fanatik butaFanatik terhadap kyai, ulama, atau ustadz memang telah mendarah daging dalam tubuh umat ini. Yang jadi masalah bukanlah sekedar mengikuti pendapat orang yang berilmu. Namun yang menjadi masalah adalah ketika pendapat para ulama tersebut jelas-jelas menyelisihi Al Qur’an dan As Sunnah tetapi dibela mati-matian. Yang penting kata mereka ‘ sami’na wa atho’na’ (apa yang dikatakan oleh kyai kami, tetap kami dengar dan kami taat). Entah pendapat kyai tersebut merupakan perbuatan syirik atau bid’ah, yang penting kami tetap patuh kepada guru-guru kami.
Fenomena Fanatik Buta
Fanatik -dalam bahasa Arab disebut ta’ashub- adalah sikap mengikuti seseorang tanpa mengetahui dalilnya, selalu menganggapnya benar, dan membelanya secara membabi buta. Fanatik terhadap kyai, ustadz, atau ulama bahkan kelompok tertentu telah terjadi sejak dahulu seperti yang terjadi di kalangan para pengikut madzhab (ada 4 madzhab yang terkenal yaitu Hanafi, Hanbali, Maliki, dan Syafi’i). Di mana para pengikut madzhab tersebut mengklaim bahwa kebenaran hanya pada pihak mereka sendiri, sedangkan kebathilan adalah pada pihak (madzhab) yang lain.
Banyak contoh yang dapat diambil dari para pengikut madzhab tersebut. Di antara contoh perkataan bathil di antara mereka adalah ucapan Abul Hasan Al Karkhiy Al Hanafi (seorang tokoh fanatik di kalangan Hanafiyyah). Beliau mengatakan, “Setiap ayat dan hadits yang menyelisihi penganut madzhab kami (Hanafiyyah), maka harus diselewengkan maknanya atau dihapus hukumnya.
Syaikh Al Albani rahimahullah juga mengisahkan, bahwa ada seorang bermadzhab Hanafiyah mengharamkan pria dari kalangan mereka menikah dengan wanita bermadzhab Syafi’iyah, kecuali wanita tadi diposisikan sebagai wanita ahli kitab dianalogikan dengan wanita Yahudi dan Nasrani!! Hal ini masih terjadi hingga sekarang. Seperti ada seorang bermadzhab Hanafi dan dia begitu takjub dengan seorang khotib masjid Bani Umayyah di Damaskus, dia mengatakan, “Andaikan khotib tadi bukan bermadzhab Syafi’i, niscaya aku akan nikahkan dia dengan anak perempuanku!”
Imam Adz Dzahabi dalam Siyar A’lam Nubala’ juga menceritakan, bahwa Abu Abdillah Muhammad bin Fadhl Al Farra’ pernah menjadi imam sholat di masjid Abdullah selama 60 puluh tahun lamanya. Beliau bermadzhab Syafi’i dan melakukan qunut shubuh. Setelah itu imam sholat diambil alih oleh seseorang yang bermadzhab Maliki dan tidak melakukan qunut shubuh. Karena hal ini menyelisihi tradisi masyarakat setempat, akhirnya mereka bubar meninggalkan imam yang tidak melakukan qunut shubuh ini, seraya berkomentar, “Sholat imam tersebut tidak becus !!!”.
Inilah contoh yang terjadi di kalangan pengikut madzhab. Begitu juga yang terjadi pada umat Islam sekarang ini, banyak sekali di antara mereka membela secara mati-matian pendapat dari ulama atau guru-guru mereka (seperti membela kesyirikan, kebid’ahan, atau perbuatan haram yang dilakukan guru-guru tersebut), padahal jelas-jelas bertentangan dengan ayat dan hadits yang shohih.
Mempertentangkan Perkataan Allah dan Rasul-Nya dengan Perkataan Kyai/Ulama
Banyak dari umat Islam saat ini, apabila dikatakan kepada mereka, “Alloh telah berfirman” atau kita sampaikan “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda …”, mereka malah menjawab, “Namun, kyai/ustadz kami berkata demikian …”. Apakah mereka belum pernah mendengar firman Allah (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya” (Al Hujurot : 1) [?] Yaitu janganlah kalian mendahulukan perkataan siapapun dari perkataan Alloh dan Rosul-Nya.
Dan perhatikan pula ayat selanjutnya dari surat ini. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari.” (Al Hujurot : 2).
Ibnul Qoyyim rohimahulloh dalam I’lamul Muwaqi’in mengatakan,
“Apabila mengeraskan suara mereka di atas suara Rasul saja dapat menyebabkan terhapusnya amalan mereka. Lantas bagaimana kiranya dengan mendahulukan pendapat, akal, perasaan, politik, dan pengetahuan di atas ajaran rasul [?] Bukankah ini lebih layak sebagai penghapus amalan mereka [?]“
Ibnu ‘Abbas radiyallahu ‘anhuma mengatakan,
“Hampir saja kalian akan dihujani hujan batu dari langit. Aku katakan, ‘Rasulullah bersabda demikian lantas kalian membantahnya dengan mengatakan, ‘Abu Bakar dan Umar berkata demikian.’ “(Shohih. HR. Ahmad).
Dari perkataan ini, wajib bagi seorang muslim jika dia mendengar hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan dia paham maksudnya/penjelasannya dari ahli ilmu, tidaklah boleh bagi dia menolak hadits tersebut karena perkataan seorang pun. Tidak boleh dia menentangnya karena perkataan Abu Bakar dan Umar -radiyallahu ‘anhuma- (yang telah kita ketahui bersama kedudukan mereka berdua), atau sahabat Nabi yang lain, atau orang-orang di bawah mereka, apalagi dengan perkataan seorang kyai atau ustadz. Dan para ulama juga telah sepakat bahwa barangsiapa yang telah mendapatkan penjelasan dari hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tidak boleh baginya meninggalkan hadits tersebut dikarenakan perkataan seorang pun, siapa pun dia. Dan perkataan seperti ini selaras dengan perkataan Imam Syafi’i -semoga Alloh merahmati beliau-. Beliau rahimahullah mengatakan,
“Kaum muslimin sepakat bahwa siapa saja yang telah jelas baginya ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tidak halal baginya untuk meninggalkannya karena perkataan yang lainnya.” (Madarijus Salikin, 2/335, Darul Kutub Al ‘Arobi. Lihat juga Al Haditsu Hujjatun bi Nafsihi fil ‘Aqoid wal Ahkam, Muhammad Nashiruddin Al Albani, hal. 79, Asy Syamilah)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya. Seandainya Musa hadir di tengah kalian dan kalian mengikutinya dan meninggalkanku, maka sungguh kalian telah tersesat dari jalan yang lurus. Sekiranya Musa hidup kembali dan menjumpai kenabianku, dia pasti mengikutiku.” (Hasan, HR. Ad Darimi dan Ahmad).
Maksudnya apabila kita meninggalkan sunnah Nabi dan mengikuti Musa, seorang Nabi yang mulia yang pernah diajak bicara oleh Alloh, maka kita akan tersesat dari jalan yang lurus. Lantas bagaimana pendapat saudara sekalian, apabila kita meninggalkan sunnah Nabi dan mengikuti para kyai, tokoh agama, ustadz, mubaligh, cendekiawan dan sebagainya yang sangat jauh bila dibandingkan Nabi Musa ‘alaihis salaam??! Renungkanlah hal ini.
Dampak Fanatik Buta
Fanatik memunculkan berbagai dampak negatif yang sangat berbahaya bagi pribadi secara khusus dan masyarakat secara umum. Berikut ini kami paparkan beberapa dampak yang terjadi karena fanatik buta.
[1] Memejamkan mata dari dalil yang kuat dan berpegang dengan dalil yang rapuh
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Mayoritas orang-orang fanatik madzhab tidak mendalami Al Qur’an dan As Sunnah kecuali segilintir orang saja. Sandaran mereka hanyalah hadit-hadits yang rapuh atau hikayat-hikayat dari para tokoh ulama yang bisa jadi benar dan bisa jadi bohong.”
[2] Merubah dalil untuk membela pendapatnya
Contohnya adalah atsar tentang qunut shubuh yang diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Majah, Tirmidzi, dan beliau menshohihkannya. Dari Malik Al Asyja’i rodiyallohu ‘anhu berkata, “Saya pernah bertanya kepada ayahku,’Wahai ayahku! Sesungguhnya engkau pernah sholat di belakang Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali di sini -di Kufah-. Apakah mereka melakukan qunut shubuh?’ Jawab beliau,’Wahai anakku, itu merupakan perkara muhdats (perkara baru yang diada-adakan dalam agama -pen)’ “.
Tetapi seorang tokoh bermadzhab Syafi’i di Mesir malah mengganti hadits tersebut dengan lafadz yang artinya, ‘Wahai anakku,ceritakanlah (kata muhdats diganti dengan fahaddits yang berarti ceritakanlah-pen) [!]‘ Dan tokoh ini juga mengatakan, “Sholatnya orang yang meninggalkan qunut shubuh secara sengaja, maka sholatnya batal yaitu tidak sah.”
Sungguh perbuatan tokoh ini dikarenakan sikap fanatik beliau pada madzhabnya yang mengakar kuat pada dirinya. Tetapi lihatlah perbedaan yang sangat menonjol dengan orang yang mengikuti kebenaran, walaupun madzhabnya sama dengan tokoh fanatik di atas. Beliau -Abul Hasan Al Kurjiy Asy Syafi’i- tidak pernah melakukan qunut shubuh dan beliau pernah berkata,”Tidak ada hadits shohih tentang hal itu (yaitu qunut shubuh,-pen).”
[3] Sering memalsukan hadits
Di antara hadits palsu hasil rekayasa orang-orang yang fanatik madzhab untuk membela madzhabnya, yaitu dari Ahmad bin Abdilllah bin Mi’dan dari Anas secara marfu’ : “Akan datang pada umatku seorang yang bernama Muhammad bin Idris (yakni Imam Syafi’i-pen), dia lebih berbahaya bagi umatku daripada Iblis. Dan akan datang pada umatku seorang bernama Abu Hanifah, dia adalah pelita umatku”.
Hadits ini selain palsu, juga bertentangan dengan nash yang menyatakan bahwa pelita umat ini adalah Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana yang terdapat dalam surat Al Ahzab ayat 46.
[4] Menfatwakan bahwa taqlid hukumnya wajib
Para fanatisme madzhab atau kelompok akan menyerukan kepada pengikutnya tentang kewajiban taqlid yaitu mengambil pendapat seseorang tanpa mengetahui dalilnya.
Hal ini sebagaimana yang diwajibkan organisasi Islam terbesar di Indonesia. Salah seorang tokoh organisasi tersebut mengatakan, “Sejak ratusan tahun yang lalu sampai sekarang sebagian besar umat Islam di seluruh dunia yang termasuk dalam golongan Ahlus Sunnah wal Jama’ah membenarkan adanya kewajiban taqlid bagi orang yang tidak memenuhi syarat untuk berijtihad …”
Ini adalah ucapan yang bathil. Tidak pernah ada kewajiban seperti ini dari Alloh, Rosululloh, sampai-sampai imam madzhab sekalipun. Karena pendapat imam madzhab itu kadangkala benar dan kadangkala juga salah. Seringkali para imam madzhab berpegang pada suatu pendapat dan beliau meralat pendapatnya tersebut. Dan para imam itu sendiri melarang untuk taqlid kepadanya, sebagaimana Imam Syafi’i rohimahulloh (imam madzhab yang organisasi ini ikuti) mengatakan,
“Setiap yang aku katakan, kemudian ada hadits shohih yang menyelisihinya, maka hadits Nabi tersebut lebih utama untuk diikuti. Janganlah kalian taqlid kepadaku”.
Janganlah Menolak Kebenaran
Sesungguhnya Allah telah mengutus para rosul untuk segenap manusia. Alloh mengutus para rasul untuk mendakwahi manusia agar mereka beribadah dan menyembah kepada Allah semata. Akan tetapi kebanyakan mereka mendustakan rosul-rosul utusan Alloh itu; mereka tolak kebenaran yang dibawanya, yaitu ketauhidan. Akhirnya mereka pun menemui kebinasaan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya ada kesombongan meskipun sebesar biji sawi.” Kemudian beliau melanjutkan hadits ini dengan berkata, “Kesombongan adalah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain.” (HR. Muslim)
Berdasarkan hadits di atas, tidak diperbolehkan bagi seorang mukmin menolak kebenaran atau nasehat yang disampaikan kepadanya. Karena jika demikian berarti mereka telah menyerupai orang-orang kafir dan telah menjerumuskan dirinya ke dalam sifat sombong yang bisa menghalanginya masuk surga. Maka, sikap hikmah (yaitu sikap menerima kebenaran dan tidak meremehkan siapapun yang menyampaikannya -pen) menjadi senjata yang ampuh bagi seorang mukmin yang selalu siap digunakan. Maka dari itu, kita wajib menerima kebenaran dari siapapun datangnya, bahkan dari setan sekalipun.
Ya Alloh, tunjukilah -dengan izin-Mu- bagi kami pada kebenaran dalam perkara yang kami perselisihkan. Sesungguhnya Engkaulah yang menunjuki siapa yang Engkau kehendaki ke jalan yang lurus.
[Disarikan oleh Abu Isma'il Muhammad Abduh Tuasikal dari Majalah Al Furqon ed.11/Th.II, At Tamhiid li Syarhi Kitaabit Tauhid-Syaikh Sholeh Alu Syaikh, al Firqotun Najiyah-Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu]

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel http://rumaysho.com
Tulisan di masa silam, wisma MTI, Pogung Kidul

0 komentar:

Agenda Harian

Semoga kita senantiasa terpacu untuk mengukir prestasi amal yang akan memperberat timbangan kebaikan di yaumil akhir, berikut rangkaian yang bisa dilakukan

1. Agenda pada sepertiga malam akhir

a. Menunaikan shalat tahajjud dengan memanjangkan waktu pada saat ruku’ dan sujud di dalamnya,

b. Menunaikan shalat witir

c. Duduk untuk berdoa dan memohon ampun kepada Allah hingga azan subuh

Rasulullah saw bersabda:

يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ فَيَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ

“Sesungguhnya Allah SWT selalu turun pada setiap malam menuju langit dunia saat 1/3 malam terakhir, dan Dia berkata: “Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku maka akan Aku kabulkan, dan barangsiapa yang meminta kepada-Ku maka akan Aku berikan, dan barangsiapa yang memohon ampun kepada-Ku maka akan Aku ampuni”. (HR. Bukhari Muslim)


2. Agenda Setelah Terbit Fajar

a. Menjawab seruan azan untuk shalat subuh

” الَّلهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا الَّذِي وَعَدْتَهُ “

“Ya Allah, Tuhan pemilik seruan yang sempurna ini, shalat yang telah dikumandangkan, berikanlah kepada Nabi Muhammad wasilah dan karunia, dan bangkitkanlah dia pada tempat yang terpuji seperti yang telah Engkau janjikan. (Ditashih oleh Al-Albani)

b. Menunaikan shalat sunnah fajar di rumah dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا

“Dua rakaat sunnah fajar lebih baik dari dunia dan segala isinya”. (Muslim)

وَ قَدْ قَرَأَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فِي رَكْعَتَي الْفَجْرِ قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُوْنَ وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدَ

“Nabi saw pada dua rakaat sunnah fajar membaca surat “Qul ya ayyuhal kafirun” dan “Qul huwallahu ahad”.

c. Menunaikan shalat subuh berjamaah di masjid –khususnya- bagi laki-laki.

Rasulullah saw bersabda:

وَلَوْ يَعْلَمُوْنَ مَا فِي الْعَتْمَةِ وَالصُّبْحِ لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا

“Sekiranya manusia tahu apa yang ada dalam kegelapan dan subuh maka mereka akan mendatanginya walau dalam keadaan tergopoh-gopoh” (Muttafaqun alaih)

بَشِّرِ الْمَشَّائِيْنَ فِي الظّلَمِ إِلَى الْمَسَاجِدِ بِالنُّوْرِ التَّامِّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Berikanlah kabar gembira kepada para pejalan di kegelapan menuju masjid dengan cahaya yang sempurna pada hari kiamat”. (Tirmidzi dan ibnu Majah)

d. Menyibukkan diri dengan doa, dzikir atau tilawah Al-Quran hingga waktu iqamat shalat

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ لاَ يُرَدُّ بَيْنَ الأَذَانِ وَالإِقَامَةِ

“Doa antara adzan dan iqamat tidak akan ditolak” (Ahmad dan Tirmidzi dan Abu Daud)

e. Duduk di masjid bagi laki-laki /mushalla bagi wanita untuk berdzikir dan membaca dzikir waktu pagi

Dalam hadits nabi disebutkan:

كَانَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” إَذَا صَلَّى الْفَجْرَ تَرَبَّعَ فِي مَجْلِسِهِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ الْحَسَنَاءُ

” Nabi saw jika selesai shalat fajar duduk di tempat duduknya hingga terbit matahari yang ke kuning-kuningan”. (Muslim)

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran.

Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya waktu fajar itu disaksikan (malaikat). (Al-Isra : 78) Dan memiliki komitmen sesuai kemampuannya untuk selalu:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah lebih banyak dari itu semua, maka akan menuai kebaikan berlimpah insya Allah.

3. Menunaikan shalat Dhuha walau hanya dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنْ الضُّحَى

“Setiap ruas tulang tubuh manusia wajib dikeluarkan sedekahnya, setiap hari ketika matahari terbit. Mendamaikan antara dua orang yang berselisih adalah sedekah, menolong orang dengan membantunya menaiki kendaraan atau mengangkat kan barang ke atas kendaraannya adalah sedekah, kata-kata yang baik adalah sedekah, tiap-tiap langkahmu untuk mengerjakan shalat adalah sedekah, dan membersihkan rintangan dari jalan adalah sedekah”. (Bukhari dan Muslim)

4. Berangkat kerja atau belajar dengan berharap karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمِلِ يَدِهِ، وَكَانَ دَاوُدُ لا يَأْكُلُ إِلا مِنْ عَمِلِ يَدِهِ

“Tidaklah seseorang memakan makanan, lebih baik dari yang didapat oleh tangannya sendiri, dan bahwa nabi Daud makan dari hasil tangannya sendiri”. (Bukhari)

Dalam hadits lainnya nabi juga bersabda:

مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang berjalan dalam rangka mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga”. (Muslim)

d. Menyibukkan diri dengan dzikir sepanjang hari

Allah berfirman :

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“Ketahuilah dengan berdzikir kepada Allah maka hati akan menjadi tenang” (Ra’ad : 28)

Rasulullah saw bersabda:

أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللهَ أَنْ تَمُوْتَ ولسانُك رَطْبٌ من ذِكْرِ الله

“Sebaik-baik perbuatan kepada Allah adalah saat engkau mati sementara lidahmu basah dari berdzikir kepada Allah” (Thabrani dan Ibnu Hibban) .

5. Agenda saat shalat Zhuhur

a. Menjawab azan untuk shalat Zhuhur, lalu menunaikan shalat Zhuhur berjamaah di Masjid khususnya bagi laki-laki

b. Menunaikan sunnah rawatib sebelum Zhuhur 4 rakaat dan 2 rakaat setelah Zhuhur

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ صَلَّى اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِي يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِيَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang shalat 12 rakaat pada siang dan malam hari maka Allah akan membangunkan baginya dengannya rumah di surga”. (Muslim).

6. Agenda saat dan setelah shalat Ashar

a. Menjawab azan untuk shalat Ashar, kemudian dilanjutkan dengan menunaikan shalat Ashar secara berjamaah di masjid

b. Mendengarkan nasihat di masjid (jika ada)

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ لا يُرِيدُ إِلا أَنْ يَتَعَلَّمَ خَيْرًا أَوْ يَعْلَمَهُ، كَانَ لَهُ كَأَجْرِ حَاجٍّ تَامًّا حِجَّتُهُ

“Barangsiapa yang pergi ke masjid tidak menginginkan yang lain kecuali belajar kebaikan atau mengajarkannya, maka baginya ganjaran haji secara sempurna”. (Thabrani – hasan shahih)

c. Istirahat sejenak dengan niat yang karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

وَإِنَّ لِبَدَنِكَ عَلَيْكَ حَقٌّ

“Sesungguhnya bagi setiap tubuh atasmu ada haknya”.

Agenda prioritas:

Membaca Al-Quran dan berkomitmen semampunya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan, maka akan menuai kebaikan yang berlimpah insya Allah.

7. Agenda sebelum Maghrib

a. Memperhatikan urusan rumah tangga – melakukan mudzakarah – Menghafal Al-Quran

b. Mendengarkan ceramah, nasihat, khutbah, untaian hikmah atau dakwah melalui media

c. Menyibukkan diri dengan doa

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ

“Doa adalah ibadah”

8. Agenda setelah terbenam matahari

a. Menjawab azan untuk shalat Maghrib

b. Menunaikan shalat Maghrib secara berjamaah di masjid (khususnya bagi laki-laki)

c. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Maghrib – 2 rakaat

d. Membaca dzikir sore

e. Mempersiapkan diri untuk shalat Isya lalu melangkahkan kaki menuju masjid

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ لِيَقْضِيَ فَرِيضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللَّهِ كَانَتْ خَطْوَتَاهُ إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ خَطِيئَةً وَالْأُخْرَى تَرْفَعُ دَرَجَةً

“Barangsiapa yang bersuci/berwudhu kemudian berjalan menuju salah satu dari rumah-rumah Allah untuk menunaikan salah satu kewajiban dari kewajiban Allah, maka langkah-langkahnya akan menggugurkan kesalahan dan yang lainnya mengangkat derajatnya”. (Muslim)

9. Agenda pada waktu shalat Isya

a. Menjawab azan untuk shalat Isya kemudian menunaikan shalat Isya secara jamaah di masjid

b. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Isya – 2 rakaat

c. Duduk bersama keluarga/melakukan silaturahim

d. Mendengarkan ceramah, nasihat dan untaian hikmah di Masjid

e. Dakwah melalui media atau lainnya

f. Melakukan mudzakarah

g. Menghafal Al-Quran

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran dengan berkomitmen sesuai dengan kemampuannya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan bacaan maka telah menuai kebaikan berlimpah insya Allah.


Apa yang kita jelaskan di sini merupakan contoh, sehingga tidak harus sama persis dengan yang kami sampaikan, kondisional tergantung masing-masing individu. Semoga ikhtiar ini bisa memandu kita untuk optimalisasi ibadah insya Allah. Allahu a’lam

Jazaakillah

Sedikit revisi dari : http://www.al-ikhwan.net/agenda-harian-ramadhan-menuju-bahagia-di-bulan-ramadhan-2989/

Isi Blog

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.