Sudah menjadi tuntutan fitrah manusia untuk menyukai lawan sejenisnya. Tidak ada yang dapat menolak dorongan fitrah ini kecuali ia akan merusak dirinya sendiri. Atau secara rahasia menyalurkannya melalui cara-cara yang keji dan hina. Allah telah memberi panduan kepada manusia untuk memenuhi hasrat ini melalui institusi perkawinan.
Memandangkan hubungan yang khas dan istimewa antara seorang lelaki dan seorang perempuan yang diikat dengan tali perkawinan maka memilih calon hidup menjadi momen yang penting sekaligus genting bagi seorang Mukmin atau Mukminah yang ingin membentuk keluarga Al-Qur’an. Cita-cita mewujudkan keluarga Al- Qur’an akan lebih berhasil jika calon pasangan hidup yang dipilih mempunyai keinginan yang sama. Sudah pasti pasangan ini telah menyiapkan diri untuk mencapai matlamat tersebut. Inilah makna lain dari sekufu.
Tanpa proses dan kaedah pemilihan yang betul, mahligai rumahtangga Al-Qur’an juga sukar untuk ditegakkan dengan kukuh. Pada ketika inilah kekuatan dan hampirnya hubungan dengan
Allah amat membantu dalam menentukan pemilihan yang betul. Sesungguhnya hanya Dia yang Maha Mengetahui siapa pasangan yang terbaik bagi seseorang.
***
Ketika akad diucapkan dan tangan wali perempuan dijabat, maka bermulah babak baru dalam proses pembentukan keluarga Al-Qur’an. Episod yang sukar diduga. Pernikahan mengikat dua insan yang amat berbeda sama sekali. Berbeda pribadi, berbeda latar belakang, pengalaman hidup, kefahaman bahkan kebiasaan- kebiasaan yang dilalui dalam hidupnya. Ketika ini kekuatan akidah, pemahaman fikrah, keteguhan azam, kesabaran dan kedewasaan serta kematangan menjadi penting untuk menghadapi perbedaan-perbedaan tersebut. Sekaligus menjadikan kedua pribadi yang berbeda itu saling lengkap melengkapi dan menguatkan antara satu sama lain. Bukannya saling memperlecehkan dan melemahkan.
Dalam mengayuh biduk kehidupan baru inilah, kesungguhan untuk menegakkan kehidupan al-Qur’an diuji. Pasangan ini mungkin boleh merancang untuk sama-sama menghidupkan malam dengan qiyamulail, memulakan setiap hari baru dengan dzikir, tadabur Qur’an sebelum meninggalkan rumah, muraja’ah kitab-kitab setiap kali ada kelapangan serta mengakhiri tirai malamnya dengan witir. Namun semua ini tidak semudah apa yang dirancangkan. Dalam realiti kehidupan tidak semua yang kita inginkan dapat kita realisasikan. Sekali lagi pemahaman, kedewasaan, pengalaman serta kesabaran dari kedua belah pihak memainkan peranan penting. Semuanya untuk memperteguhkan diri dengan azam yang telah disepakati. Tidak peduli ada dalam keadaan senang atau susah, sendirian atau bersama- sama.
Di sinilah ‘partnership’ (kerjasama) antara suami isteri menjadi modal penting. Suami sebagai ketua keluarga boleh tidak meletakkan kedudukan istri sekadar sebagai pengikut. Istri juga harus tampil sebagai rekan berbagi yang baik. Rekan berbagi yang dapat mendorong suamimya dalam kebaikan, mengingatkan jika terlupa atau lalai, bahkan menegur jika suami melakukan kesalahan.
Usaha untuk saling memperbetulkan ini, pasti akan membantu keluarga ini untuk terus istiqamah... merebut gelaran keluarga Al-Qur’an.
***
Allah Azza Wa Jalla mengajarkan sebuah doa yang indah berkaitan dengan hal ini ketika Dia menjelaskan tentang sifat-sifat ‘Ibadurahman, dalam firman Nya yang artinya: “Dan orang-orang yang berkata, ‘Ya Rabb kami, anugerahkanlah kami, isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati(kami) dan jadikanlah kami imam orang-orang yang bertakwa.” (Qs. Furqan :74).
Usaha untuk membentuk keturunan yang menyenangkan hati, sesungguhnya bermula sejak penentuan siapa ibubapaknya. Kemudian pada saat menabur benih hingga tiba saatnya bagi manusia baru itu untuk melihat dunia. Tahap interaksi dan kedekatan hubungan dengan al- Qur’an, sekali lagi, memegang peranan penting dalam mencetak “buah hati” dengan konsep al- Qur’an sejak dini.
Kedua ibu bapak haruslah mengoptimakan tahun-tahun emas (golden ages). Yaitu ketika peringkat otak anak-anak tumbuh berkembang, yang membuatnya mampu menyerap maklumat secara efektif dan cenderung untuk kekal.
Pengalaman para penghafal Al-Qur’an menunjukkan betapa besarnya peranan orang tua terutama ibu untuk menanamkan al-Qu’ran di benak mereka semasa usia di bawah enam tahun.
Lingkungan juga mempengaruhi diri seseorang. Oleh itu ibu bapak harus memastikan anaknya berada di dalam lingkungan yang sehat. Baik dari segi jasad, fikrah maupun kalbu mereka.
Seorang hafidz, apabila ditanya apakah yang mendorongnya untuk menghafal al-Qur’an mengatakan bahwa minat ini timbul sejak kecil lagi karena dia senantiasa dikelilingi oleh orang-orang yang mampu menghafal al-Qur’an. Mereka ini tinggal di sekitar tempat tinggalnya.
Lingkungan yang paling dekat tentu saja keluarga sendiri. Maka ibu bapak harus terus menerus berusaha untuk menjadi teladan yang baik bagi anak-anaknya dengan perkataan dan perbuatan. Amatlah wajar sekiranya ibu bapak berusaha bersungguh-sungguh untuk menjadi teladan. Contohnya, dengan memperbanyakkan hafalan, mentadaburkan serta mengamalkannya.
Keluarga al-Qur’an. Bukan suatu yang mustahil. Dimana ada kemauan di situ ada jalan. Rancanglah jalan-jalannya. Kuatkan azam bulatkan tekad. Iringkan doa....Insya Allah pertolongan Allah bersama kita.
0 komentar:
Posting Komentar