Pertanyaan, “Apa hukum menjadikan sepak bola sebagai profesi?”
Jawaban, “Tidak boleh bagi siapa pun untuk berbicara mengenai hukum permainan sepak bola atau yang lainnya, lebih-lebih lagi menjadikannya sebagai profesi, tanpa mempertimbangkan realita dan kondisi permainan bola di zaman ini. Dalam permainan ini, dijumpai buka-buka aurat, menyia-nyiakan shalat, cedera dan luka, ditambah kelalaian untuk melakukan berbagai ketaatan.
Syekh Muhammad bin Ibrahim mengatakan, 'Permainan sepak bola saat ini mengandung berbagai kemungkaran yang menyebabkan terlarangnya permainan sepak bola.
Kemungkaran-kemungkaran tersebut kami ringkas dalam poin-poin berikut ini:
Pertama, permainan sepak bola sering dilakukan sampai menabrak waktu shalat, sehingga menyebabkan para pemain dan penonton acara pertandingan sepak bola tidak melaksanakan shalat sama sekali, atau minimal meninggalkan shalat berjemaah, atau baru mengerjakan shalat setelah waktunya berakhir. Tidaklah diragukan bahwa segala aktivitas yang menghalangi pelaksanaan shalat pada waktunya, atau menyebabkan pelaku aktivitas tersebut meninggalkan shalat berjemaah, tanpa ada alasan yang bisa dibenarkan, adalah aktivitas yang hukumnya haram.
Kedua, karakter dari permainan bola adalah munculnya fanatisme terhadap klub bola, keributan antar-suporter dan timbulnya dendam di antara dua kelompok suporter dari kesebelasan yang bertanding. Dampak-dampak ini adalah kebalikan dari ajaran Islam yang mewajibkan saling toleran, kedekatan hati, dan persaudaraan di antara sesama kaum muslimin. Islam juga mewajibkan umatnya untuk membersihkan hati dari dendam, kebencian, dan adanya sekat-sekat di dalam hati dengan sesama kaum muslimin.
Ketiga, permainan bola itu tidak lepas dari bahaya cederanya badan para pemain disebabkan benturan dan saling dorong. Biasanya, tidaklah permainan bola berakhir melainkan dijumpai adanya pemain yang jatuh pingsan di lapangan bola, patah kaki atau tangannya. Adanya kebutuhan vital berupa mobil ambulans di dekat lapangan bola saat pertandingan berlangsung adalah bukti yang sangat valid mengenai bahaya cedera tubuh yang tidak ringan dalam permainan bola.
Keempat, tujuan diperbolehkannya olah raga adalah untuk meningkatkan stamina tubuh, melatih badan untuk memiliki kesiapan berperang, dan menghilangkan berbagai penyakit menahun. Akan tetapi, saat ini, permainan sepak bola tidaklah memiliki tujuan-tujuan di atas.
Di samping mengandung bahaya-bahaya di atas, dalam permainan bola terdapat unsur mendapatkan harta dengan cara yang tidak benar, ditambah bahaya cederanya badan, menimbulkan dendam dalam hati para pemain, dan perselisihan hati antar-suporter. Bahkan, dukungan sebagian penonton kepada salah satu klub terkadang kelewat batas sehingga ada aksi pemukulan, yang tidak jarang berlanjut dengan aksi pembunuhan. Sebagaimana terjadi dalam satu pertandingan di sebuah kota beberapa bulan yang lewat. Satu bahaya ini saja sudah cukup untuk melarang permainan sepak bola.' (Fatawa Syekh Muhammad bin Ibrahim, 8:116--117)
Adapun permainan bola dengan tujuan menguatkan badan, meningkatkan stamina, atau mengobati sebuah penyakit, tanpa terjadinya salah satu dari hal-hal terlarang di atas, hukumnya boleh.
Syekh Muhammad bin Ibrahim mengatakan, “Pada dasarnya, olah raga semisal ini hukumnya adalah boleh, jika permainan olah raga tersebut terarah dan bebas dari unsur-unsur terlarang. Sebagaimana dikatakan oleh Ibnul Qayyim dalam Al-Furusiyyah dan Syekh Taqiyuddin Ibnu Taimiyyah serta ulama lainnya. Bahkan, jika dalam olah raga tersebut terdapat manfaat berlatih untuk berjihad, latihan mundur untuk menyerang, meningkatkan stamina tubuh, menghilangkan berbagai penyakit menahun, dan meningkatkan spirit sportivitas maka hukumnya adalah dianjurkan, asalkan pelakunya memiliki niat yang benar.
Syarat diperbolehkannya semua bentuk olah raga adalah mana kala olah raga tersebut tidak membahayakan badan apalagi nyawa, tidak menimbulkan kebencian dan permusuhan yang biasanya terjadi di antara para pemain, tidak menyita waktu orang yang melakukannya sehingga melalaikan hal-hal yang lebih urgen, serta tidak menjadi penghalang untuk mengerjakan shalat dan mengingat Allah.' (Fatawa Ibnu Ibrahim, 8:118)Syekh Muhammad bin Ibrahim mengatakan, “Bermain bola dalam sebuah sistem tertentu (baca: turnamen, kompetisi, atau liga) lalu pemain dibagi menjadi dua kesebelasan, baik dengan hadiah (misalnya: tropi, pent.) atau tanpa hadiah, adalah satu hal yang sepatutnya tidak dilakukan karena acara semisal ini mengandung unsur menghalangi dari aktivitas mengingat Allah dan mengerjakan shalat.
Disamping hal di atas, terkadang juga terkandung unsur memakan harta orang lain dengan cara yang tidak diperbolehkan. Jika ada unsur ini maka permainan sepak bola berubah menjadi judi karena mengandung unsur taruhan alias untung-untungan. Jadilah permainan bola mirip-mirip dengan bermain catur dalam sebagian aspek.
Adapun dua orang yang tendang-tendangan bola tanpa memainkannya dalam sistem permainan tertentu maka hukumnya adalah tidak mengapa karena tidak mengandung unsur yang terlarang.' (Fatawa Ibnu Ibrahim, 8:19)
Di antara syarat diperbolehkanya permainan bola adalah memainkan bola itu tidak menyita banyak waktu. Lebih jelek lagi jika seluruh waktu habis untuk bola, seseorang itu populer sebagai pemain bola, atau bola itu menjadi profesinya. Orang yang melanggar syarat di atas dikhawatirkan termasuk dalam firman Allah,
الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَهُمْ لَهْوًا وَلَعِبًا وَغَرَّتْهُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا فَالْيَوْمَ نَنْسَاهُمْ كَمَا نَسُوا لِقَاءَ يَوْمِهِمْ هَذَا
Yang artinya, 'Orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda gurau, dan kehidupan dunia telah menipu mereka. Pada hari (kiamat) ini, Kami melupakan mereka sebagaimana mereka melupakan pertemuan mereka dengan hari ini.' (Q.S. Al-A’raf:51)Dengan uraian di atas, jelaslah bahwa menjadikan permainan bola yang ada saat ini sebagai profesi adalah sesuatu yang hukumnya haram karena mengandung hal-hal yang terlarang menurut syariat, meski pada dasarnya bermain bola itu hukumnya mubah.
Terlebih lagi, jika kita mengetahui bahwa konsekuensi dari menjadikan bola sebagai profesi adalah bepergian ke negeri kafir, untuk bermain bola di sana dalam pertandingan internasional. Setiap muslim pasti mengetahui bahwa di negara-negara kafir, tindakan kekafiran, kefasikan, dan kemaksiatan adalah suatu hal yang berceceran di mana-mana. Pemain bola profesional itu sangat rentan dengan godaan syahwat wanita disebabkan status sebagai selebriti, popularitas, dan banyaknya harta yang dia miliki. Padahal, berada di negara kafir, pada dasarnya, adalah haram dan tidak diperbolehkan kecuali ada kebutuhan yang dibenarkan oleh syariat, dengan memenuhi syarat-syarat tertentu yang disampaikan oleh para ulama.”
Diterjemahkan dengan beberapa peringkasan dari http://islamqa.com/ar/ref/75644
Artikel www.PengusahaMuslim.com
0 komentar:
Posting Komentar