وعن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله: إن الله تعالى قال: من عاد لي وليا، فقد آذنته بالحرب، وما تقرب إلى عبدي بشيء أحب إلي مما افترضته عليه، ولا يزال عبدي يتقرب إلي بالنوافل حتى أحبه، فإذا أحببته، كنت سمعه الذي يسمع به، وبصره الذي يبصر به، ويده التي يبطش بها، ورجله التي يمشي بها، ولئن سألني لأعطينه، ولئن استعاذني لأعيذنه رواه البخاري

Dari Abu Huriroh rodhiAllahu ta’ala ‘anhu beliau berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Allah ta’ala berfirman, barang siapa memusuhi wali-Ku maka aku izinkan untuk diperangi. Tidaklah seorang hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan suatu amal ibadah yang lebih aku cintai dari pada perkara yang Aku wajibkan. Hamba-Ku akan senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan sunnah hingga Aku mencintainya. Jika Aku mencintainya, Akulah pendengarannya yang dia gunakan untuk mendengar, Akulah penglihatannya yang dia gunakan untuk melihat, Akulah tangannya yang dia gunakan untuk berbuat, Akulah kakinya yang dia gunakan untuk berjalan. Jika dia meminta kepada-Ku akan Aku berikan, jika dia meminta perlindungan pada-Ku, akan Aku lindungi.” (HR. Bukhari)

Penjelasan

Hadits ini merupakan hadits yang sangat agung. Rasulullah bersabda, [Allah ta’ala berfirman] hal ini menunjukkan bahwa hadits ini adalah hadits Qudsi. [Barang siapa memusuhi wali-Ku maka aku izinkan untuk diperangi] yaitu menjadikan wali Allah sebagai musuh yang ia benci. Para ulama menjelaskan bahwa yang dimaksud dalam hadits ini jika seseorang membenci wali Allah karena agamanya. Adapun, jika ia memusuhi wali Allah karena perkara dunia sehingga terjadi perselisihan di antara mereka, maka hal seperti ini perlu dirinci. Pertama, Jika perselisihan tersebut menimbulkan kebencian maka dikhawatirkan orang tersebut akan termasuk dalam ancaman hadits ini. Kedua, jika perselisihan tersebut terjadi tanpa menimbulkan rasa kebencian, maka tidak termasuk dalam makna hadits ini, yaitu orang tersebut tidak menjadi orang yang diumumkan bahwa ia akan diperangi. Demikianlah, penghulu para wali umat ini pun saling berselisih. Abu Bakar dan Umar pernah berselisih dalam beberapa kesempatan. Sahabat Abbas pernah berselisih dengan sahabat Ali sampai perkaranya dibawa ke pengadilan dan beberapa kasus lainnya.

Terjadinya perselisihan tanpa diiringi kebencian kepada wali Allah, bukanlah yang dimaksud dalam hadits ini. Adapun jika ia membenci salah seorang wali Allah, maka orang ini layak diperangi. Allah jalla wa ‘ala telah mengizinkannya untuk diperangi dengan peperangan yang berasal dari Allah. Izin Allah untuk memerangi maknanya adalah bahwa orang tersebut diketahui akan mendapatkan hukuman dari Allah. Peperangan dari Allah maknanya adalah diturunkannya azab dan siksa Allah pada hamba-Nya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, [Barang siapa memusuhi wali-Ku]. Istilah Wali menurut Ahlusunnah wal Jamaah adalah setiap mukmin yang bertakwa dan bukan Nabi. Inilah definisi Wali menurut Ahlusunnah wal Jamaah yaitu bahwa Wali adalah setiap orang yang memiliki keimanan dan ketakwaan.

Karena derajat keimanan dan ketakwaan bertingkat-tingkat, maka derajat kewalian –yaitu kecintaan dan pertolongan Allah pada hamba-Nya- juga bertingkat-tingkat. Yang dimaksud dengan wali adalah orang yang senantiasa menyempurnakan keimanan dan ketakwaan sesuai dengan kemampuannya serta sebagian besar kondisinya berada dalam keimanan dan ketakwaan. Hal ini berdasarkan firman Allah jalla wa ‘ala,

أَلا إِنَّ أَوْلِيَاء اللّهِ لاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ الَّذِينَ آمَنُواْ وَكَانُواْ يَتَّقُونَ

Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa.” (QS. Yunus: 62-63)

Allah menyebutkan bahwa wali-Nya adalah orang yang beriman dan bertakwa. Barang siapa yang memusuhi orang mukmin, bertakwa yang selalu menyempurnakan keimanan dan ketakwaan sesuai dengan kemampuannya dan tidak terdapat celaan yang mengurangi kesempurnaan iman dan takwanya maka dia diizinkan untuk diperangi. Yaitu bahwa dia diketahui dan diancam dengan siksaan dari Allah jalla wa ‘ala. Karena Wali tersebut dicintai dan ditolong oleh Allah jalla wa ‘ala dan kita wajib untuk mencintai orang tersebut karena Allah cinta padanya.

Kemudian Allah berfirman, [Tidaklah seorang hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan suatu amal ibadah yang lebih aku cintai dari pada perkara yang Aku wajibkan]. Yaitu bahwa bentuk taqorrub (pendekatan diri) seorang hamba yang paling dicintai oleh Allah adalah menunaikan kewajiban. Inilah bentuk taqorrub yang paling dicintai oleh Allah. Seperti sholat lima waktu, menunaikan zakat, melaksanakan puasa wajib, melaksanakan haji yang wajib dan perkara lainnya yang telah diwajibkan oleh Allah kepada seorang hamba. Hal merupakan perkara yang paling dicintai Allah jalla wa ‘ala.

Hal ini berbeda dengan yang terjadi pada sebagian orang. Orang tersebut merasakan khusyuk dan tunduk ketika mengerjakan perkara yang sunnah tidak sebagaimana yang terjadi ketika mengerjakan perkara yang wajib. Hal ini menyelisihi ilmu. Sebagaimana disebutkan pada hadits qudsi ini bahwa Allah jalla jalaaluh mencintai bahkan lebih mencintai seorang hamba yang bertaqorrub dengan amalan yang wajib. Allah mewajibkan perkara-perkara yang fardhu karena Allah suka jika seorang hamba beribadah pada-Nya dengan perkara wajib tersebut.

Kemudian Allah berfirman: [Hamba-Ku akan senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan sunnah hingga Aku mencintainya]. Yaitu hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan perkara yang sunnah –yaitu perkara sunnah dalam ibadah setelah menunaikan perkara yang wajib- sehingga Allah jalla wa ‘ala mencintainya. Dia disifati sebagai orang yang banyak melakukan amalan sunnah karena banyaknya ia melakukan perkara sunnah baik berupa sholat, puasa, sedekah, haji, umroh dan lain sebagainya.

Allah berfirman: [Hingga Aku mencintainya]. Hal ini menunjukkan bahwa kecintaan Allah jalla wa ‘ala dapat diraih dengan bersegera dalam ketaatan dengan mengerjakan amalan sunnah dan bersegera melakukannya setelah menunaikan amalan wajib serta mendekatkan diri kepada Allah dengan perkara sunnah tersebut.

Allah berfirman: [Jika Aku mencintainya]. Karena kecintaan Allah jalla wa ‘ala pada seorang hamba akan memberikan pengaruh. Apa pengaruh tersebut? [Jika Aku mencintainya, Akulah pendengarannya yang dia gunakan untuk mendengar, Akulah penglihatannya yang dia gunakan untuk melihat…] dan seterusnya hingga akhir hadits. Para ulama Ahlusunnah menafsirkan perkataan Allah [Akulah pendengarannya yang dia gunakan untuk mendengar] yaitu bahwa Aku akan memberikan taufik dan meluruskan pendengaran dan penglihatannya, serta apa yang diperbuat oleh kedua tangannya dan ke mana kakinya melangkah. Makna kalimat [Akulah pendengarannya yang dia gunakan untuk mendengar] yaitu bahwa Aku akan memberikan taufik dan meluruskannya. Penjelasan seperti ini bukanlah sebuah penyimpangan makna. Karena ketetapan syariat yang tegas menunjukkan bahwa zat Allah jalla wa ‘ala tidak bercampur dengan makhluk dalam pendengaran-Nya, penglihatan-Nya, tangan-Nya dan kaki-Nya Maha Suci dan Maha Agung Robb kita. Maka ketetapan syariat menunjukkan bahwa firman-Nya: [Akulah pendengarannya yang dia gunakan untuk mendengar] yaitu Aku memberikan taufik dan meluruskan pendengarannya. Apa yang didengarnya adalah sesuatu yang Allah cintai untuk diperdengarkan. Apa yang dilihatnya adalah sesuatu yang Allah cintai untuk dilihat. Apa yang dikerjakan dengan tangannya adalah sesuatu yang Allah cintai untuk dikerjakan, demikian pula dengan langkah kakinya.

Orang-orang sufi ekstrem menjadikan hadits ini sebagai dalil bahwa Allah bersatu dengan makhluk. Setelah firman Allah [Akulah kakinya yang dia gunakan untuk berjalan] mereka menambahkan redaksi hadits yang palsu yaitu: “Sampai-sampai jika ia berkata pada sesuatu, “Jadilah!” maka sesuatu tersebut akan terjadi.” Tambahan ini bersumber dari akidah hulul (keyakinan bahwa Allah bersatu dengan makhluk –pent). Tambahan ini diriwayatkan dengan sanad yang munkar. Bahkan sejumlah ulama menilai tambahan tersebut adalah maudhu’ (palsu).

Kemudian firman Allah, [Jika dia meminta kepada-Ku akan Aku berikan, jika dia meminta perlindungan pada-Ku, akan Aku lindungi]. Yaitu, demi Allah, jika dia meminta kepada-Ku akan Aku berikan. Karena huruf “lam” pada kalimat ini merupakan isi sumpah dan sebelumnya ada kalimat sumpah yang dibuang. [Jika dia meminta kepada-Ku akan Aku berikan] yaitu, demi Allah jika dia meminta kepada-Ku akan Aku berikan apa yang ia minta. Yaitu bahwa Allah akan mengabulkan doanya. [Jika dia meminta perlindungan pada-Ku, akan Aku lindungi] ini adalah bagian dari kalimat sebelumnya. Semoga Allah menjadikan kita semua termasuk di antara hamba-hambaNya yang istimewa dan para wali-Nya.

Sumber : masaafirulkhoonah

0 komentar:

Agenda Harian

Semoga kita senantiasa terpacu untuk mengukir prestasi amal yang akan memperberat timbangan kebaikan di yaumil akhir, berikut rangkaian yang bisa dilakukan

1. Agenda pada sepertiga malam akhir

a. Menunaikan shalat tahajjud dengan memanjangkan waktu pada saat ruku’ dan sujud di dalamnya,

b. Menunaikan shalat witir

c. Duduk untuk berdoa dan memohon ampun kepada Allah hingga azan subuh

Rasulullah saw bersabda:

يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ فَيَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ

“Sesungguhnya Allah SWT selalu turun pada setiap malam menuju langit dunia saat 1/3 malam terakhir, dan Dia berkata: “Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku maka akan Aku kabulkan, dan barangsiapa yang meminta kepada-Ku maka akan Aku berikan, dan barangsiapa yang memohon ampun kepada-Ku maka akan Aku ampuni”. (HR. Bukhari Muslim)


2. Agenda Setelah Terbit Fajar

a. Menjawab seruan azan untuk shalat subuh

” الَّلهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا الَّذِي وَعَدْتَهُ “

“Ya Allah, Tuhan pemilik seruan yang sempurna ini, shalat yang telah dikumandangkan, berikanlah kepada Nabi Muhammad wasilah dan karunia, dan bangkitkanlah dia pada tempat yang terpuji seperti yang telah Engkau janjikan. (Ditashih oleh Al-Albani)

b. Menunaikan shalat sunnah fajar di rumah dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا

“Dua rakaat sunnah fajar lebih baik dari dunia dan segala isinya”. (Muslim)

وَ قَدْ قَرَأَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فِي رَكْعَتَي الْفَجْرِ قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُوْنَ وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدَ

“Nabi saw pada dua rakaat sunnah fajar membaca surat “Qul ya ayyuhal kafirun” dan “Qul huwallahu ahad”.

c. Menunaikan shalat subuh berjamaah di masjid –khususnya- bagi laki-laki.

Rasulullah saw bersabda:

وَلَوْ يَعْلَمُوْنَ مَا فِي الْعَتْمَةِ وَالصُّبْحِ لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا

“Sekiranya manusia tahu apa yang ada dalam kegelapan dan subuh maka mereka akan mendatanginya walau dalam keadaan tergopoh-gopoh” (Muttafaqun alaih)

بَشِّرِ الْمَشَّائِيْنَ فِي الظّلَمِ إِلَى الْمَسَاجِدِ بِالنُّوْرِ التَّامِّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Berikanlah kabar gembira kepada para pejalan di kegelapan menuju masjid dengan cahaya yang sempurna pada hari kiamat”. (Tirmidzi dan ibnu Majah)

d. Menyibukkan diri dengan doa, dzikir atau tilawah Al-Quran hingga waktu iqamat shalat

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ لاَ يُرَدُّ بَيْنَ الأَذَانِ وَالإِقَامَةِ

“Doa antara adzan dan iqamat tidak akan ditolak” (Ahmad dan Tirmidzi dan Abu Daud)

e. Duduk di masjid bagi laki-laki /mushalla bagi wanita untuk berdzikir dan membaca dzikir waktu pagi

Dalam hadits nabi disebutkan:

كَانَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” إَذَا صَلَّى الْفَجْرَ تَرَبَّعَ فِي مَجْلِسِهِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ الْحَسَنَاءُ

” Nabi saw jika selesai shalat fajar duduk di tempat duduknya hingga terbit matahari yang ke kuning-kuningan”. (Muslim)

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran.

Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya waktu fajar itu disaksikan (malaikat). (Al-Isra : 78) Dan memiliki komitmen sesuai kemampuannya untuk selalu:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah lebih banyak dari itu semua, maka akan menuai kebaikan berlimpah insya Allah.

3. Menunaikan shalat Dhuha walau hanya dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنْ الضُّحَى

“Setiap ruas tulang tubuh manusia wajib dikeluarkan sedekahnya, setiap hari ketika matahari terbit. Mendamaikan antara dua orang yang berselisih adalah sedekah, menolong orang dengan membantunya menaiki kendaraan atau mengangkat kan barang ke atas kendaraannya adalah sedekah, kata-kata yang baik adalah sedekah, tiap-tiap langkahmu untuk mengerjakan shalat adalah sedekah, dan membersihkan rintangan dari jalan adalah sedekah”. (Bukhari dan Muslim)

4. Berangkat kerja atau belajar dengan berharap karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمِلِ يَدِهِ، وَكَانَ دَاوُدُ لا يَأْكُلُ إِلا مِنْ عَمِلِ يَدِهِ

“Tidaklah seseorang memakan makanan, lebih baik dari yang didapat oleh tangannya sendiri, dan bahwa nabi Daud makan dari hasil tangannya sendiri”. (Bukhari)

Dalam hadits lainnya nabi juga bersabda:

مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang berjalan dalam rangka mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga”. (Muslim)

d. Menyibukkan diri dengan dzikir sepanjang hari

Allah berfirman :

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“Ketahuilah dengan berdzikir kepada Allah maka hati akan menjadi tenang” (Ra’ad : 28)

Rasulullah saw bersabda:

أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللهَ أَنْ تَمُوْتَ ولسانُك رَطْبٌ من ذِكْرِ الله

“Sebaik-baik perbuatan kepada Allah adalah saat engkau mati sementara lidahmu basah dari berdzikir kepada Allah” (Thabrani dan Ibnu Hibban) .

5. Agenda saat shalat Zhuhur

a. Menjawab azan untuk shalat Zhuhur, lalu menunaikan shalat Zhuhur berjamaah di Masjid khususnya bagi laki-laki

b. Menunaikan sunnah rawatib sebelum Zhuhur 4 rakaat dan 2 rakaat setelah Zhuhur

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ صَلَّى اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِي يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِيَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang shalat 12 rakaat pada siang dan malam hari maka Allah akan membangunkan baginya dengannya rumah di surga”. (Muslim).

6. Agenda saat dan setelah shalat Ashar

a. Menjawab azan untuk shalat Ashar, kemudian dilanjutkan dengan menunaikan shalat Ashar secara berjamaah di masjid

b. Mendengarkan nasihat di masjid (jika ada)

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ لا يُرِيدُ إِلا أَنْ يَتَعَلَّمَ خَيْرًا أَوْ يَعْلَمَهُ، كَانَ لَهُ كَأَجْرِ حَاجٍّ تَامًّا حِجَّتُهُ

“Barangsiapa yang pergi ke masjid tidak menginginkan yang lain kecuali belajar kebaikan atau mengajarkannya, maka baginya ganjaran haji secara sempurna”. (Thabrani – hasan shahih)

c. Istirahat sejenak dengan niat yang karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

وَإِنَّ لِبَدَنِكَ عَلَيْكَ حَقٌّ

“Sesungguhnya bagi setiap tubuh atasmu ada haknya”.

Agenda prioritas:

Membaca Al-Quran dan berkomitmen semampunya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan, maka akan menuai kebaikan yang berlimpah insya Allah.

7. Agenda sebelum Maghrib

a. Memperhatikan urusan rumah tangga – melakukan mudzakarah – Menghafal Al-Quran

b. Mendengarkan ceramah, nasihat, khutbah, untaian hikmah atau dakwah melalui media

c. Menyibukkan diri dengan doa

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ

“Doa adalah ibadah”

8. Agenda setelah terbenam matahari

a. Menjawab azan untuk shalat Maghrib

b. Menunaikan shalat Maghrib secara berjamaah di masjid (khususnya bagi laki-laki)

c. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Maghrib – 2 rakaat

d. Membaca dzikir sore

e. Mempersiapkan diri untuk shalat Isya lalu melangkahkan kaki menuju masjid

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ لِيَقْضِيَ فَرِيضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللَّهِ كَانَتْ خَطْوَتَاهُ إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ خَطِيئَةً وَالْأُخْرَى تَرْفَعُ دَرَجَةً

“Barangsiapa yang bersuci/berwudhu kemudian berjalan menuju salah satu dari rumah-rumah Allah untuk menunaikan salah satu kewajiban dari kewajiban Allah, maka langkah-langkahnya akan menggugurkan kesalahan dan yang lainnya mengangkat derajatnya”. (Muslim)

9. Agenda pada waktu shalat Isya

a. Menjawab azan untuk shalat Isya kemudian menunaikan shalat Isya secara jamaah di masjid

b. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Isya – 2 rakaat

c. Duduk bersama keluarga/melakukan silaturahim

d. Mendengarkan ceramah, nasihat dan untaian hikmah di Masjid

e. Dakwah melalui media atau lainnya

f. Melakukan mudzakarah

g. Menghafal Al-Quran

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran dengan berkomitmen sesuai dengan kemampuannya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan bacaan maka telah menuai kebaikan berlimpah insya Allah.


Apa yang kita jelaskan di sini merupakan contoh, sehingga tidak harus sama persis dengan yang kami sampaikan, kondisional tergantung masing-masing individu. Semoga ikhtiar ini bisa memandu kita untuk optimalisasi ibadah insya Allah. Allahu a’lam

Jazaakillah

Sedikit revisi dari : http://www.al-ikhwan.net/agenda-harian-ramadhan-menuju-bahagia-di-bulan-ramadhan-2989/

Isi Blog

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.