REPUBLIKA.CO.ID, HAWAI--Kurang dari tiga pekan setelah teroris menghantam menara kembar WTC, di New York, Heather Ramaha, berdiri di antara sekelompok wanita di masjid Manoa, Hawai, yang mengikrarkan Syahadat di dalam Bahasa Arab. Ia bersaksi bawa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah rasul Allah.
Beberapa pengelola masjid di penjuru negara mengatakan mereka menyaksikan peningkatan orang-orang yang beralih memeluk Islam hingga empat kali lipat. Peningkatan itu justru terjadi sejak tragedi 11 September terjadi, ketika cerita tentang Islam melompat, semula dari halaman belakang menjadi halaman depan di seluruh dunia.
Kini Ramaha memasukkan keyakinan Islamnya dalam kehidupannya sebagai staf Angkatan Laut (AL) Amerika Serikat (AS) di Pearl Harbor mulai Juli 2002. Ia tidak mengenakan jilbab saat bekerja sebagai ahli kesehatan gigi, namun ia mengaku akan mengenakan penutup rambut ketika memasuki masjid.
Di awal-awal memeluk Islam, ketika suaminya, seorang Marinir, bertugas jauh, ia mengaku belum mampu melaksanakan shalat lima waktu dalam bacaan bahasa Arab seluruhnya, tanpa bantuan suaminya. Namun salah satu yang membuat Islam nyaman baginya karena ia bisa mempraktekan keyakinan itu sesuai dengan kemampuannya, tak menuntut kesempurnaan ketika ia masih memelajarinya satu persatu.
Suami Heather, Mike adalah pria Palestina yang terlahir sebagai Muslim dan besar di San Fransisco. Tapi, itu bukan alasan yang membuat Heather beralih ke Islam. "Mike tak pernah sekalipun membuat saya memeluk Islam," ujar wanita berusia 33 tahun itu. "Ia mengatakan, jika kamu ingin melakukan itu, kamu sendiri yang harus mencari tahu, namun apa pun pilihanmu, aku akan tetap mencintaimu," tutur Heather.
Setelah memeluk Islam, langkah Heather berikut adalah mencari cara untuk menerangkan keyakinan barunya kepada keluarganya di California. Ia menyadari, hampir seluruh informasi tentang Islam datang dari film-film di TV, salah satunya ia ingat berjudul "Tidak Tanpa Putriku". Film itu berkisah tentang seorang wanita Amerika, suami asal Iran yang aniaya dan pertengkaran terus menerus atas anak mereka.
"Sebelumnya saya tak bisa menemukan cara untuk memberi tahu mereka tanpa membuat gusar," ujarnya. "Saya di awal belum bisa memberi tahu ayah. Saya katakan bahwa saya pergi ke masjid, namun belum mengatakan bila saya telah beralih ke Islam," kenang Heather.
Kadang ia pun ditanya mengapa ia memilih agama yang dipandang sebagian orang menekan wanita. Menjawab jenis pertanyaan itu, ia mengatakan orang-orang kerap mencampurkan agama dengan tradisi budaya mereka. "Besar di AS, keyakinan Islam tidak bercampur dengan budaya seperti di Timur Tengah misal," ujarnya.
Heather adalah yang pertama dalam keluarga bergabung dengan gereja. Pada usia 5 tahun ia berteman dengan seorang putri pastor, lalu menjadi pengikut Kristen. Seluruh keluarganya bergabung dengannya kemudian.
Hingga kini ibunya masih rajin pergi ke gereja. Namun Heather, ia mengaku selalu berjuang memahami pandangan Kristen terhadap Trinitas Suci. Akhirnya pada Maret 2001 ia mengambil kelas agama dunia secara online dari Universitas California.
"Saya telah menjadi pemeluk Kristen selama 18 tahun," aku Heather.. "Namun saya menemukan banyak lubang dalam agama itu. (Islam) justru membuka begitu banyak gagasan kebenaran. Saya merasakan di hati saya ini adalah agama yang benar untuk saya," ungkapnya.
Sebagai langkah lanjutan, ia mengambil kelas perkenalan terhadap Islam di Hawai'i setelah tragedi 11 September. Ia pun mulai membaca Al Qur'an dan menemukan semacam 'klik' dalam hatinya. Ia pun memeluk Islam segera setelah itu.
"Saya selalu merasa ada yang menarik saya di luar sana, bila tidak saya ikuti, justru timbul kekosongan," tuturnya. "Satu-satunya hal yang membuat saya lengkap ketika saya memiliki agama, Satu Tuhan untuk saya sembah, di mana saya bisa berdoa, kepada-Nya."
Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Sumber: Honolulu Advertiser
0 komentar:
Posting Komentar