانُك رَطْبٌ من ذِكْرِ الله

“Sebaik-baik perbuatan kepada Allah adalah saat engkau mati sementara lidahmu basah dari berdzikir kepada Allah” (Thabrani dan Ibnu Hibban) .

5. Agenda saat shalat Zhuhur

a. Menjawab azan untuk shalat Zhuhur, lalu menunaikan shalat Zhuhur berjamaah di Masjid khususnya bagi laki-laki

b. Menunaikan sunnah rawatib sebelum Zhuhur 4 rakaat dan 2 rakaat setelah Zhuhur

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ صَلَّى اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِي يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِيَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang shalat 12 rakaat pada siang dan malam hari maka Allah akan membangunkan baginya dengannya rumah di surga”. (Muslim).

6. Agenda saat dan setelah shalat Ashar

a. Menjawab azan untuk shalat Ashar, kemudian dilanjutkan dengan menunaikan shalat Ashar secara berjamaah di masjid

b. Mendengarkan nasihat di masjid (jika ada)

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ لا يُرِيدُ إِلا أَنْ يَتَعَلَّمَ خَيْرًا أَوْ يَعْلَمَهُ، كَانَ لَهُ كَأَجْرِ حَاجٍّ تَامًّا حِجَّتُهُ

“Barangsiapa yang pergi ke masjid tidak menginginkan yang lain kecuali belajar kebaikan atau mengajarkannya, maka baginya ganjaran haji secara sempurna”. (Thabrani – hasan shahih)

c. Istirahat sejenak dengan niat yang karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

وَإِنَّ لِبَدَنِكَ عَلَيْكَ حَقٌّ

“Sesungguhnya bagi setiap tubuh atasmu ada haknya”.

Agenda prioritas:

Membaca Al-Quran dan berkomitmen semampunya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan, maka akan menuai kebaikan yang berlimpah insya Allah.

7. Agenda sebelum Maghrib

a. Memperhatikan urusan rumah tangga – melakukan mudzakarah – Menghafal Al-Quran

b. Mendengarkan ceramah, nasihat, khutbah, untaian hikmah atau dakwah melalui media

c. Menyibukkan diri dengan doa

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ

“Doa adalah ibadah”

8. Agenda setelah terbenam matahari

a. Menjawab azan untuk shalat Maghrib

b. Menunaikan shalat Maghrib secara berjamaah di masjid (khususnya bagi laki-laki)

c. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Maghrib – 2 rakaat

d. Membaca dzikir sore

e. Mempersiapkan diri untuk shalat Isya lalu melangkahkan kaki menuju masjid

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ لِيَقْضِيَ فَرِيضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللَّهِ كَانَتْ خَطْوَتَاهُ إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ خَطِيئَةً وَالْأُخْرَى تَرْفَعُ دَرَجَةً

“Barangsiapa yang bersuci/berwudhu kemudian berjalan menuju salah satu dari rumah-rumah Allah untuk menunaikan salah satu kewajiban dari kewajiban Allah, maka langkah-langkahnya akan menggugurkan kesalahan dan yang lainnya mengangkat derajatnya”. (Muslim)

9. Agenda pada waktu shalat Isya

a. Menjawab azan untuk shalat Isya kemudian menunaikan shalat Isya secara jamaah di masjid

b. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Isya – 2 rakaat

c. Duduk bersama keluarga/melakukan silaturahim

d. Mendengarkan ceramah, nasihat dan untaian hikmah di Masjid

e. Dakwah melalui media atau lainnya

f. Melakukan mudzakarah

g. Menghafal Al-Quran

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran dengan berkomitmen sesuai dengan kemampuannya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan bacaan maka telah menuai kebaikan berlimpah insya Allah.


Apa yang kita jelaskan di sini merupakan contoh, sehingga tidak harus sama persis dengan yang kami sampaikan, kondisional tergantung masing-masing individu. Semoga ikhtiar ini bisa memandu kita untuk optimalisasi ibadah insya Allah. Allahu a’lam

Jazaakillah

Sedikit revisi dari : http://www.al-ikhwan.net/agenda-harian-ramadhan-menuju-bahagia-di-bulan-ramadhan-2989/

Isi Blog

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.