REPUBLIKA.CO.ID, Meski berjilbab, orang dengan mudah menebak: Karimah Duffy adalah gadis Irlandia asli. Kulitnya putih, matanya hijau keabu-abuan. Dia menyapa ramah siapa saja yang dikenalnya.
Karima lahir tahun 1979, dengan nama asli Carol Concepta Duffy. Namanya, dijadikan orangtuanya peringatan - pada tahun yang sama dengan kelahiran dirinya, Paus Johannes Paulus II berkunjung ke negerinya. Lulus SMA di Dundalk, ia melanjutkan kuliahnya di Universitas Slingo, mengambil jurusan ekonomi.
Di Slingo inilah, ia menemukan kebebasan. "Saya tipikal mahasiswa yang hobi clubing dan pesta, walau saya tak pernah terlalu banyak minum. Seingat saya, hanya dua kali saya mabuk sepanjang usia saya," katanya.
Ia juga gemar mentato tubuh. Punggung, adalah kanvas tatonya. "Ada gambar malaikat ukuran besar di punggung saya," katanya, yang kini berniat menghapusnya.
Akhir 1990-an, ia "lelah" dengan gaya hidupnya. Tepatnya, setelah ia selesai kuliah dan mulai bekerja sebagai pengawas mutu di sebuah perusahaan pengolahan makanan di Monaghan. Alih-alih pergi ke bar atau kelab malam, ia memilih menghabiskan waktu di kamar.
Di antara rekan kerjanya, beberapa beragama Islam. Dari merekalah ia tahu, bagaimana agama bernama Islam itu. Apalagi setelah ia mendapatkan Alquran dari salah seorang dari mereka. "Banyak ayat yang ketika saya baca, saya berpikir 'ada sesuatu di dalamnya bagi saya'," katanya.
Sebelumnya, ia hanya tahu Islam adalah agama Timur Tengah. "Dan Timur Tengah yang ada dalam bayangan saya hanyalah padang pasir, onta, dan orang-orang yang mengenakan gaun panjang, baik laki-laki maupun perempuan," ujarnya.
Hanya butuh tiga pekan baginya untuk bertanya pada hatinya tentang ajaran Islam. "Semua cocok dengan saya," katanya. Ia pun meminta bersyahadat, menjadi Muslim.
Keluarganya geger dengan putusan Karimah berpindah keyakinan. Namun hal itu tak berlangsung lama, karena sang ibu "pasang badan" untuknya, setelah ia menjelaskan keputusannya memilih Islam. "Dia sangat mendukung. Jika ia mendengar kata buruk tentang saya, dia yang berdiri pertama membela saya," katanya.
Soal pilihan nama Karimah, ia tersenyum menceritakannya. Nama itu dipilihkan temannya sesaat setelah ia tiba di masjid untuk bersyahadat. "Karimah artinya penyayang, murah hati," katanya.
Kini, ia mantap berislam. Meski jilbab bukan hal yang umum di kotanya, ia memilih untuk mengenakannya. Baginya, sikap dan perilaku dirinya akan membuat dirinya diterima dimanapun dia berada, bukan karena pakaiannya. "Seorang pria yang mengatakan bahwa jilbab adalah bentuk kehinaan sementara ia mempromosikan ketelanjangan dan kecabulan bahkan dalam keluarganya sendiri, maka tak seorangpun akan menggubris apa yang dikatakannya.... serius," ujarnya.
Redaktur: Siwi Tri Puji B
Sumber: independent.ie
0 komentar:
Posting Komentar