“Manusia yang paling dicintai Allah adalah yang paling bermanfaat” Adakalanya terdapat kelebihan yang ada di dalam diri tetapi tidak menular kepada orang lain, tidak memberikan manfaat dan tidak pula menyumbangkan faedah.
Gambaran yang menyakitkan itu seperti seorang faqih (ahli fikih) berteman orang jahil yang tidak mengambil faedah apapun dari fikihnya. Atau seorang qari (ahli baca al-Qur`an) yang ditemani orang yang ummi (tidak bisa baca tulis) yang tidak berguna baginya keindahan bacaannya. Atau seorang ‘abid (ahli ibadah) yang berada di samping seorang yang fasik yang tidak menular sedikitpun dari keshalihannya.
***
Ada sebagian orang yang enggan melakukan sesuatu yang mudah, padahal berguna bagi orang lain, karena hanya mengurus kepentingan pribadinya. Sikap seperti ini bukanlah sifat seorang muslim sejati. Seorang muslim senantiasa berusaha memberikan bantuan kepada yang memerlukannya, memberi nasehat kepada yang tidak mengetahuinya, memberi manfaat kepada yang berhak menerimanya berdasarkan fitrah nuraninya.
“Maka itulah perumpamaan orang paham terhadap agama Allah, dan Allah memberi manfaat kepadanya dengan ajaran yang Dia mengutusku dengannya, mengambil manfaat dengannya, mengetahui dan mengajarkan (kepada orang lain)...” Shahih al-Bukhari, kitab ilmu, bab ke-20, no. 79 (Fath al-Bari 1/175). Rasulullah tidak membiarkan kesempatan duduknya seorang anak laki-laki di belakangnya –seperti Ibnu Abbad tanpa memberikan manfaat kepadanya yang merupakan pendidikan baginya dan mengisi waktu perjalanan, beliau bersabda kepadanya:
“Wahai anakku, aku mengajarkan kepadamu beberapa kalimat (pesan) yang Allah memberi
manfaat kepadamu dengannya: Jagalah Allah niscaya Dia menjagamu...” Musnad Imam Ahmad1/307 dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih al-Jami’ no. 7907.
Para sahabat juga mengikuti akhlak yang mulia ini, Abu Hurairah berkata kepada Anas bin
Hakim, ‘Wahai anak muda, maukah engkau kuceritakan kepadamu satu hadits, semoga Al-lah memberi manfaat kepadamu dengannya?.. sesungguhnya yang pertama-tama manusia dihisab pada hari kiamat dari amal perbuatan
mereka adalah shalat...” Musnad Imam Ahmad 2/ 425, dan lafazh yang marfu’ dalam shahih Sunan Abu Daud no. 770/864 (Shahih).
Seorang muslim tidak membiarkan sia sia kemampuan yang menganggur, kekayaan yangterpendam, dan energi yang terbuang sia sia, dan tidak berfikir untuk memanfaatkannya, baik untuk dirinya atau untuk kaum muslimin saudaranya.
0 komentar:
Posting Komentar