AMBON – Umat Islam Ambon tak hanya terzalimi, tapi juga terpinggirkan.
Ketika perkampungan Muslim di Kampung Waringin diserbu massa Salibis selama 5 jam sejak sore, Ahad (9/11/2011), tak ada aparat yang mengamankan, sehingga massa dengan leluasa membakar kampung Muslim itu.
Usai bentrok, kondisi pengungsi makin memprihatinkan. Pemerintah melarang pendirian posko dengan dalih keamanan. Di pengungsian masjid-masjid, Departemen Sosial hanya membantu enam karung beras, dua dus ikan dan mie instan.
Itulah yang menjadi keprihatinan para aktivis Islam dan relawan lokal. Aziz, Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Ambon, sangat menyesalkan kurangnya kepedulian pemerintah terhadap nasib para pengungsi.
“Kondisi Pengungsi di sini (Masjid Jami’) seperti yang terlihat, sejak awal konflik sentuhan bantuan dari pemerintah masih kurang. Bantuan lebih banyak diberikan oleh swadaya masyarakat. Yayasan ada juga yang bantu, dari bank,” jelasnya kepada voa-islam.com, Senin (19/9/2011).
“Tapi dari dinas sosial sendiri sejak awal konflik hanya pernah memberikan bantuan enam karung beras, empat karton mie instan dan dua karton ikan sarden,” tambahnya.
Azis menuturkan, sejak pecahnya insiden hari Ahad (11/9/2011), sebenarnya sudah banyak LSM ingin membuka posko tetapi dilarang pemerintah setempat, berdasarkan kesepakatan Pemprov dan Pemkot Ambon saat rapat koordinasi hari Senin (12/9). “Menurut mereka terindikasi nanti persoalan ini menjadi panjang kemudian terlihat banyak pengungsi,” jelasnya.
Karena pemerintah melarang keras pendirian posko, maka pada hari Senin (12/9) itu pula HMI cabang Ambon mengambil inisiatif sendiri untuk mendata pengungsi di Masjid Al-Fatah, Masjid Jami’ dan di tempat lain. Anehnya, langkah HMI inipun dicurigai oleh Majelis Ulama Islam (MUI) Ambon. “Setelah berjalan kami mendata kami dipanggil pihak Yayasan Al Fatah dan MUI menyangkut persoalan pengungsi. Kami katakan bahwa fokus kami hanya mendata tidak sampai ke tingkat lain seperti penyaluran dan sebagainya karena memang kami tidak memiliki dana,” terang Azis.
Menurut data HMI, umumnya pengungsi yang berada di masjid Jami’ dan Masjid Al-Fatah ini berasal dari beberapa tempat seperti Diponegoro dan tempat lain yang berada di perbatasan. Mereka masih mengalami trauma pasca penyerangan kelompok Kristen, karena rumah mereka tak jauh dari perkampungan Kristen. “Mereka mengungsi karena merasa takut,” jelas Azid.
Sambil berbincang kami kemudian berkeliling melihat situasi dan kondisi pengungsian. Di antara para pengungsi tersebut ada beberapa orang yang kami wawancarai.sumber
0 komentar:
Posting Komentar