Oleh: DR. Amir Faishol Fath

Kirim Print
dakwatuna.com - Dan dia memeriksa burung-burung lalu berkata: “Mengapa aku tidak melihat hud-hud, apakah dia termasuk yang tidak hadir. Sungguh aku benar-benar akan mengazabnya dengan azab yang keras, atau benar-benar menyembelihnya kecuali jika benar-benar dia datang kepadaku dengan alasan yang terang”. Maka tidak lama kemudian (datanglah hud-hud), lalu ia berkata: “Aku telah mengetahui sesuatu yang belum kamu ketahui; dan kubawa kepadamu dari negeri Saba suatu berita penting yang diyakini,

Sesungguhnya aku menjumpai seorang wanita yang memerintah mereka, dan dia dianugerahi segala sesuatu serta mempunyai singgasana yang besar. Aku mendapati dia dan kaumnya menyembah matahari, selain Allah; dan syaitan telah menjadikan mereka memandang indah perbuatan-perbuatan mereka lalu menghalangi mereka dari jalan (Allah), sehingga mereka tidak dapat petunjuk, agar mereka tidak menyembah Allah Yang mengeluarkan apa yang terpendam di langit dan di bumi dan Yang mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Allah, tiada Tuhan (yang berhak disembah) kecuali Dia, Tuhan Yang mempunyai `Arsy yang besar”. (An-Naml: 20-26)

Ayat di atas berbunyi:

وَتَفَقَّدَ الطَّيْرَ فَقَالَ مَا لِي لَا أَرَى الْهُدْهُدَ أَمْ كَانَ مِنْ الْغَائِبِينَ . لَأُعَذِّبَنَّهُ عَذَابًا شَدِيدًا أَوْ لَأَذْبَحَنَّهُ أَوْ لَيَأْتِيَنِي بِسُلْطَانٍ مُبِينٍ . فَمَكَثَ غَيْرَ بَعِيدٍ فَقَالَ أَحَطتُ بِمَا لَمْ تُحِطْ بِهِ وَجِئْتُكَ مِنْ سَبَإٍ بِنَبَإٍ يَقِينٍ . إِنِّي وَجَدتُّ امْرَأَةً تَمْلِكُهُمْ وَأُوتِيَتْ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ وَلَهَا عَرْشٌ عَظِيمٌ . وَجَدْتُهَا وَقَوْمَهَا يَسْجُدُونَ لِلشَّمْسِ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَزَيَّنَ لَهُمْ الشَّيْطَانُ أَعْمَالَهُمْ فَصَدَّهُمْ عَنْ السَّبِيلِ فَهُمْ لَا يَهْتَدُونَ . أَلَّا يَسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي يُخْرِجُ الْخَبْءَ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَيَعْلَمُ مَا تُخْفُونَ وَمَا تُعْلِنُونَ . اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ

Sikap responsif adalah kesadaran akan tugas yang harus dilakukan dengan sungguh-sungguh. Kepekaan yang tajam dalam menyikapi berbagai hal yang dihadapinya dan kepahaman makna tanggungjawab yang harus dipikul adalah ciri utama kepribadiannya. Ia tidak merasa tidak enak jika suatu saat melalaikan kewajibannya. Perasaan berdosa selalu menghantuinya. Karena itu, kapanpun, bagaimanapun dan dalam kondisi apapun ia selalu berusaha secara maksimal untuk melaksanakan tugasnya. Tugas apapun selama dalam kebenaran dan dalam koridor ajaran Allah. Bukan hanya kewajiban ibadah ritual melainkan juga ibadah sosial. Ayat di atas menggambarkan sikap responsif Nabi Sulaiman sebagai seorang pemimpin, dan sikap responsive burung Hud-hud sebagai anggota yang paham akan tugasnya.



Sikap Responsif Nabi Sulaiman

Nabi Sulaiman dalam ayat di atas digambarkan sebagai pucuk pimpinan yang penuh sikap responsif kepada rakyatnya. Kata tafaqqada menunjukkan makna ini. Artinya pemerikasaan yang detil dan teliti. Cerminan dari besarnya rasa responilibitas yang sangat dalam. Bukan sekadar basa-basai atau formalitas. Melainakn ia benar-benar memeriksa. Imam Al Asfahani menyebutkan bahwa al faqd artinya tidak ada setelah tadinya ada. At tafaqqud bermakna ta’arufu fuqdanisy syai’, maksudnya upaya untu tahuk mengenai sesuatu yang hilang atau tidak hadir. Mengapa tidak hadir? Apa sebab ketidak hadirannya? (lihat, Al Ashfahani, mufradat alfadzil quar’an, h. 641). Sedemikian rupa sehingga seekor burung Hud-hud yang pada waktu itu nampak tidak hadir dipertanyakan. “Mengapa aku tidak melihat hud-hud, apakah dia termasuk yang tidak hadir?

Hud-hud memang tidak hadir pada waktu itu. Sudah barang tentu bahwa ketidakhadirannya tidak ada yang tahu. Karenanya ketika Nabi Sulaiman bertanya tidak ada yang menjawab. Hal semacam ini bagi seorang pemimpin yang peka dan responsif bukan masalah kecil. Ketidakhadiran seorang anggota dalam sebuah pertmuan tanpa pemberitahuan sebelumnya adalah masalah yang harus mendapatkan teguran secara serius. Nabi Sulaiman benar-benar menunjukkan sikap keseriusannya. Simaklah pernyataannya: “Sungguh aku benar-benar akan mengazabnya dengan azab yang keras, atau benar-benar menyembelihnya”. Hukuman pertama, Adzab yang keras dan hukuman kedua menyembelihnya, keduanya mencerminkan besarnya pelanggaran tersebut, dan kesungguhan seorang pemimpin dalam menakar setiap kesalahan sesuai dengan porsinya. Boleh jadi sebuah kesalahan nampak kecil di depan mata manusia tetapi ketika itu menjadi kebiasaan, akibatnya fatal dan mengancam hidupnya sebuah bangsa. Perhatikan ketidakhadiran seekor Hud-hud di atas, secara sepintas itu kesalahan kecil, tetapi mengapa Nabi Sulaiman menentukan hukuman yang sangat keras bahkan hukuman mati. Di sini Nabi Sulaiman sebenarnya ingin menegakkan kedisiplinan dan kejujuran sebagai tonggak hidup tidak sebuah masyarakat. Bila keduanya tegak secara sempurna masyarakat akan kuat, aman dan sejahtera. Sebaliknya bila keduanya hilang, masyarakat akan resah, sengsara dan kacau-balau. Perhatikan betapa jauh jangkauan berpikir Nabi Sulaiman. Makanya sekecil apapun yang mengarah kepada penggerogotan sikap disiplin dan kejujuran harus mendapat tindakan yang tegas.

Memberikan hukuman yang setimpal adalah kewajiban seorang pemimpin dalam setiap pelanggaran anggotanya. Ketidaktegasan dalam menegakkan hukum akan menyebabkan sikap main-main, kebiasaan berbuat maksiat dan keberanian melanggar aturan. Dari kebiasaan jelek tersebut akan lahir secara bertahap berbagai proses menuju kehancuran sebuah masyarakat, sebuah bangsa dan sebuah Negara. Bukti-bukti mengenai hal ini tidak terhitung dalam sejarah. Tetapi manusia sering kali tidak mau mengambil pelajaran dan suka mengulangi kesalahan masa lalu dengan tanpa merasa berdosa. Nabi Sulaiman memang tegas dalam menentukan hukuman, tetapi ia bukan tipe pemimpin dictator. Alasan yang jujur dan logis masih bisa diterima. Nabi Sulaiman berkata: kecuali jika benar-benar dia datang kepadaku dengan alasan yang terang”. Kata sulthan artinya kekuasaan, dan dalam ayat di atas dipakai untuk makna alasan yang kuat (hujjah), seperti dalam beberapa ayat berikut: alladzina yujadiluna fii ayaatillah bighairi sulthanin (Ghafir:35), fa’tuuna bisulthanin mubiin (Ibrahim:10), walaqad arsalna musa biayaatina wasulthanin mubiin (Ghafir:23) (lihat, Al Ashfahani, mufradat alfazhil quar’an, h. 420). Ini untuk menunjukkan betapa sebuah sikap dan perbuatan sekecil apapun harus berdasarkan alasan yang kuat, apalagi sikap tersebut berupa sebuah pelanggaran. Maka ia harus mempertanggungjawabkannya secara jujur. Bukan mencari-cari alasan, dengan menyembunyikan kebusukan di dalamnya. Setiap amal appun –apalagi amal dakwah di jalan Allah- jika fondasinya kebohongan dan kemunafikan yang busuk ia tidak akan pernah mendapatkan keberkahan dan pertolongan dari Allah. Karenanya bila suatu kaum hendak berdakwah di jalan Allah, maka yang pertama kali ia sempurnakan kepribadiannya, kebersihan dirinya dan dari sinilah kelak sikap responsif akan muncul. Sikap responsif tidak akan pernah muncul dari pribadi yang kotor, penuh maksiat dan tidak bertanggung jawab. Dari sini nampak kedalaman makna ungkapan: wasulthanin mubiin.

Sikap Responsif Burung Hud-Hud

Ustadz Sayyid Quthub menggambarkan bahwa Hud-hud tersebut bukan sembarang burung. Tidak seperti jutaan Hud-hud yang berkeliaran dimana-mana. Al Qur’an merekam kecerdasan dan sikap responsifnya yang luar biasa. Bahwa Hud-hud tersebut mempunyai kepribadian yang peka dan berkeinginan kuat (lihat Sayyed Qithub, fii dzilalil quar’an, vol.5, h.2638). Bukan hanya itu cara bersikapnya pun mencerminkan kebijakan yang luar biasa. Ketika datang Hud-hud langsung mengajukan alasannya dengan penuh keyakinan: “Aku telah mengetahui sesuatu yang belum kamu ketahui; dan kubawa kepadamu dari negeri Saba suatu berita penting yang diyakini, Sesungguhnya aku menjumpai seorang wanita yang memerintah mereka, dan dia dianugerahi segala sesuatu serta mempunyai singgasana yang besar. Aku mendapati dia dan kaumnya menyembah matahari, selain Allah; dan syaitan telah menjadikan mereka memandang indah perbuatan-perbuatan mereka lalu menghalangi mereka dari jalan (Allah), sehingga mereka tidak dapat petunjuk”.

Apa yang tergambar dari alasan Hud-hud adalah:

(1) bahwa ia terlambat bukan apa-apa, melainkan dengan inisiatif sendiri sedang melakukan tugas yang sangat penting. Tugas yang dengannya kelak sebuah kaum menjadi tunduk kepada Allah. Di mana seandainya Hud-hud tidak melakukan itu, kaum tersebut akan terus tersesat jalan. Tidak menemukan jati dirinya sebagai hamba Allah, melainkan hamba setan dan matahari yang disembahnya. Perhatikan bagaimana sikap responsif burung Hud-hud yang demikian cerdas dan tajam ini telah menghentak kita semua. Allah merekamnya untuk menjadi pelajaran agar kita yang dibekali akal tidak kalah dengan burung Hud-hud dalam menegakkan kebenaran. Kecerdasan Hud-hud nampak dari segi cara memulai pembicaraan. Seketika ia berkata: Aku telah mengetahui sesuatu yang belum kamu ketahui”. Pembukaan ini menggambarkan pentingnya sebuah berita yang dibawanya. Di saat yang sama telah membuat Nabi Sulaiman terpanggil untuk mengetahui dan mengurungkan niatnya untuk mengazab atau menyembelihnya.

Dalam kondisi di mana Nabi Sulaiman sedang konsentrasi untuk mendengarkan alasannya, Hud-hud mulai bercerita: kubawa kepadamu dari negeri Saba suatu berita penting yang diyakini, Sesungguhnya aku menjumpai seorang wanita yang memerintah mereka, dan dia dianugerahi segala sesuatu serta mempunyai singgasana yang besar. Di sini Hud-hud menekankan adanya kenyataan yang aneh. Seorang wanita memimpin sebuah kaum. Tersirat dari sini bahwa secara fitrah –sebagaimana ditangkap oleh Hud-hud- yang menjadi pemimpin puncak sebuah kaum seharusnya laki-laki. Para Nabi semuanya laki-laki. Nabi Sulaiman sebagai pemimpin pada waktu itu adalah laki-laki. Makanya ia buka laporannya dengan menyebutkan: Sesungguhnya aku menjumpai seorang wanita yang memerintah mereka. Secara tidak langsung Hud-hud telah mengkritisi kenyataan sosial kaum Saba’ tersebut yang nampak bertentangan dengan fitrahnya. Dari sini terlihat betapa tingginya sikap responsif sang Hud-hud. Sehingga begitu Nabi Sulaiman mengambil tindakan, ia menekankan dalam suratnya seperti terekam pada ayat lebih lanjut: (An Naml:31): wallata’lu alayya wa’tuuni muslimiin (janganlah kamu berlaku sombong kepadaku dan datanglah kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri). Dengan itu kemudian yang menjadi pemimpin puncak adalah Nabi Sulaiman.

(2) Hud-hud mengkritisi bahwa kekuatan politik wanita tersebut tegak bukan karena didukung oleh fikrah (risalah suci) melainkan oleh semata kekuatan harta. Simaklah Hud-hud berkata: dia dianugerahi segala sesuatu serta mempunyai singgasana yang besar. Fenomena politik seperti ini bagi Hud-hud bukan hanya sebuah kepemimpinan yang rapuh, melainkan ia tidak sepantasnya meraja lela dan berlangsung lama. Sebab keberadaannya cenderung mengarah kepada kemungkaran. Dan itu sudah Hud-hud contohkan pada ayat selanjutnya bahwa mereka tidak menyembah Allah melainkan menyembah matahari. Berbeda dengan kerajaan Nabi Sulaiman yang memancarkan risalah tauhid (ketundukan total kepada Allah Sang Pencipta langit dan bumi). Karena itulah sisi tersebut Hud-hud tekankan dalam laporannya, supaya kelak tidak berulang sebuah kepemimpinan yang hanya mengutamakan fondasi materialisme. Dan supaya yang menjadi master plane adalah kepemimpinan Nabi Sulaiman yang gagah, berwibawa dan membawa risalah tauhid yang suci dan mulia.

(3) Hud-hud mengkritisi sikap kaum Saba’ dari sisi aqidahnya, ia berkata: Aku mendapati dia dan kaumnya menyembah matahari, selain Allah; dan syaitan telah menjadikan mereka memandang indah perbuatan-perbuatan mereka lalu menghalangi mereka dari jalan (Allah), sehingga mereka tidak dapat petunjuk “. Di sini Hud-hud menginformasikan bahwa kaum Saba’ itu tidak menyembah Allah Yang Menciptakan mereka, melainkan menyembah matahari. Mengapa? Hud-hud menjelaskan itu karena mereka mengikuti ajakan setan, yang menyesatkan. Padahal setan tidak pernah berbuat baik untuk mereka, bahkan berusaha keras: (a) agar manusia tidak mendapatkan petunjuk yang benar (b)agar mereka tidak menyembah Allah. Tetapi mengapa mereka tetap terpedaya olehnya. Lain halnya Allah yang sudah jelas menyediakan segala yang mereka butuhkan. Dengar kata Hud-hud: Allah Yang mengeluarkan apa yang terpendam di langit dan di bumi dan Yang mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Allah, tiada Tuhan (yang berhak disembah) kecuali Dia, Tuhan Yang mempunyai `Arsy yang besar”. Terlihat dengan jelas sikap responsif Hud-hud yang demikian dalam untuk memperbaiki setiap penyimpangan aqidah demi tersebarnya risalah tauhid. Benar, sekali lagi saya ingin mengutip ucapan Ustadz Sayyed Quthub di sini, bahwa Hud-hud tersebut bukan sembarang burung, melainkan burung istimewa, tidak sama dengan jutaan burung Hud-hud lainnya yang beterbangan di berbagai penjuru. Wallahu a’lam bishshawab.

Sumber : http://www.dakwatuna.com/2007/sikap-responsif-nabi-sulaiman-dan-burung-hud-hud/



Share

0 komentar:

Agenda Harian

Semoga kita senantiasa terpacu untuk mengukir prestasi amal yang akan memperberat timbangan kebaikan di yaumil akhir, berikut rangkaian yang bisa dilakukan

1. Agenda pada sepertiga malam akhir

a. Menunaikan shalat tahajjud dengan memanjangkan waktu pada saat ruku’ dan sujud di dalamnya,

b. Menunaikan shalat witir

c. Duduk untuk berdoa dan memohon ampun kepada Allah hingga azan subuh

Rasulullah saw bersabda:

يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ فَيَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ

“Sesungguhnya Allah SWT selalu turun pada setiap malam menuju langit dunia saat 1/3 malam terakhir, dan Dia berkata: “Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku maka akan Aku kabulkan, dan barangsiapa yang meminta kepada-Ku maka akan Aku berikan, dan barangsiapa yang memohon ampun kepada-Ku maka akan Aku ampuni”. (HR. Bukhari Muslim)


2. Agenda Setelah Terbit Fajar

a. Menjawab seruan azan untuk shalat subuh

” الَّلهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا الَّذِي وَعَدْتَهُ “

“Ya Allah, Tuhan pemilik seruan yang sempurna ini, shalat yang telah dikumandangkan, berikanlah kepada Nabi Muhammad wasilah dan karunia, dan bangkitkanlah dia pada tempat yang terpuji seperti yang telah Engkau janjikan. (Ditashih oleh Al-Albani)

b. Menunaikan shalat sunnah fajar di rumah dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا

“Dua rakaat sunnah fajar lebih baik dari dunia dan segala isinya”. (Muslim)

وَ قَدْ قَرَأَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فِي رَكْعَتَي الْفَجْرِ قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُوْنَ وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدَ

“Nabi saw pada dua rakaat sunnah fajar membaca surat “Qul ya ayyuhal kafirun” dan “Qul huwallahu ahad”.

c. Menunaikan shalat subuh berjamaah di masjid –khususnya- bagi laki-laki.

Rasulullah saw bersabda:

وَلَوْ يَعْلَمُوْنَ مَا فِي الْعَتْمَةِ وَالصُّبْحِ لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا

“Sekiranya manusia tahu apa yang ada dalam kegelapan dan subuh maka mereka akan mendatanginya walau dalam keadaan tergopoh-gopoh” (Muttafaqun alaih)

بَشِّرِ الْمَشَّائِيْنَ فِي الظّلَمِ إِلَى الْمَسَاجِدِ بِالنُّوْرِ التَّامِّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Berikanlah kabar gembira kepada para pejalan di kegelapan menuju masjid dengan cahaya yang sempurna pada hari kiamat”. (Tirmidzi dan ibnu Majah)

d. Menyibukkan diri dengan doa, dzikir atau tilawah Al-Quran hingga waktu iqamat shalat

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ لاَ يُرَدُّ بَيْنَ الأَذَانِ وَالإِقَامَةِ

“Doa antara adzan dan iqamat tidak akan ditolak” (Ahmad dan Tirmidzi dan Abu Daud)

e. Duduk di masjid bagi laki-laki /mushalla bagi wanita untuk berdzikir dan membaca dzikir waktu pagi

Dalam hadits nabi disebutkan:

كَانَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” إَذَا صَلَّى الْفَجْرَ تَرَبَّعَ فِي مَجْلِسِهِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ الْحَسَنَاءُ

” Nabi saw jika selesai shalat fajar duduk di tempat duduknya hingga terbit matahari yang ke kuning-kuningan”. (Muslim)

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran.

Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya waktu fajar itu disaksikan (malaikat). (Al-Isra : 78) Dan memiliki komitmen sesuai kemampuannya untuk selalu:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah lebih banyak dari itu semua, maka akan menuai kebaikan berlimpah insya Allah.

3. Menunaikan shalat Dhuha walau hanya dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنْ الضُّحَى

“Setiap ruas tulang tubuh manusia wajib dikeluarkan sedekahnya, setiap hari ketika matahari terbit. Mendamaikan antara dua orang yang berselisih adalah sedekah, menolong orang dengan membantunya menaiki kendaraan atau mengangkat kan barang ke atas kendaraannya adalah sedekah, kata-kata yang baik adalah sedekah, tiap-tiap langkahmu untuk mengerjakan shalat adalah sedekah, dan membersihkan rintangan dari jalan adalah sedekah”. (Bukhari dan Muslim)

4. Berangkat kerja atau belajar dengan berharap karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمِلِ يَدِهِ، وَكَانَ دَاوُدُ لا يَأْكُلُ إِلا مِنْ عَمِلِ يَدِهِ

“Tidaklah seseorang memakan makanan, lebih baik dari yang didapat oleh tangannya sendiri, dan bahwa nabi Daud makan dari hasil tangannya sendiri”. (Bukhari)

Dalam hadits lainnya nabi juga bersabda:

مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang berjalan dalam rangka mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga”. (Muslim)

d. Menyibukkan diri dengan dzikir sepanjang hari

Allah berfirman :

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“Ketahuilah dengan berdzikir kepada Allah maka hati akan menjadi tenang” (Ra’ad : 28)

Rasulullah saw bersabda:

أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللهَ أَنْ تَمُوْتَ ولسانُك رَطْبٌ من ذِكْرِ الله

“Sebaik-baik perbuatan kepada Allah adalah saat engkau mati sementara lidahmu basah dari berdzikir kepada Allah” (Thabrani dan Ibnu Hibban) .

5. Agenda saat shalat Zhuhur

a. Menjawab azan untuk shalat Zhuhur, lalu menunaikan shalat Zhuhur berjamaah di Masjid khususnya bagi laki-laki

b. Menunaikan sunnah rawatib sebelum Zhuhur 4 rakaat dan 2 rakaat setelah Zhuhur

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ صَلَّى اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِي يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِيَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang shalat 12 rakaat pada siang dan malam hari maka Allah akan membangunkan baginya dengannya rumah di surga”. (Muslim).

6. Agenda saat dan setelah shalat Ashar

a. Menjawab azan untuk shalat Ashar, kemudian dilanjutkan dengan menunaikan shalat Ashar secara berjamaah di masjid

b. Mendengarkan nasihat di masjid (jika ada)

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ لا يُرِيدُ إِلا أَنْ يَتَعَلَّمَ خَيْرًا أَوْ يَعْلَمَهُ، كَانَ لَهُ كَأَجْرِ حَاجٍّ تَامًّا حِجَّتُهُ

“Barangsiapa yang pergi ke masjid tidak menginginkan yang lain kecuali belajar kebaikan atau mengajarkannya, maka baginya ganjaran haji secara sempurna”. (Thabrani – hasan shahih)

c. Istirahat sejenak dengan niat yang karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

وَإِنَّ لِبَدَنِكَ عَلَيْكَ حَقٌّ

“Sesungguhnya bagi setiap tubuh atasmu ada haknya”.

Agenda prioritas:

Membaca Al-Quran dan berkomitmen semampunya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan, maka akan menuai kebaikan yang berlimpah insya Allah.

7. Agenda sebelum Maghrib

a. Memperhatikan urusan rumah tangga – melakukan mudzakarah – Menghafal Al-Quran

b. Mendengarkan ceramah, nasihat, khutbah, untaian hikmah atau dakwah melalui media

c. Menyibukkan diri dengan doa

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ

“Doa adalah ibadah”

8. Agenda setelah terbenam matahari

a. Menjawab azan untuk shalat Maghrib

b. Menunaikan shalat Maghrib secara berjamaah di masjid (khususnya bagi laki-laki)

c. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Maghrib – 2 rakaat

d. Membaca dzikir sore

e. Mempersiapkan diri untuk shalat Isya lalu melangkahkan kaki menuju masjid

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ لِيَقْضِيَ فَرِيضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللَّهِ كَانَتْ خَطْوَتَاهُ إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ خَطِيئَةً وَالْأُخْرَى تَرْفَعُ دَرَجَةً

“Barangsiapa yang bersuci/berwudhu kemudian berjalan menuju salah satu dari rumah-rumah Allah untuk menunaikan salah satu kewajiban dari kewajiban Allah, maka langkah-langkahnya akan menggugurkan kesalahan dan yang lainnya mengangkat derajatnya”. (Muslim)

9. Agenda pada waktu shalat Isya

a. Menjawab azan untuk shalat Isya kemudian menunaikan shalat Isya secara jamaah di masjid

b. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Isya – 2 rakaat

c. Duduk bersama keluarga/melakukan silaturahim

d. Mendengarkan ceramah, nasihat dan untaian hikmah di Masjid

e. Dakwah melalui media atau lainnya

f. Melakukan mudzakarah

g. Menghafal Al-Quran

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran dengan berkomitmen sesuai dengan kemampuannya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan bacaan maka telah menuai kebaikan berlimpah insya Allah.


Apa yang kita jelaskan di sini merupakan contoh, sehingga tidak harus sama persis dengan yang kami sampaikan, kondisional tergantung masing-masing individu. Semoga ikhtiar ini bisa memandu kita untuk optimalisasi ibadah insya Allah. Allahu a’lam

Jazaakillah

Sedikit revisi dari : http://www.al-ikhwan.net/agenda-harian-ramadhan-menuju-bahagia-di-bulan-ramadhan-2989/

Isi Blog

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.