Inilah seharusnya yang dilakukan orang sakit
  1. Hendaknya orang yang sakit merasa ridha dengan ketatapan Allah ta’ala, bersabar atasnya serta berprasangka baik kepada Allah bahwa ketetapan Allah itu pasti baik. Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,
  2. عجبا لأمر المؤمن إن أمره كله خير وليس ذاك لأحد إلا للمؤمن إن أصابته سراء شكر فكان خيرا له وإن أصابته ضراء صبر فكان خيرا له
    “Sungguh menakjubkan perkara seorang mukmin. Semua perkara (yang menimpanya) adalah kebaikan baginya dan tidaklah hal ini terjadi kecuali hanya pada diri seorang mukmin. Jika dia tertimpa kebahagiaan dia bersyukur maka hal ini adalah baik baginya. Dan jika tertimpa musibah dia bersabar maka itu juga baik baginya.” (HR. Muslim) Nabi shallallahu’alaihi wasallam juga bersabda,
    لا يموتن أحدكم إلا وهو يحسن الظن بالله عز و جل
    “Janganlah salah seorang diantara kalian mati kecuali dalam keadaan berprasangka baik kepada Allah Ta’ala”. [1]
  3. Hendaknya seseorang memposisikan dirinya antara rasa khauf (takut) dan raja’(harap). Takut akan adzab Allah karena dosa-dosanya dan harapan mendapatkan rahmat-Nya.
  4. Dari Anas radhiallahu’anhu bahwasanya Nabi shallallahu’alaihai wasallam suatu ketika menjenguk seorang pemuda yang sedang sekarat. Kemudian beliau bertanya kepadanya, “Bagaimana keadaanmu?”Pemuda tersebut menjawab, “Demi Allah wahai Rasulullah aku sangat mengharapkan rahmat Allah namun aku juga takut akan dosa-dosaku .” Maka Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Tidaklah terkumpul pada hati seorang hamba perasaan seperti ini (menggabungkan rasa khauf dan raja’) kecuali Allah akan beri apa yang ia harapkan dan Allah amankan dia dari apa yang ia takutkan.” [2]
  5. Sekalipun sakit yang dideritanya bertambah parah akan tetapi tetap tidak diperbolehkan untuk mengharapkan kematian berdasarkan hadits Ummul fadhl radhiallahu’anha,
  6. Bahwasanya Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam masuk menemui mereka sementara itu Abbas, paman Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam sedang mengeluh, diapun berharap segera mati kemudian Rasulullah shallallahu’alai wasallam berkata,‘Wahai Pamanku! Janganlah engkau mengharap kematian. Karena sesungguhnya jika engkau adalah orang yang memiliki banyak kebaikan dan (waktu kematianmu) diakhirkan maka kebaikanmu akan bertambah dan itu lebih baik bagimu. Begitu juga sebaliknya, jika engkau orang yang banyak keburukannya dan (waktu kematianmu) diakhirkan maka engkau bisa bertaubat darinya maka ini juga baik bagimu. Maka janganlah sekali-kali engkau mengharapkan kematian’ . [3] Imam Bukhari, Muslim, dan Baihaqi dan selain mereka telah mengeluarkan hadits dari Anas secara marfu’ diantaranya berbunyi, “Jika seseorang terpaksa untuk melakuakannya maka hendaknya ia berkata,
    اللَّهُمَّ أَحْيِنِى مَا كَانَتِ الْحَيَاةُ خَيْرًا لِى، وَتَوَفَّنِى إِذَا كَانَتِ الْوَفَاةُ خَيْرًا لِى
    ‘Ya Allah, hidupkanlah aku (panjangkan usiaku), jika hidup itu lebih baik bagiku dan matikanlah aku jika kematian itu lebih baik bagiku’“. [4]
  7. Jika orang yang sakit tersebut memiliki tanggungan kewajiban kepada orang lain yang belum tertunaikan, dan dia mampu untuk menunaikannya maka hendaknya ia segera menunaikannya. Namun jika tidak, hendaknya ia menulis wasiat tentang kewajiban yang belum ia tunaikan karena Nabi shallallahu’alaihi wasallam telah bersabda,
  8. “Barang siapa yang pernah menganiaya saudaranya baik terhadap kehormatannya atau hartanya maka hendaknya ia selesaikan (permasalahan tersebut) hari ini (di dunia), sebelum dia dituntut untuk menunaikannya, ketika sudah tidak ada lagi dinar maupun dirham (hari kiamat). Jika ia memiliki (pahala) amalan shalih maka akan diambil sesuai dengan tingkat kedzalimannya dan jika ternyata ia tidak memiliki pahala kebaikan maka keburukan (baca: dosa) orang yang terdzalimi tersebut akan ditimpakan kepadanya.” [5] Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda, “Tahukah kalian siapakah orang yang bangkrut itu? Mereka (para sahabat ) menjawab, ‘Orang yang bangkrut menurut kami adalah orang yang tidak punya dirham dan harta’. Beliau shallallahu’alaihi wasallam bersabda, ‘Sesungguhnya orang yang bangkrut diantara umatku kelak adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa (pahala) shalat, puasa dan zakat, akan tetapi dia pernah mencela orang yang ini, memfitnah yang itu, memakan harta si ini, menumpahkan darah orang itu dan memukul orang yang ini. Maka mereka diberi kebaikannya…, jika kebaikannnya telah habis sebelum lunas apa yang menjadi tanggungannya maka kesalahan (baca: dosa) mereka (orang yang terdzalimi) akan dipikulkan kepadanya lalu ia pun dilemparkan kedalam neraka.’” [6] Juga sabda Nabi shallallahu’alaihi wasallam, “Barangsiapa yang mati masih memiliki hutang maka disana (akherat) kelak tidak ada dinar dan dirham namun yang ada hanyalah kebaikan dan keburukan”. [7] Dan Imam Thabrani (Al-Kubra) meriwayatkan dengan redaksi, “Hutang itu ada dua macam. Barang siapa yang mati dengan membawa hutang namun ia berniat (saat masih hidup) untuk melunasinya maka aku adalah walinya kelak. Dan barangsiapa yang mati membawa hutang namun ia tidak ada niat untuk melunasinya maka orang inilah yang akan diambil kebaikannya kelak di saat tidak dinilai dinar dan dirham. “[8] Jabir bin Abdillah radhiallahu’anhuma berkata, “Pada masa perang uhud, suatu malam ayahku memanggil diriku dan berkata, ‘Aku tidaklah bermimpi kecuali menjadi orang pertama yang terbunuh diantara para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan aku tidaklah meninggalkan untukmu sesuatu yang lebih mulia dari pada diri Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam. Dan sesungguhnya aku memiliki hutang maka lunasilah. Dan aku wasiatkan kepadamu, berbuat baiklah kepada sesama saudaramu.’ Maka jadilah beliau orang yang terbunuh pertama kali…”[9]
  9. Dan seharusnya (orang yang sakit-pen) bersegera untuk membuat wasiat (seperti halnya wasiat Abdullah radhiallahu’anhu diatas-pen). Berdasarkan sabda Nabi shallallahu’alaihi wasallam,
  10. “Tidaklah pantas bagi seorang muslim melewati malam-malamnya sementara dirinya ingin mewasiatkan sesuatu kecuali wasiat tersebut telah tertulis di sisinya.”Ibnu Umar berkata, “Tidaklah aku melewati malam-malamku sejak aku mendengar sabda Nabi shallallahu’alaihi wasallam tersebut kecuali tertulis wasiat di sisiku.”[10]
  11. Dan kewajiban (orang yang sakit) adalah berwasiat kepada keluarga dekat yang bukan ahli waris. Berdasarkan firman Allah ta’ala,
  12. كُتِبَ عَلَيْكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ إِنْ تَرَكَ خَيْرًا الْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ وَالأقْرَبِينَ بِالْمَعْرُوفِ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِينَ
    “Diwajibkan atas kalian, apabila maut menjemput kalian, jika dia meninggalkan harta, berwasiat untuk kedua orang tua dan karib kerabat dengan cara yang baik, (sebagai) kewajiban bagi orang-orang yang bertakwa.”(QS. Al-Baqarah: 180)
  13. Diperbolehkan baginya berwasiat sepertiga dari hartanya dan tidak boleh lebih dari itu. Namun yang lebih utama seseorang berwasiat kurang dari sepertiga harta. Berdasarkan hadits Saad bin Abi Waqash radhiallahu’anhu beliau berkata,
  14. “Aku pernah bersama Nabi shallallahu’alaihi wasallam di haji wada’. Aku jatuh sakit dan hampir saja mendekati kematian. Maka Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam menjengukku. Akupun bertanya, ‘Wahai Rasulullah sesungguhnya aku memiliki banyak harta dan tidak ada yang mewarisinya kecuali seorang putriku. Maka bolehkah aku berwasiat dua pertiganya?’ Beliau menjawab, ‘Tidak boleh.’Aku berkata, ‘Bagaimana jika separuh hartaku?’Beliau menjawab, ‘Tidak boleh.’Aku bertanya lagi, ‘Bagaimana jika sepertiga harta?’Beliau menjawab, ‘Iya sepertiga harta dan sepertiga itu sudah banyak. Wahai Saad, sungguh jika engkau meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya itu lebih bagimu dari pada meninggalkan mereka dalam keadaan miskin, dengan mengemis kepada manusia. Wahai Saad tidaklah engkau menafkahkan sesuatu, sementara engkau mengharap wajah Allah kecuali engkau akan diberi pahala karenanya. Sampai sesuap makanan yang engkau letakkan di mulut istrimu.’” [seorang perowi berkata, "Maka sepertiga itu boleh"] [11] Dan Ibnu Abbas radhiallahu’anhu berkata, “Aku senang jika manusia mengurangi wasiatnya, kurang dari sepertiga sampai seperempat hartanya. Karena Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda, ‘Sepertiga itu sudah banyak.’”[12]
  15. Ketika berwasaiat, hendaknya dipersaksikan oleh dua orang muslim yang adil. Jika tidak ada maka dua orang yang bukan muslim, dengan terlebih dahulu diminta untuk bersumpah, jika dia ragu atas persaksian mereka berdua. Sebagaimana penjelasan dalam firman Allah tabaraka wa ta’ala,
  16. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا شَهَادَةُ بَيْنِكُم إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ حِينَ الْوَصِيَّةِ اثْنَانِ ذَوَا عَدْلٍ مِنْكُمْ أَوْ آخَرَانِ مِنْ غَيْرِكُمْ إِنْ أَنْتُمْ ضَرَبْتُمْ فِي الْأَرْضِ فَأَصَابَتْكُمْ مُصِيبَةُ الْمَوْتِ تَحْبِسُونَهُمَا مِنْ بَعْدِ الصَّلَاةِ فَيُقْسِمَانِ بِاللَّهِ إِنِ ارْتَبْتُمْ لَا نَشْتَرِي بِهِ ثَمَنًا وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَى وَلَا نَكْتُمُ شَهَادَةَ اللَّهِ إِنَّا إِذًا لَمِنَ الْآثِمِينَ (106) فَإِنْ عُثِرَ عَلَى أَنَّهُمَا اسْتَحَقَّا إِثْمًا فَآخَرَانِ يَقُومَانِ مَقَامَهُمَا مِنَ الَّذِينَ اسْتَحَقَّ عَلَيْهِمُ الْأَوْلَيَانِ فَيُقْسِمَانِ بِاللَّهِ لَشَهَادَتُنَا أَحَقُّ مِنْ شَهَادَتِهِمَا وَمَا اعْتَدَيْنَا إِنَّا إِذًا لَمِنَ الظَّالِمِينَ (107) ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يَأْتُوا بِالشَّهَادَةِ عَلَى وَجْهِهَا أَوْ يَخَافُوا أَنْ تُرَدَّ أَيْمَانٌ بَعْدَ أَيْمَانِهِمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاسْمَعُوا وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ (108)
    Hai orang-orang yang beriman, apabila salah seorang kamu menghadapi kematian, sedang dia akan berwasiat, maka hendaklah (wasiat itu) disaksikan oleh dua orang yang adil di antara kamu, atau dua orang yang berlainan agama dengan kamu, jika kamu dalam perjalanan di muka bumi lalu kamu ditimpa bahaya kematian. Kamu tahan kedua saksi itu sesudah shalat, lalu mereka keduanya bersumpah dengan nama Allah jika kamu ragu-ragu. ‘(Demi Allah) kami tidak akan membeli dengan sumpah ini harga yang sedikit (untuk kepentingan seseorang) walaupun dia karib kerabat, dan tidak (pula) kami menyembunyikan persaksian Allah.Sesungguhnya kami kalau demikian tentulah termasuk orang-orang yang berdosa.’ Jika diketahui bahwa kedua (saksi itu) berbuat dosa, maka dua orang yang lain di antara ahli waris yang berhak yang lebih dekat kepada orang yang meninggal (memajukan tuntutan) untuk menggantikannya, lalu keduanya bersumpah dengan nama Allah, ‘Sesungguhnya persaksian kami lebih layak diterima daripada persaksian kedua saksi itu, dan kami tidak melanggar batas, sesungguhnya kami kalau demikian tentulah termasuk orang-orang yang menganiaya diri sendiri`. Itu lebih dekat untuk (menjadikan para saksi) mengemukakan persaksiannya menurut apa yang sebenarnya, dan (lebih dekat untuk menjadikan mereka) merasa takut akan dikembalikan sumpahnya (kepada ahli waris) sesudah mereka bersumpah. Dan bertakwalah kepada Allah dan dengarkanlah (perintah-Nya). Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.(QS. Al-Maidah: 106-108)
  17. Adapun wasiat kepada orang tua dan anggota keluarga yang menjadi ahli waris maka hal ini tidak diperbolehkan. Karena hukum ini telah dihapus dengan ayat-ayat waris. Disamping itu, Nabi shallallahu’alaihi wasallam telah menjelaskannya ketika berkhutbah di haji wada’. Beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah Ta’ala telah memberikan kepada tiap orang yang memilki hak (warisan) jatahnya masing-masing. Karena itu, tidak ada wasiat untuk Ahli waris.”[13]
  18. Diharamkan merugikan orang lain ketika berwasiat. Seperti berwasiat agar sebagian ahli waris tidak mendapatkan haknya atau melebihkan jatah warisan (dari yang seharusnya) kepada sebagian ahli waris. Allah ta’ala berfirman,
  19. لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَان وَالْأَقْرَبُونَ وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ نَصِيبًا مَفْرُوضًا (7)
    Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan keduaorangtu dan kerabatnya dan bagi perempuan ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan kedua orangtua dan kerabatnya. Baik sedikit ataupun banyak menurut bagiian yang telah ditetapkan.”(QS. An-Nisa : 7) Dalil lain adalah sabda Nabi shallallahu’alaihi wasallam,”Janganlah berbuat yang merugikan. Barangsiapa merugikan maka Allah akan merugikan dirinya dan barangsiapa yang menyusahkan orang lain maka Allah akan menyusahkannya.” [14]
  20. Wasiat yang mengandung kedzaliman adalah wasiat yang batal dan tertolak. Berdasakan sabda Nabi shallallahu’alaihi wasallam, “Barangsiapa yang mengada-adakan dalam urusan kami (perkara agama) yang bukan bagian darinya maka ia tertolak.”[15]
  21. Dan juga berdasarkan hadits Imran bin Hushain, “Bahwasanya ada seorang laki-laki memerdekan enam budak saat menjelang kematiannya [tidak ada harta lain yang ia miliki kecuali budak-budak tersebut]. Datanglah ahli warisnya dari arab badui kemudian memberitahukan kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam tentang apa yang ia perbuat. Maka Nabi pun bertanya, ‘Apa benar dia berbuat demikian?’ Lantas beliau juga menegaskan, ‘Kalau saja kami mengetahui tentang hal ini insyaallah kami tidak akan mensholatinya.’ Tarik kembali budak-budakmua, lalu merdekakan dua orang saja, sementara empat sisanya tetap menjadi budak.’ “[16]
  22. Karena pada umumnya yang terjadi dikalangan manusia saat ini adalah membuat aturan dalam agama mereka (baca : bid’ah), terutama terkait (tata cara) mengurus jenazah, maka sudah menjadi suatu kewajiban bagi seorang muslim untuk berwasiat, agar jenazahnya diurus jenazahnya dan dikafani sesuai dengan sunnah nabi. Sebagai realisasi firman Allah ta’ala,
  23. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلائِكَةٌ غِلاظٌ شِدَادٌ لا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
    “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu,penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”(Qs. At-Tahrim :6) Oleh karena itu banyak diantara kalangan sahabat Rasulullah shallallahu’alaiihi wasallam berwasaiat akan hal ini. Dan atsar tentang mereka sebagaimana yang kami (penulis ) sebutkan sangatlah banyak. Akan tetapi tidak mengapa jika diringkas sebagiannya, yaitu: a. Dari Amir Ibn Saad bin Abi Waqqas bahwasanya bapaknya pernah berkata ketika sedang sakit yang mengantarkan kepada kematiannya, “Buatkanlah untukku liang lahat dan letakkanlah batu merah dibagiannya. Sebagaimana yang dilakukan kepada Nabi shallallahu’alaihi wasallam.”[17] b. Dari Abu Burdah berkata, “Abu Musa radhiallahu’anhu pernah berwasiat di saat beliau sekarat,”Jika kalian berangkat membawa jasadku maka perceptalah langkah kaki kalian, janganlah kalian mengiringkan jenazahku dengan tempat bara api (dupa), janganlah kalian jadikan sesuatupun berada diatas lahadku yang bisa menghalangiku dengan tanah, dan janganlah membuat bangunan di atas kuburku. Dan aku bersaksi sungguh aku berlepas diri dari wanita yang mencukur rambut, menampar pipi dan merobek-robek tatkala mendapat musibah. Para sahabat bertanya, ‘Apakah engkau pernah mendengar hal ini dari Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Ya, dari Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam.’“[18]
Maraji’: Ahkamul Janaiz wa Bida’uhu (hal. 11-18), Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Maktabah Al-Ma’arif, Riyadh.
Penerjemah: Tim Penerjemah Muslimah.or.id
Murojaah:  Ust Ammi Nur Baits
Catatan Kaki:
[1] Kedua hadis diatas diriwayatkan Imam Muslim, Baihaqi dan Imam Ahmad.
[2] Hadits ini dikeluarkan oleh Imam At-Tirmidzi dengan sanad hasan, Ibnu Majah, Abdullah bin Ahmad dalam Zawaid Az- Zuhd (24-25) dan Ibnu Abi Dunya dalam At-Targhib (4/141). Lihat pula dalam Al-Misykah (1612).
[3] Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Ahmad (6/339), Abu Ya’la (7076), dan Al-Hakim (1/339) beliau berkata, “Hadits ini shahih dengan syarat dua syaikh (Imam Bukhari dan Imam Muslim).” Hal ini disepakati oleh Imam Adz-dzahabi, hanya saja beliau menegaskan hadits ini sesuai syarat Imam Bukhari saja.
[4] Hadits ini dikeluarkan dalam Al-Irwa’ (683).
[5] Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Bukhari dan Al-Baihaqi (3/369) dan selain beliau berdua.
[6] HR. Muslim (8/18).
[7] Hadist ini dikeluarkan Al-Hakim (2/27) dan teks (hadits ini) milik beliau, Ibnu Majah, Ahmad (2/ 70-82) dari dua jalan dari IbnuUmar. Hadits pertama shahih sebagaimana penilaian Al-Hakim dan telah disepakati oleh Adz-Dzahabi. Hadits kedua hasan sebagaimana penilaian At-Tirmidzi (3/34).
[8] Hadits Shahih sebagaimana yang telah lalu. Dan dengan hadits Aisyah yang akan datang pada akhir bab.
[9] Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Bukhari (1351).
[10] HR. Bukhari, Muslim, Ash-habussunan dan selainnya.
[11] Hadits ini dikeluarkan oleh Ahmad (1524) dan teks ini milik beliau, dua syaikh (Bukhari Muslim, dua tambahan diatas adalah milik Muslim dan ash habussunan).
[12] Hadits ini dikeluarkan Ahmad (2029 dan 2076), dua syaikh dan Baihaqi (269/6) dan selain mereka.
[13] Hadits ini dikeluarkan oleh Abu Dawud, At-Tirmidzi dan beliau menilai hasan, Baihaqi dan beliau member isyarat kuatnya hadits ini dan ternyata memang benar, karena sanad hadits ini hasan. Hadits ini memiliki banyak hadits penguat menurut Baihaqi. Lihat Majma’ zawaid (4/212).
[14] Hadits ini dikeluarkan oleh Ad-Daruquthniy (522), Al-Hakim (2/ 57-58) dari Said Al-Khudri dan Imam Adz-dzahabi menyepakati beliau dengan berkata, “Hadits shahih dengan syarat Imam Muslim”. Namun yang benar hadits ini hasan sebagaimana perkataan Imam Nawawi dalam Al-Arba’in dan Ibnu Taimiyyah dalam Al-Fatawa (3/262) karena banyaknya jalan dan hadits penguat. Dan Al-Hafidz Ibnu Rajab menyebutkannya dalam Syarh Al-Arba’in (hal.219-220) kemudian aku (Syaikh Albni-pen) keluarkan dalam Irwaul Ghalil no. 888.
[15] Hadits ini diriwayatkan oleh dua syaikh (Bukhari Muslim -pen) dalam shahih beliau berdua, Ahmad dan selainnya dan lihat di Irwa (88).
[16] Hadits riwayat Ahmad (4/446) dan Muslim semisal ini. Demikian juga Ath-Thahawi, Baihaqi dan selainnya. Dan tambahan tersebut dari Imam Muslim dan salah satu riwayat Imam Ahmad.
[17] Hadits ini dikeluarkan Imam Muslim dan Al-Baihaqi (3/407) dan selain beliau berdua.
[18] Hadits ini dikeluarkan Ahmad (4/397), Baihaqi (3/395) dengan lafal yang lengkap dan Ibnu Majah dengan sanad hasan.

0 komentar:

Agenda Harian

Semoga kita senantiasa terpacu untuk mengukir prestasi amal yang akan memperberat timbangan kebaikan di yaumil akhir, berikut rangkaian yang bisa dilakukan

1. Agenda pada sepertiga malam akhir

a. Menunaikan shalat tahajjud dengan memanjangkan waktu pada saat ruku’ dan sujud di dalamnya,

b. Menunaikan shalat witir

c. Duduk untuk berdoa dan memohon ampun kepada Allah hingga azan subuh

Rasulullah saw bersabda:

يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ فَيَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ

“Sesungguhnya Allah SWT selalu turun pada setiap malam menuju langit dunia saat 1/3 malam terakhir, dan Dia berkata: “Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku maka akan Aku kabulkan, dan barangsiapa yang meminta kepada-Ku maka akan Aku berikan, dan barangsiapa yang memohon ampun kepada-Ku maka akan Aku ampuni”. (HR. Bukhari Muslim)


2. Agenda Setelah Terbit Fajar

a. Menjawab seruan azan untuk shalat subuh

” الَّلهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا الَّذِي وَعَدْتَهُ “

“Ya Allah, Tuhan pemilik seruan yang sempurna ini, shalat yang telah dikumandangkan, berikanlah kepada Nabi Muhammad wasilah dan karunia, dan bangkitkanlah dia pada tempat yang terpuji seperti yang telah Engkau janjikan. (Ditashih oleh Al-Albani)

b. Menunaikan shalat sunnah fajar di rumah dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا

“Dua rakaat sunnah fajar lebih baik dari dunia dan segala isinya”. (Muslim)

وَ قَدْ قَرَأَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فِي رَكْعَتَي الْفَجْرِ قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُوْنَ وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدَ

“Nabi saw pada dua rakaat sunnah fajar membaca surat “Qul ya ayyuhal kafirun” dan “Qul huwallahu ahad”.

c. Menunaikan shalat subuh berjamaah di masjid –khususnya- bagi laki-laki.

Rasulullah saw bersabda:

وَلَوْ يَعْلَمُوْنَ مَا فِي الْعَتْمَةِ وَالصُّبْحِ لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا

“Sekiranya manusia tahu apa yang ada dalam kegelapan dan subuh maka mereka akan mendatanginya walau dalam keadaan tergopoh-gopoh” (Muttafaqun alaih)

بَشِّرِ الْمَشَّائِيْنَ فِي الظّلَمِ إِلَى الْمَسَاجِدِ بِالنُّوْرِ التَّامِّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Berikanlah kabar gembira kepada para pejalan di kegelapan menuju masjid dengan cahaya yang sempurna pada hari kiamat”. (Tirmidzi dan ibnu Majah)

d. Menyibukkan diri dengan doa, dzikir atau tilawah Al-Quran hingga waktu iqamat shalat

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ لاَ يُرَدُّ بَيْنَ الأَذَانِ وَالإِقَامَةِ

“Doa antara adzan dan iqamat tidak akan ditolak” (Ahmad dan Tirmidzi dan Abu Daud)

e. Duduk di masjid bagi laki-laki /mushalla bagi wanita untuk berdzikir dan membaca dzikir waktu pagi

Dalam hadits nabi disebutkan:

كَانَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” إَذَا صَلَّى الْفَجْرَ تَرَبَّعَ فِي مَجْلِسِهِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ الْحَسَنَاءُ

” Nabi saw jika selesai shalat fajar duduk di tempat duduknya hingga terbit matahari yang ke kuning-kuningan”. (Muslim)

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran.

Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya waktu fajar itu disaksikan (malaikat). (Al-Isra : 78) Dan memiliki komitmen sesuai kemampuannya untuk selalu:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah lebih banyak dari itu semua, maka akan menuai kebaikan berlimpah insya Allah.

3. Menunaikan shalat Dhuha walau hanya dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنْ الضُّحَى

“Setiap ruas tulang tubuh manusia wajib dikeluarkan sedekahnya, setiap hari ketika matahari terbit. Mendamaikan antara dua orang yang berselisih adalah sedekah, menolong orang dengan membantunya menaiki kendaraan atau mengangkat kan barang ke atas kendaraannya adalah sedekah, kata-kata yang baik adalah sedekah, tiap-tiap langkahmu untuk mengerjakan shalat adalah sedekah, dan membersihkan rintangan dari jalan adalah sedekah”. (Bukhari dan Muslim)

4. Berangkat kerja atau belajar dengan berharap karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمِلِ يَدِهِ، وَكَانَ دَاوُدُ لا يَأْكُلُ إِلا مِنْ عَمِلِ يَدِهِ

“Tidaklah seseorang memakan makanan, lebih baik dari yang didapat oleh tangannya sendiri, dan bahwa nabi Daud makan dari hasil tangannya sendiri”. (Bukhari)

Dalam hadits lainnya nabi juga bersabda:

مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang berjalan dalam rangka mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga”. (Muslim)

d. Menyibukkan diri dengan dzikir sepanjang hari

Allah berfirman :

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“Ketahuilah dengan berdzikir kepada Allah maka hati akan menjadi tenang” (Ra’ad : 28)

Rasulullah saw bersabda:

أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللهَ أَنْ تَمُوْتَ ولسانُك رَطْبٌ من ذِكْرِ الله

“Sebaik-baik perbuatan kepada Allah adalah saat engkau mati sementara lidahmu basah dari berdzikir kepada Allah” (Thabrani dan Ibnu Hibban) .

5. Agenda saat shalat Zhuhur

a. Menjawab azan untuk shalat Zhuhur, lalu menunaikan shalat Zhuhur berjamaah di Masjid khususnya bagi laki-laki

b. Menunaikan sunnah rawatib sebelum Zhuhur 4 rakaat dan 2 rakaat setelah Zhuhur

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ صَلَّى اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِي يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِيَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang shalat 12 rakaat pada siang dan malam hari maka Allah akan membangunkan baginya dengannya rumah di surga”. (Muslim).

6. Agenda saat dan setelah shalat Ashar

a. Menjawab azan untuk shalat Ashar, kemudian dilanjutkan dengan menunaikan shalat Ashar secara berjamaah di masjid

b. Mendengarkan nasihat di masjid (jika ada)

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ لا يُرِيدُ إِلا أَنْ يَتَعَلَّمَ خَيْرًا أَوْ يَعْلَمَهُ، كَانَ لَهُ كَأَجْرِ حَاجٍّ تَامًّا حِجَّتُهُ

“Barangsiapa yang pergi ke masjid tidak menginginkan yang lain kecuali belajar kebaikan atau mengajarkannya, maka baginya ganjaran haji secara sempurna”. (Thabrani – hasan shahih)

c. Istirahat sejenak dengan niat yang karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

وَإِنَّ لِبَدَنِكَ عَلَيْكَ حَقٌّ

“Sesungguhnya bagi setiap tubuh atasmu ada haknya”.

Agenda prioritas:

Membaca Al-Quran dan berkomitmen semampunya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan, maka akan menuai kebaikan yang berlimpah insya Allah.

7. Agenda sebelum Maghrib

a. Memperhatikan urusan rumah tangga – melakukan mudzakarah – Menghafal Al-Quran

b. Mendengarkan ceramah, nasihat, khutbah, untaian hikmah atau dakwah melalui media

c. Menyibukkan diri dengan doa

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ

“Doa adalah ibadah”

8. Agenda setelah terbenam matahari

a. Menjawab azan untuk shalat Maghrib

b. Menunaikan shalat Maghrib secara berjamaah di masjid (khususnya bagi laki-laki)

c. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Maghrib – 2 rakaat

d. Membaca dzikir sore

e. Mempersiapkan diri untuk shalat Isya lalu melangkahkan kaki menuju masjid

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ لِيَقْضِيَ فَرِيضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللَّهِ كَانَتْ خَطْوَتَاهُ إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ خَطِيئَةً وَالْأُخْرَى تَرْفَعُ دَرَجَةً

“Barangsiapa yang bersuci/berwudhu kemudian berjalan menuju salah satu dari rumah-rumah Allah untuk menunaikan salah satu kewajiban dari kewajiban Allah, maka langkah-langkahnya akan menggugurkan kesalahan dan yang lainnya mengangkat derajatnya”. (Muslim)

9. Agenda pada waktu shalat Isya

a. Menjawab azan untuk shalat Isya kemudian menunaikan shalat Isya secara jamaah di masjid

b. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Isya – 2 rakaat

c. Duduk bersama keluarga/melakukan silaturahim

d. Mendengarkan ceramah, nasihat dan untaian hikmah di Masjid

e. Dakwah melalui media atau lainnya

f. Melakukan mudzakarah

g. Menghafal Al-Quran

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran dengan berkomitmen sesuai dengan kemampuannya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan bacaan maka telah menuai kebaikan berlimpah insya Allah.


Apa yang kita jelaskan di sini merupakan contoh, sehingga tidak harus sama persis dengan yang kami sampaikan, kondisional tergantung masing-masing individu. Semoga ikhtiar ini bisa memandu kita untuk optimalisasi ibadah insya Allah. Allahu a’lam

Jazaakillah

Sedikit revisi dari : http://www.al-ikhwan.net/agenda-harian-ramadhan-menuju-bahagia-di-bulan-ramadhan-2989/

Isi Blog

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.