Ibadah merupakan suatu perkara yang sangat urgen dalam kehidupan seorang muslim, sebab jika seseorang melazimi suatu ibadah, itu menunjukkan adanya alamat dan tanda kebaikan pada dirinya. Namun yang sangat perlu diperhatikan dalam ibadah ada dua perkara. Dua perkara ini merupakan syarat terpenuhinya dan terkabulnya ibadah seseorang di hadapan Allah -Azza wa Jalla-, yaitu:
  • Pertama : Mengikhlaskan (Mengkhususkan) Ibadah Hanya kepada Allah
Jika seorang ingin diterima amalnya di sisi Allah, maka ia harus mengikhlaskan amalnya dari noda-noda syirik dengan mengharapkan pahala kepada Allah dalam beribadah kepada-Nya saja. Namun jika ia menodainya dengan riya’ (mau dipuji dan diperhatikan), maka ia terkena firman Allah -Ta`ala-,
“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan orang-orang sebelum kamu: Apabila kamu berbuat syirik(tidak ikhlas), maka amalanmu benar-benar akan hilang dan akan menjadi orang-orang yang merugi.Bahkan sembahlah Allah saja, dan menjadilah orang-orang yang bersyukur”. (QS.Az-Zumar : 65-66)
Allah -Ta`ala- berfirman:
“Sembahlah Allah,dan janganlah kalian memperserikatkan sesuatu dengan-Nya”. (QS. An-Nisaa’: 36)

 Syaikh Al-AllamahAbdur Rahman bin Hasan Alusy-Syaikh -rahimahullah- berkatadalam mengomentari ayat di atas, ”Ayat ini menerangkan tentang ibadah yang mereka diciptakan karenanya. Sungguh Allah -Ta`ala- menggandengkan perintah ibadah yang diwajibkan dengan larangan berbuat syirik yang telah diharamkan,yaitu kesyirikan dalam beribadah. Maka ayat ini menunjukkan bahwa menjauhi kesyirikan merupakan syarat sahnya suatu ibadah. Maka pada asalnya,tidaklah sah suatu ibadah tanpa adanya syarat tersebut”. [Lihat Fathul Majid (hal.24), cet. Darus Salam]
  • Kedua : Mutaba`ah (Mengikuti) Sunnah Rosululloh r
Ibadah yang dilakukan oleh seorang muslim, selain harus ikhlas, juga harus mutaba’ah (mengikuti) sunnah Nabi -Shollallahu alaihi wa sallam-. Jika sekedar ikhlas, namun tidak mengikuti sunnah, maka ibadah itu tertolak. Nabi -Shollallahu alaihi wa sallam- bersabda,
مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barang siapa yang mengadakan suatu perkara (baru) dalam urusan (agama) kami ini yang bukan termasuk darinya,maka perkara itu tertolak”. [HR. Al-Bukhory dalam Ash- Shohih (2697)]


Al-Imam Ibnu Daqiq Al-Ied-rahimahullah- berkata,“Hadits ini merupakan kaidah yang sangat agung diantara kaidah-kaidah agama. Dia termasuk "Jawami’ Al-Kalim" (Ucapan yang ringkas, padat maknanya) yang diberikan kepada Al-Mushthofa -Shollallahu ‘alaihi wasallam-, karena hadits ini jelas sekali dalam menolak segala bentuk bid`ah dan perkara-perkara baru”.[Lihat Syarah Al-Arba`in An-Nawawiyah (hal.43), Cet.Dar Ibnu Hazm]

Jadi, seorang muslim yang memiliki perhatian terhadap segala amalan dan ibadahnya, akan senantiasa menjaga dua perkara tersebut, yaitu mengikhlashkan ibadahnya semata kepada Allah Robbul alamin dan mutaba`ah (mengikuti) sunnah Rasulullah -Shollallahu alaihi wa sallam- . Dengan ini, dia akan selalu berusaha mengilmui dan mengetahui sejauh mana tingkat keikhlasan dan mutaba`ah-nya kepada Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam-. Artinya, ia selalu mengilmui suatu amalan ibadahnya sebelum ia mengerjakannya, apakah ikhlas dan sudah cocok dengan sunnah Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam-. Bukan hanya sekedar mengerjakan suatu ibadah, tanpa berusaha lebih dahulu untuk mengilmuinya !!
Betapa banyak orang yang mengerjakan ibadah -sedangkan ia tidak memiliki ilmu tentang ibadah tersebut- lalu ia menyangka bahwa dirinya telah memperoleh pahala di sisi Allah -Ta’ala-, padahal ia tidak mendapatkan sesuatu apapun di sisi-Nya, kecuali penyesalan. Dirinya laksana orang kehausan melihat fatamorgana disangkanya air, bisa menghilangkan dahaganya. Ternyata setelah ia menghampirinya, tiada lain kecuali bayangan semu yang tiada artinya. Oleh karena itu, diantara ciri khas Ahlis Sunnah adalah menggabungkan antara ilmu dan ibadah. Yaitu mereka tidak mengerjakan suatu ibadah, kecuali setelah mereka mengetahui dan megilmui urusan ibadah tersebut.


Syaikh Muhammad ibnu Ibrohim Al-Hamed -hafizhohullah- berkata, “Diantara ciri khas Ahlis Sunnah, (mereka) menggabungkan antara ilmu dan ibadah. Berbeda dengan kelompok diluar mereka, adakalanya mereka sibuk ibadah, akan tetapi melalaikan ilmu; atau adakalanya sibuk dengan ilmu, akan tetapi lalai beribadah . Adapun Ahlis Sunnah wal Jama`ah, mereka itu menggabungkan antara dua perkara tersebut”.[Lihat Aqidah Ahlis Sunnah wal Jama`ah (hal.46), Cet Dar Ibnu Khuzaimah]

Jalan dan manhaj beginilah yang seyogyanya ditempuh oleh setiap muslim; selain ia beribadah, ia juga menyibukkan dan menghiasi dirinya dengan ilmu yang bermanfaat dari Al-Kitab dan Sunnah berdasarkan bimbingan para salaf. Jangan seperti sebagian orang jahil yang sibuk dengan ibadah, namun ibadahnya tidak dilandasi dengan ilmu, bahkan berdasarkan perasaan dan taqlid buta kepada sebagian orang yang dianggap berilmu alias kiyai !!
Ini banyak terjadi di kalangan para ahli ibadah dan orang-orang sufi. Ibnul Jauzy -rahimahullah- berkata, ”Diantara tipu daya iblis atas orang-orang zuhud, mereka meremehkan dan mencela para ulama`.Mereka mengatakan, "Tujuan yang paling utama sebenarnya adalah beramal". Mereka ini tidak memahami bahwa ilmu itulah pelita hati.” [Lihat Al-Muntaqo An-Nafis min Talbis Iblis (hal.204) karya Syaikh Ali bin Hasan Al-Halaby As-Salafy,Cet 3 Dar Ibnil Jauzy 1419 H ]

Diantara fenomena seperti ini, yaitu beribadah, tanpa dasar ilmu, apa yang dilakukan oleh sebagian orang pada hari ini saat mereka menghadiri shalat jum’at, maka kita akan menyaksikan mereka melaksanakan 2 raka’at qobliyyah jum’at, selain shalat sunnat tahiyatul masjid. Ketika mu’adzdzin berkumandang pada adzan pertama atau kedua, ada sebagian orang bangkit dengan keyakinan ia akan melaksanakan shalat 2 raka’at qobliyyah jum’at. Padahal semua itu tak ada asalnya dalam sunnah. Karenanya, para ulama’ kita berikut ini mengingkari hal ini:


Al-Hafizh Abu Syamah Abdur Rahman bin Isma’il Al-Maqdisiy -rahimahullah- berkata, “ Ini-yakni hadits Ibnu Umar-merupakan dalil yang membuktikan bahwa jum’at menurut mereka bukan zhuhur. Kalaulah tidak demikian, maka beliau-Ibnu Umar- tak perlu menyebutkan jum’at, karena sudah masuk definisi zhuhur. Kemudian tatkala beliau tidak menyebutkan shalat sunnah qobliyah jumat, hanya ba`diyahnya saja, maka ini membuktikan bahwa tak ada shalat sunnah qobliyah jumat”. [Lihat Al-Ba`its ala Inkaril Bida wal Hawadits ( hal.159)]


Syaikhul Islam Ahmad bin Abdul Halim Al Harrony -rahimahullah- berkata, ”Oleh karena ini, jumhur ulama sepakat tidak adanya shalat sunnah yang ditentukan waktu dan bilangannya. Karena semua itu harus ditetapkan berdasarkan sabda dan perbuatan Nabi -Shollallahu Alaihi Wasallam-. Beliau tak pernah menetapkan sunnahnya hal itu (sunnah qobliyyah Jum’at), baik berdasarkan ucapan ataupun perbuatan beliau.Inilah madzhab Malik, Asy Syafi’i, dan sebagian besar pengikutnya serta pendapat yang masyhur dalam madzhab Ahmad”. [Lihat Majmu' Fatawa (1/136), dan Majmu'ah Ar Rosa'il Al Kubro (2/167-168)]


Al-Allamah Abdur Rahim Ibnul Husain Al-Iroqy Al-Atsariy -rahimahullah- berkata, “Saya belum pernah menjumpai di dalam pendapat para fuqoha` dari kalangan madzhad Hanafi, Maliki , dan Hanbali adanya sunnah qobliyah jumat. Yang lain berpendapat adanya qobliyah jumat, diantaranya An-Nawawy”. [Lihat Thorh At-Tatsrib (3/41)]


Syaikh Muhammad bin Ahmad bin Muhammad Abdus Salam Asy-Syuqoiriy -rahimahullah- berkata, “Sesungguhnya pada asalnya, tak ada dalil yang menunjukkan shalat sunnah rowatib qobliyyah Jum’at. Paling tinggi yang ada pada mereka adalah qiyas yang tertolak tersebut. Dia (Fairuz Abadiy) berkata dalam Safar As-Sa’adah, “Dulu Bilal apabila selesai adzan, maka Nabi -Shollallahu alaihi wa sallam- mulai berkhutbah, dan tak ada seorangpun yang bangkit melaksanakan shalat sunnah. Sebagian ulama’ berpendapat tentang shalat sunnah qobliyyah Jum’at dengan mengqiyaskannya dengan shalat Zhuhur. Penetapan shalat sunnah berdasarkan qiyas merupakan perkara yang tidak boleh. Para ulama’ yang memiliki perhatian dengan sunnah, mereka tidaklah meriwayatkan sesuatu apapun tentang shalat sunnah qobliyyah Jum’at”.”. [Lihat As-Sunan wa Al-Mubtada’at (hal.161), cet. Dar Ar-Royyan]
Al-Lajnah Ad-Da’imah li Al-Buhuts Al-‘Ilmiyyah wa Al-Ifta’ (Komite Tetap Riset Ilmiah dan Fatwa) di sebuah negeri Timur Tengah mengeluarkan fatwa tentang tidak adanya shalat qobliyyah jum’at, “Shalat Jum’at tidak memiliki shalat sunnah qobliyyah dan tidak ada dari Nabi -Shollallahu alaihi wa sallam- (sepanjang pengetahuan kami) sesuatu yang menunjukkan tentang disyari’atkannya. Adapun hadits Ibnu Mas’ud, maka ia diriwayatkan oleh At-Tirmidziy secara mu’allaq dengan bentuk “tamridh”(istilah lemahnya hadits, pen), dan mauquf (terhenti) pada Ibnu Mas’ud. Dinukil dalam Kitab Tuhfah Al-Ahwadziy (3/79- cet. Dar Ihya’ At-Turots Arobiy, pen) dari Al-Hafizh, bahwa Abdur Rozzaq dan Ath-Thobroniy telah mengeluarkan hadits ini secara marfu’, sedang pada sanadnya terdapat kelemahan dan keterputusan. Hadits sejenis ini tidak bisa dijadikan hujjah. Adapun hadits Abu Hurairah tentang perkara Sulaik, maka haditsnya shohih. Akan tetapi, hadits itu dalam perkara tahiyyatul masjid, bukan sunnah qobliyyah Jum’at. Adapun hadits, “Diantara dua adzan ada shalat”, maka ini tidak cocok pada shalat Jum’at, karena Rasulullah -Shollallahu alaihi wa sallam- dulu memulai dengan khutbah, setelah usai adzan. Tidak boleh melaksanakan shalat sunnah, sedang imam berkhutbah, kecuali tahiyyatul masjid. Adapun qiyas, maka itu terlarang dalam ibadah-ibadah, karena ibadah terbangun di atas tauqif (penetapan berdasarkan dalil). Kemudian, ia merupakan “qiyas ma’al fariq”(qiyas batil). Akan tetapi bagi orang yang datang ke masjid untuk shalat Jum’at, disyari’atkan untuk shalat (sunnah muthlaq,pen) sebagaimana yang telah ditetapkan (ditaqdirkan) baginya, tanpa ada pembatasan dengan bilangan tertentu, karena shohihnya hadits-hadits dalam perkara itu”.[Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Da’imah (8/260-261) (no. fatwa:7798), kumpulan Syaikh Ahmad bin Abdur Razzaq Ad-Duwaisy, cet. Dar Balansia, 1421 H. Lajnah ketika itu beranggotakan: Syaikh Abdul Aziz bin Baz (ketua), Abdur Razzaq ‘Afifi (wakil), dan Abdullah Al-Ghudayyan (anggota)]


Muhaddits Negeri Syam, Syaikh Abu Abdir Rahman Muhammad Nashiruddin Al-Albany -rahimahullah- berkata ketika mengomentari ucapan Al-Iroqy di atas, “Karenanya shalat sunnah ini tidak tersebut dalam kitab Al-Umm karya Al-Imam Asy-Syafi’i, tidak juga dalam kitab-kitab Al-Masa’il yang berisi pertanyaan kepada Imam Ahmad, ataupun ulama-ulama mutaqoddimin selain mereka berdasarkan pengetahuan saya.Karena ini saya katakan, "Sesungguhnya orang-orang yang mengerjakan shalat sunnah ini, bukanlah Rosulullah -Shollallahu alaihi wasallam- yang mereka ikuti, dan bukan pula para ulama yang mereka taklidi, bahkan mereka taklid kepada orang-orang mutakhirin, bukan mujtahidin, sama-sama bertaklid. Maka sungguh heran orang-orang bertaklid mengikuti sesamanya”.[Lihat Al-Ajwibah An-Nafi'ah (hal.32)]


Syaikh Masyhur Hasan Salman-hafizhohullah- berkata, “Berangkat dari pembahasan sebelumnya, maka jelaslah bagi anda kekeliruan orang-orang yang mengerjakan shalat sunnah antara dua adzan di hari jumat, baik itu dua rokaat, empat rakaat, dan seterusnya, karena meyakini bahwa itu merupakan shalat sunnah qobliyah jumat -seperti halnya mereka melaksanakan shalat qobliyah zhuhur- dan mereka meniatkan dalam hati mereka bahwa itu adalah shalat qobliyah Jum’at.!! Sesungguhnya nas-nas sangat gamblang menjelaskan bahwa yang benar adalah Jumat itu tak ada shalat sunnah qobliyahnya dan tak ada lagi setelah kebenaran itu kecuali kesesatan…”.[Lihat Al-Qoul Al-Mubin (hal.361)]

Setelah kita mendengarkan fatwa-fatwa para ulama’ di atas, maka kita mengetahui bahwa tak ada tuntunannya seorang muslim melakukan shalat sunnah 2 raka’at qobliyyah jum’at. Namun jika seorang masuk ke masjid, boleh baginya shalat 2 raka’at walaupun sebelum dan sesudah adzan jum’at atau khotib sedang khutbah. Tapi tentunya ini bukan shalat qobliyah jum’at, tapi disebut "shalat tahiyyatul masjid". Demikian pula disyari’atkan shalat sebanyak-banyaknya sebelum datangnya naik mimbar, tanpa terbatas dan terikat dengan bilangan tertentu. Ini yang disebut "shalat sunnat muthlaq", bukan shalat Sunnah qobliyah jum’at !!


Sumber : Buletin Jum’at Al-Atsariyyah edisi 57 Tahun I. Penerbit : Pustaka Ibnu Abbas. Alamat : Pesantren Tanwirus Sunnah, Jl. Bonto Te’ne No. 58, Kel. Borong Loe, Kec. Bonto Marannu, Gowa-Sulsel. HP : 08124173512 (a/n Ust. Abu Fa’izah). Pimpinan Redaksi/Penanggung Jawab : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Dewan Redaksi : Santri Ma’had Tanwirus Sunnah – Gowa. Editor/Pengasuh : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Layout : Abu Dzikro. Untuk berlangganan/pemesanan hubungi : Ilham Al-Atsary (085255974201). (infaq Rp. 200,-/exp) 

 http://almakassari.com/artikel-islam/fiqh/menyoal-shalat-sunnah-qobliyah-jum%E2%80%99at-2.html

0 komentar:

Agenda Harian

Semoga kita senantiasa terpacu untuk mengukir prestasi amal yang akan memperberat timbangan kebaikan di yaumil akhir, berikut rangkaian yang bisa dilakukan

1. Agenda pada sepertiga malam akhir

a. Menunaikan shalat tahajjud dengan memanjangkan waktu pada saat ruku’ dan sujud di dalamnya,

b. Menunaikan shalat witir

c. Duduk untuk berdoa dan memohon ampun kepada Allah hingga azan subuh

Rasulullah saw bersabda:

يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ فَيَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ

“Sesungguhnya Allah SWT selalu turun pada setiap malam menuju langit dunia saat 1/3 malam terakhir, dan Dia berkata: “Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku maka akan Aku kabulkan, dan barangsiapa yang meminta kepada-Ku maka akan Aku berikan, dan barangsiapa yang memohon ampun kepada-Ku maka akan Aku ampuni”. (HR. Bukhari Muslim)


2. Agenda Setelah Terbit Fajar

a. Menjawab seruan azan untuk shalat subuh

” الَّلهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا الَّذِي وَعَدْتَهُ “

“Ya Allah, Tuhan pemilik seruan yang sempurna ini, shalat yang telah dikumandangkan, berikanlah kepada Nabi Muhammad wasilah dan karunia, dan bangkitkanlah dia pada tempat yang terpuji seperti yang telah Engkau janjikan. (Ditashih oleh Al-Albani)

b. Menunaikan shalat sunnah fajar di rumah dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا

“Dua rakaat sunnah fajar lebih baik dari dunia dan segala isinya”. (Muslim)

وَ قَدْ قَرَأَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فِي رَكْعَتَي الْفَجْرِ قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُوْنَ وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدَ

“Nabi saw pada dua rakaat sunnah fajar membaca surat “Qul ya ayyuhal kafirun” dan “Qul huwallahu ahad”.

c. Menunaikan shalat subuh berjamaah di masjid –khususnya- bagi laki-laki.

Rasulullah saw bersabda:

وَلَوْ يَعْلَمُوْنَ مَا فِي الْعَتْمَةِ وَالصُّبْحِ لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا

“Sekiranya manusia tahu apa yang ada dalam kegelapan dan subuh maka mereka akan mendatanginya walau dalam keadaan tergopoh-gopoh” (Muttafaqun alaih)

بَشِّرِ الْمَشَّائِيْنَ فِي الظّلَمِ إِلَى الْمَسَاجِدِ بِالنُّوْرِ التَّامِّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Berikanlah kabar gembira kepada para pejalan di kegelapan menuju masjid dengan cahaya yang sempurna pada hari kiamat”. (Tirmidzi dan ibnu Majah)

d. Menyibukkan diri dengan doa, dzikir atau tilawah Al-Quran hingga waktu iqamat shalat

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ لاَ يُرَدُّ بَيْنَ الأَذَانِ وَالإِقَامَةِ

“Doa antara adzan dan iqamat tidak akan ditolak” (Ahmad dan Tirmidzi dan Abu Daud)

e. Duduk di masjid bagi laki-laki /mushalla bagi wanita untuk berdzikir dan membaca dzikir waktu pagi

Dalam hadits nabi disebutkan:

كَانَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” إَذَا صَلَّى الْفَجْرَ تَرَبَّعَ فِي مَجْلِسِهِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ الْحَسَنَاءُ

” Nabi saw jika selesai shalat fajar duduk di tempat duduknya hingga terbit matahari yang ke kuning-kuningan”. (Muslim)

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran.

Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya waktu fajar itu disaksikan (malaikat). (Al-Isra : 78) Dan memiliki komitmen sesuai kemampuannya untuk selalu:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah lebih banyak dari itu semua, maka akan menuai kebaikan berlimpah insya Allah.

3. Menunaikan shalat Dhuha walau hanya dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنْ الضُّحَى

“Setiap ruas tulang tubuh manusia wajib dikeluarkan sedekahnya, setiap hari ketika matahari terbit. Mendamaikan antara dua orang yang berselisih adalah sedekah, menolong orang dengan membantunya menaiki kendaraan atau mengangkat kan barang ke atas kendaraannya adalah sedekah, kata-kata yang baik adalah sedekah, tiap-tiap langkahmu untuk mengerjakan shalat adalah sedekah, dan membersihkan rintangan dari jalan adalah sedekah”. (Bukhari dan Muslim)

4. Berangkat kerja atau belajar dengan berharap karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمِلِ يَدِهِ، وَكَانَ دَاوُدُ لا يَأْكُلُ إِلا مِنْ عَمِلِ يَدِهِ

“Tidaklah seseorang memakan makanan, lebih baik dari yang didapat oleh tangannya sendiri, dan bahwa nabi Daud makan dari hasil tangannya sendiri”. (Bukhari)

Dalam hadits lainnya nabi juga bersabda:

مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang berjalan dalam rangka mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga”. (Muslim)

d. Menyibukkan diri dengan dzikir sepanjang hari

Allah berfirman :

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“Ketahuilah dengan berdzikir kepada Allah maka hati akan menjadi tenang” (Ra’ad : 28)

Rasulullah saw bersabda:

أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللهَ أَنْ تَمُوْتَ ولسانُك رَطْبٌ من ذِكْرِ الله

“Sebaik-baik perbuatan kepada Allah adalah saat engkau mati sementara lidahmu basah dari berdzikir kepada Allah” (Thabrani dan Ibnu Hibban) .

5. Agenda saat shalat Zhuhur

a. Menjawab azan untuk shalat Zhuhur, lalu menunaikan shalat Zhuhur berjamaah di Masjid khususnya bagi laki-laki

b. Menunaikan sunnah rawatib sebelum Zhuhur 4 rakaat dan 2 rakaat setelah Zhuhur

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ صَلَّى اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِي يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِيَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang shalat 12 rakaat pada siang dan malam hari maka Allah akan membangunkan baginya dengannya rumah di surga”. (Muslim).

6. Agenda saat dan setelah shalat Ashar

a. Menjawab azan untuk shalat Ashar, kemudian dilanjutkan dengan menunaikan shalat Ashar secara berjamaah di masjid

b. Mendengarkan nasihat di masjid (jika ada)

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ لا يُرِيدُ إِلا أَنْ يَتَعَلَّمَ خَيْرًا أَوْ يَعْلَمَهُ، كَانَ لَهُ كَأَجْرِ حَاجٍّ تَامًّا حِجَّتُهُ

“Barangsiapa yang pergi ke masjid tidak menginginkan yang lain kecuali belajar kebaikan atau mengajarkannya, maka baginya ganjaran haji secara sempurna”. (Thabrani – hasan shahih)

c. Istirahat sejenak dengan niat yang karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

وَإِنَّ لِبَدَنِكَ عَلَيْكَ حَقٌّ

“Sesungguhnya bagi setiap tubuh atasmu ada haknya”.

Agenda prioritas:

Membaca Al-Quran dan berkomitmen semampunya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan, maka akan menuai kebaikan yang berlimpah insya Allah.

7. Agenda sebelum Maghrib

a. Memperhatikan urusan rumah tangga – melakukan mudzakarah – Menghafal Al-Quran

b. Mendengarkan ceramah, nasihat, khutbah, untaian hikmah atau dakwah melalui media

c. Menyibukkan diri dengan doa

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ

“Doa adalah ibadah”

8. Agenda setelah terbenam matahari

a. Menjawab azan untuk shalat Maghrib

b. Menunaikan shalat Maghrib secara berjamaah di masjid (khususnya bagi laki-laki)

c. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Maghrib – 2 rakaat

d. Membaca dzikir sore

e. Mempersiapkan diri untuk shalat Isya lalu melangkahkan kaki menuju masjid

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ لِيَقْضِيَ فَرِيضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللَّهِ كَانَتْ خَطْوَتَاهُ إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ خَطِيئَةً وَالْأُخْرَى تَرْفَعُ دَرَجَةً

“Barangsiapa yang bersuci/berwudhu kemudian berjalan menuju salah satu dari rumah-rumah Allah untuk menunaikan salah satu kewajiban dari kewajiban Allah, maka langkah-langkahnya akan menggugurkan kesalahan dan yang lainnya mengangkat derajatnya”. (Muslim)

9. Agenda pada waktu shalat Isya

a. Menjawab azan untuk shalat Isya kemudian menunaikan shalat Isya secara jamaah di masjid

b. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Isya – 2 rakaat

c. Duduk bersama keluarga/melakukan silaturahim

d. Mendengarkan ceramah, nasihat dan untaian hikmah di Masjid

e. Dakwah melalui media atau lainnya

f. Melakukan mudzakarah

g. Menghafal Al-Quran

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran dengan berkomitmen sesuai dengan kemampuannya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan bacaan maka telah menuai kebaikan berlimpah insya Allah.


Apa yang kita jelaskan di sini merupakan contoh, sehingga tidak harus sama persis dengan yang kami sampaikan, kondisional tergantung masing-masing individu. Semoga ikhtiar ini bisa memandu kita untuk optimalisasi ibadah insya Allah. Allahu a’lam

Jazaakillah

Sedikit revisi dari : http://www.al-ikhwan.net/agenda-harian-ramadhan-menuju-bahagia-di-bulan-ramadhan-2989/

Isi Blog

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.