Riwayat Hidup
Hamka [Haji Abdul Malik Karim Amrullah] dilahirkan ditanah sirah, Sungai Batang di tepi Danau Maninjau, tepatnya pada tanggal 13 Muharam 1362 H, bertepatan dengan 16 Februari 1908 M. Ayahnya adalah Abdul Karim Amrullah Ayah Hamka termasuk keturunan Abdul Arif, gelar tuanku Pauh Pariaman atau Tuanku Nan Tuo, salah seorang Paderi. Tuanku Nan Tuo adalah salah satu ulama yang memainkan peranan peting dalam kebankitan kembali pembaharuan di Minangkabau dan sebagai guru utama Jalal Ad-Din. Kondisi soasial keagamaan pada masa Hamka menuntut adanya pikiran-pikiran baru yang membawa umat pada ajaran Al-Qur’an dan Hadits yang lurus, yang tidak bercampur dengan adat-istiadat.
Hamka mengawali pendidikannya dengan belajar membaca Al-Qur’an di rumah orang tuanya. Setahun kemudian, setelah mencapai usia tujuh tahun, Hamka dimasukkan ayahnya kesekolah desa. Pada tahun 1916, ketika Jainuddin Labai El-Yunusi mendirikan sekolah diniyah petang hari, di Pasar Usang Padang Panjang, Hamka lalu dimasukkan ayahnya ke sekolah ini.
Setelah ayahnya Abdul Karim Amrullah, kembali dari pelawatan pertamanya ke tanah jawa. Surau Jembatan Besi, tempat ayah Hamka memberi pengajaran agama dengan sistem lama, diubah menjadi madrasah yang kemudian dikenal dengan Thawalib School, dan hamka dimasukkan ke sekolah itu.
Hamka tidak sempat memperoleh pendidikan tinggi, akan tetapi, tampaknya ia berbabakat dalam bidang bahasa dan segera menguasai bahasa Arab, termasuk terjemahan- terjemahan dari tulisan-tulisan barat. Pada tahun 1930, Hamka bukan hanya pergi ke Jawa, melainkan juga ke Mekah, Sulawesi Selatan dan Sumatra Utara. Hamka juga telah diilhami kesadaran tentang kesatuan indonesia jauh sebelum 1928.
Adapun karya-karya yang pernah ditulis Hamka di antaranya adalah: Tasawuf Modern (1939), Falsafah Hidup (1939), Lembaga Hidup (1940), Lembaga Budi (1940), Dibawah Lindungan Ka’bah, Renungan Tasawuf, Pelajaran Agama Islam, Pandangan Hidup Muslim, Tenggalamnya Kapal Van der Wijk, Kedudukan Perempuan dalam Islam dan Tafsir Al-Azhar. Dari karya-karyanya terlihat Hamka membangun reputasinya sebagai pengarang yang menulis tentang berbabagai soal umum, sebagai editor majalah, sebagai penulis cerita pendek dan novelis yang romantis pada masa sebelum perang.
Pemikiran Hamka tentang Tasawuf
Hamka agaknya memilih cara diskursus (discourse) yang lebih bebas daripada pembahasan ayat demi ayat dengan keterangan Al-Qur’an dan Hadits seperti yang dilakukan gurunya. Perbedaan lainnya dengan Sutan Mansur, Hamka tidak membatasi dirinya dalam ilmu kalam dan ilmu akhlak yang tradisional demi menjaga doktrin Islam.
Tentang pemikiran Hamka ada dua buku yang dapat dibaca untuk menelusuri pemikiran-pemikirannya. Pertama, Tasawuf Modern yang ditulis oleh Hamka sendiri. Kedua, Tasawuf Positif dalam pemikiran HAMKA yang ditulis oleh Mohammad Damami.
a. Hakikat Tasawuf
Menurut Hamka, walaupun pengambilan kata tasawuf itu, dari bahasa Arab atau Yunani, dari asal-asal pengambilan itu, nyata bahwa yang dimaksud dengan kaum tasawuf atau kaum sufi ialah kaum yang telah menyusun perkumpulan untuk menyisihkan diri dari orang banyak, dengan maksud membersihkan hati, laksana kilat-kaca terhadap Tuhan, atau memakai pakaian yang sederhana, tidak menyerupai pakaian orang dunia, biar hidup kelihatan kurus-kering bagai kayu di padang pasir, atau memperdalam penyelidikan tentang perhubungan makhluk dengan Khaliqnya, sebagaimana yang dimaksud perkataan Yunani itu.
Tasawuf adalah salah satu filsafat Islam yang bertujuan zuhud dari dunia yang fana, tetapi lantaran banyak bercampur dengan negeri dan bangsa lain, banyak sedikitnya masuk jugalah pengajian agama dari bangsa lain ke delamnya.
Menurut Hamka, tasawuf pada hakikatnya adalah usaha yang bertujuan untuk memperbaiki budi dan membersihkan bathin. Artinya, tasawuf adalah alat untuk membentengi dari kemungkinan-kemungkinan seseorang terpleset ke dalam lumpur keburukan budi dan kekotoran bathin yang intinya, antara lain dengan berzuhud seperti teladan hidup yang dicontohkan langsung oleh Rasulullah SAW lewat As-sunnah yang shahih.
Hamka merinci beberapa hal sebagai berikut: Tasawuf menjadi negatif, bahkan sangat negatif kalau tasawuf:
a. Dilaksanakan dengan berbentuk kegiatan yang tidak digariskan oleh ajaran agama Islam yang terumus dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
b. Dilaksanakan dalam wujud kegiatan yang dipangkalkan terhadap pandangan bahwa dunia ini harus dibenci.
Tasawuf akan menjadi positif, bahkan sangat positif kalau tasawuf:
a. Dilaksanakan dalam bentuk kegiatan keagamaan yang searah dengan muatan-muatan peribadahan yang telah dirumuskan sendiri oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah.
b. Dilaksanakan dalam bentuk kegiatan yang berpangkal pada kepekaan sosial yang tinggi dalam arti kegiatan yang dapat mendukung “pemberdayaan umat Islam” agar kemiskinan ekonomi, ilmu pengetahuan, kebudayaan, politik dan mentalitas.
b. Fungsi Tasawuf
Menurut pendapat Hamka, tasawuf yang bermuatan zuhud yang benar, yang juga dilaksanakan lewat peribadahan agama yang didasari i’tiqad yang benar, mampu berfungsi sebagai media pendidikan moral keagamaan (moral religius) yang efektif.
c. Tasawuf Modern
Tasawuf yang ditawarkan Hamka disebut “tasauf modern” atau “tasawuf positif” berdasar pada prinsip “tauhid”, bukan pencarian pengalaman “mukasyafah”.
Secara garis besar, konsep sufistik yang ditawarkan Hamka adalah sufisme yang berorientas “ke depan” yang ditandai dengan mekanisme dari sebuah sistem ketasawufan yang unsur-unsurnya meliputi: prinsip “tauhid”, dalam arti menjaga transendensi Tuhan dan sekaligus merasa “dekat dengan Tuhan”. Memanfaatkan peribadahan sebagai media bertasawuf. Dan menghasilkan refleksi hikmah yang berupa sikap positif terhadap hidup dalam wujud memiliki etos sosial yang tinggi.
d. Qana’ah
Menurut Hamka, maksud qana’ah itu matlah luas. Menyuruh benar-benar percaya akan adanya kekuasaan yang melebihi kekuasaan kita sabar menerima ketentuan Ilahi jiga ketentuan itu tidak menyenangkan diri, dan bersyukur jika dipinjami-Nya nikmat. Itulah maksud qana’ah.
e. Tawakal
Hamka menjelaskan tawakal sebagai berikut: Di dalam qana’ah, tersimpullah tawakal, yaitu menyerahkan keputusan segala perkara, ikhtiar, dan usaha kepada Tuhan semesta alam. Dia yang kuat dan kuasa, sedangkan kita lemah dan tak berdaya. Tidaklah keluar dari garisan tawakal, jiga kita berusaha menghindarkan diri dari kemelaratan, baik yang menyangkut diri, harta-benda, anak turunan, baik kemelaratan yang yakin akan datang, atau berat pikiran akan datang, atau boleh jadi akan datang.
Jumat, 08 April 2011
0 komentar:
Posting Komentar